BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

BAB. I PENDAHULUAN. Secara Nasional, Angka Kematian Ibu (AKI)/Maternal Mortality Ratio(MMR) di

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG)

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

dalam Pembangunan Nasional;

Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG)

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd

BAB II LANGKAH-LANGKAH MELAKUKAN GENDER ANALYSIS PATHWAY

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

ANALISIS GENDER. SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009

STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 7 TAHUN 2017

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

PANDUAN UMUM PENGARUS UTAMAAN GENDER (PUG) P2DTK

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

I. PENDAHULUAN Sejak tahun 2000 Pemerintah Indonesia telah menyadari adanya kesenjangan gender dalam pengelolaan dan penggunaan anggaran publik.

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

PENGANTAR DAN PENGENALAN PUG & IMPLEMENTASINYA

PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

IV.B.14. Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

TUJUAN 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Gender, Social Inclusion & Livelihood

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGARUSUTAMAAN GENDER DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan dan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 15 TAHUN No. 15, 2016 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG

ANGGARAN RESPONSIF GENDER Anggaran Responsif Gender (ARG) DAN PENYUSUNAN GENDER BUDGET STATEMENT

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

KERANGKA ACUAN TRAINING OF TRAINER (TOT) PPRG BAGI PERENCANA OPD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Program

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENGENALI DAN MEMAHAMI PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN YURNI SATRIA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian. ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358.

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan AKI di negara-negara ASEAN, penolong persalinan adalah hal yang

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

4.9 Anggaran Responsif Gender Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , telah menetapkan tiga strategi pengarusutamaan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANAK REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. program kesehatan reproduksi. Sebaik apapun program yang dilakukan

ANALISIS STUDI PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DI DINAS/INSTANSI PEMERINTAH TERKAIT SEKTOR PERTANIAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

PENTINGNYA ISU GENDER PADA PENANGGULANGAN BENCANA. Rosilawati Anggraini UNFPA

ARTIKEL 11 KEGIATAN WORKSHOP PENINGKATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dikatakan ibu hamil risiko tinggi bila pada pemeriksaan ditemukan satu atau lebih

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

Transkripsi:

10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain dalam : a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Komponen kunci keberhasilan pengarusutamaan gender ditentukan oleh ada tidaknya komitmen politik dan kerangka kebijakan pemerintah dalam mendukung pembangunan berperspektif gender, sumber daya manusia yang memiliki gender analysis skill dan sumber dana yang memadai, data dan statistik gender, alat dan sistem monitoring dan evalusi, media KIE, serta peran serta masyarakat b. Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG dalam Pembangunan di Daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah, masih terdapat ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, sehingga diperlukan strategi pengintegrasian gender melalui perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pengangguran, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan daerah Dalam Inpres No. 9 Tahun 2000, tujuan pengarusutamaan gender antara adalah :

11 1. Membentuk mekanisme untuk formulasi kebijakan dan program yang responsif gender. 2. Memberikan perhatian khusus kepada kelompok-kelompok yang mengalami marginalitas, sebagai akibat dari bias gender. 3. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran semua pihak baik pemerintah maupun non pemerintah untuk melakukan tindakan yang sensitif gender dibidang masing-masing. Dalam Sasongko (2009), Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah suatu strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan kepentingan laki-laki dan perempuan secara seimbang mulai dari tahap penegakan hak-hak laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan kesempatan, pengakuan dan perhargaan yang sama di masyarakat. Menurut United Nation Economic and Social Council (1997) dalam Dewi (2006), Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah : mengarusutamakan persepektif gender adalah proses memeriksa pengaruh terhadap perempuan dan laki-laki setelah dilaksanakannya sebuah rencana, termasuk legislasi dan program-program dalam berbagai bidang dalam semua tingkat. PUG merupakan sebuah strategi untuk membuat masalah dana pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian yang menyatu dengan rencana, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian kebijakan dan program dalam semua aspek politik, ekonomi, dan sosial agar perempuan dan laki-laki mendapatkan manfaat dan ketidaksetaraan (inequality) tidak berlanjut. Tujuan akhirnya adalah kesetaraan gender. Dalam pandangan Nugroho (2008), proses untuk mengintegrasikan pertimbangan gender dalam pembangunan merupakan hal mendasar dalam pengarusutamaan gender yang berarti 2. Faktor Kesenjangan Gender Nugroho (2004) berpendapat bahwa pada awalnya kebijakan publik adalah netral gender, namun bias gender dalam implementasinya. Dampak dari bias gender

