Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Benyamin Lakitan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Rakorda MUI Lampung & Jawa Jakarta, 22 Juli 2008
Isu Global [dan Nasional] Krisis Pangan Krisis Energi Pemanasan Global Krisis Air
Krisis Pangan: kemampuan produksi < konsumsi masyarakat
Harga pangan dunia tengah melonjak drastis
Makna dan Langkah Antisipatif Naiknya harga pangan dapat bermakna negatif, tetapi dapat pula positif, tergantung apakah negara, daerah, atau individu tersebut sebagai net producer atau net buyer. Langkah antisipatif yang bijak adalah mendorong agar lebih banyak masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan produksi pangan, yakni : [a] menetapkan kebijakan publik yang favorable jaminan harga, insentif untuk investasi, ketersediaan lahan produksi; [b] membangun infrastruktur pendukung jalan, irigasi; [c] memberdayakan pelaku produksi pangan petani, pengolah pangan
dan diprediksi akan tetap tinggi di masa yang akan datang
Penyebab Harga Pangan Tinggi Permintaan pangan akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Ketersediaan lahan produksi pangan semakin sulit untuk diperluas, karena lahan yang belum dimanfaatkan sebagian besar adalah lahan marjinal dan dari sisi lain konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian terus berlangsung. Biaya produksi pangan akan semakin mahal, terutama sebagai akibat dari kenaikan harga energi (BBM). Pemanfaatan bahan pangan untuk kepentingan bioenergi.
Kenaikan BBM ikut mendorong kenaikan harga pangan
menjadi sangat serius, karena sebagian besar pendapatan penduduk negara berkembang dibelanjakan untuk pangan
Siapa yang Terkena Dampak Negatif Prinsip dasarnya adalah kelompok net buyer akan terkena dampak negatif dari kenaikan harga pangan, baik pada tingkat negara, daerah, atau individu. Belanja pangan untuk penduduk negara miskin sekitar 45% total pendapatannya, di negara kaya hanya sekitar 16%. Dengan demikian negara miskin akan lebih menderita akibat kenaikan harga pangan
Perubahan harga lebih besar pada tingkat konsumen dibandingkan pada tingkat produsen
Penduduk perkotaan memang lebih menderita akibat kenaikan harga pangan
tapi di beberapa negara, penduduk perdesaan diuntungkan dengan kenaikan harga pangan tersebut
Beda Dampak untuk Masyarakat Kota dan Desa Hasil kajian menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat perkotaan secara konsisten turun akibat kenaikan harga pangan, dan kelompok miskin perkotaan yang paling menderita. Pada beberapa negara Madagaskar, Vietnam, Pakistan, Ghana kesejahteraan masyarakat pedesaan ternyata meningkat sebagai akibat peningkatan harga pangan.
yang diuntungkan adalah petani
ternyata penduduk desa yang bukan petanipun ikut diuntungkan dengan kenaikan harga pangan
Beda Petani dan Non-Petani Di Bangladesh sebagai contoh kesejahteraan petani di pedesaan meningkat tetapi masyarakat non-petani di pedesaan menurun akibat kenaikan harga pangan. Di Vietnam contoh kasus lainnya kesejahteraan baik petani maupun non-petani ikut meningkat sebagai akibat peningkatan harga pangan. Hal ini disebabkan oleh jumlah petani dan besarnya kegiatan pertanian dipedesaan menyebabkan penduduk lainnya ikut terimbas oleh peningkatan kesejahteraan petani, kegiatan sektor lainnya menjadi juga ikut bergairah.
ternyata kebijakan publik yang paling populer adalah mengendalikan harga/subsidi kepada konsumen dan mengurangi pajak impor
Kebijakan (jangka pendek) Nasional Pengendalian harga pangan domestik / subsidi kepada konsumen Pengurangan / pembebasan pajak impor Larangan ekspor Operasi pasar dengan menggunakan stock nasional
Langkah Aksi Menggairahkan kegiatan produksi pangan di pedesaan, melalui upaya: Peningkatan aksesibilitas (jalan desa) sentra produksi pangan untuk kelancaran pasokan sarana produksi dan distribusi hasil panen. Pengembangan industri pengolahan pangan skala kecil di pedesaan (small-scale, on-site agroindustry). Penyediaan akses informasi pasar Pengembangan lembaga keuangan desa untuk membantu pemenuhan kebutuhan modal kerja usaha tani pangan Pengurangan fluktuasi harga dengan menyerap kelebihan produksi jika terjadi.
Krisis Energi: kemampuan produksi < konsumsi masyarakat
Peta Konsumsi Energi Dunia
Konsumen Energi Dunia Negara-negara maju [Amerika, Rusia, Kanada, beberapa negara Eropah] plus negara yang sedang memacu industrinya untuk mendorong pertumbuhan ekonominya [Cina dan India] merupakan konsumen utama energi dunia. Konsumsi energi primer Indonesia tergolong masih sangat rendah [tidak sampai 1/10 dari konsumsi energi negara maju].
Jenis energi yang dikonsumsi Amerika masih dominan bersumber dari bahan bakar fosil
Contoh Konsumsi Energi Negara Maju 86% jenis energi yang dikonsumsi Amerika berasal dari bahan bakar fosil. Dan dengan total konsumsi yang sangat besar, maka akan sangat besar pula emisi CO2 dan gas rumah kaca lainnya. Amerika telah menggunakan nuklir sebagai sumber energinya. Kontribusi sumber energi terbarukan juga masih sangat rendah, hanya 6%, terbesar dari pemanfaat bioetanol yang diproduksi dari bahan baku jagung secara langsung berkontribusi terhadap krisis pangan dunia.
