MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PERKULIAHAN KOLABORATIF BERBASIS MASALAH.

dokumen-dokumen yang mirip
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PERKULIAHAN KOLABORATIF BERBASIS MASALAH.

Perkuliahan Kolaboratif Berbasis Masalah Untuk Mahasiswa Calon Guru Matematika: Sebuah Ilustrasi

MENGEMBANGKAN KECAKAPAN MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PERKULIAHAN KOLABORATIF BERBASIS MASALAH.

PROBLEM-BASED LEARNING

Strategi Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Masalah. Oleh Djamilah Bondan Widjajanti Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA UNY

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terdapat pada

MENGEMBANGKAN KEYAKINAN (BELIEF) SISWA TERHADAP MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

MENUMBUHKAN KECERIAAN DAN ANTUSIASME SISWA DALAM BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

PROSIDING ISBN :

DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL. i HALAMAN PERSEMBAHAN. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. iii RIWAYAT HIDUP. iv PERNYATAAN.

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan Metode Two Stay Two Stray

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI STRATEGI LEARNING START WITH A QUESTION DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMAN 1 PADANG

Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa. Melalui Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

Penggunaan Model Kooperatif Tipe CIRC Berbasis Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sebagai dasar dalam pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan. Hasil

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2, NOMOR 2, JULI 2011

BAB III METODE PENELITIAN. sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi

BAB II LANDASAN TEORI

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER)

PENERAPAN MODEL PBL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

BAB I BAB I PENDAHULUAN. peserta didik ataupun dengan gurunya maka proses pembelajaran akan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

TINJAUAN PUSTAKA. sepenuhnya dapat dijelaskan. Pada makna yang lebih kompleks pembelajaran. siswanya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian jenis quasi eksperimental. Quasi

Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA: APA dan BAGAIMANA MENGEMBANGKANNYA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

Pengaruh Penerapan Model Missouri Mathematics Project terhadap Kemampuan Komunikasi. matematika siswa SMK Dwi Sejahtera Pekanbaru.

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Dengan Pendekatan CTL Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Lisan dan Koneksi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Depdiknas (2006) mengungkapkan bahwa dalam pendidikan, siswa

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN KALKULUS MELALUI PENDEKATAN KONSTEKSTUAL

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DENGAN METODE K-MEANS CLUSTERING MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Metode Pembelajaran Delikan, Kemampuan Komunikasi, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

Kata kunci: Inkuiri Terbimbing kolaboratif, hidrolisis garam

P - 63 KEMANDIRIAN BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Komunikasi dapat

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

BAB III METODE PENELITIAN. experimental research) yaitu metode eksperimen yang tidak memungkinkan peneliti

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMK DI KOTA CIMAHI

BAB 1 PENDAHULUAN. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

PENGARUH PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA MATERI SEGIEMPAT DI SMP

BAB III METODE PENELITIAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS-GAMES- TOURNAMENTS

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

PEMBELAJARAN SCRAMBLE DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI HIMPUNAN

Sriningsih Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya,

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran MMP Terhadap Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis Siswa SMK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN METODE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH KALKULUS I

TINJAUAN PUSTAKA. baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pendekatan saintifik berbasis Problem Based

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS X SMAN 1 BATANG ANAI

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi antar siswa, siswa dengan fasilitas belajar, ataupun dengan guru.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

Maccoby, E.E & Jacklin, C.N The Psychology of Sex Differences. Stanford:Stanford University.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB III METODE PENELITIAN

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Dikatakan kuasi eksperimen karena subjek penelitian tidak diacak sepenuhnya.

Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES dalam Menyelesaikan Masalah Matematika

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL MENGGUNAKAN MASALAH OPEN ENDED

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Transkripsi:

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PERKULIAHAN KOLABORATIF BERBASIS MASALAH Oleh Djamilah Bondan Widjajanti Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Wahyudin Jurusan Pendidikan Matematika, FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi strategi perkuliahan kolaboratif berbasis masalah dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon guru matematika. Strategi perkuliahan kolaboratif berbasis masalah merupakan penggabungan dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran kolaboratif. Jenis penelitian ini eksperimen, dengan rancangan faktorial 2 2. Subyek penelitian adalah 83 mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang menempuh perkuliahan Matematika Diskret pada semester September Desember 2009. Instrumen yang digunakan adalah soal tes kemampuan komunikasi matematis dan lembar observasi. Teknik analisis data menggunakan ANAVA 2 jalur. Menggunakan taraf signifikansi α = 0,05, dapat disimpulkan bahwa strategi perkuliahan kolaboratif berbasis masalah lebih unggul dari strategi perkuliahan konvensional dalam hal mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, baik untuk mahasiswa program reguler maupun non reguler. Keunggulan lain adalah kesiapan, keaktifan, dan antusiasme mahasiswa calon guru matematika yang mengikuti perkuliahan dengan strategi kolaboratif berbasis masalah lebih tinggi dibandingkan mereka yang mengikuti perkuliahan dengan strategi konvensional. Kata kunci: komunikasi matematis, kolaboratif, berbasis masalah. A. Pendahuluan Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik (Presiden RI, 2005). Untuk mampu menjadi seorang fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik, seorang pendidik atau guru perlu menguasai berbagai kompetensi atau kemampuan. Khusus untuk guru matematika, mempunyai 1

kemampuan komunikasi matematis, baik lisan maupun tertulis, merupakan hal yang sangat penting, disamping berbagai kemampuan lain, seperti kemampuan penalaran, pembuktian, representasi matematis, dan pemecahan masalah matematis. Hal ini karena para guru matematika berperan dalam memberi gambaran yang wajar tentang matematika kepada para siswa. Bagaimanapun, adanya siswa yang mempunyai gambaran keliru tentang matematika, yaitu menganggap matematika sebagai pelajaran yang sangat sulit dan hanya berisi rumus-rumus yang perlu dihafalkan, perlu diluruskan oleh para guru matematika. Besar kemungkinan gambaran siswa yang keliru itu dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam belajar matematika. Bagaimana para guru matematika mengomunikasikan konsep, struktur, teorema, atau rumus matematis kepada para siswa, akan berpengaruh terhadap gambaran siswa tentang matematika. Dengan demikian, membekali mahasiswa calon guru matematika dengan kemampuan komunikasi matematis yang memadai amatlah penting untuk dilakukan oleh para dosen dan pengelola Program Studi Pendidikan Matematika. Menyikapi adanya kenyataan bahwa terdapat mahasiswa calon guru matematika lemah dalam komunikasi matematis, maka penelitian tentang cara-cara meningkatkan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon guru matematika ini menjadi penting untuk dilakukan. Strategi perkuliahan kolaboratif berbasis masalah, yang merupakan penggabungan dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran kolaboratif, ditawarkan sebagai alternatif untuk mengatasi sebagian masalah yang menyangkut kelemahan mahasiswa calon guru matematika dalam hal kemampuan komunikasi matematis. Berdasarkan rasional yang dikemukakan di atas maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah strategi perkuliahan kolaboratif berbasis masalah untuk mahasiswa calon guru matematika lebih unggul dari strategi perkuliahan konvensional dalam hal mengembangkan kemampuan komunikasi matematis?. Sejalan dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji atau menganalisis secara komprehensif implementasi strategi perkuliahan kolaboratif berbasis masalah dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon guru matematika. Hasil penelitian ini terutama diharapkan bermanfaat bagi staf dosen dan pengelola Program Studi Pendidikan Matematika, sebagai bahan pertimbangan dalam 2

melakukan upaya-upaya peningkatan kualitas mahasiswa calon guru matematika yang menjadi tanggungjawabnya, khususnya dalam mengembangkan strategi perkuliahan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa. Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman, berikut ini penjelasan untuk beberapa istilah yang digunakan. 1. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan seseorang untuk: (1) menulis pernyataan matematis; (2) menulis alasan atau penjelasan dari setiap argumen matematis yang digunakannya untuk menyelesaikan masalah matematika; (3) menggunakan istilah, tabel, diagram, notasi atau rumus matematis dengan tepat; (4) memeriksa atau mengevaluasi pikiran matematis orang lain. 2. Perkuliahan konvensional adalah perkuliahan yang dilaksanakan secara klasikal, dan kegiatannya didominasi kegiatan ceramah dari dosen, pemberian contohcontoh, tanya jawab, dan latihan mengerjakan soal-soal. 3. Strategi perkuliahan kolaboratif berbasis masalah adalah suatu strategi perkuliahan dengan karakteristik: (1) Pembelajaran dipandu oleh masalah yang menantang; (2) Sebelum para mahasiswa belajar dalam kelompok, mereka diberi kesempatan untuk mengidentifikasi masalah yang diberikan oleh dosen dan merancang strategi penyelesaiannya beberapa saat secara mandiri, kemudian dipersilahkan belajar dalam kelompok (2 orang, atau 4 sampai 6 orang) untuk mengklarifikasi pemahaman mereka, mengkritisi ide/gagasan teman dalam kelompoknya, membuat konjektur, memilih strategi penyelesaian, dan menyelesaikan masalah yang diberikan, dengan cara saling bertanya dan beradu argumen; (3) Setelah belajar dalam kelompok, mahasiswa menyelesaikan masalah yang diberikan dosen secara individual; (4) Dosen mengambil peran sebagai fasilitator, yang berkewajiban memfasilitasi jalannya diskusi kelompok dengan memberi pertanyaan pancingan untuk menghidupkan kolaborasi; (5) Beberapa mahasiswa yang diberi kesempatan mempresentasikan penyelesaian masalahnya di depan kelas tidak dalam peran mewakili kelompok. B. Landasan Teori 1. Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut Lang & Evans (2006) seorang guru perlu menjadi seorang komunikator yang efektif. Guru harus berkomunikasi dengan siswa, guru lain, staf 3

administrasi, orang tua siswa dan masyarakat luar. Komunikasi yang efektif menyaratkan berbagai macam pengetahuan/ketrampilan, antara lain pengetahuan tentang diri sendiri, mata pelajaran, pendekatan pembelajaran untuk siswa, dan ketrampilan berkomunikasi antar perorangan. Kauchak dan Eggen (dalam Lang & Evans, 2006), berdasarkan pada suatu penelitian, telah mengidentifikasi 5 komponen dari komunikasi yang efektif, yaitu: (1) Istilah yang tepat; (2) Percakapan yang nyambung ; (3) Isyarat untuk transisi; (4) Penekanan; dan (5) Kesesuaian antara tindak-tanduk verbal dan non verbal. Dalam matematika, komunikasi memegang peranan yang sangat penting. Komunikasi menjadi bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi adalah cara untuk berbagi (sharing) gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Melalui komunikasi, gagasan-gagasan menjadi objekobjek refleksi, penghalusan, diskusi, dan perombakan. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dan kelanggengan untuk gagasan-gagasan, serta juga menjadikan gagasan-gagasan itu diketahui publik (NCTM, 2000). Menurut NCTM Program Standards (2003), seorang calon guru matematika haruslah mampu mengomunikasikan pikiran matematisnya secara lisan dan tertulis kepada teman-temannya, para dosen, dan kepada yang lainnya, dengan indikatorindikator, mampu: (1) Mengomunikasikan pikiran matematisnya secara koheren dan jelas kepada teman-temannya, para dosen, dan kepada yang lainnya; (2) Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide/gagasannya secara tepat; (3) Mengelola pikiran matematisnya melalui komunikasi; dan (4) Menganalisis dan mengevaluasi pikiran matematis dan strategi-strategi orang lain. 2. Perkuliahan Berbasis Masalah (PBL) Perkuliahan atau pembelajaran berbasis masalah (Problem based Learning- PBL), adalah perkuliahan yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi mahasiswa untuk belajar. Tan (2004) menyebutkan bahwa PBL telah diakui sebagai suatu pengembangan pembelajaran aktif dan pendekatan yang berpusat pada siswa/mahasiswa, dimana masalah-masalah yang tidak terstruktur digunakan sebagai titik awal dan jangkar atau sauh untuk proses pembelajaran. Sedangkan Roh (2003) mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah strategi pembelajaran di kelas yang mengatur atau mengelola pembelajaran matematika disekitar kegiatan pemecahan masalah dan memberikan kepada para siswa/mahasisiwa kesempatan untuk 4