12 dapat berpotensi menimbulkan faktor kesenjangan antara perempuan dan laki-laki baik sebagai objek maupun subyek pembangunan. Dalam konteks kebijakan kesehatan terdapat empat faktor yang dimaksud (UNFPA, 2010), yaitu : a. Akses Ditujukan untuk mengetahui kesenjangan kebutuhan kesehatan perempuan dan laki-laki dalam hal kemudahan mendapatkan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif). Akses terhadap upaya kesehatan dapat dilihat dari empat dimensi, yaitu (i) ketersediaan sarana dan atau upaya kesehatan, (ii) keterjangkauan dari sisi geografis dan transportasi (jarak dan waktu), ( iii) affordability atau keterjangkauan secara ekonomi, (iv) keterjangkauan secara psikis dan sosiokultural. Akses juga dapat dilihat dari sisi keterjangkauan terhadap sumberdaya, baik sumberdaya yang bersifat tangibles (kentara atau nyata) maupun intangibles (tidak kentara atau tidak nyata). b. Partisipasi Ditujukan untuk mengetahui keterwakilan dan keterlibatan aktif perempuan dan laki-laki dalam upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) baik dari sisi beneficieries (penerima manfaat) maupun provider (penyedia layanan kesehatan). c. Kontrol Ditujukan untuk mengetahui siapa (laki -laki atau perempuan) yang menentukan keputusan terhadap pengalokasian dan penggunaan sumberdaya yang tersedia di

13 tingkat rumah tangga, komunitas, pemerintahan yang berhubungan dengan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif). d. Manfaat Ditujukan untuk mengetahui apakah laki-laki dan perempuan diuntungkan dalam upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) baik dari sisi beneficieries (penerima manfaat) maupun provider (penyedia layanan kesehatan). Manfaat pelayanan kesehatan dari perspektif gender dapat dilihat dari sisi Practical Gender Needs (kebutuhan praktis gender) maupun Strategic Gender Need (kebutuhan stretegis gender). B. Analisis Gender Analisis Gender adalah proses menganalisis data dan informasi secara sistematis tentang laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasikan dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara umum analisis gender bertujuan untuk menyusun kebijakan program dan kegiatan pembangunan dengan memperhitungkan situasi, kondisi dan kebutuhan gender. Analisis Gender digunakan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kebijakan program dan kegiatan dalam berbagai aspek pembangunan. Analisis Gender Bidang Kesehatan adalah proses mengidentifikasi, menganalisis, dan memberikan informasi untuk melakukan tindakan dalam rangka memperbaiki ketidak seimbangan yang timbul dari perbedaan peran gender perempuan dan laki-laki atau ketidaksetaraan kekuasaan diantara keduanya, serta konsekuensinya

14 terhadap kehidupan mereka, status kesehatan dan kesejahteraannya. Analisis Gender bidang kesehatan menekankan pentingnya ketidaksetaraan gender terhadap rendahnya status kesehatan perempuan, hambatan yang dihadapi perempuan dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan bagaimana caranya mengatasi permasalahan tersebut. Analisis gender juga berupaya mengungkap faktor risiko kesehatan dan permasalahan yang dihadapi laki-laki sehubungan dengan peran gender mereka (WHO, 1999). Ada berbagai macam instrument analisis gender, seperti Problem Based Approach, Moser Gender Analysis, Gender Analysis Pathway (GAP), dan lain-lain. Gender Analysis Pathway merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mereview kebijakan program dan kegiatan bidang kesehatan. I. Gender Analysis Pathway (GAP) Gender Analysis Pathway (GAP) atau yang sering disebut juga sebagai alur kerja analisis gender, merupakan model/alat analisis gender yang dikembangkan oleh Bappenas bekerjasama dengan Canadian International Development Agency (CIDA) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk membantu para perencana melakukan pengarusutamaan gender. Gender Analysis Pathway (GAP) memiliki beberapa keunggulan, antara lain analisis gender dilakukan secara sekuensial mulai dari tahap identifikasi tujuan, analisis situasi, penentuan rincian kegiatan, sampai monitoring dan evaluasi. Karena tahapan siklus perencanaan tersebut disajikan dalam matriks yang sama, akan memudahkan perencana kesehatan untuk melihat relevansi dan konsistensi antara tahapan satu dengan tahapan lainnya sehingga membentuk sekuensial yang

