2014 EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

PENGEMBANGAN KARAKTER KEMANDIRIAN MELALUI PRORGAM BOARDING SCHOOL (Studi Kasus Pada Siswa Di MTs Negeri Surakarta 1 Tahun Pelajaran 2013/2014)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun Dalam Undang-Undang

Fungsi dan tujuan pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. membangun banyak ditentukan oleh kemajuan pendidikan. secara alamiah melalui pemaknaan individu terhadap pengalaman-pengalamannya

BAB I PENDAHULUAN. emosional. Salah satu tahap yang akan dihadapi individu jika sudah melewati. masa anak-anak akhir yaitu masa remaja.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan

2015 ANALISIS HASIL BELAJAR MERENCANAKAN MENU KESEMPATAN KHUSUS SEBAGAI KESIAPAN MENGOLAH MAKANAN UNTUK PESTA PERNIKAHAN PADA SISWA DI SMKN 3 CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ferri Wiryawan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. keluarga maupun masyarakat dalam suatu bangsa. Pendidikan bisa. dikatakan gagal dan menuai kecaman jika manusia - manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu tujuan pendidikan, sebagaimana dalam Undang-Undang RI

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan sudah ada. mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan kebaikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

2015 MANFAAT HASIL BELAJAR MENYEDIAKAN LAYANAN ROOM SERVICE PADA KESIAPAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI SMK ICB CINTA WISATA

BAB I. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn

BAB I PENDAHULUAN. peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan. mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan Sistem

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan fisik dan alat reproduksi menjadi sempurna. terlibat konflik dengan orang tua karena perbedaan pandangan.

JURNAL RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL INTERACTION WITH INDEPENDENCE PEERS TEENS ON STUDENTS CLASS X IN SMK MUHAMMADIYAH 2 KEDIRI LESSON YEAR 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak dalam periode tertentu. Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Majid (2014: 1) menjelaskan bahwa hal tersebut sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia tengah menghadapi suatu masa dimana terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sosial budaya dimana individu tersebut hidup.

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Baru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, Hal. 89

BAB I PENDAHULUAN. muda agar kelak dapat menghadapi kehidupan seperti sekarang ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

I. PENDAHULUAN. siswa diharuskan aktif dalam kegiatan pembelajaran. dengan pandangan Sudjatmiko (2003: 4) yang menyatakan bahwa kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. tetap diatasi supaya tidak tertinggal oleh negara-negara lain. pemerintah telah merancang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci utama dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan manusia dapat berbeda dengan makhluk lain yang. dengan sendirinya, pendidikan harus diusahakan oleh manusia.

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Kewarganegaraan. Diajukan Oleh: ERMAWATIK A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

Pengaruh kepramukaan dan bimbingan orang tua terhadap kepribadian siswa kelas I SMK Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2005/2006. Oleh : Rini Rahmawati

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Di era saat ini, pendidikan sangatlah memiliki peranan yang penting.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional, dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003, pasal 37

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja menjadi semakin

BAB I PENDAHULUAN. interaksi positif antara anak didik dengan nilai-nilai yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting dalam meningkatkan potensi diri setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. yang diperkirakan akan semakin kompleks. 1

BAB I PENDAHULUAN. tidak dekat dengan ustadzah. Dengan kriteria sebagai berikut dari 100

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan potensi peserta didik melalui kegiatan belajar (dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

2015 MANFAAT PEMBELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN DALAM PENUMBUHAN SIKAP WIRAUSAHA SISWA SMAN 1 CIMAHI

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam suatu pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

2013 PROGRAM BIMBINGAN KARIR BERDASARKAN PROFIL PEMBUATAN KEPUTUSAN KARIR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sarana untuk mempersiapkan masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Suryatini, 2013

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebut dengan tata tertib. Siswa dituntut untuk menaati tata tertib sekolah di

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia terdapat berbagai macam jenis pendidikan, salahsatunya pendidikan di pondok pesantren. Secara legalitas dalam pendidikan Nasional, pendidikan di pondok pesantren diakui oleh Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2003). Seperti halnya pendidikan di sekolah umum, pendidikan di pondok pesantren pun memiliki tujuan. Tujuan pendidikan di pondok pesantren tidak hanya menciptakan manusia yang cerdas secara intelektual atau hanya membentuk manusia yang beriman dan bertakwa, tetapi juga membentuk manusia yang mampu mengikuti perkembangan masyarakat dan memiliki keterampilan sehingga menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat (Muthohar, 2007, hlm.32). Pendidikan di pondok pesantren memiliki kekhasan yang hampir sama dengan sekolah berasrama atau yang lebih dikenal dengan istilah Boarding school di negara-negara barat. Kekhasan pendidikan di pondok pesantren yaitu siswa (sebutan siswa di pondok pesantren) tinggal di lingkungan pondok pesantren dan menjalankan berbagai aktivitas selain belajar selama kurun waktu tertentu. Tetapi ada pula hal yang membedakan antara pondok pesantren dengan sekolah berasrama yaitu terdapat muatan pendidikan agama yang lebih banyak di pondok pesantren. Sistem tinggal di pondok menciptakan kondisi yang berbeda bagi siswa. Terutama siswa di jenjang pendidikan SMP yang baru menginjak usia remaja awal. Siswa tidak tinggal dengan orangtua, siswa harus mampu mengelola waktu untuk beribadah, belajar maupun istirahat secara mandiri. Sistem ini merupakan salahsatu bentuk pendidikan kemandirian di pondok pesantren. Bentuk pendidikan kemandirian yang diterapkan di pondok pesantren tersebut sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan yang tercantum dalam 1

