BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di era otonomi daerah ini ditandai dengan munculnya pergeseran dimensi pembangunan yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi, bergeser pada penekanan aspek pembangunan sosial, politik, ekonomi yang demokratis, berkeadilan, aman, sejahtera dan pengembangan sumber daya manusia, sehingga diperlukan penciptaan kondisi dan peluang untuk menumbuhkembangkan prakarsa dan kreativitas aparat pemerintah dan masyarakat dalam perencanaan pembangunan baik di tingkat lokal maupun nasional. Secara kuantitas jumlah sumber daya manusia aparatur (Pegawai Negara Sipil) yang memberikan pelayanan juga dirasakan sangat minim dengan rasio 1,9 % dari jumlah penduduk. Jika dibandingkan dengan Negara-negara maju yang dalam setiap 1000 penduduk terdapat 77 PNS, di Indonesia hanya sebanyak 21 PNS saja. Di daerah, rationya bahkan lebih kecil, yakni 4 : 1000. Kondisi negatif ini kemudian diperparah dengan kualitas pendidikan mereka yang masih rendah. Ketidakseimbangan antara jumlah PNS dengan jumlah penduduk yang dilayani menyebabkan pemerintah melakukan pembenahan. Salah satu cara untuk membenahi hal tersebut adalah dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia aparatur dan terus melakukan upaya melalui berbagai kebijakan dalam rangka peningkatan kompetensi PNS demi terwujudnya pelayanan publik yang lebih baik. (Sumber: BPS, 2005) Kondisi saat ini menunjukkan bahwa SDM aparatur yang ada sangat jauh dari apa yang diharapkan. Potret SDM aparatur saat ini yang menunjukkan profesionalisme rendah, banyaknya praktek KKN yang melibatkan aparatur, tingkat gaji yang tidak memadai, pelayanan kepada masyarakat yang berbelit-belit, hidup dalam pola patronklien, kurang kreatif dan inovatif, bekerja berdasarkan juklak dan juknis serta mungkin masih banyak potret
negatif lainnya yang intinya menunjukkan bahwa aparatur di Indonesia masih lemah. Gambaran tersebut memberikan dorongan bagi kita untuk melakukan perubahan pada SDM aparatur Indonesia (kita sebut dengan istilah Reformasi Birokrasi). (Sumber : http://makassar.lan.go.id/dokumen/1. Peningkt Komp.SDMA.pdf). Setiap organisasi, baik organisasi bisnis maupun organisasi pemerintahan, menginginkan sumber daya manusia yang dimilikinya dapat memberikan kontribusi sebesarbesarnya bagi organisasi. Namun, dalam kenyataan seiring ditemui bahwa kemampuan sumber daya manusia belum dapat memenuhi harapan manajer maupun pemimpin. Adalah menjadi kewajiban manajer maupun pemimpin untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam organisasi. Upaya pengembangan kemampuan ini mengandung konsekuensi waktu dan biaya yang harus disediakan manajer, pemimpin, dan organisasi. Namun, hal tersebut diharapkan akan memberikan manfaat berupa peningkatan kompetensi dan kinerja sumber daya manusia yang berdampak pada peningkatan kinerja organisasi pula. (Dwiyanto: 2002) Menurut Sarundajang (1997:211) : Pegawai Negeri Sipil yang mendukung birokrasi adalah sebagai pemikir, pelaksana sekaligus pengawas jalannya kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan masyarakat. Mengingat peranan yang penting tersebut pembinaan pegawai harus dimulai sejak awal seleksi, penerimaan, pendidikan dan pelatihan, maupun pengawasan dan pengendaliannya hingga pension. Sejalan dengan pendapat diatas, Syaukani dan Ghaffar (2002:211), menyatakan bahwa Sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah dimaksud, banyak masalahmasalah yang secara umum dihadapi daerah berkaitan dengan kualitas dan kinerja Pegawai Pemerintahan Daerah, antara lain adalah masih kurangnya sumber daya Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berkualitas, ini di tandai dengan jumlah tenaga-tenaga PNS yang kompeten masih sedikit menyebabkan kurang maksimalnya kualitas kerja pegawai tersebut.