15 utuh dari kebijakan atau program dan kegiatan sehingga responsif gender. Keunggulan lainnya adalah Gender Analysis Pathway (GAP) mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam penggunaannya. Analisis ini dapat digunakan pada level kebijakan, baik kebijakan strategis, kebijakan manajerial, maupun kebijakan operasional. Alat analisis ini dapat juga digunakan pada level program dan atau kegiatan, bahkan sampai pada level output dan sub output. II. Teknik Analisis Gender Dengan Metode Gender Analysis Pathway (GAP) Metode Analisis Gender Analysis Pathway (GAP) menggunakan 9 langkah sebagai berikut : 1. Memilih kebijakan program/kegiatan yang ada atau yang sedang disusun/didesain untuk dianalisis; yakni proses mengidentifikasi dan menuliskan tujuan dari kebijakan/program/kegiatan yang baru. Gender Analysis Pathway (GAP) dapat digunakan pada level dibawah kegiatan. 2. Menyiapkan Data pembuka wawasan; yakni penyajian data yang terpilah menurut jenis kelamin secara kuantitatif dan kualitatif. Data dan informasi dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif atau gabungan keduanya. Data dan informasi yang ditulis mempunyai relevansi dengan akses, partisipasi, manfaat dan kontrol. 3. Mengenali isu gender dan faktor kesenjangan. Faktor kesenjangan dapat dirinci sebagai berikut : a) Akses, terdapat empat (4) dimensi akses; (i) Ketersediaan sarana dan atau upaya kesehatan; (ii) Aksesibilitas dari sisi geografis dan transportasi (jarak

16 dan waktu); (iii) Affordability atau akses secara ekonomi; (iv) Akses secara psikis dan sosiokultural. b) Partisipasi, ditujukan untuk mengetahui kesenjangan partisipasi perempuan dan laki-laki, mulai pada tahap desain kebijakan dan program, implementasi, monitoring dan evaluasi. c) Manfaat, ditujukan untuk mengetahui kesenjangan manfaat upaya kesehatan yang diterima oleh perempuan dan laki-laki sesuai dengan kebutuhan kesehatannya. Manfaat pelayanan keesehatan dari perspektif gender dapat dilihat dari sisi practical gender need maupun strategic gender need. d) Kontrol, ditujukan untuk mengetahui kesenjangan perempuan dan laki-laki dalam menentukan keputusan dan pemilihan alternatif sejumlah keputusan terhadap pengalokasian sumberdaya kesehatan dan sumber daya ditingkat rumah tangga, komunitas, pemerintahan dan pasar yang mempunyai relevansi dengan bidang kesehatan. 4. Mengidentifikasi penyebab kesenjangan internal. Sumber penyebab kesenjangan gender secara internal dapat berbentuk : produk hukum, kebijakan, desain program dan kegiatan sesuai siklus perencanaan dan siklus manajemen program, pemahaman pengelola program tentang konsep gender yang masih kurang baik pada pengambil keputusan maupun pelaksana kebijakan. Political will dari pengambil keputusan, dukungan penelitian dan pengembangan kesehatan, dll. 5. Mengindentifikasi Penyebab kesenjangan Eksternal. Sumber penyebab kesenjangan gender secara eksternal (diluar lembaga/institusi kesehatan)