berfikir secara kritis, mengajukan ide kreatif mereka sendiri, dan menkomunikasikan dengan temannya secara matematis. Dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, maka PBL mempunyai banyak keunggulan, antara lain lebih menyiapkan mahasiswa untuk menghadapi masalah pada situasi dunia nyata, memungkinkan mahasiswa menjadi produsen pengetahuan, dan dapat membantu mahasiswa mengembangkan komunikasi, penalaran, dan ketrampilan berfikir kritis. Menutut Smith, Ericson, dan Lubienski, yang dikutip oleh Roh (2003) kebalikan dengan lingkungan atau suasana kelas yang konvensional, lingkungan atau suasana kelas PBL memberikan kesempatan kepada siswa atau mahasiswa mengembangkan kemampuannya untuk menyesuaikan diri dan mengubah suatu metode atau cara kedalam situasi baru yang cocok. Meskipun PBL mempunyai sejumlah keunggulan, namun tidak berarti tidak akan ada masalah bagi dosen untuk melaksanakan PBL. Kondisi, kemampuan awal, tingkat dan kecepatan berfikir, dan aspek-aspek lain pada diri mahasiswa pada kelas yang heterogen, seringkali juga menjadi masalah tersendiri. Untuk mengatasi dampak dari keheterogenan mahasiswa, model perkuliahan kolaboratif dapat menjadi solusi. 3. Perkuliahan Kolaboratif Mengatasi keheterogenan mahasiswa dalam berbagai aspek, khususnya aspek motivasi dan tingkat intelektual, maka melaksanakan perkuliahan dengan mahasiswa belajar dalam kelompok-kelompok dapat merupakan salah satu solusi. Namun, pertanyaan yang kemudian muncul adalah: bagaimana kelompok harus dibentuk, bagaimana para mahasiswa harus belajar dalam kelompoknya, bagaimana materi atau tugas harus diberikan, bagaimana cara setiap mahasiswa mengambil peran dalam kelompoknya, dan bagaimana dosen melibatkan diri dalam kelompok, sedemikian hingga setiap mahasiswa dapat dijamin haknya untuk memperoleh pembelajaran yang bermakna? Sato (2007) menawarkan suatu model pembelajaran sebagai solusi, yang disebut dengan pembelajaran kolaboratif. Menurut Sato, pembelajaran haruslah melampaui batas dan melompat melalui kolaborasi. Pembelajaran kolaboratif menurut Sato adalah pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelompok, namun tujuannya bukan untuk mencapai kesatuan yang didapat melalui kegiatan kelompok, namun, para siswa dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat atau pemikiran yang dikeluarkan oleh tiap individu dalam kelompok. Pembelajaran 5

tidak terjadi dalam kesatuan, namun pembelajaran merupakan hasil dari keragaman atau perbedaan. Dari pengertian pembelajaran kolaboratif tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa model pembelajaran kolaboratif adalah suatu model pembelajaran kelompok, dengan siswa dalam kelompok didorong untuk saling berinteraksi dan belajar bersama untuk meningkatkan pemahaman masing-masing. Alat yang digunakan untuk mendorong adanya interaksi tersebut adalah materi atau masalah yang menantang. Bentuk interaksi yang dimaksud adalah diskusi, saling bertanya dan menyampaikan pendapat. Jika dicermati pengertian pembelajaran kolaboratif sebagaimana tersebut di atas, maka ada kalimat kunci yang terkandung di dalamnya, yaitu pentingnya interaksi diantara para siswa dalam kelompok untuk meningkatkan pemahaman masing-masing. Ini berarti bahwa pada prinsipnya pembelajaran kolaboratif didasarkan pada filsafat konstruktivisme, khususnya konstruktivisme sosial dari Vygotsky, yaitu bahwa interaksi sosial memainkan peranan penting dalam perkembangan kognitif anak. Interaksi sosial dengan orang yang ada di sekitar anak akan membangun ide baru dan mempercepat perkembangan intelektualnya. Secara umum, teori Vygotsky berfokus pada interaksi sosial atas tiga faktor, yakni budaya (culture), bahasa (language), dan zone of proximal development (ZPD) (Oakley, 2004). Teori tentang ZPD dari Vygotsky ini bermakna bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial guru dan teman sejawat. Melalui tantangan dan bantuan dari guru atau dari teman yang lebih mampu, siswa bergerak ke dalam ZPD mereka dimana pembelajaran terjadi. 4. Strategi Perkuliahan Kolaboratif Berbasis Masalah Meskipun terdapat banyak persamaan di antara model pembelajaran kooperatif dan kolaboratif, namun demikian terdapat juga beberapa perbedaan yang mendasar di antara keduanya. Menurut Choy (1999) keduanya sering dikaitkan dengan pembelajaran aktif, konstruktivisme, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran sosial. Menurut Lang & Evans (2006), pembelajaran kooperatif adalah salah satu aspek dari pembelajaran kolaboratif. Lang & Evans (2006) menyatakan bahwa the term of collaborative learning is an umbrella term that included various interactive approach and methods for group work. Cooperative learning is an aspect of collaborative learning that takes a very specialist approach to group work. 6

