SURVEI DARAH JARI FILARIASIS DI DESA BATUMARTA X KEC. MADANG SUKU III KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) TIMUR, SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI ENDEMISITAS FILARIASIS DI WILAYAH KECAMATAN PEMAYUNG, KABUPATEN BATANGHARI PASCA PENGOBATAN MASSAL TAHAP III. Yahya * dan Santoso

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

Community Characteristics and Behavior Related to Filariasis in Muaro Jambi

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

FAKTOR RISIKO FILARIASIS DI KABUPATEN MUARO JAMBI. Santoso*, Hotnida Sitorus dan Reni Oktarina

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

Prevalensi pre_treatment

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT KECAMATAN MADANG SUKU III KABUPATEN OKU TIMUR TENTANG FILARIASIS LIMFATIK

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

Proses Penularan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

Gambaran Angka Prevalensi Mikrofilaria di Kabupaten Banyuasin Pasca Pengobatan Massal Tahap III

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

EFEKTIvITAS PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS TAHAP II MENGGUNAKAN KOMBINASI DEC DENGAN ALBENDAZOLE

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB I PENDAHULUAN. 1

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

SOP POMP FILARIASIS. Diposting pada Oktober 7th 2014 pukul oleh kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

SITUASI FILARIASIS SETELAH PENGOBATAN MASSAL DI KABUPATEN MUARO JAMBI, JAMBI Santoso 1, Yulian Taviv 1

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP FILARIASIS DI KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI BARAT. Ni Nyoman Veridiana*, Sitti Chadijah, Ningsi

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

KEPATUHAN MASYARAKAT TERHADAP PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR TAHUN 2008

DEMO : Purchase from to remove the watermark

BAB 4 HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI INDONESIA. Physical Environtment Faktor Relation with Filariasis in Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

SPESIES MIKROFILARIA PADA PENDERITA KRONIS FILARIASIS SECARA MIKROSKOPIS DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

The occurrence Factor of Filariasis Transmission In Lasung Health Centers Kusan Hulu Subdistrict, Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI DESA SUNGAI RENGIT KECAMATAN TALANG KELAPA KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2006

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

Kajian Epidemiologi Limfatikfilariasis Di Kabupaten Sumba Barat (Desa Gaura) dan Sumba Tengah (Desa Ole Ate) Tahun Hanani M.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik.

Yahya* *Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja Jl. A.Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

CAKUPAN PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2011 FILARIASIS MASS TREATMENT COVERAGE IN DISTRICT SOUTHWEST SUMBA 2011

Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah di Kelurahan Jati Sampurna

PEMERIKSAAN MIKROFILARIA DI DUSUN CIJAMBAN KECAMATAN PANUMBANGAN KABUPATEN CIAMIS. Mei Widiati*, Ary Nurmalasari, Septi Nurizki ABSTRACT

Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 61-66

PERILAKU MINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI KELURAHAN RAWA MAMBOK Anti-filariasis Medicine Drinking Behavior in Rawa Mambok Village

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT PASCA PENGOBATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP ENDEMISITAS FILARIASIS DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

ARTIKEL PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARARAT DALAM PENGOBATAN FILARIASIS LIMFATIK DI KECAMATAN TIRTO KABUPATEN PEKALONGAN. Tri Ramadhani *, M.

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

Keberhasilan Pengobatan Massal Filariasis di Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

Diana Andriyani Pratamawati 1*, Siti Alfiah 1. Jl. Hasanudin No.123 Salatiga 50721

URIC ACID RELATIONSHIP WITH BLOOD SUGAR PATIENTS TYPE 2 DIABETES MELLITUS THE EXPERIENCE OF OBESITY

Pengumpulan Data Lapangan Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

Faktor Risiko Kejadian Penyakit Filariasis Pada Masyarakat di Indonesia. Santoso*, Aprioza Yenni*, Rika Mayasari*

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FILARIASIS DI PUSKESMAS SE-KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

FAKTOR RISIKO KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JATI SAMPURNA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku mikrofilaria Brugia malayi pada subjek Filariasis di Desa Polewali Kecamatan Bambalamotu Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat

TOPIK UTAMA Filariasis di Indonesia OPINI Analisis Epidemiologi Deskriptif Filariasis di Indonesia Oleh : dr. Tri Yunis Miko Wahyono, M.Sc...

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District

GAMBARAN PENULARAN FILARIASIS DI PROVINSI SULAWESI BARAT DESCRIPTION OF TRANSMISSION OF FILARIASIS IN WEST SULAWESI

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

Distribusi Filariasis Brugia Timori dan Wuchereria Bancrofti di Desa Kahale, Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) KEGIATAN POMP FILARIASIS PUSKESMAS KAWUA

Study of Society's Knowledge, Attitude andpractic (KAP) about Lymphatic Filariasis in Pabean Village, Pekalongan Utara Sub District, Pekalongan City

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Survei Daerah Jari Filariasis... (R. Irpan Pahlepi, Santoso, Deriansyah Eka Putra) SURVEI DARAH JARI FILARIASIS DI DESA BATUMARTA X KEC. MADANG SUKU III KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) TIMUR, SUMATERA SELATAN TAHUN 2012 FILARIASIS FINGER BLOOD SURVEY IN BATUMARTA X VILLAGE MADANG SUKU III SUBDISTRICT, EAST OGAN KOMERING ULU (OKU), SOUTH SUMATERA 2012 R. Irpan Pahlepi*, Santoso, Deriansyah Eka Putra Loka Litbang P2B2 Baturaja, Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Jalan Jendral A. Yani Km. 7 Kemelak Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia *Korespondensi Penulisl : irpan_bta@yahoo.co.id Submitted : 24-02-2014; Revised : 05-05-2014; Accepted : 18-08-2014 Abstrak Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Penyebaran filariasis hampir meliputi seluruh wilayah di Indonesia termasuk Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur. Angka kesakitan filarisis di Kabupaten OKU Timur tahun 2007 sebesar 1,05%. Kegiatan pengobatan massal di Kabupaten OKU Timur belum pernah dilakukan sampai saat ini, sehingga perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penyebaran penyakit filariasis. Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan desain potong lintang. Pengambilan dan pemeriksaan sediaan darah jari dilakukan pada malam hari dimulai pukul 19.00 WIB. Jumlah penduduk yang diperiksa sebanyak 502. Hasil pemeriksaan diperoleh 4 orang positif mikrofilaria (Mf_ rate 0,8%) dengan spesies Brugia malayi dan kepadatan rata-rata 200mf/ml. Seluruh kasus yang ditemukan merupakan kasus baru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penularan filariasis masih terjadi di Kabupaten OKU Timur sehingga perlu adanya pengobatan massal untuk mencegah penularan lebih lanjut. Kata kunci : Filariasis, Brugia malayi, Survei darah jari, OKU Timur Abstract Filariasis or elephantiasis is an infectious diseases caused by filarial worms that transmitted by various species of mosquitoes. Filariasis distributions almost covers all districts in Indonesia including East Ogan Komering Ulu (OKU). Filarisais morbidity in East OKU regency in 2007 was 1.05 %. Mass treatment in the district of East OKU have not been done yet, so it is necessary to do a research that aim to determine the prevalen of filariasis. This study is a cross-sectional survey design. Collection and examination of finger s blood was done at night starting at 19:00. Number of people examined were 502. Examination results obtained 4 positive microfilariae (Mf_ rate 0.8 %) of Brugia malayi and the average density of 200/ml. All cases were new cases. These results indicate that the transmission of filariasis is still on going in the district of East OKU so mass treatment is needed to prevent further transmission. Keywords : Filariasis, Brugia malayi, Finger blood survey, East OKU Pendahuluan Penyakit kaki gajah atau filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Penyakit yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk ini dapat berdampak pada penurunan produktivitas kerja penderita, beban keluarga dan menimbulkan kerugian ekonomi. Tiga spesies filaria diketahui sebagai agen penyebab filariasis di Indonesian yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang tersebar hampir di semua pulau besar di Indonesia terutama di daerah pedesaan dan pemukiman transmigran. 1 117

