BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA

BAB V VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal Himne. Balada. Epigram. Elegi

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah

ANIS SILVIA

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tanda bahasa tingkat kedua (bahasa sekunder). Kidung dikatakan demikian karena

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

PROSODI PISUHAN JAMPUT PADA PENUTUR JAWA SURABAYA

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN TERKAIT

BAB I PENDAHULUAN. jiwa manusia, yang dinyatakan dalam bentuk deretan nada yang diciptakan atau

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

GLOSSARIUM. Aksentuasi adalah tekanan yang bersifat lemah dan kuat pada kata-kata maupun melodi lagu.

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

GLOSSARIUM. Alterasi adalah istilah yang dipakai untuk perubahan kromatis salah satu nada dalam satu akord.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa digunakan manusia untuk mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. itu terdiri atasbahasa tulis, bahasa lisan dan bahasa isyarat.komunikasilisan yang

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / 2012 HBML1203 FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( )

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Disusun Oleh : Nama : Siti Mu awanah NIM : Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Drs. Umar Samadhy, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG

III.PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif murni atau sur-vei. Penelitian

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan ekonomi negaranya membuat bahasa Mandarin menjadi

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah

Fonologi Dan Morfologi

BAB II KONSEP, LANDASARN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua

FONOLOGI Aspek Fisiologis Bahasa FONETIK Definisi Fonetik Jenis Fonetik Harimurti Kridalaksana Sheddy N. Tjandra

Pengertian Universal dalam Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat

Bab 1. Pendahuluan. berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Mandarin adalah bahasa nasional yang digunakan masyarakat. digunakan oleh penduduk di muka bumi ini (Hwat, 2007: 1).

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode

BAB IV FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DASAR KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

SILABUS FONOLOGI BAHASA INDONESIA BIL002. Ardhana Reswari, MA.

KETENTUAN LOMBA VOKAL GRUP PEKAN SENI MAHASISWA DAERAH JAWA TENGAH TAHUN 2016

Public Speaking. Komunikasi Sebagai Tool Kompetensi Bagi Pembicara yaitu Human Relations melalui Komunikasi NonVerbal dan Verbal. Sujanti, M.Ikom.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / TAHUN 2012 HBML1203 PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA

INSTRUMEN PENILAIAN AUDIO TERINTEGRASI BUKU TEKS PELAJARAN BAHASA ASING SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) / MADRASAH ALIYAH (MA)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya,

Hartono Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS UNY

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek

Struktur Tabuh Lelambatan I Oleh: I Gede Yudartha, Dosen PS Seni Karawitan - Pangawit Pangawit berasal dari kata dasar yaitu ngawit/kawit yang

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Bahasa Indonesia (Pertemuan

BAB III METODE PENELITIAN. Terkait dengan fokus penelitian ini, penutur Indonesia memerlukan ketrampilan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dalam

KEMAHIRAN BERBAHASA INDONESIA PENUTUR KOREA: KAJIAN PROSODI DENGAN PENDEKATAN FONETIK EKSPERIMENTAL

BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya yang hidup di negeri ini. Masing-masing kelompok masyarakat

BAB III ANALISIS KOMPOSISI

Bab 3 TULISAN BAHASA CINA, JEPANG, DAN KOREA

ANALISIS UJI PERSEPSI: Intonasi Kalimat Perintah Bahasa Indonesia oleh Penutur Bahasa Jepang

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

PROSODI PANTUN MELAYU (DALAM ACARA PERKAWINAN ADAT MELAYU DELI) TESIS. Oleh HENILIA /LNG

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, baik komunikasi. kehidupan masyarakat. Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat untuk

FONOLOGI FONEM SUPRASEGMENTAL / CIRI-CIRI PROSODI. Dosen Pengampu : Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd. Oleh: Ni Kadek Mega Ratnawati ( ) 1/A

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya.

Penggunaan Bahasa Pada Syair Lagu Tetep Mekenyem Karya Leeyonk Sinatra

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh

ANALISIS TUTURAN KERNET BUS SUGENG RAHAYU Aditya Wicaksono 14/365239/SA/17467

THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR

FONOLOGI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M.

