TIJAUAN YURIDIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERWAKAFAN TANAH DIKOTAJAYAPURA. Ismail Tuanaya. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107)

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia,

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB IV KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA TERHADAP PERWAKAFAN. A. Kewenangan Pengadilan Agama dalam hal sengketa wakaf.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF

BAB IV ANALISIS JUAL BELI HASIL TANAH WAKAF. Nomor. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. bertentangan dengan ketentuan Syariah Islam.

BAB III PROSEDUR PENDAFTARAN TANAH WAKAF

TINJAUAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WAKAF SKRIPSI

PEMENUHAN SYARAT DAN KEABSAHAN BADAN PENYELENGGARA DAN LAHAN DALAM PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BENTUK PTS SERTA PENAMBAHAN PS

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf

BAB II KONSEP WAKAF DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN KONSEP TANAH FASUM (FASUM) DALAM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 1 TAHUN 1978 PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH DAN WAKAF

BAB III STATUS HUKUM TANAH WAKAF YANG BELUM TERDAFTAR DI BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN)

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

BAB I PENDAHULUAN. Agraria. Dalam rangka pembaharuan Hukum Agraria Nasional, perwakafan

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

17. Qahaf, Mundzir, 2005, Manajemen Wakaf Produktif, Khalifa, Jakarta 18. Soekamto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan. sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk memajukan

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

SKRIPSI PERANAN PPAIW DALAM MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA TANAH WAKAF. (Study Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon )

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian badan, seperti shalat, puasa atau juga melalui bentuk pengabdian berupa

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa,

NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM*

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan bagian yang sangat penting dalam hukum Islam. Hal ini

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB IV ANALISIS TERHADAP PERANAN PPAIW DALAM MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA WAKAF DI KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG

PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGGANTIAN NAZHIR HARTA BENDA WAKAF TIDAK BERGERAK BERUPA TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo)

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tanab Wakaf. \ ~eri\lnterian Agama RI Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Tahun zou

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pada prinsipnya asas pada Hukum Acara Perdata juga berlaku di PA Asas Wajib Mendamaikan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, kec.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pasal 5: Setiap orang dilarang

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYELESAIAN SENGKETA WAKAF DI PENGADILAN AGAMA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus.

WAKAF HAK GUNA BANGUNAN DI ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN Oleh: Fashihuddin Arafat, S.HI., SH., M.Kn

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF

BAB IV ANALISIS TENTANG TIDAK ADANYA PELAPORAN PENGELOLAAN WAKAF OLEH NADZIR KEPADA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG ADMINISTRASI PENDAFTARAN WAKAF UANG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

TIJAUAN YURIDIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERWAKAFAN TANAH DIKOTAJAYAPURA Ismail Tuanaya Abstrak Benda yang telah diwakafkan tidak dapat di lakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang di maksud dalam ikrar wakaf Penyimpangan hanya dapat di lakukan terhadap hal -hal tertentu, dan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan setempat karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakafseperti yang diikrarkan oleh wakif. dan karena kepentingan umum. Kala Kunci: Efektifitas, Perwakafan, Tanah. Abstract Objectsthathave beendiwakafkancannotmake changesoruseotherthan those referred to inthe pledgewaqfdeviationcanonlybe doneagainstcertain things, andafterpriorwritten approvalfrom theoffice of Religious Affairs(KUA), the localdistrictbecause itis notappropriateagainwith the aim ofwaqfasprofessed bywakif. andbecause ofpublic interest. Keywords:Effectiveness, Perwakafan, Land. A. PENDAHULUAN Wakaf adalah ibadah yang diutamakan dalam Islam, disamping taqorrob (pendekatan) diri kepada Allah, juga sebagai salah satu sarana mewujudkan kesejahteraan sosial dan sekaligus modal dalam perkembangan dan kemajuan agama Islam. Mewakafkan harta yang dimiliki, maka manfaat yang akan diperoleh lebih dari pada bersedekah, sebab harta wakaf itu abadi, tidak boleh dijual dihibah, atau diwariskan sehingga hasilnya dapat terus menerus dipergunakan untuk kepentingan masyarakat dan usaha-usaha amal Islam, seperti membangun rumah sekolah, madrasah, rumah sakit, rumah penyantun anak yatim atau jompo dan amal akhirat lain. Oleh karenanya Wakaf adalah salah satu usaha mewujudkan dan memelihara Hablum Minaallah dan Hablum Minannas. Dalam fungsi sebagai ibadah Wakaf diharapkanakan menjadi bakal kehidupan. Wakaf (seorang yang berwakaf) di hari kemudian (akhirat). Karena Wakaf merupakan suatu bentuk amal yang pahalanya akan terus menerus mengalir selama harta wakaf itu di manfaatkan. Praktek Wakaf yang tidak memperhitungkan sumber rezeki bagi keturunannya yang menjadi tanggung jawabnya bisa menjadi malapetaka bagi generasi yang di tinggalkan. Oleh karena itu tidak mustahil di jumpai ahli waris yang mengingkari adanya ikrar Wakaf dari orang tuanya, dengan tidak mau menyerahkan tanah Wakaf kepada orang yang ditunjuk, bahkan menarik kembali harta yang telah dikuasai oleh orang tertentu. Pewakafan tanah merupakan suatu perbuatan hukum tersendiri yang dipandang dari sudut tertentu yang bersifat rangkap, karena di satu pihak perbuatan

tersebut menyebabkan objeknya memperoleh kedudukan yang khusus, sedangkan di pihak lain perbuatan terse but juga menimbulkan suatu badan hukum di dalam hukum adat serta sanggup ikut dalam kehidupan sebagai subjek hukum. Mengenai obyek tanah wakaf dapat dimungkinkan pula tanah-tanah selain hak milik dapat diwakafkan, misalnya Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU) bahkan bila mungkin Hak Pakai, yang penting tanah-tanah hak tersebut bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan maupun perkara. Pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya, karena yang lebih kuat menurut pendapat Abu Hanifah adalah bahwa wakaf hukumnya jaiz (boleh), tidak wajib, sama halnya dengan pinjaman (pinjam meminjam). Sedangkan cara pemanfaatannya adalah dengan menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan. Para ulama mazhab kecuali Maliki berpendapat bahwa wakaf tidak terwujud kecuali bila orang yang mewakafkannya bermaksud mewakafkan barangnya untuk selama-lamanya dan terus-menerus.itu pula sebabnya, wakaf disebut sedekah jariah. Jadi jika orang yang mewakafkan itu membatasi waktunya untuk jangka waktu tertentu, maka apa yang dilakukannya itu tidak bisa disebut sebagai wakaf. Pada dasarnya terhadap benda yang telah diwakafkan tidak dapat di lakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang di maksud dalam ikrar wakaf. Penyimpangan hanya dapat di lakukan terhadap hal - hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kantor Urusan Agama (KUA) lalu setelah mendapat persetujuan dari Camat setempat dengan alasan, karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf, seperti yang diikrarkan oleh wakif. dan karena kepentingan umum. Dari penjabaran di atas bahwa wakaf itu untuk selama-lamanya bersifat abadi dengan jangka waktu tidak terbatas dan wakaf yang diikrarkan tidak dapat dibatalkan, maka pada asasnya wakaf tersebut tidak dapat dilakukan perubahan peruntukkannya.tetapi sesuai dengan perkembangan yang ada pada saat sekarang ini hal tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan yang ada atau dengan kata lain wakaf tersebut dapat dilakukan suatu penyimpangan-penyimpangan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan KUA Kecamatan. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pandangan hukum Islam mengenai perubahan peruntukkan tanah wakafhak milik. 2. Bagaimanakah pandangan UU No. 5/1960 tentang UUPA mengenai perubahan peruntukkan tanah wakafhak milik serta efektifitas pelaksanaannya. 3. Bagaimanakah akibat hukum perubahan peruntukkan tanah wakaf hak milik menurut hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA dan efektifitas pelaksanaannya. B. PEMBAHASAN Perubahan peruntukkan tanah wakaf hak milik akan berakibat baik atau positif maupun berakibat buruk atau negatif. Hal ini dikarenakan adanya suatu pro dan kontra dengan adanya perubahan peruntukkan tanah wakaf tersebut.baik dari kalangan ulama, pejabat berwenang, masyarakat umum ataupun pihak-pihak yang lainnya.

Akibat yang baik atau segi positifnya perubahan peruntukkan tanah wakaf ditujukan demi kemaslahatan masyarakat umum yang lebih baik atau yang lebih bermanfaat dari pada tanah wakaf itu belum mengalami suatu perubahan peruntukkan.akibat yang baik atau positif ini tentu akan lebih baik lagi bila dilakukan atau dilaksanakan sesuai cara atau prosedur yang ada dengan ketentuan hukum yang berlaku saat ini. Sebagai contoh dimana penelitian yang dilakukan yakni pada suatu tanah wakaf yang berdiri di atasnya sebuah Masjid Muslimin yang berada di Pasar lamaabepura pada tahun 1998 yang berada di pinggir jalan umum yang banyak dilalui oleh kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor yang lalu lalang melewati masjid tersebut menimbulkan suatu polusi lingkungan yaitu polusi udara maupun suara serta adanya suatu kegiatan pelebaran jalan ray a yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Hal ini tentu akanmenimbulkan dampak yang kurang baik bagi jamaah masjid itu, dimana jamaah menjadi tidak nyaman,tidak tenang, dan lain-lain akibat dari polusi tersebut. Sementara dalam menjalankan ibadah di masjid membutuhkan ketenangan, kenyamanan, dan lain-lain agar ibadahnya lebih khusyuk. Dengan adanya hal ini jamaah masjid itu melaporkan kepada nadzir, pihak lurah kecamatan dan lain-lain atas ketidaknyamanan yang dialaminya dalam beribadah di masjid itu.atas keluhan-keluhan yang diterima pihak nadzir masjid, pejabat yangberwenang serta anggota masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar masjid tersebut sepakat berembuk bersama dengan musyawarah untuk mencari jalan keluarnya. Dari hasil musyawarah bersama tersebut, bersepakat untuk melakukan perubahan peruntukkan masjid itu ke tempat yang lebih baik yaitu tepat berada di belakang area masjid itu kira-kira berjarak 500 meter dari lokasi awal keberadaan masjid, Dengan demikian selanjutnya pihak nadzir masjid melakukan perubahan peruntukkan masjid itu sesuai ketentuan hukum yang berlaku saat itu sampai proses tersebut selesai. Perubahan peruntukkan tanah wakaf berakibat buruk atau negative, dimungkinkan bila perubahan peruntukkan terse but di lakukan dengan cara yang menyimpang dari prosedur atau cara yang telah ada sesuai ketentuan yang berlaku saat ini, juga dikarenakan perubahan peruntukkan itu bukan ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat umum tetapi untuk kepentingan pihak-pihak tertentu saja yang merugikan masyarakat atau bertujuan untuk digunakan dalam perbuatanperbuatan maksiat yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam seperti untuk perjudian, dan lainnya. Akibat buruk dari perubahan peruntukkan tanah wakaf itu selain akan terkena sanksi pidana perubahan peruntukkan itu juga dengan sendirinya akan batal menurut hukum yang berlaku. Ketentuan mengenai sanksi pidana tersebut diatur dalam Pasal 67 ayat 1 UU Wakaf No. 41/2004 menyatakan bahwa setiap orang yang dcngan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana(lima) tahun) dan atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Pada Pasal 67 ayat 2 UU Wakaf No. 4112004 menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukkan harta bend a wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah).

Pada Pasal 229 KHI menyatakan bahwa hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguhsungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan. Untuk menjamin pelaksanaan perwakafan tanah menurut perundang-undangan yang berlaku, maka terhadap pihak-pihak yang melanggarnya diancam sanksi-sanksi tertentu. Akibat Hukum Perubahan Peruntukkan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut UU No. 5/1960 Tentang UUPA diatur dalam Pasal 52 ayat (1) menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 15 dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10000 (sepuluh ribu rupiah). Pada Pasal 14 PP No. 28/1977 menyebutkan bahwa barang siapa melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yakni tentang ikrar wakaf, nadzir dan saksi. Pasal 6 ayat 3 tentang pendaftaran dan pengesahan nadzir.pasal 7 ayat 1 tentang kewajiban nadzir. Pasal 9 tentang tata caraperwakafan tanah. Pasal 10 tentang pendaftaran tanah wakaf hak milik, Pasal 11 tentang perubahan perwakafan tanah milik, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan, atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah). Apabila perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 14 PP No. 28/1977 tersebut dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, maka runtutan pidana dilakukan dan pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum maupun terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin atau penanggung jawab dalam perbuatan, atau kelalaian atau terhadap kedua-duanya (Pasal 15 PP No. 28/1977). Suatu penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perwakafan tanah dijeniskan seperti perubahan peruntukkan tanah wakaf yang tidak sesuai prosedur ketentuan yang berlaku, dan yang lainnya sebagai tindak pidana pelanggaran yakni perbuatan melanggar hukum. Hal ini dapat dibuktikan dengan mengemukakan sebuah contoh, bahwa sebelum adanya PP No. 28/1977, pelaksanaan perwakafan atas tanah yang tanpa dilakukan dan at au dicatatkan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), tidaklah dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (tindak pidana), karena di saat itu perbuatan tersebut belum dikenal sebagai perbuatan yang tidak baik. Bukti yang lainnya adalah dapat dilihat dari bentuk sanksi pidananya itu sendiri yang hanya merupakan hukuman kurungan atau denda.hukuman kurungan dimaksud paling lama 3 (tiga) bulan, sedangkan untuk hukuman denda sebanyakbanyaknya tidak lebih dari Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah).bentuk sanksi pidana semacam ini merupakan salah satu ciri dari pada tindak pidana pelanggaran. Penyelesaian Perselisihan Wakaf Tanah Hak Milik dikarenakan dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.menurut Pasal 226 KID menyatakan bahwa penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan benda wakaf dan nadzir diajukan kepada Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Pasal 62 ayat 1 UU Wakaf No. 41/2004 menyatakan bahwa penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.sedangkan pada ayat 2 bahwa apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.