Media Litbangkes, Vol. 24 No. 3, September 2014, 117-122 Selama 10 tahun (2000-2009) penyebaran filariasis di Indonesia terus meningkat yang meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia, jumlah kasus klinis yang ditemukan tahun 2000 sebanyak 6.233 kasus dan meningkat pada tahun 2009. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melaporkan jumlah kasus klinis filariasis sebanyak 11.914 yang tersebar di seluruh provinsi (33 provinsi). Provinsi dengan kasus terbanyak adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) sebanyak 2.359, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 1.730 dan Provinsi Papua sebanyak 1.158 kasus. Jumlah kabupaten yang endemis sebanyak 356 kabupaten (71,9%) dari 425 kabupaten yang ada di Indonesia. Kabupaten dengan jumlah kasus terbanyak adalah Kabupaten Aceh Utara (1.353 kasus), Kabupaten Manokwari (667 kasus) dan Kabupaten Mappi (652 kasus). Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah endemis filariasis dengan jumlah kasus yang dilaporkan sebesar 210 kasus dan microfilaria rate (Mf_rate) > 1%. Provinsi Sumatera Selatan menempati urutan 17 tertinggi nasional untuk jumlah kasus filariasis pada tahun 2009. 2 Salah satu kabupaten di Sumatera Selatan yang merupakan daerah endemis filariasis adalah Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur). Menurut Santoso (2007) Kabupaten OKU Timur memiliki Mf_rate sebesar 1,05%. 3 Berdasarkan laporan Puskesmas Batumarta VIII tahun 2011 ditemukan 2 penderita kronis baru di Desa Batumarta X, namun belum dilakukan pengambilan sediaan darah untuk penentuan tingkat endemisitas. 4 Sesuai dengan kebijakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), bila suatu daerah memiliki Mf_ rate >1% maka daerah tersebut termasuk dalam kategori daerah endemis filariasis. 5 Kebijakan dan strategi dalam pengendalian filariasis di Indonesia meliputi: (1) Identifikasi daerah endemis filariasis melalui survei cepat (SDJ); (2) Pendidikan kesehatan terhadap masyarakat; (3) Pengobatan massal di daerah endemis filariasis; (4) Pengendalian vektor dan; (5) Evaluasi pengobatan massal. Pengobatan secara massal dilakukan di daerah endemis menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albendazol sekali setahun minimal selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah reaksi samping seperti demam, diberikan parasetamol. Dosis obat untuk sekali minum adalah, DEC 6 mg/kg/berat badan, 1 tablet Albendazol 400 mg. Apabila Mf_ rate sudah mencapai < 1 % dilakukan tes untuk mendeteksi antibodi pada anak usia 2-4 tahun, bila hasil positif pengobatan massal dilanjutkan. Jika tidak ada yang positif, dilakukan tes yang sama pada 3000 anak sekolah usia 6-10 tahun. 6.7 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryaningtyas tahun 2011 di wilayah OKU Timur diketahui bahwa sebagian besar penduduk (97,6%) mengaku tidak pernah minum obat filariasis. 8 Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten OKU Timur, kegiatan pengobatan massal belum pernah dilakukan di wilayah Kabupaten OKU Timur meskipun obat sudah tersedia. 9 Hal ini bertentangan dengan kebijakan Depkes bahwa bila ditemukan desa dengan Mf_rate >1% maka seluruh wilayah kabupaten harus dilakukan pengobatan massal. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penyebaran penyakit filariasis di Desa Batumarta X Kecamatan Madang Suku III, Kabupaten OKU Timur. Metode Survei ini merupakan penelitian terapan non intervensi dengan desain cross section. Pengambilan dan pemeriksaan sedian darah jari dilakukan di Desa Batumarta X Kecamatan Madang Suku III Kabupaten OKU Timur Provinsi Sumatera Selatan pada bulan Juni 2012. Kegiatan dilakukan malam hari pada pukul 19.00-24.00 WIB terhadap 502 orang penduduk desa. Pemeriksaan darah jari dilakukan pada malam hari mulai pukul 19.00 WIB di lokasi yang telah ditentukan sebelumnya. Seluruh masyarakat yang telah dikumpulkan terlebih dahulu diberi penjelasan tentang cara pengambilan dan pemeriksaan sedian darah jari yang akan dilakukan, maanfaat serta meminta kesediaan masyarat untuk diperiksa. Masyarakat yang telah menandatangani informed concent dan mendaftarkan diri kemudian diberi pertanyaan singkat apakah pernah mempunyai riwayat demam. Masyarakat yang telah mendaftar kemudian diambil darahnya pada ujung jari dan dibuat sediaan darah tebal. Pemeriksaan darah jari sebagai berikut : 4 Kaca benda (slide) yang sudah bersih diberi nomor sesuai dengan nomor urut responden pada saat pendaftaran. Ujung jari manis dibersihkan dengan kapas alkohol 70% dan setelah kering ditusuk tegak 118

