RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB IV ANALISIS PENETAPAN PA SIDOARJO NOMOR. 94/PDT.P/2008/PA.SDA TENTANG PERUBAHAN NAMA SUAMI DALAM PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB III POLIGAMI DAN PASAL 279 TENTANG KEJAHATAN ASAL- USUL PERNIKAHAN KITAB INDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN


BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

PELAKSANAAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU POLIGAMI BERDASARKAN PASAL 279 KUHP DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI KLAS I B BUKITTINGGI Oleh : Nofil

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

BAB III KEWENANGAN PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam poligami diatur dalam Al-Qur an surah An-Nissa ayat 3

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

PERJANJIAN RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

PERATURAN PERKAWINAN BAGI PEGAWAI DAN SUMPAH/JANJI PEGAWAI

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB II LEGALISASI PERNIKAHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP STATUS ISTRI & ANAK PASCA PENOLAKAN PERKARA ISBAT NIKAH POLIGAMI

PROSEDUR BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA JEMBER

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh

STIE DEWANTARA Kontrak Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak terjadi dan sulit untuk dilakukan upaya pencegahan.

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

ATAU BERKEPERCAYAAN. Nicola Colbran Norwegian Centre for Human Rights. Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

PERSPEKTIF YURIDIS DAN SOSIOLOGIS TENTANG PERKAWINAN ANTAR PEMELUK AGAMA DI KABUPATEN WONOGIRI T A R S I

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian kepustakaan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, dan lainlain

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB V PENUTUP. 1. Persamaan dan perbedaan putusan ijin poligami No. 0258/ Pdt. G/ 2011/ No. 0889/ Pdt. G/2011/ PA. Kds. ditinjau dari hukum

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB III PERKAWINAN DI BAWAH ANCAMAN TERHADAP KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami informasi tentang dunia atau lingkungan melalui penglihatan, penghayatan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO: PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

BAB IV PENUTUP. 1. Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

SEMINAR SEHARI PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM MASYARAKAT INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

POKOK-POKOK PP. No. 10 TAHUN 1983 Jo PP. No. 45 TAHUN 1990 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

Sistematika Siaran Radio

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan

BAB II PERJANJIAN PERKAWINAN MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

PEDOMAN PRAKTIS BERPERKARA

PERTIMBANGAN HAKIM TENTANG PERKARA IZIN POLIGAMI BAGI PNS TANPA IZIN ATASAN DI PENGADILAN AGAMA GORONTALO DALAM PERSPEKTIF YURIDIS

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

URGENSI PERSETUJUAN ISTRI DALAM IJIN POLIGAMI SUAMI DI KELURAHAN NGIJO GUNUNGPATI SEMARANG

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB IV PENDAFTARAN BOEDEL. seseorang, dalam arti keseluruhan aktiva dan pasiva. mengkonstatir harta boedel (mencari tahu isi dari boedel).

BAB V PENUTUP A. Ikhtisar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

PERKARA PIDANA DI PENGADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Bagi sebagian orang judul di atas terasa aneh, atau bahkan

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

Transkripsi:

RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

Hukum Keluarga dimulai dengan adanya perkawinan. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor I Tahun 1974, kondisi hukum perkawinan di Indonesia sangat pluralistis. Hal ini ditandai dengan berlakunya bermacammacam hukum perkawinan bagi orang Indonesia, yaitu: 1. Bagi orang Indonesia asli yang beragama Islam yang telah direspsi oleh hukum adat. 2. Bagi orang Indonesia asli yang beagama Kristen berlaku Huwelyks Ordonantie Christenen Indonesiers (HOCI) Tahun 1933 Nomor 74.

3. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku hukum adat. 4. Bagi orang-orang Timur Asing Tionghoa dan warga negara Indonesia keturunan Tionghoa berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dengan sedikit perubahan. 5. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan warga negara keturunan Timur Asing lainnya berlaku hukum adat mereka.

Di dalam konsep BW, tidak ada definisi perkawinan, hanya dalam Pasal 26 BW ditetapkan perkawinan hanya merupakan Hubungan Keperdataan, sehingga yang timbul hanya akibat perdata. Cth : perkawinan sah jika dicatatkan di Kantor Catatan Sipil. Kemudian Pasal 26 BW diubah dan ditegaskan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974, di dalam UU ini dapat dilihat TUJUAN & MAKNA PERKAWINAN. (lihat Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974). PERKAWINAN TIDAK HANYA URUSAN LAHIRIAH, SEPERTI BW, TAPI BATHINIAH JUGA, DILIHAT DARI BERDASARKAN KETUHANAN Y.M.E.

Perbedaan konsep Perkawinan antara BW & UU Nomor 1 Tahun 1974 : 1. Dalam BW tidak kuat / tidak jelas unsur bathiniahnya (cinta kasih ), hanya lahiriah saja, tetapi untuk tujuan lain. Cth : perkawinan untuk menghapuskan hutang. Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974, disebutkan tujuan perkawinan, yaitu : untuk membentuk keluarga yang bahagia (dalam BW tidak disebutkan)

2.Dalam BW, tidak dimasukkan unsur keagamaan secara tegas. Sedangkan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974, disebutkan bahwa sahnya perkawinan dilakukan menurut agama. Cth. Kasus : Dalam BW : seorang pemuka agama yang melangsungkan suatu perkawinan, sedangkan pencatatan belum dilakukan, maka dapat dikenai pidana (dg. Pasal 530 KUHPid. Ayat 1). Sehingga yang dipentingkan dalam BW adalah Kantor Catatan Sipil.