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

MENDENGARKAN DAN KOMUNIKASI NONVERBAL DI TEMPAT KERJA

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda, akan tetapi kesemuanya itu memiliki kesamaan fungsi yaitu

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Bab 1. Pendahuluan. struktural maupun jenisnya dalam kebudayaan.musik dapat mendamaikan hati yang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, manusia berinteraksi dan berkomunikasi

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai masa

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. strategi, domain, dan teknik yang dipakai untuk mengembangkan teori (induksi)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat untuk berkomuniksai yang tak pernah lepas dalam

Transkripsi:

190 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama ditemukan pola dasar fitur-fitur suprasegmental yang terdiri atas, enam baris pada bait kawitan pendek, delapan baris pada bait kawitan pendek, delapan baris pada bait pemawak, dan sepuluh baris pada bait penawa. Masing-masing bait memiliki ritme, tekanan, intonasi, dan durasi yang berbeda. Ritme kawitan pendek terdiri atas suara ringan dan suara berat. Selain itu, kawitan pendek juga ditembangkan dengan suara rendah, suara menengah, dan suara tinggi. Pada awal masing-masing baris dimulai dengan suara tinggi tetapi ada juga yang dimulai dengan suara rendah, sedangkan pada akhir tiap-tiap baris ditembangkan dengan suara rendah atau suara tinggi. Tekanan kawitan pendek tersebar secara acak baik pada posisi awal, tengah, ataupun diakhir tiap-tiap baris. Tiap-tiap baris kawitan pendek dimulai dengan intonasi datar, sedangkan penembangan tiap-tiap baris dapat diakhiri dengan intonasi datar, intonasi naik, maupun intonasi turun. Terakhir, kawitan pendek juga didominasi oleh penembangan yang diperpanjang dari durasi tuturan biasa. Kawitan panjang yang terdiri atas delapan baris memiliki perbedaan formula dasar dengan kawitan pendek. Ritme kawitan panjang terdiri atas, suara rendah, suara menengah, dan suara tinggi. Pada silabel awal masing-masing baris ditembangkan dengan suara menengah, sedangkan penembangannya diakhiri oleh suara rendah atau suara tinggi. Selain itu, ritme kawitan panjang terdapat juga suara ringan dan suara berat. Tekanan kawitan panjang muncul secara acak pada masing-masing baris tetapi pada kawitan panjang tidak muncul tekanan di akhir 190

191 baris. Intonasi yang terjadi pada kawitan panjang, yaitu intonasi datar, intonasi naik, dan intonasi turun. Intonasi datar lebih banyak terjadi saat bait ini ditembangkan. Intonasi datar selalu muncul di awal penembangan bait ini, sedangkan di akhir baris ditembangkan dengan intonasi datar atau intonasi turun. Secara umum, durasi yang diperlukan menembangkan bait ini diperpanjang dari tuturan biasa, meskipun demikian terjadi juga pemendekan pada beberapa silabel yang menyusun bait ini seperti silabel [wi]. Pemawak memiliki ritme yang tersusun atas, suara rendah, suara menengah, dan suara tinggi. Pada awal penembangannya, masing-masing baris penyusun baik pemawak ditembangkan dengan kombinasi suara rendah, menengah, atau suara tinggi, sedangkan penembangan pada akhir tiap-tiap baris dinyanyikan dengan dominasi suara rendah dan ada dua baris yang ditembangkan dengan suara menengah. Tekanan pemawak terjadi secara acak. Tekanan ini muncul di awal baris, di tengah baris, maupun di akhir baris. Intonasi pemawak cukup unik karena pada awal baris ditembangkan dengan intonasi datar tetapi di akhir baris ditembangkan dengan dominasi intonasi datar kemudian turun lalu naik dan kembali datar. Selain itu, intonasi akhir pada dua baris juga ditembangkan dengan intonasi datar atau turun. Lamanya penembangan tiap-tiap silabel pada bait ini didominasi oleh pemanjangan suara. Meskipun banyak terdapat pemanjangan suara, pada bait ini juga terdapat pemendekan suara akibat adanya pengaruh dari fitur lemah [h] dan [s]. Pada bait penawa ritmenya juga tersusun atas suara rendah, suara menengah, dan suara tinggi. Kemunculan tiap-tiap tingkat suara ini dapat terjadi di awal, tengah, maupun akhir penembangan. Tekanan penawa sama seperti

