BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

TINJAUAN PUSTAKA. dan daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong), sarana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

Dari rumusan di atas maka dapat disimpulkan bahwa konversi hak-hak atas tanah adalah penggantian/perubahan hakhak atas tanah dari status yang lama

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia menempati bumi, lahan sudah menjadi salah satu unsur utama

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

BAB 1 PENDAHULUAN. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Alih Fungsi Lahan. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, bahwa penduduk Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KONVERSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI PROVINSI JAWA BARAT ELVIRA G.V. BUTAR-BUTAR

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

DAMPAK DAN STRATEGI PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN UNTUK KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

PENDAHULUAN. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas,

INDIKATOR KAWASAN PETERNAKAN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP FAKULTAS PETERNAKAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. serta implikasi yang berkaitan dengan kajian yang telah dilakukan.

PENTINGNYA PENDEKATAN SISTEM DALAM MENGANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur

III. KERANGKA PEMIKIRAN. dengan tujuan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

Tugas Akhir PW Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

II. LANDASAN TEORI. A. Alih Fungsi Lahan. kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

STRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

I. PENDAHULUAN. umum disebabkan dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB I PENDAHULUAN. Ruang sebagai wadah dimana manusia, hewan dan tumbuhan bertahan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

Multifungsi Lahan dan Revitalisasi Pertanian

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar

PERUBAHAN HARGA LAHAN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PEDESAAN LAMPUNG

A. Latar Belakang. ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian

PENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. petani ikan dan sebagainya. Menurut Loekman (1993:3) Besarnya fungsi sektor pertanian bagi masyarakat Indonesia tentu saja harus

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang berdampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain telah menjadi salah satu ancaman yang serius terhadap keberlanjutan swasembada pangan. Intensitas alih fungsi lahan masih sulit 7 dikendalikan, dan sebagian besar lahan sawah yang beralihfungsi tersebut justru yang produktivitasnya termasuk kategori tinggi sangat tinggi. Lahan-lahan tersebut adalah lahan sawah beririgasi teknis atau semi teknis dan berlokasi di kawasan pertanian dimana tingkat aplikasi teknologi dan kelembagaan penunjang pengembangan produksi padi telah maju (Murniningtyas, 2007). Irawan (2005), mengemukakan bahwa konversi yang lebih besar terjadi pada lahan sawah dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (1) pembangunan kegiatan non pertanian seperti kompleks perumahan, pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan pada tanah sawah yang lebih

datar dibandingkan dengan tanah kering; (2) akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan produk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada daerah tanah kering; (3) daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan pegunungan. Alih fungsi lahan sawah dilakukan secara langsung oleh petani pemilik lahan ataupun tidak langsung oleh pihak lain yang sebelumnya diawali dengan transaksi jual beli lahan sawah. Proses alih fungsi lahan sawah pada umumnya berlangsung cepat jika akar penyebabnya terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan sektor ekonomi lain yang menghasilkan surplus ekonomi (land rent) jauh lebih tinggi (misalnya untuk pembangunan kawasan industri, kawasan perumahan, dan sebagainya) atau untuk pemenuhan kebutuhan mendasar (prasarana umum yang diprogramkan pemerintah, atau untuk lahan tempat tinggal pemilik lahan yang bersangkutan (Murniningtyas, 2007). Secara ekonomi alih fungsi lahan yang dilakukan petani baik melalui transaksi penjualan ke pihak lain ataupun mengganti pada usaha non padi merupakan keputusan yang rasional. Sebab dengan keputusan tersebut petani berekspektasi pendapatan totalnya, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang akan meningkat (Ilham dkk, 2003). Penelitian Syafa at (1995), pada sentra produksi padi utama di Jawa dan Luar Jawa, menunjukkan bahwa selain faktor teknis dan kelembagaan, faktor ekonomi yang menetukan alih fungsi lahan sawah ke pertanian dan non pertanian adalah : (1) nilai

kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; (2) respon petani terhadap dinamika pasar, lingkungan, dan daya saing usahatani meningkat. 2.2 Landasan Teori Dorongan-dorongan bagi terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian tidak sepenuhnya bersifat alamiah, tetapi ada juga yang secara langsung atau tidak langsung dihasilkan oleh proses kebijaksanaan pemerintah. Dalam proses alih fungsi lahan, telah terjadi asimetris informasi harga tanah, sehingga sistem harga tidak mengandung semua informasi yang diperlukan untuk mendasari suatu keputusan transaksi. Kegagalan mekanisme pasar dalam mengalokasikan lahan secara optimal disebabkan faktor-faktor lainnya dari keberadaan lahan sawah terabaikan, seperti fungsi sosial, fungsi kenyamanan, fungsi konservasi tanah dan air, dan fungsi penyediaan pangan bagi generasi selanjutnya (Rahmanto dkk, 2008). Hasil temuan Rusastra (1997), di Kalimantan Selatan, alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan dan harga lahan yang tinggi, skala usaha yang kurang efisien untuk diusahakan. Pada tahun yang sama penelitian. Syafa at (1995), di Jawa menemukan bahwa alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalam kawasan industri, serta harga lahan. Pajak lahan yang tinggi cenderung mendorong petani untuk melakukan konversi dan rasio pendapatan non pertanian terhadap pendapatan total yang tinggi cenderung menghambat petani untuk melakukan konversi.