Masalah perwakafan pelaksanaan perwakafan khususnya tanah, di dalam masyarakat kira sehari-hari pelaksanaannya lebih banyak dilaksanakan secara hukum Islam, maka sudah batang tentu politik hukum nasional menggariskan bahwa badan peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang terjadi di dalamnya merupakan wewenang dan kompetensi badan Peradilan Agama. Sedangkan bagian-bagian yang lain yang penanganannya hams diselesaikan secara umum baik yang menyangkut masalah perdata maupun pidana, merupakan wewenang dan kompetensi badan Peradilan Umum. Wewenang Pengadilan Agama dalam masalah perwakafan dalam hal ini meliputi masalah-masalah sebagai berikut : 1. Wakaf, Wakif. Ikrar, Nadzir dan Saksi. Kewenangan di bidang ini menyangkut sah tidaknya perbuatan mewakafkan, yaitu yang menyangkut benda yang diwakafkan, wakif, ikrar, saksi dan nadzir. Didalam hal ini perselisihan banyak didorong oleh faktor yang mendorong seseorang untuk tidak mengakui adanya ikrar wakaf atau untuk menarik kembali tanah yang telah diwakafkan, baik oleh wakif atau oleh ahli warisnya. Faktor pendorongnya antara lain: a. Makin langkanya tanah; b. Makin tingginya harga; c. Menipisnya kesadaran beragama; d. Wakaf mewakafkan seluruh atau sebagian besar dari hartanya, sehingga dengan demikian keturunannya merasa kehilangan sumber rejeki dan menjadi terlantar kehidupannya sehingga menjadi suatu musibah bagi generasi yang ditinggalkan. Sikap serakah dari ahli waris atau sama sekali tidak tahu adanya ikrar wakaf karena tidak diberitahu oleh orang tuanya, 2. Bayyinah merupakan alar bukti administrasi tanah wakaf seperti akta ikrar wakaf, sertifikat tanah wakaf, dan yang lainnya yang berhubungan dengan pencatatan dan pendaftaran perwakafan tanah wakaf; 3. Pengelelolaan dan pemanfaatan hasil wakaf seperti penyimpangan penggunaan harta wakaf oleh nadzir dan lain-lain. Kewenangan Peradilan Agraria atas penyelesaian perselisihan perwakafan tanah, sebetulnya telah berjalan lama yakni sejak keberadaan Peradilan Agama di Indonesia.akan tempi atas kebijakan politik hukum kolonial Belanda yang tertuang dalam Staatblad 1937 No. 116 dan Keputusan Gubernur Jenderal No. 91 1937, mencabut kewenangan itu, dan selanjutnya dialihkan menjadi wewenang Peradilan Umum. Masalah penyelesaian perwakafan kembali menjadi wewenang Peradilan Agama setelah berlakunya PP No 28/1977 yang dikokohkan oleh Pasal 49 ayat 1 UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama. Pada Pasal 12 PP No. 28/1977 bahwa penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan perwakafan tanah, disalurkan melalui Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan pasal 49 ayat 1 UU o. 7/1989 tentang Peradilan agama yang dimaksud menyatakan bahwa Peradilan Agama berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perselisihan-perselisihan antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: 1. Perkawinan; 2. Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; 3. Wakaf dan sedekah.