Siagian (2007:198) menyatakan, bahwad tuntutan yang terasa kuat untuk pengembangan sumber daya manusia pada dasarnya timbul karena empat alas an utama: (1). Pengetahuan karyawan yang perlu pemutakhiran, (2). Kedaluarsaan pengetahuan dan keterampilan pegawai, terjadi apabila pengetahuan dan keterampilan tersebut tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman, (3). Tidak dapat disangkal lagi bahwa di masyarakat selalu terjadi perubahan, tidak hanya karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga karena pergeseran nilai-nilai budaya. Agar tetap mampu bersaing, semua pegawai mutlak memahami perubahan yang terjadi dan melakukan penyusuaian yang diperlukan, seperti misalnya : pola kerja, cara berpikir, cara bertindak dan dalam hal kemampuan, (4). Persamaan hak memperoleh pekerjaan menjamin bahwa tidak seorang pun dalam organisasi yang mengalami diskriminasi apapun alas an dan kriteriannya, karena semua anggota organisasi dan warga Negara mempunyai hak untuk memperoleh pekerjaan, (5). Kemungkinan perpindahan Pegawai, yaitu mobalitas pegawai selalu terjadi baik pada tingkat manajerial, professional maupun tingkat operasional, kenyataan ini menjadi tantangan bagi bagian pengelolaan sumber daya manusia. Sejalan dengan hal tersebut di atas, berdasarkan Keputusan Kepala LAN Nomor 541/XIII/10/6/2001, untuk dapat membentuk sosok PNS dimaksud, perlu dilaksanakan pembinaan melalui jalur pendidikan dan pelatihan yang mengarah pada upaya peningkatan : sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa, Negara dan tanah air, kompetensi teknis, manajerial dan atau kepemimpinannya, Efisiensi, efektifitas dan kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan semangat kerjasama dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasi. Perubahan melalui diklat dapat dilakukan dengan melakukan berbagai kursus, pendidikan formal maupun non formal atau pendidikan lainnya yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau kompetensi teknis maupun perubahan pola pikir, moral, dan perilaku SDM aparatur. Meskipun merubah pola pikir, moral dan perilaku SDM aparatur
melalui diklat memang tidak mudah, akan tetapi tetap perlu dilakukan. Sementara peningkatan kemampuan atau kompetensi melalui non diklat dapat dilakukan dengan menciptakan situasi dan kondisi kerja yang kondusif untuk terjadinya peningkatan kemampuan, melakukan mutasi secara berkala, menciptakan hubungan antar personal yang harmonis dan lain sebagainya. (sumber: http://makassar.lan.go.id/dokumen/1.peningkt Komp.SDMA.pdf). Eksistensi SDM aparatur perlu mendapat perhatian khusus, berkaitan dengan strategi peningkatan kualitas dan kompetensinya. Peningkatan kompetensi SDM aparatur dalam mengemban tugas atau jabatan birokrasi melalui diklat adalah berorientasi pada standar kompetensi jabatan sesuai tantangan reformasi dan globalisasi yang tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan stakeholder-nya. Kualitas aparatur tidak mungkin meningkat tanpa adanya usaha-usaha yang konkrit untuk meningkatkannya. Oleh karena itu diklat perlu terus ditingkatkan agar SDM aparatur benar-benar memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugasnya secara profesional. Kompetensi jabatan SDM aparatur (PNS), secara umum berarti kemampuan dan karakteristik yang dimiliki seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku, yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya (Mustopadidjaja, 2002). Disinilah kompetensi menjadi satu karakteristik yang mendasari individu atau seseorang mencapai kinerja tinggi dalam pekerjaannya. Karakteristik itu muncul dalam bentuk pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan perilaku (attitude) untuk menciptakan aparatur yang memiliki semangat pengabdian yang tinggi dalam melayani masyarakat yang selalu bertindak hemat, efisien, rasional, transparan, dan akuntabel. Jadi, pelayanan public merupakan pemberdayaan masyarakat yang pada gilirannya dapat menggerakkan roda perekonomian menuju Kesejahteraan. Untuk itu, diperlukan strategi peningkatan kompetensi SDM aparatur, dimana kompetensi yang memadai merupakan sesuatu yang sangat mutlak
yang perlu dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Darmawati Sumang : Sistem Administrasi Pendidikan dan Pelatihan (Study Kasus) pada Kantor Balai Pendidikan dan Pelatihan kehutanan Makassar. tahun 2008, data-data yang diperoleh di Kantor Balai Diklat Kehutanan Makassar terdapat beberapa kondisi faktual yang menyebabkan tidak adanya peningkatan kompetensi pegawai adalah sebagai berikut: 1. masalah penempatan kerja serta penetapan dan penempatan pegawai dalam jabatan, yang belum sepenuhnya berjalan dengan baik, hal ini ditandai dengan kenyataan bahwa factor latar belakang pendidikan, kompetensi, dan penguasaan bidang tugas, belum menjadi factor utama dalam penetapan dan penempatan dimaksud. 2. Kemudian, masalah lain yang juga di hadapi ialah adanya ketidakjelasan dalam pembagian tugas antara pegawai atau bidang-bidang tertentu, hal ini terjadi karena masih kurangnya PNS yang memiliki kemampuan yang baik dalam bidang tugasnya serta berkualitas, sehingga ada pekerjaan yang dipikul oleh seorang Pegawai Negeri Sipil melibihi tupoksinya, sementara disisilain, ada pegawai yang mempunyai banyak waktu luang karena bidang tugasnya tidak terlalu di kuasai, hal ini secara umum akan berdampak pada kinerja PNS yang tidak menjadi efektif dan efisien. 3. Selanjutnya, proses pengembangan sumber daya PNS yang belum dilaksanakan secara maksimal, membuat produktivitas kerja PNS tidak optimal, yang berdampak pada rendahnya kemampuan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya, hal ini pada akhirnya akan berdampak pada rendahnya kualitas kerja PNS secara menyeluruh.
4. Pengiriman pegawai untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan melainkan kadang justru diperuntukkan bagi pegawai yang kurang dibutuhkan dalam kegiatan operasional. (Sumber: Kantor Balai Diklat Kehutanan Makassar) Hal di atas sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan global, bahwa untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik, diperlukan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi jabatan dalam penyelenggaraan Negara dan Pembangunan. Ini terjadi karena sifat hakikat pekerjaan dan organisasi modern mulai berubah. (Pinchot dan Pinchot dalam Kaloh, 2002:34). Apalagi sekarang ini sudah menjadi opini umum bahwa salah satu kelemahan dalam pembangunan didaerah adalah terbatasnya kemampuan dan kapasitas tenaga pegawai/aparatur daerah yang dimiliki akibat rendahnya pengetahuan dan keahlian aparatur dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi pegawai di kantor Balai Diklat Kehutanan sangat ditentukan oleh kemampuan manajerial dalam pelaksanaan pengembangan sumber daya aparatur yang relevan dan mampu menjawab tuntutan dinamika perkembangan lingkungan strategi. Menurut hasil penelitian terdahulu, Aparatur Balai Diklat Kehutanan Makassar haruslah mempunyai daya inovasi dan kreatifitas yang tinggi, untuk menghadapi dan menanggulangi indikasi permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan tugas pokok dari bagian pengembangan pegawai, terlihat rendahnya inovasi yang diberikan ke peserta Diklat dan menyebabkan permasalahan dan hambatan-hambatan yang timbul dalam tubuh pengembangan sumber daya manusia. Kenyataannya tentu tidaklah sejalan dengan hakikat pengembangan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kompetensi kemampuan peserta sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang memenuhi standar kerja yang diinginkan organisasi. Berdasarkan pemaparan diatas, maka muncul isu penelitian yang menurut penulis perlu diamati, dicermati dan di analisis serta sekaligus merupakan latar belakang masalah
dengan rancangan penelitian yang berjudul : Analisis Kompetensi Peserta Diklat di Kantor Balai Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Makassar. Adapun alasan utama pemilihan judul skripsi ini adalah merupakan aspek yang sangat penting dalam meningkatkan kompetensi peserta pegawai, yang ahli dan profesional, pengabdian dan kesetiaan maupun berkenaan dan merupakan bagian dari sistem integral dari sistem pembinaan pegawai yang paralel mempunyai keterkaitan dengan pola perencanaan pada pola kasus pegawai. I.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka selanjutnya dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu Bagaimana kompetensi peserta Diklat di Kantor Balai Diklat Kehutanan Makassar? I.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : Untuk menganalisis kompetensi peserta Diklat di Kantor Balai Diklat Kehutanan Makassar. I.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Kegunaan akademis, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan mengenai dimensi kompetensi pegawai. 2. Kegunaan praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi masukan bagi pimpinan dan staf tentang pentingnya, perencanaan sumberdaya manusia yang berbasis kompetensi dalam meningkatkan kinerja pegawai di Balai Diklat Kehutanan Makassar.