PERKAWINAN SAHNYA PERKAWINAN Ps. 2 (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 : Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu

PENCATATAN PERKAWINAN Pasal 2 ayat (2) UUP : Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.

ASAS ASAS PERKAWINAN 1. ASAS KESEPAKATAN Diatur dalam BW maupun UU Nomor 1 Tahun 1974 (UUP) Mengenai kesepakatan kedua calon mempelai diatur dalam Pasal 6. Tanpa adanya kesepakatan, perkawinan batal demi hukum. Untuk mengetahui apakah dalam perkawinan ada kesepakatan yang cacat / tidak, dapat diketahui kemudian apabila ada gugatan bahwa dilakukan perkawinan dengan kesepakatan yang cacat.

Dalam Perkawinan harus diberikan dalam keadaan bebas, tanpa paksaan (baik paksaan fisik maupun psikis),misalnya dapat terjadi : - Penipuan : Upaya agar pihak lain percaya sesuatu itu benar, padahal tidak benar. Apabila tidak unsur upaya dalam suatu perbuatan, maka hal tersebut bukanlah penipuan, akan tetapi kekhilafan - Khilaf terhadap orang = ERROR IN PERSONA

Perbedaan Materi Kesepakatan dalam PERKAWINAN & PERIKATAN UMUMNYA (pdt) 1. Dalam Perkawinan, obyek perikatan yang dijadikan sarana kesepakatan hanya satusatunya, yaitu kesepakatan perkawinan antara calon mempelai laki dan perempuan. Sedangkan dalam Perikatan Perdata, semua yang dapat dijadikan obyek perikatan dapat dijadikan sarana kesepakatan;

2.Dalam Kesepakatan Perkawinan, berbentuk Akta Otentik dan diwujudkan dengan adanya penandatanganan akta antara laki-laki dan perempuan. Jika lupa menandatangani, secara formal belum ada kesepakatan.

Sedangkan dalam Perikatan Perdata / Perikatan Umumnya, bentuknya bebas, bisa berbentuk lisan maupun tertulis. Jika tertulis, maka bisa berupa Akta Otentik ataupun Akta dibawah tangan.

3.Daya mengikat dari Kesepakatan Perkawinan : UMUM, yaitu mengikat semua orang. Sedangkan dalam Perikatan Perdata, hanya mengikat para pihak yang mengadakan perikatan (PACTA SUNT SERVANDA)

2. ASAS MONOGAMI Dalam UU Perkawinan ataupun BW, diatur asas monogami, yaitu Suami hanya boleh punya 1 isteri dan Isteri-pun hanya boleh punya 1 suami.

Asas Monogami dalam BW (Pasal 27 BW) bersifat mutlak, yang mengingkari / melanggar asas monogami dikenai sanksi berdasar pada Pasal 279 KUH Pidana, yaitu : diancam Pidana Penjara paling lama 5 tahun. (dengan adanya Pasal 3 UUP, maka Pasal 27 BW tidak berlaku)

Asas Monogami dalam UUP tidak mutlak, diperbolehkan Poligami dengan alasan alasan tertentu yang menyebabkan suami mendapat izin dari Pengadilan (Ps. 3 ayat 2) berlaku untuk semua suami, termasuk PNS.

Syarat syarat yang harus ada untuk mendapat izin dari Pengadilan, adalah : a. Pasal 4 UUP (Syarat syarat alternatif) : 1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai Isteri; 2. Isteri mendapat cacat badan; 3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5 UUP (Syarat Komulatif) : 1. Persetujuan dari Isteri; 2. Adanya kepastian bahwa suami mampu penuhi kebutuhan isteriisterinya. Dalam hal ini pendapatan / penghasilan suami menjadi ukuran; 3. Suami dapat berlaku adil.

Berkaitan dengan Asas Monogami : Pasal 27 BW Sanksi Pasal 279 KUHP (tidak berlaku dgn...) (apakah tidak berlaku?) Pasal 3 UUP Monogami mutlak Monogami Relatif

Sanksi dalam Pasal 279 KUH Pidana bisa berlaku / tidak bergantung pada jenis persyaratan bolehnya monogami, yaitu : Bagi mereka yang termasuk dalam lingkup monogami mutlak, maka terkena Pasal 279 KUH Pidana. Sedangkan bagi yang tidak berlaku baginya syarat monogami mutlak (monogami relatif), maka tidak terkena Pasal 279 KUH Pidana tersebut.

Kasus : Sudah menikah secara sah, akan tetapi ingin menikah lagi dengan nikah siri, apakah dapat disebut Poligami? dapat dilihat dari 2 sisi :

Menikah kedua kali dengan Nikah Siri, poligami? dan melanggar Pasal 279 KUH Pidana? Pasal 279 KUH Pidana dikenakan terhadap perkawinan yang dilangsungkan sementara ada perkawinan yang lalu / sebelumnya menjadi penghalang / penghambat.

Seseorang menikah secara Siri, maka perkawinan yang ada menjadi penghambat / tidak. Jika menghambat, maka dapat dikenai Pasal 279 KUH Pidana, demikian sebaliknya (tidak menghambat = tidak kena Pasal 279 KUH Pidana).