Amerika sebagai konsumen terbesar juga merupakan importir energi
Ribu SBM Demikian pula Indonesia, masih sangat tergantung kebutuhan energinya dari bahan bakar fosil 800,000 700,000 1970 M.Bumi: 88% G.Bumi : 6% B.Bara : 1% T.Air : 5% P.Bumi : 0% 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 T.Air P.Bumi Batubara G.Bumi M.Bumi 2005 M.Bumi: 49% G.Bumi : 19% B.Bara : 24% T.Air : 3% P.Bumi : 5% 0 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 Tahun Sumber: Statistik DJLPE, 2005
Konsumsi Energi Indonesia Penyediaan energi primer Indonesia 1970-2005 meningkat rata-rata 8.5% per tahun, agak melambat untuk periode 2000-2005 menjadi sekitar 5.0% per tahun. Ketergantungan pada BBM menurun dari 88% pada tahun 1970 menjadi 49% pada tahun 2005. Penurunan porsi BBM tersebut terkait dengan semakin meingkatnya penggunaan gas bumi dan batubara, sehingga secara umum masih tetap bergantung pada bahan bakar fosil (92%).
Perbandingan jenis energi untuk masing-masing kelompok konsumen 100% 80% 60% 12.6% 1.2% 18.4% 32.18% 34.1% 5.1% 0.5% 0.10% 0.04% 99.96% 12.5% 1.6% 7.4% 12.70% 40% 60.22% 65.88% 20% 35.66% 0% Industri Rumah Tangga & Komersial Transportasi Total BBM Gas Batubara LPG Listrik Sumber: Statistik DJLPE, 2005
Jenis energi yang digunakan Industri menggunakan bauran energi yang lebih berimbang antara BBM, batubara, gas, dan listrik. Rumah tangga dan bangunan komersial merupakan konsumen listrik terbesar, sehingga kenaikan tarif listrik sering menjadi isu publik yang sensitif. Sektor transportasi sangat bergantung pada BBM, hampir 100% sarana transportasi menggunakan BBM. Penggunaan gas untuk transportasi masih sangat terbatas.
Sumber: Statistik ENERGI Indonesia,ESDM, 2007
Neraca Energi Nasional Selama periode 2000-2006, produksi BBM domestik terus menurun, sedangkan konsumsi relatif konstan. Ada kecendrungan penurunan konsumsi pada tahun terakhir kemungkinan akibat tekanan kenaikan harga dan/atau penurunan ketersediaan. Keluarnya Indonesia dari OPEC mengindikasikan bahwa Indonesia saat ini sudah bergeser posisinya, tidak lagi sebagai net oil exporter.
Perpres 5/2006: mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak 1 billion BOE 5 billion BOE 3 billion BOE
Kebijakan Energi Nasional Mengurangi total konsumsi energi (penghematan) melalui upaya optimalisasi pengelolaan energi aplikasi teknologi dan perubahan prilaku konsumen. Mengurangi porsi pemakaian BBM dan mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan, dari 51,7% menjadi hanya 20%. Target 2025: kontribusi BBN (biofuel) mencapai 5%, geothermal 5%, batubara cair 2%, dan energi non-fosil lainnya 5%.
Pemanasan Global: peningkatan suhu permukaan bumi
Peningkatan Suhu Permukaan Bumi
Perubahan Suhu Global Suhu udara di permukaan Bumi selama 100 tahun terakhir telah meningkat sekitar 0,74 o C. Diperkirakan suhu Bumi akan meningkat antara 1,1 s/d 6,4 o C pada tahun 2100 Peningkatan suhu Bumi dapat disebabkan oleh faktor alam, misalnya aktivitas gunung berapi, pergeseran orbit bumi yang mengelilingi matahari, dan perubahan intensitas radiasi matahari [sun luminosity] dan faktor ulah manusia [anthropogenic global warming]. UNFCCC: Perubahan iklim akibat faktor alam disebut climate variability, sedangkan jika akibat ulah manusia, maka disebut climate change.
Peta Perubahan Suhu
Peta Perubahan Suhu Global Peningkatan suhu terjadi pada wilayah daratan, terutama untuk bagian interior kontinen yang kering, sedangkan suhu air laut pada beberapa lokasi malah menurun -terkait dengan heat capacity air yang besar.
Mengapa suhu Bumi bisa meningkat? Sejak pertengahan abad ke 20, peningkatan suhu global diyakini lebih disebabkan karena ulah manusia. Penyebab utamanya adalah peningkatan gas-gas rumah kaca, seperti CO 2, metana (CH 4 ), CFC, nitrous oxide (N 2 O). Gas-gas rumah kaca ini menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah sehingga meningkatkan suhu permukaan bumi.
Emisi Gas Rumah Kaca [termasuk akibat reforestasi]
Peta Emisi Gas Rumah Kaca Emisi gas rumah kaca dapat berasal dari penggunaan bahan bakar fosil (CO 2 dan CH 4 ), pendingin ruang dan lemari es (CFC), dan kegiatan pertanian (N 2 O). Deforestasi -penggundulan hutan- mengurangi kemampuan ekosistem untuk menyerap CO 2 Indonesia lebih disalahkan karena 'membiarkan' deforestasi terjadi (dengan laju yang cepat), Amerika dan negara industri lainnya sebetulnya yang menghasilkan gas rumah kaca terbesar.
Deforestasi: Gulf Province, PNG 1988 2002
Polusi Udara
Terima Kasih