Penelitian Jamal (2001), di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, harga jual lahan yang diterima petani dalam proses alih fungsi lahan secara signifikan dipengaruhi oleh status lahan, jumlah tenaga kerja yang terserap di lahan tersebut, jarak dari saluran tersier, jarak dari jalan, dan jarak dari kawasan industri atau pemukiman. Sementara itu produktivitas lahan, jenis irigasi, dan peubah lain tidak berpengaruh signifikan. Rahmanto dkk, (2008), menyatakan karakteristik rumahtangga memiliki hubungan kuat terhadap keragaman persepsi multi fungsi lahan sawah di antaranya mencakup peubahpeubah berikut: (1) usia responden; (2) tingkat pendidikan; (3) jumlah anggota keluarga tertanggung; (4) luas garapan sawah; (5) proporsi pendapatan rumahtangga dari lahan sawah. Peubah-peubah tersebut diasumsikan memiliki keterkaitan yang nyata terhadap kemampuan berfikir, tingkat pengetahuan serta wawasan petani terhadap multifungsi lahan, dan kepeduliannya terhadap kelestarian lahan sawah. Menurut Nasoetion dan Winoto (1996) proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu: (1) sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan (2) sistem non-kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah antara lain direpresentasikan dalam bentuk terbitnya beberapa peraturan mengenai konversi lahan. Pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor. Supriyadi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:

1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi. 2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosialekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. 3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan Dari beberapa penelitian sebelumnya dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi atau mengalihfungsikan lahan pertaniannya. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan untuk penelitian berdasarkan peneliti-peneliti sebelumnya adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan, dan status lahan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya yaitu kebijakan pemerintah (pajak tanah), kebijakan tata ruang dan harga lahan. Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik menggunakan model logit yang digunakan untuk menjawab apakah faktor tingkat pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan, status lahan, tingkat pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan, kebijakan pemerintah (pajak tanah) dan harga lahan mempunyai pengaruh terhadap probabilitas keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya secara signifikan. Pengukuran terhadap probabilitas keputusan petani untuk mengkonversi lahan menggunakan metode logit karena dalam penelitian ini variable terikatnya adalah dummy, yaitu probabilitas keputusan petani mengkonversi lahan pertaniannya atau tidak mengkonversi lahan pertaniannya. Model logit adalah teknik regresi mengikuti fungsi

distribusi logistik (model logit) dengan variabel terikatnya adalah dummy.. Peluang atau probabilitas merupakan bahasan penting dalam metode logit. Berdasarkan definisi dijelaskan bahwa (Pi) merupakan probabilitas terjadinya suatu peristiwa dan (1-Pi) adalah probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa. Perbandingan antara Pi dan 1-Pi disebut odd atau sering disebut resiko yaitu perbandingan antara probabilitas terjadinya suatu peristiwa dengan probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa (Nachrowi dkk, 2008). 2.3 Kerangka Pemikiran Tanah merupakan sumberdaya strategis yang memiliki nilai secara ekonomis. Saat ini, jumlah luasan tanah pertanian tiap tahunnya terus mengalami pengurangan. Berkurangnya jumlah lahan pertanian ini merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk serta aktivitas pembangunan. Hal tersebut mengakibatkan permintaan akan lahan pun meningkat. Pada akhirnya, terjadilah konversi lahan pertanian ke non pertanian seperti perumahan, industri, dan lain sebagainya untuk memenuhi permintaan yang ada. Konversi lahan yang terjadi tidak lepas dari kepentingan berbagai pihak seperti pemerintah, swasta dan komunitas (masyarakat). Yang dimaksud dengan konversi lahan oleh petani dalam penelitian ini adalah petani yang menjual tanah pertanian miliknya kepada pihak lain, dimana pihak lain yang membeli tanah tersebut menggunakannya untuk fungsi nonpertanian. Dalam hal ini tanah tersebut digunakan untuk perumahan. Merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini diduga bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya. Faktor-faktor tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal meliputi tingkat pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan, dan status lahan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya yaitu kebijakan pemerintah (pajak tanah) dan harga lahan. Setelah melihat keterkaitan antara kedua faktor tersebut dengan keputusan petani untuk mengkonversi lahan, maka akan di uji dengan pendekatan probabilitas yaitu model logit. Adapun hasil output dari uji probabilitas adalah seberapa besar variabel mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya atau tidak mengkonversi lahan pertaniannya.

Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran Lahan Sawah Lahan Perumahan Konversi Lahan Faktor Internal: Proporsi pendapatan Produktivitas lahan Luas lahan Status lahan Faktor Eksternal: Kebijakan Pemerintah (Pajak tanah) Kebijakan Tata Ruang Harga Lahan Analisis probabilitas Keputusan untuk Mengkonversi Keputusan untuk Tidak Mengkonversi Keterangan: Menyatakan Keputusan Menyatakan hubungan

2.4 Hipotesis Penelitian Diduga faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan adalah: a. Faktor harga. Hal ini sesuai berdasarkan hukum penawaran bila harga meningkat maka penawaran barang akan meningkat pula dalam hal ini barang tersebut adalah sebidang tanah sehingga memungkinkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian jika pembeli adalah developer. Dari hasil temuan Rusastra (1997) di Kalimantan Selatan, alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan dan harga lahan yang tinggi, skala usaha yang kurang efisien untuk diusahakan. b. Pajak lahan dan pendapatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Syafa at (1995) di Jawa menemukan bahwa alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah pajak lahan yang tinggi cenderung mendorong petani untuk melakukan konversi dan rasio pendapatan non pertanian terhadap pendapatan total yang tinggi cenderung menghambat petani untuk melakukan konversi. c. Status lahan. Hal ini sesuai penelitian Jamal (2001), di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dalam proses alih fungsi lahan secara signifikan status lahan mempengaruhi konversi lahan. d. Kebijakan pemerintah. Hal ini sesuai dengan penelitian Supriyadi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah salah satunya adalah aspek regulasi yang dikeluarkan.