Sato (2007) menyebutkan pembelajaran kolaboratif berbeda dari pembelajaran kooperatif. Menurutnya, pembelajaran kooperatif berfokus pada kesatuan dalam kelompok, sedang pembelajaran kolaboratif, unit yang ditekankan adalah pada setiap individu. Tujuan dari kegiatan kelompok bukan untuk mencapai kesatuan yang didapat melalui kegiatan kelompok, namun, para siswa dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat/pemikiran yang dikeluarkan oleh setiap individu dalam kelompok. Dalam melaksanakan pembelajaran kolaboratif guru tidak boleh berusaha untuk menyatukan pendapat dan ide para siswa dalam kelompok kecil tersebut, serta tidak boleh meminta mereka untuk menyatakan pendapat mereka sebagai perwakilan pendapat dari kelompok, seperti yang dilakukan dalam pembelajaran kooperatif. Pendekatan perkuliahan berbasis masalah dengan model kolaboratif, yang selanjutnya disebut strategi perkuliahan kolaboratif berbasis masalah, sangat cocok digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon guru matematika karena dalam proses menyelesaikan masalah yang diberikan oleh dosen, para mahasiswa akan mengklarifikasi pemahaman mereka, menyampaikan ide atau gagasan kreatifnya kepada teman-teman dalam kelompoknya, membuat konjektur, memilih strategi penyelesaian, dan menyelesaikan masalah yang diberikan. Belajar dalam kelompok ditekankan pada terjadinya interaksi sosial melalui diskusi, dialog, saling bertanya dan memberi pendapat untuk meningkatkan pemahaman masingmasing. Interaksi yang demikian ini merupakan bagian dari cara untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. C. Metode Penelitian Jenis penelitian ini eksperimen, dengan 1 faktor perlakuan yang dikenakan pada subyek penelitian, yaitu pemberian perkuliahan dengan strategi tertentu (Konvensional, atau Kolaboratif Berbasis Masalah) dan 1 faktor lingkungan yaitu jenis program yang ditempuh mahasiswa (reguler atau non reguler). Variabel terikat atau respon yang diamati adalah kemampuan komunikasi matematis. Terdapat 1 kelas kontrol yang mendapatkan perkuliahan menggunakan strategi konvensional dan satu kelas eksperimen yang mendapatkan perkuliahan menggunakan strategi kolaboratif berbasis masalah. Dengan demikian rancangan penelitiannya adalah faktorial 2 2. Subyek penelitian adalah 83 mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang menempuh perkuliahan Matematika Diskret pada semester September Desember 2009. 7