17 dapat terjadi pada level rumah tangga, komunitas, pemerintahan dan pasar, bahkan isu internasional. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dapat disebabkan oleh budaya patriarki, peran dan relasi gender, diskriminasi gender ( stereotipe, subordinasi, marginalisasi, beban ganda serta kekerasan terhadap perempuan) yang terjadi di rumah tangga, komunitas, pemerintahan dan pasar. 6. Menetapkan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan pelayanan kesehatan sehingga responsive gender. Reformulasi tujuan : yakni merumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan sehingga menjadi responsive gender. Tujuan kebijakan yang baru menjamin kesetaraan dan keadilan perempuan dan laki-laki dalam bidang kesehatan. Reformulasi tujuan dapat pula menambahkan tujuan baru (intermediate objectives) yang fokus pada tercapainya kesetaraan dan keadilan gender. Pada saat menyusun tujuan sebaiknya mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya yang ada seperti ketersediaan anggaran, SDM, sara dan oprasarana pendukung, dukungan kebijakan dan waktu yang tersedia. 7. Menyusun kembali rincian kegiatan yang responsive gender: Rencana aksi merupakan detil kegiatan atau intervensi bidang kesehatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan sebagaimana. Tujuan dari rencana aksi adalah mendukung tercapainya target kinerja program dan kegiatan sekaligus menghilangkan kesenjangan gender dalam bidang kesehatan. 8. Pengukuran hasil; mencakup penetapan data dasar (baseline) indikator responsive gender. Baseline indikator ditujukan untuk mengetahui kemajuan intervensi kegiatan yang dilakukan dalam rangka mendukung pencapaian

18 tujuan yang responsive gender. Baseline digunakan sebagai titik awal capaian kinerja. Baseline indikator dapat saja berasal dari data pembuka wawasan. 9. Pengukuran hasil. Indikator gender. Tetapkan indikator gender untuk menilai apakah isu kesenjangan gender bidang kesehatan telah berkurang atau menghilang. Indikator gender difokuskan pada alat ukur terhadap keberhasilan rencana aksi. Indikator dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Indikator dapat berada pada level input, proses, output maupun outcome, tetapi menggambarkan kesetaraan dan keadilan gender dalam bidang kesehatan. Jika berada pada level outcome maka evaluasi atau pengukurannya dilakukan jangka menengah, tetapi jika berada pada level input, proses dan output, pengukuran dilakukan setiap tahun, sebagaimana evaluasi indikator kinerja program. Sebaiknya indikator yang ditetapkan adalah indikator yang mempunyai relevansi dengan isu akses, partisipasi, manfaat dan control atau isu practical gender need dan strategic gender need. C. Program Making Pragnancy Safer (MPS) Making Pregnancy Safer (MPS) atau kehamilan yang aman merupakan kelanjutan dari program Safe Motherhood, dengan tujuan melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Making Pregnancy Safer (MPS) fokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu dalam intervensi klinis dan sistem kesehatan serta penekanan pada kemitraan antar institusi pemerintah, lembaga donor, dan peminjam, swasta, masyarakat, dan keluarga. Perhatian khusus diberikan pada

19 penyediaan pelayanan yang memadai dan berkelanjutan dengan penekanan pada ketersediaan penolong persalinan terlatih. Aktivitas masyarakat ditekankan pada upaya untuk menjamin bahwa wanita dan bayi baru lahir memperoleh akses terhadap pelayanan (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Lebih lanjut dinyatakan bahwa Strategi Making Pregnancy Safer (MPS) memiliki tiga pesan kunci, yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang memadai; dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Empat strategi utama dalam Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu; 1) meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas; 2) membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya; 3) mendorong pemberdayaan perempuan dan juga keluarga melalui peningkatan pengetahuan; dan 4) mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Terdapat beberapa prinsip dasar dalam pelaksanaan program Making Pregnancy Safer (MPS), yaitu: a) Program ditujukan untuk semua sasaran yang meliputi golongan miskin, daerah terpencil dan kelompok masyarakat di penampungan; b) Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan unit utama pelaksana program;

20 c) Program Making Pregnancy Safer (MPS) dilaksanakan dalam konteks sistem pelayanan kesehatan yang sudah ada/sudah berjalan; d) Program Making Pregnancy Safer (MPS) mencakup pelayanan kesehatan dasar maupun pelayanan kesehatan rujukan; e) Program Making Pregnancy Safer (MPS) mengharuskan adanya kemitraan dan sinergisitas dengan pihak terkait dalam hal penyediaan dan pemanfaatan pelayanan; f) Program Making Pregnancy Safer (MPS) menuntut partisipasi perempuan, keluarga, masyarakat termasuk suami (laki -laki) guna memastikan keberhasilan MPS.

21 D. Kerangka Pikir Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gender Issue Analysis Program Yang di Analisis Making Pragnancy Safer Partisipasi Akses Kontrol Formulasi kebijakan dengan memperhatikan gender Manfaat Gender Analysis Pathway Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian