dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANJAR

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN KOORDINASI NASIONAL PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

2013, No.5 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut den

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 17 TAHUN 2017

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN NOMOR : PER-01/M.EKON/02/2008 TENTANG

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PENGAMBILALIHAN AKTIVITAS BISNIS TENTARA NASIONAL INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI

2018, No Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perubahan organis

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PENGAMBILALIHAN AKTIVITAS BISNIS TENTARA NASIONAL INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN TERBATAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENERBIT SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA INDONESIA IV

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENERBIT SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA INDONESIA IV

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2008, No c. bahwa potensi sumber pembiayaan pembangunan nasional yang menggunakan instrumen keuangan berbasis syariah yang memiliki peluang besa

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Transkripsi:

Page 1 of 7 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2007 TENTANG KRITERIA DAN PERSYARATAN PENYUSUNAN BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYRATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 12 ayat (4) dan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di bidang Penanaman Modal Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502 ) ; 3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611 ) ; 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 ) ; 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724 ) ; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraaan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718 ) ; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1998 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3743) ; MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KRITERIA DAN PERSYARATAN PENYUSUNAN BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan : 1. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usha di wilayah negara Republik Indonesia. 2. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. 3. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. 4. Penanaman modal dalam negeri adalah perseorangan atau badan usaha yang

Page 2 of 7 melakukan penanam modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing ; 5. Penanaman modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanam modal di wilayah negara Republik Indonesia ; 6. Penanaman modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan atau pemerintah asing yang melakukan penanam modal di wilayah negara Republik Indonesia ; 7. Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis. 8. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh warga negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, bdana hukum asing, dan atau badan hukum Indonesia yang sebagaian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. 9. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak bebadan hukum. BAB II LINGKUP KEGIATAN DAN TUJUAN Pasal 2 (1). Semua bidang usaha atau jenis usaha bagi kegiatan penanam modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. (2). Bidang usaha yang tertutup adalah jenis usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan modal oleh penanam modal. (3). Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah jenis usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan persyaratan tertentu. Pasal 3 Penentuan kriteria dan persyaratan penyusunan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan bertujuan untuk : 1. Meletakkan landasan hukum yang pasti bagi penyusunan peraturan yang terkait dengan penanam modal ; 2. Menjamin Trasparansi dalam proses penyusunan daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ; 3. Memberikan pedoman dalam menyusun dan menetapkan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ; 4. Memberikan pedoman dalam melakukan pengkajian ulang atas daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ; 5. Memberikan pedoman apabila terjadi perbedaan penafsiran atas daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. Pasal 4 1. Daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan merupakan rujukan penanaman modal dalam melakukan pilihan bidang usaha kegiatan penanam modal. 2. Pilihan bidang usha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi persyaratan bentukan badan usaha yang berbadan hukum bagi penanam modal, terutama bagi penanam modal asing sebelum melakukan kegiatan penanam modal di Indonesia. BAB II PRINSIP - PRINSIP Pasal 5 Penentuan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan menggunakan prinsip - prinsip dasar sebagai berikut :

Page 3 of 7 1. Penyederhanaan ; 2. Kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen Internasional ; 3. Transpransi ; 4. Kepastian hukum ; 5. Kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal. Pasal 6 (1). Prinsip penyederhanaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 1 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, berlaku secara nasional dan bersifat sederhana serta terbatas pada bidang usaha terkait dengan kepentingan nasional sehingga merupakan bagian kecil dari keseluruhan ekonomi dan bagian kecil dari setiap sektor dalam ekonomi. (2). Prinsip kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 2 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan tidak boleh bertentangan dengan kewajiban Indonesia yang termuat dalam perjanjian atau komitmen internasional yang telah diratifakasi. (3). Prinsip trasparansi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 3 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan harus jelas, rinci, dapat diukur, dan tidak multitafsir serta berdasarkan kriteria tertentu. (4). Prinsip kepastian hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tidak dapat diubah kecuali dengan Peraturan Presiden. (5). Prinsip kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 5 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tidak menghambat kebebasan arus barang, jasa, modal, sumber daya manusia dan informasi di dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia. BAB II DASAR PERTIMBANGAN PENGGUNAAN KRITERIA Pasal 7 Penyusunan kriteria bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut : 1. Mekanisme pasar tidak efektif dalam mencapai tujuan ; 2. Kepentingan nasional tidak dapat dilindungi dengan lebih baik melalui instrumen kebijakan lain ; 3. Mekanisme bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah efektif untuk melindungi kepentingan nasional. 4. Mekanisme bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah konsisten dengan keperluan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi pengusaha nasional dalam kaitan dengan penanaman modal asing dan / atau masalah yang dihadapi pengusaha kecil dalam kaitan dengan penanaman modal besar secara umum. 5. Manfaat pelaksanaan mekanisme bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan melebihi biaya yang ditimbulkan bagi ekonomi Indonesia. BAB V KRITERIA BIDANG USAHA YANG TERTUTUP Pasal 8 Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri ditetapkan dengan berdasarkan kriteria kesehatan, keselamatan, pertahanan