Ketentuan Pasal 149 ayat 1 UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama tersebut telah mengalami perubahan dengan di keluarkan UU yang baru yakni UU No. 3/2006 tentang Peradilan Agama yang menggantikan UU yang lama. Pada UU yang lama ketentuan Pasal 49 ayat 1 UU No 7/1989 tentang Peradilan Agama tersebut digantikan ketentuan UU yang baru dengan Pasal 49 UU No. 3/2006 tentang Peradilan Agama. Pada Pasal 49 UU No 3/2006 tentang Peradilan Agama bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: 1. Perkawinan; 2. Waris; 3. Wasiat; 4. Hibah; 5. Wakaf; 6. Zakat; 7. Infaq; 8. Shadaqah, dan 9. Ekonomi syariah. Pengadilan Agama dimaksud adalah Pengadilan Agama yang mewilayahi tanah wakaf yang bersangkutan atau Pengadilan Agama yang mewilayahi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan atau PP AIW tempat pelaksanaan ikrar wakaf dan pencatatannya. C. PENUTUP 1. Kesimpulan 1) Perubahan peruntukkan wakaf hak milik tidak dibenarkan, disebabkan apa yang telah diwakafkan boleh dijual atau dirubah peruntukkannya apabila wakaf tersebut sudah tidak mempunyai manfaat lagi bagi kemaslahatan umat dari pada dibiarkan akan menjadi suatu yang sia-sia. 2) Pada dasarnya tanah hak milik yang telah diwakafkan tidak bisa dilakukan perubahan peruntukkan at au penggunaan lain seperti dengan cara dijual, dipindahkan atau dirubah peruntukkan dan cara-cara lainnya daripada yang dimaksudkan dalam ikrar wakaf, karena wakaf adalah merupakan suatu tindakan seseorang melepaskan haknya atas harta kekayaan yang dimilikinya untuk kepentingan dijalan Allah dan untuk kemaslahatan umum. 3) Wakaf dapat berubah statusnya apabila tidak sesuai lagi dengan tujuan semula dan telah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Agama yakni sebagai berikut: a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti yang telah diikrarkan oleh wakif. b. Karena kepentingan umum. 4) Sebagai akibat hukum perubahan peruntukkan tanah wakaf hak milik menurut hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA ada yang berdampak positif demi kemaslahatan masyarakat umum dan berdampak negatif dampak negatif dari perubahan peruntukkan tanah wakaf selain akan dikenakan sanksi pidana juga dengan sendirinya akan batal menurut hukum yang berlaku. Dalam hal perubahan peruntukkan tanah wakaf tersebut menimbulkan suatu perselisihan, maka akan diselesaikan melalui mediasi, arbitrase atau pengadilan baik kompetensi Pengadilan Agama maupun Pengadilan Umum.

2. Saran 1) Perubahan peruntukkan tanah wakaf harus diawasi dengan ketat oleh Departemen Agama agar eksistensinya dan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat tetap ada demi kemaslahatan masyarakat umum. 2) Lembaga wakaf dapat berkembang dengan pengertian bahwa wakaf itu bukan hanya untuk ditahan tetapi diharapkan bahwa wakaf itu menjadi ekonomi umat yaitu seperti membuat suatu toko berfungsi sebagai wakaf atau menjadi wakaf yang produktif menghasilkan keuntungan untuk kemaslahatan masyarakat umum. 3) Masyarakat dan pihak pemerintah bersama-sama mengawasi pelaksanaan wakaf tersebut. agar dapat mencegah pelaksanaan wakaf yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku oleh pihak-pihak tertentu. Majalah Renvoi Edisi No. 5/41 Bulan Oktober Th. 04/2006. Hal.78 Wakaf, IAIN Sumatera Utara, 1985, halo Hasbi AR. Hukum Perdata Islam (Kompilasi Peradilan Agama Tentang Perkawinan, Warn, Wasiat, Hibah, Wakaf, dan Sadaqah) ), CV. Mandar Maju, Bandung, 1997 Kesimpulan Hasil Seminar Wakaf Tanah Dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia, UIR Press.Pekanbaru, 1991.hal.111, Asri Muhammad Saleh (penyunting) Hukum Perwakafan Di Indonesia, Darul Ulum Pers, Jakarta, 1999. Fiqh Lima Mazhab, Lentera, Surabaya, 1996 Majalah Renvoi Edisi No. 5/41 Bulan Oktober Th. 04/2006. Hal.78