Berdasarkan kisi-kisi soal tes kemampuan komunikasi matematis, telah dibuat 3 butir soal tes uraian. Sebelum soal tes uraian diujicobakan, soal telah divalidasi terlebih dahulu, baik validitas isi maupun validitas mukanya. Setelah instrumen direvisi berdasarkan masukan para validator selanjutnya instrumen diujicobakan. Uji coba instrumen untuk mengukur kemampuan kemampuan komunikasi matematis telah dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2009, dikenakan pada 56 mahasiswa Program Studi Matematika, FMIPA UNY, yang menempuh kuliah Matematika Diskret pada semester genap 2008/2009. Dari hasil uji coba dapat disimpulkan bahwa soal layak digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon guru matematika. Terkait dengan bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini, berupa handout, diberikan baik untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen, disusun oleh peneliti dan telah diujicobakan untuk mengetahui keterbacaannya. Berangkat dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sama untuk perkuliahan pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen, maka perbedaan utama dalam bahan ajar yang konvensional dan yang berbasis masalah adalah pada struktur bahan ajar tersebut, dan pada perlakuan/treatment terhadap penyajiannya, sedangkan cakupan maupun kedalaman, serta soal-soal latihan yang diberikan, relatif sama atau setara untuk keduanya. Teknik analisis data yang digunakan adalah ANAVA 2 jalur. Pengujian hipotesis dilakukan di bawah taraf signifikansi α = 0,05. Sebelum dilakukan penhujian hipotesis terlebih dahulu diuji persyaratan penggunaan Anava meliputi kenormalan sebaran data dan kesamaan ragam galat penelitian. Normalitas sebaran data diuji menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, sedang kesamaan ragam galat diuji menggunakan uji Levene. Perhitungan dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 17. D. Hasil Penelitian dan Pembahasan Skor peningkatan kemampuan komunikasi matematis (PKM) dihitung dari skor tes akhir dikurangi skor tes awal. Soal tes awal sama dengan soal tes akhir. Tes awal diberikan diawal semester, sebelum perkuliahan Matematika Diskret dimulai. Tes akhir diberikan pada akhir semester, sebagai ujian akhir semester. Pada Tabel 1 berikut ini disajikan beberapa statistik PKM dari mahasiswa yang menjadi subyek penelitian ini. 8

Tabel 1 Statistik Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis (PKM) Program Reguler (R) Non Reguler (NR) R+NR Statistik PKM Kontrol (K) Eksperimen (E) K + E Ukuran 23 17 40 Skor terkecil 1 5 1 Rata-rata skor 4,22 8,29 5,95 Simp. Baku 2,04 2,20 2,92 Skor terbesar 8 12 12 Ukuran 21 22 43 Skor terkecil -2 0-2 Rata-rata skor 4,10 5,82 4,98 Simp. Baku 3,46 2,74 3,20 Skor terbesar 12 10 12 Ukuran 44 39 83 Skor terkecil -2 0-2 Rata-rata skor 4,16 6,90 5,44 Simp. Baku 2,78 2,78 3,08 Skor terbesar 12 12 12 Memperhatikan statistik yang terdapat pada Tabel1, tampak bahwa data dari kelompok mahasiswa reguler-eksperimen ternyata mempunyai rata-rata skor PKM yang terbesar jika dibandingkan data dari 3 kelompok yang lain, yaitu reguler-kontrol, non reguler-eksperimen, dan non reguler-kontrol. Demikian juga untuk skor terkecil dan skor terbesar, perolehan kelompok reguler-eksperimen ternyata terbesar dibandingkan 3 kelompok yang lain. Namun tidak demikian halnya untuk simpangan baku. Simpangan baku terkecil, dimiliki data dari kelompok reguler-kontrol. Jika kita hanya membandingkan statistik data kelas kontrol dan kelas eksperimen, tampak bahwa rata-rata skor PKM kelas eksperimen lebih besar dari ratarata skor kelas kontrol. Sedangkan jika kita hanya membandingkan statistik kelompok mahasiswa program reguler dan non reguler, tampak bahwa rata-rata skor PKM kelompok reguler yang lebih besar dari rata-rata skor kelompok non reguler Keempat kelompok data dapat dianggap menyebar normal dengan ragam galat yang sama sebagaimana tampak pada hasil pengujian hipotesis dalam Tabel 2 dan Tabel 3 berikut. Tabel 2 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Kontrol-R Kontrol-NR Eksp-R Eksp-NR Nilai Z 0,849 0,814 0,825 0,570 Signifikansi 0,467 0,521 0,503 0,901 Tabel 3 Hasil Uji Levene untuk Kesamaan Ragam Galat Nilai F df1 df2 signifikansi 2,19 3 79 0,096 9

Tampak pada kolom terakhir Tabel 2 dan Tabel 3 besarnya nilai signifikansi yang lebih dari 0,05 menunjukkan bahwa data dapat dianggap menyebar normal dengan ragam galat yang sama. Pada Tabel 4 berikut ini disajikan hasil perhitungan program SPSS versi 17 untuk ANAVA yang dimaksudkan untuk menguji 3 pasang hipotesis nol, yaitu: (1) Tidak terdapat pengaruh strategi perkuliahan terhadap PKM; (2) Tidak terdapat pengaruh jenis program terhadap PKM; dan (3) Tidak terdapat pengaruh gabungan (interaksi) faktor strategi perkuliahan dan jenis program terhadap PKM. Sumber Variasi Tabel 4 Hasil Anava Jumlah Kuadrat df Rata-Rata Jumlah Kuadrat F signifikansi. Corrected Model 213.981 3 71.327 9.946.000 Intercept 2573.904 1 2573.904 358.922.000 Strategi 172.162 1 172.162 24.007.000 Program 34.549 1 34.549 4.818.031 Strategi * Program 28.357 1 28.357 3.954.050 Error 566.525 79 7.171 Total 3242.000 83 Corrected Total 780.506 82 Dari Tabel 4, menggunakan taraf signifikansi α = 0,05, dapat disimpulkan bahwa: (1) Terdapat pengaruh strategi perkuliahan terhadap PKM; (2) Terdapat pengaruh jenis program terhadap PKM; dan (3) Tidak terdapat pengaruh gabungan (interaksi) antara faktor strategi perkuliahan dan jenis program terhadap PKM. Karena untuk setiap faktor hanya ada 2 taraf yang dibandingkan, maka dengan memperhatikan perolehan rata-rata PKM pada Tabel 2, dapat disimpulkan: (1) Rata-rata PKM mahasiswa yang mendapatkan perkuliahan menggunakan strategi kolaboratif berbasis masalah lebih besar dari rata-rata PKM mahasiswa yang mendapatkan perkuliahan menggunakan strategi konvensional; (2) Rata-rata PKM mahasiswa program reguler lebih besar dari rata-rata PKM mahasiswa program non reguler. Tidak terdapatnya pengaruh gabungan (interaksi) antara faktor strategi perkuliahan dan jenis program terhadap PKM bermakna bahwa rata-rata PKM mahasiswa yang mendapatkan perkuliahan menggunakan strategi kolaboratif berbasis masalah lebih besar dari rata-rata PKM mahasiswa yang mendapatkan perkuliahan menggunakan strategi konvensional, baik untuk mahasiswa program reguler maupun 10

non reguler. Selisih rata-rata PKM mahasiswa kelas kolaboratif dan kelas konvensional untuk mahasiswa program reguler dan mahasiswa program non reguler dapat dianggap hampir sama besar sebagaimana tampak pada diagram berikut. Diagram Interaksi Faktor Strategi dan Jenis Program Kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis di atas menjadi bukti empiris diterimanya hipotesis utama dalam penelitian ini yaitu bahwa strategi perkuliahan kolaborartif berbasis masalah lebih unggul dari strategi konvensional dalam hal mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, baik untuk mahasiswa program reguler maupun non reguler. Temuan ini tidaklah mengherankan, jika diingat bahwa model pembelajaran kolaboratif adalah suatu model pembelajaran kelompok, dengan siswa/mahasiswa dalam kelompok didorong untuk saling berinteraksi dan belajar bersama untuk meningkatkan pemahaman masing-masing. Karena alat yang digunakan untuk mendorong adanya interaksi tersebut adalah materi atau masalah yang menantang, dan bentuk interaksi yang dimaksud adalah diskusi, saling bertanya dan menyampaikan pendapat, maka cukuplah beralasan jikalau strategi kolaboratif berbasis masalah ini mampu mengembangkan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa, lebih unggul dari strategi konvensional. Temuan bahwa strategi kolaboratif berbasis masalah lebih unggul dari strategi konvensional dalam hal mengembangkan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon guru ini juga sejalan dengan teori konstruktivisme sosial dari Vygotsky yang menyatakan bahwa interaksi sosial memainkan peranan penting dalam perkembangan kognitif siswa. Dengan terjalinnya interaksi di antara siswa/mahasiswa 11