Survei Daerah Jari Filariasis... (R. Irpan Pahlepi, Santoso, Deriansyah Eka Putra) lurus alur garis pada jari tangan dengan lanset sehingga darah menetes keluar. Tetesan darah pertama yang keluar dihapus dengan kapas kering, lalu tetasan darah selanjunya diteteskan pada kaca benda sebanyak (20 µl) menggunakan microtube dan dilebarkan sehingga membentuk sediaan darah tebal berbentuk oval berdiameter ± 2 cm. Sediaan darah tersebut dikeringkan selama 1 malam dengan menyimpan di tempat yang aman dari serangga dan keesokan harinya dihemolisis dengan air selama beberapa menit sampai warna merah hilang, lalu dibilas dengan air dan dikeringkan. Selanjutnya darah tersebut difiksasi dengan metanol absolut selama 1 2 detik dan dikeringkan, kemudian diwarnai Giemsa yang telah dilarutkan di dalam cairan buffer ph 7,2 dengan perbandingan 1:14 selama 15 menit. Kemudiaan sediaan dibilas dengan air bersih dan dikeringkan. Kalau tidak ada metanol absolut, sediaan darah dapat langsung diwarnai Giemsa yang telah dilarutkan di dalam cairan buffer ph 7,2 dengan perbandingan 1:14 selama 15 menit. 4 Setelah kering sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran (10x10) untuk menentukan ada atau tidaknya microfilaria dan perbesaran (10x40) untuk identifikasi spesies mikrofilaria. Jumlah microfilaria dihitung per ml darah (dengan faktor pengali 50). Hasil pemeriksaan dianalisis dan disajikan secara deskriptif. Hasil Jumlah penduduk Desa Batumarta X yang diperiksa selama kegiatan penelitian sebanyak 502 orang. Berdasarkan golongan umur penduduk yang paling banyak datang dan diperiksa adalah golongan umur 21-30 tahun (23,8%). Hasil pemeriksaan darah mendapatkan 4 orang yang positif mikrofilaria (Mf_rate 0,8%) dari golongan umur 31-40 tahun dan 41-50 tahun (Tabel 1). Tabel 1. Distribusi yang diperiksa dan positif mikrofilaria menurut karakteristik di Desa Batumarta X Kec. Madang Suku III Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan tahun 2012 Karakteristik Positif Jenis Kelamin Jumlah % Umur Laki-laki Perempuan Jumlah % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 32 34 0-10 tahun 38 30 11-20 tahun 52 69 21-30 tahun 51 42 41-50 tahun 36 41 31-40 tahun 45 32 >50 tahun 66 13,2 0 0,0 68 13,6 0 0,0 121 23,8 0 0,0 93 18,6 2 2,2 77 15,4 2 2,6 77 15,4 0 0,0 254 248 Total 502 100 4 0,8 Ket : * Denominator kolom 5 adalah 502 (Jumlah penduduk yang diperiksa) ** Denominator kolom 7 adalah jumlah pada kolom 4 (Jumlah penduduk golongan umur kolom 4) 119