192 tekanan-tekanan yang muncul pada tiga bait sebelumnya, yaitu terjadi secara acak. Penawa memiliki intonasi yang unik dibandingkan dengan intonasi ketiga bait di atas, yaitu setiap baris diakhiri dengan intonasi yang lebih rumit, beberapa baris diakhiri dengan intonasi datar kemudian naik lalu turun, beberapa baris diakhiri dengan intonasi datar lalu turun, beberapa baris diakhiri dengan intonasi datar kemudian naik lalu turun dan kembali datar, dan satu baris diakhiri dengan intonasi naik lalu datar. Durasi yang diperlukan untuk menembangkan rata-rata lebih lama dari tuturan biasa. Meskipun terjadi pemanjangan di setiap barisnya, pemendekan juga terjadi pada beberapa silabel penyusun bait ini. Kecenderungan pemanjangan durasi pada tiap-tiap silabel dapat terjadi apabila terdiri dari satu fitur yaitu fitur [+silabis], silabel terbuka, silabel terbuka dengan fitur luncuran, dan silabel tertutup dengan koda yang memiliki fitur [- lateral], [+malar], dan [+sonoran]. Kedua pada bagian variasi fitur-fitur suprasegmental, variasi yang terjadi dapat dibagi menjadi empat, yaitu variasi pada tekanan, variasi pada intonasi, variasi durasi, dan variasi pada jeda. Variasi pada tekanan terjadi secara acak dan tidak ada aturan yang pasti di mana saja terjadi tekanan. Di pihak lain, variasi pada intonasi dapat terjadi pada silabel yang memiliki kontur datar-naik-turun, kontur datar, kontur datar, dan kontur turun. Hal ini dapat dilakukan selama tidak melenceng dari nada pokok serta memiliki kemampuan untuk mengolah vokal yang baik. Perubahan pada kontur datar menjadi kontur naik ataupun kontur pada sebuah silabel memengaruhi kontur pada silabel setelahnya. Pengaruh yang diberikan, yaitu perubahan terjadi juga pada silabel tersebut, baik itu menjadi kontur naik maupun kontur turun, tergantung pada perubahan pada silabel

193 sebelumnya. Variasi durasi terjadi pemanjangan durasi yang diperlukan untuk melakukan satu kali penembangan pada sebuah silabel. Pemanjangan dapat terjadi dua kali atau tiga kali dari durasi dasar penembangan masing-masing silabel pada tembang kembangannya. Variasi jeda dapat memisahkan antara dua buah kata yang berdekatan pada sebuah baris. Variasi yang muncul tidak serta merta terjadi begitu saja. Dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab VI, diketahui bahwa variasi dapat terjadi karena faktor linguistik dan faktor nonlinguistik. Faktor linguistik antara lain karena pengaruh fitur yang melekat pada setiap silabel. Kecenderungan terjadi pada silabel yang memiliki fitur [ŋ], [r], [k], dan [ j ]. Selain karena faktor fitur yang terdapat pada tiap-tiap silabel terdapat juga faktor dialek dan makna yang memengaruhinya. Kedua hal ini berdampak pada adanya variasi pada beberapa ciri khas dialek penembang dan tingkat suara yang mampu digunakan saat menembangkan sebuah bait kidung. Faktor nonlinguistik juga memengaruhi sebuah penembangan kidung, yaitu adanya interpretasi dan persepsi terhadap fitur-fitur suprasegmental dasar dari sebuah kidung. Adanya kemampuan untuk mengingat semua fitur yang melekat akan memberikan interpretasi untuk melakukan beberapa variasi yang diinginkan selama nada yang digunakan tetap pada pokok. Selain itu, kemampuan olah vokal seseorang juga menjadi faktor penting untuk melakukan improvisasi pada saat menembangkan kidung. Adanya kemampuan olah vokal yang baik akan dapat melakukan improvisasi yang semakin rumit, sedangkan kemampuan olah vokal yang kurang baik maka improvisasi yang dilakukan tidak terlalu rumit. Kerumitan yang dimaksud, yaitu

194 adanya improvisasi intonasi lebih banyak disertai dengan durasi yang lebih panjang. 7.2 Saran Berdasarkan simpulan yang didapatkan di atas, secara keseluruhan telah ditemukan formula dasar mengenai fitur-fitur suprasegmental dasar pada KTN. Oleh karena itu, tantangan untuk menganalisis fitur-fitur suprasegmental pada jenis kidung lainnya semakin terbuka lebar. Ini dapat membantu para linguis yang menekuni bidang fonetik akustik agar dapat menemukan formula bukan hanya pada tuturan langsung, melainkan juga pada sebuah sajak yang ditembangkan. Kerumitan-kerumitan baitnya serta terikat dengan berbagai fitur dapat juga memudahkan peneliti lain untuk mengembangkan hasil karyanya.