Page 4 of 7 dan keamanan, lingkungan hidup dan moral / budaya (K3LM) dan kepentingan nasional lainnya. Pasal 9 Kriteria K3LM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dirinci antar lain : 1. Memelihara tatanan hidup masyarakat ; 2. Melindungi keanekaragaman hayati ; 3. Menjaga keseimbangan ekosistem ; 4. Memelihara kelestarian hutan alam ; 5. Mengawasi penggunaan Bahan Berbahaya Beracun ; 6. Menghindari pemalsuan dan mengawasi barang dan / atau jasa yang tidak direncanakan ; 7. Menjaga kedaulatan negara, atau ; 8. Menjaga dan memelihara sumber daya terbatas. Pasal 10 Bidang usaha yang dinyatakan tertutup berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia baik untuk kegiatan penanaman modal asing maupun kegiatan penanaman modal dalam negeri. BAB VI KRITERIA BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN Pasal 11 Kriteria penetapan bidang usaha yang tertebuka dengan persyaratan adalah antara lain : 1. Perlindungan sumber daya alam ; 2. Perlindungan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK); 3. Pengawasan produksi dan distribusi ; 4. Peningkatan kepastian teknologi ; 5. Partisipasi modal dalam negeri ; dan 6. Kerjasama dengan badan usaha yang ditujukan oleh Pemerintah. BAB VII PERSYARATAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN Pasal 12 (1). Bidang Usaha yang terbuka dengan persyaratan terdiri dari : a. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlidungan dan pengembangan terhadap UMKMK ; b. Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan ; c. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal ; d. Bidang usaha yang terbuka dengan berdasarkan persyaratan lokasi tertentu ; e. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan perizinan khusus.

Page 5 of 7 (2). Bidang Usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, hanya dapat dilakukan bedasarkan pertimbangan kewajaran dan kelayakan ekonomi untuk melindungi UMKMK. (3). Bidang Usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas bidang usaha yang dicadangkan dan bidang usaha yang tidak dicadangkan dengan pertimbangan kelayakan bisnis. (4). Bidang Usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, memberikan batasan kepemilikan modal bagi penanaman modal. (5). Bidang Usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, memberikan pembatasan wilayah administrasi untuk penanaman modal. (6). Bidang Usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dapat berupa rekomendasi dari instansi / lembaga pemerintahan atau non penerimaan yang memiliki kewenangan pengawasan terhadap suatu bidang usaha termasuk merujuk ketentuan peraturan perundangan yang menetapkan monopoli atau harus bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara, dalam bidang usaha tersebut. (7). Persyaratan yang diberikan kepada penanaman modal untuk dapat memulai beroperasi / berproduksi komersial yang bersifat teknis dan non teknis diatur dalam Pedoman Tata Cara Perizinan Bidang Usaha yang ditetapkan oleh Menteri Teknis / pimpinan lembaga yang memiliki kewenangan terkait dibidang usaha tersebut. BAB VII PENCADANGAN BIDANG USAHA DAN KEMITRAAN Pasal 13 Pemerintah menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK dan bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan. Pasal 14 (1). Penentuan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang - undangan. (2). Bidang Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bidang - bidang usaha yang merupakan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK tanpa diharuskan menjadi bagian dari daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK. (3). Bidang Usaha berdasarkan pertimbangan kewajaran dan kelayakan " economies of small scale " apabila diusahakan oleh UMKMK, menjadi bagian dari daftar bidang usaha terbuka dengan persyaratan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK. (4). Proses penetapan daftar bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan usulan Menteri teknis yang terkait Bidang Usaha tersebut, setelah berkoordinasi dengan Kementerian Negara Koperasi Usaha Kecil, dan Menengah, dengan memperhatikan prioritas program pembinaan UMKMK. Pasal 15 (1). Bidang Usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan merupakan usaha yang dilakukan dalam bentuk kerjasama antara UMKMK dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. (2). Bidang usaha yang mewajibkan kemitraan penanam modal skala besar dengan UMKMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan pola inti plasma, sub kontraktor, dagang umum, keagenan dan bentuk lainnya, tanpa ada perubahan kepemilikan UMKMK, serta dilaksanakan berdasarkan perjanjian tertulis. (3). Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah persyaratan bagi penanam modal skala besar untuk dapat membentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum. (4). Disamping kemitraan dalam bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kemitraan dapat dilakukan oleh penanam modal skala besar dengan UMKMK dalam bidang usaha sesuai dengan izin usahannya sebagai persyaratan perijinan untuk beroperasi/berproduksi komersial.

Page 6 of 7 BAB IX KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA Pasal 16 Bidang Usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan disusun dengan menggunakan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) pada tingkatan yang paling rinci yang dimungkinkan oleh ketersediaan KBLI, atau dengan menggunakan gabungan metode klasifikasi lain pada tingkatan yang paling rinci yang dimungkinkan. BAB X TATA CARA PENYUSUNAN Pasal 17 (1). Daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan dievaluasi dan disempurnakan secara berkala sesuai dengan perkembangan ekonomi dan kepentingan nasional bedasarkan kajian, temuan dan usulan penanam modal. (2). Penyusunan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang kemudian ditetapkan dalam Peraturan Presiden. (3). Menteri atau Pimpinan instansi terkait mengusulkan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan beserta alasan pendukung kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan menggunakan kriteria dan pertimbangan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. (4). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membentuk tim untuk menilai, menyusun, mengevaluasi dan menyempurnakan daftar bidang usaha yang terttutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. (5). Badan Koordinasi Penanaman Modal bertanggungjawab dalam mengkoordinasikan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 18 Peraturan Presiden ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YODHOYONO

Page 7 of 7