Media Litbangkes, Vol. 24 No. 3, September 2014, 117-122 Tabel 2. Distribusi Hasil Pemeriksaan Darah Jari Penduduk di Desa Batumarta X Kec. Madang Suku III Kabupaten OKU Timur, Sumatera selatan Menurut Umur Dan Jenis Kelamin Nomor Subyek Umur Jenis Kelamin Jumlah Mf per ml Spesies Mikrofilaria I 40 Laki-laki 550 Brugia malayi II 49 Laki-laki 100 Brugia malayi III 39 Laki-laki 100 Brugia malayi IV 45 Perempuan 50 Brugia malayi Kepadatan Rata-rata 200 Kepadatan rata-rata mikrofilaria dihitung berdasarkan jumlah mikrofilaria dari seluruh penderta positif dibagi jumlah penderita yang positif dan dikali dengan faktor pengali sesuai dengan volume darah yang diambil. 5 Volume darah yang diambil dalam penelitian ini sebesar 20µl darah sehingga faktor pengalinya sebesar 50. Perhitungan kepadatan rata-rata mikrofilaria dihitung dengan cara jumlah mikrofilaria per 20 µl dikalikan 50 (pengali) di bagi dengan jumlah subyek positif mikrofilaria. Jumlah mikrofilaria ditemukan paling banyak ditemukan pada Subyek I sebesar 550 ekor per 20 ml darah. Hasil perhitungan diperoleh kepadatan mikrofilaria rata-rata per ml darah sebesar 200 ekor per ml darah (Tabel 2). Pembahasan Umur mempengaruhi risiko filariasis berkaitan dengan tingkat penularan filariasis yang relatif rendah dan tidak mudah terdeteksi. Penderita biasanya baru mengetahui penyakitnya setelah timbul gejala kronis berupa pembengkakan di kaki dan atau tangan. Berdasarkan hasil meta analisis pada 53 literatur (Freedman, 2002) mendapatkan hasil bahwa kejadian filariasis lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Risiko tinggi pada pria berhubungan dengan risiko pria yang lebih tinggi untuk digigit nyamuk dibandingkan wanita. 10 Hasil penelitian di India (Uphadhyayula, 2012) juga mendapatkan bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian filariasis (p=0,001). Namun hasil penelitian ini semua subjek positif pada umur produktif (sekitar 40 tahun) dan tidak menunjukkan hubungan yang bermakna terhadap variable jenis kelamin (p=0,448) maupun tingkat pendidikan (p=0,219). 11 Penelitian yang dilakukan di Bekasi (Juriastuti, 2010) mendapatkan bahwa risiko pria untuk terserang filariasis 4,78 kali lebih besar dibandingkan wanita (p=0,002). 12 Semua subjek positif mf yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan kasus baru, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan selama penelitian dan belum ditemukan adanya gejala kronis (belum ada pembengkakan). Semua penderita positif sudah menetap di Desa Batumarta X lebih dari 20 tahun dan tidak ada yang tinggal serumah. Semua anggota keluarga yang tinggal serumah dengan masing-masing penderita juga diperiksa dan emua hasilnya negatif. Aktifitas sehari-hari dari keempat penderita tersebut hampir sama yaitu pagi hari jam 04.00 pergi ke kebun (kebun karet) dan pulang pukul 10.00 WIB. Tahun 2007 di Desa Batumarta VIII yang masih satu kecamatan dengan desa Batumarta X dilakukan pemeriksaan pemeriksaan sediaan darah jari oleh oleh Santoso, dengan jumlah sampel sebesar 381 orang. 3 Didapatkan 4 orang positif dengan Mf_rate sebesar 1,05% dan sampai saat survei ini dilaksanakan belum dilakukan pengobatan massal. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa mungkin telah terjadi penyebaran filariasis di wilayah kerja PKM Batumarta VIII khususnya di Desa Batumarta X dengan ditemukannya 4 kasus baru. Apabila dilihat perbandingan angka Mf_ rate dan jumlah penderita yang positif antara hasil penelitian dengan hasil SDJ oleh Santoso 3 kejadian filariasis di kedua desa tersebut kurang lebih sama, demikian juga spesies parasitnya (Brugia malayi). Dilaporkan bahwa seseorang dapat terinfeksi penyakit kaki gajah apabila mendapat gigitan nyamuk vektor yang positif selama ribuan 120

Survei Daerah Jari Filariasis... (R. Irpan Pahlepi, Santoso, Deriansyah Eka Putra) kali. 1 Dalam survey ini mengingat penderita yang positif mf mempunyai aktivitas rutin di kebun mulai sekitar jam 04.00, maka diduga bahwa proses penularan penyakit terjadi pada saat mereka berada di kebun. Hasil pengamatan di lapangan menunjukan bahwa pemukiman warga di Desa Batumarta X sebagian besar dikelilingi oleh perkebunan karet. Keadaan ekologi daerah penelitian sungguh sangat penting, sebab dengan melihat keadaan ekologinya sudah dapat diperkirakan filariasis apa yang mungkin endemik di daerah tersebut. Bila suatu daerah berupa dataran rendah, banyak rawa-rawa dan kebun karet kemungkinan adanya Brugia malayi di daerah tersebut cukup besar. 1 Kesimpulan Penularan filariasis di wilayah kerja PKM Batumarta VIII masih terjadi dengan ditemukannya 4 penderita baru di Desa Batumarta X namun belum menunjukkan gejala kronis (pembengkakan). Angka mikrofilaria (Mf_rate) di Desa Batumarta X sebesar 0,8% yang termasuk endemisitas rendah. Spesies microfilaria yang ditemukan adalah Brugia malayi dengan kepadatan 200 mikrofilaria/ml. Saran Perlu dilakukan pengobatan selektif di Desa Batumarta X terhadap 4 penderita baru dan seluruh anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan dan menghindari gigitan nyamuk dengan cara memberikan penyuluhan. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan dukungan sehingga penelitian ini dapat berlangsung. Demikian juga ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja atas kesempatan yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini yang tidak bisa penulis ucapkan satu persatu. Daftar Pustaka 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman panata laksanaan kasus klinis filariasis. Jakarta: Dirjen PPM & PL, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. 2. Kementerian Kesehatan. Filariasis di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi. Jakarta: Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. 2010. 3. Santoso. Periodisitas parasit filariasis di Desa Karya Makmur Kecamatan Lubuk Rajam Kabupaten OKU Timur pada tahun 2007. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2010;9(1):1178-83. 4. Pusat Kesehatan Masyarakat Batumarta VIII. Laporan kasus filariasis tahun 2011. Batumarta: Puskesmas Batumarta VIII. 2012. 5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penentuan dan evaluasi daerah endemis filariasis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. 6. Sudomo M. Lymphatic Filariasis in Indonesia dalam Eisaku Kimura, Asian Parasitology Vol 3: Filariasis in Westerm and Asia Pasific. Tokyo: The Federation of Asian Parasitologists Japan. 2005. 7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman program eliminasi filariasis di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. 8. Suryaningtyas NH, Santoso. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat Madang Suku III Kabupaten OKU Timur tentang filariasis limfatik. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2012;11(3):251-57. 9. Suryaningtyas NH, Santoso. Peran kepala desa dan petugas kesehatan terhadap eliminasi filariasis di Kecamatan Madang Suku III Kabupaten OKU Timur. Jurnal Pembangunan Manusia. 2012;6(3):206-15. 10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penentuan daerah endemis penyakit kaki gajah (filariasis). Jakarta: Direktorat Jenderal PP & PL Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. 11. Klei TR, Rajan TV. World class parasites volume 5: The filarial, host factors, parasite factors, and external factors involved in the pathogenesis of filarial infections. New York, Boston, Dordrecht, London, Moscow: Kluwer Academic Publisher. 2002. (cited 29 Desember 2008). Available from: http://kluweronline.com and http://ebooks. kluweronline.com. 12. Upadhyayula SM, Mutheneni SR, Kadiri MR, Kumaraswamy S, Nagalla B. A cohort study 121

Media Litbangkes, Vol. 24 No. 3, September 2014, 117-122 of lymphatic filariasis on socio economic conditions in Andhra Pradesh, India. PLoS ONE (online). 19 Maret 2012;7(3):e33779 (cited 15 November 2012). Available from: www.plosone. org. Doi:10.1371/journal. pone.0033779. 13. Juriastuti P, Kartika M, Djaja IM, Susanna D. Faktor risiko kejadian filariasis di Kelurahan Jati Sampurna. Makara Kesehatan. 2010;14(1):31-6. 122