yang tercipta ketika mereka berdiskusi menyelesaikan masalah yang menantang, menjadikan kemampuan komunikasi matematis mereka mempunyai peluang untuk berkembang lebih baik. Peluang ini muncul manakala diskusi yang terjadi mampu membuat setiap mahasiswa untuk mencoba menyampaikan ide/gagasan atau pendapatnya. Dibandingkan strategi konvensional, selain strategi kolaboratif berbasis masalah unggul dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, juga unggul dalam hal membuat perkuliahan tidak membosankan. Keunggulan lain adalah kesiapan, keaktifan, dan antusiasme mahasiswa calon guru matematika yang mengikuti perkuliahan dengan strategi kolaboratif berbasis masalah lebih tinggi dari mereka yang mengikuti perkuliahan dengan strategi konvensional. Namun, apabila dosen tidak mampu membagi perhatian kepada setiap kelompok diskusi yang ada dengan baik, maka diskusi akan cenderung menjadi tidak fokus dan mahasiswa tidak mencapai tujuan yang diharapkan. E. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menggunakan taraf signifikansi α = 0,05 di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) Rata-rata PKM mahasiswa yang mendapatkan perkuliahan menggunakan strategi kolaboratif berbasis masalah lebih besar dari ratarata PKM mahasiswa yang mendapatkan perkuliahan menggunakan strategi konvensional; (2) Rata-rata PKM mahasiswa program reguler lebih besar dari rata-rata PKM mahasiswa program non reguler, (3) Tidak terdapat pengaruh gabungan (interaksi) antara faktor strategi perkuliahan dan jenis program terhadap PKM. Ini berarti bahwa strategi perkuliahan kolaboratif berbasis masalah untuk mahasiswa calon guru matematika lebih unggul dari strategi perkuliahan konvensional, dalam hal mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, baik untuk mahasiswa program reguler maupun non reguler. Berdasarkan kesimpulan yang demikian peneliti sarankan kepada dosen Program Studi Pendidikan Matematika untuk mempertimbangkan hasil penelitian ini dalam pemilihan strategi perkuliahan untuk mahasiswa calon guru matematika. Namun, karena kesimpulan dari penelitian ini antara lain juga menyebutkan bahwa kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon guru matematika program reguler dapat dianggap lebih tinggi dibandingkan kemampuan mahasiswa program non reguler, maka perlu ada beberapa penyesuaian dalam implementasinya. 12

Penyesuaian yang disarankan antara lain adalah: (1) bahan ajar untuk mahasiswa program non reguler disusun lebih terinci; (2) masalah untuk mahasiswa program non reguler disusun bertingkat, baik menyangkut struktur maupun tingkat kesulitannya,.dari yang mudah ke yang lebih sukar, dari yang terstruktur dengan baik, sampai yang buruk strukturnya; dan (3) mahasiswa program non reguler perlu diberi kesempatan lebih sering untuk berlatih menuliskan hasil belajar mereka dalam kelompok dan mempresentasikannya di depan kelas, dibandingkan mahasiswa program reguler. Daftar Pustaka Choy, Ng Kim. (1999). Perbezaan Pembelajaran Kolaboratif & Pembelajaran Koperatif.[online] Tersedia: http://www.teachersrock.net. [2 Agustus 2007]. Lang, H. R, & Evans, D.N. (2006). Models, Strategis, and Methods for Effective Teaching. USA: Pearson Education, Inc. National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Prinsiples and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM. National Council of Teachers of Mathematics. (2003). NCTM Program Standards. Programs for Initial Preparation of Mathematics Teachers. Standards for Secondary Mathematics Teachers. [Online]. Tersedia: http://www.nctm.org/ uploadedfiles/math_standards/ [ 10 Maret 2008]. Oakley, Lisa. 2004. Cognitive Development. London: Routledge-Taylor & Francis Group. Presiden RI.(2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Roh, Kyeong Ha. (2003). Problem-Based Learning in Mathematics. Dalam ERIC Digest. ERIC Identifier: EDO-SE-03-07. [Online]. Tersedia: http://www.ericdigest.org/. [4 Desember 2007]. Sato, Manabu. (2007). Tantangan yang Harus Dihadapi Sekolah, makalah dalam Bacaan Rujukan untuk Lesson Study Berdasarkan Pengalaman Jepang dan IMSTEP. Jakarta: Sisttems. Tan, Oon-Seng. (2004). Cognition, Metacognition, and Problem-Based Learning, in Enhancing Thinking through Problem-based Learning Approaches. Singapore: Thomson Learning. 13