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003 pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha 2

Esa, berakhlak mulai, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Memilih melanjutkan pendidikan di pondok pesantren, merupakan perwujudan harapan dari sebagian orangtua maupun siswa dalam mengembangkan kemandirian. Namun pada kondisi nyata tidak semua siswa memiliki kesiapan untuk menghadapi kondisi di pondok pesantren. Kondisi pondok pesantren yang berbeda dengan kondisi di rumah bagi sebagian siswa yang tidak terbiasa terpisah dari orangtua dapat menimbulkan berbagai masalah. Beberapa siswa mengungkapkan keinginannya untuk selalu menelepon orangtua, kurang bertanggung jawab terhadap pekerjaan, dan belum dapat memilih perilaku yang pantas dilakukan seperti mengolok-olok fisik teman, dan permasalahan lainnya. Kondisi tersebut menurut Uci Sanusi (2012, hlm. 9) dapat menjadi faktor atau penyebab belum berkembangnya kemandirian pada siswa. Beberapa faktor tersebut adalah: siswa tidak tahan dengan kondisi lingkungan di pondok pesantren; b) siswa tidak senang dengan aturan pondok pesantren; dan c) pola asuh orangtua yang memanjakan anak, khususnya pada siswa muda yang baru datang ke pondok pesantren. Penelitian mengenai permasalahan kemandirian remaja yang dilakukan oleh Aas Saomah (2006, hlm. 6) menunjukkan bahwa lebih dari 52% remaja masih memperlihatkan gejala-gejala belum mandiri, seperti gejala-gejala belum siap menghadapi masalah, kemampuan mengelola waktu, tanggung jawab terhadap tugas sekolah, tidak siap menghadapi ujian serta membuat pilihan yang kurang tepat dan masih bingung dalam menentukan keputusan. Mengembangkan kemandirian bagi remaja merupakan salah satu tugas perkembangan mendasar dan sama pentingnya dengan mengembangkan identitas diri. Seperti disebutkan oleh Steinberg (1993, hlm. 286) : For most adolescents, establishing a sense of autonomy is as important a part of becoming an adult as is establishing a sense of identity. Becoming an autonomous person a self governing person is one of the fundamental developmental tasks of the adolescent years. 3

Menurut Steinberg (1993, hlm.289) terdapat tiga tipe kemandirian, yaitu (a) kemandirian emosional yang ditandai oleh kemampuan remaja memecahkan ketergantungannya (sifat kekanak-kanakannya) dari orangtua dan mereka dapat memuaskan kebutuhan kasih sayang dan keakraban di luar rumahnya; (b) kemandirian perilaku yang merupakan kemampuan remaja untuk mengambil keputusan tentang tingkah laku pribadinya, seperti dalam memilih pakaian, sekolah/ pendidikan, dan pekerjaan, dan (c) kemandirian nilai yang ditunjukkan remaja dengan dimilikinya seperangkat nilai-nilai yang dikonstruksikan sendiri oleh individu, menyangkut baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai-nilai agama. Dari tipe-tipe kemandirian tersebut menunjukkan bahwa istilah kemandirian tidak terbatas pada kemampuan individu dalam melakukan berbagai hal secara sendiri atau bahkan memikul tanggung jawabnya sendiri, tetapi kemandirian adalah ketika individu mampu melepaskan ketergantungannya terhadap oranglain, mampu mengambil dan bertanggung jawab atas sebuah keputusan, dan memiliki prinsip yang kuat. Belum berkembangnya kemandirian pada remaja dapat memberikan dampak kurang baik bagi perkembangan remaja. Tika Bisono (2012, 16 November 2012) menyebutkan bahwa belum berkembangnya kemandirian remaja sebagai penyebab utama meningkatnya penyalahgunaan narkotika, minuman keras, ekstasi dan obat-obatan terlarang. Hal ini sebagai akibat dari belum berkembangnya kemandirian perilaku dan nilai pada remaja. Untuk mengembangkan kemandirian, remaja membutuhkan kesempatan untuk belajar menjadi individu yang mandiri, melakukan pilihan dan memutuskan yang terbaik bagi dirinya. Namun menurut Tika Bisono (2012, 16 November 2012) seringkali orang dewasa memberikan cap negatif kepada remaja, hal ini jelas akan memberikan suatu energi dan citra yang negatif. Sebagai orang dewasa yang hidup berdampingan dengan remaja seharusnya percaya bahwa seorang remaja memiliki kemampuan untuk membentuk dirinya dan mampu bertanggungjawab. 4

Oleh karena itu, perlu strategi khusus untuk mengembangkan kemandirian siswa di pondok pesantren. Siswa memerlukan sosok yang bisa memberikan kepercayaan bahwa dirinya mampu menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab. Salahsatunya dengan memanfaatkan teman sebaya dalam bentuk layanan konseling teman sebaya. Penelitian yang dilakukan oleh Sukaesih (2011, hlm. 28) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara interaksi sosial remaja dengan kemandirian, semakin baik interaksi yang dibentuk remaja dengan teman sebayanya maka tingkat kemandirian pun akan semakin tinggi. Ifdil (2010, 20 Oktober 2013) menyatakan bahwa konseling teman sebaya merupakan usaha mempengaruhi atau memperbaiki tingkah laku yang dimiliki oleh siswa, seperti kemampuan individu untuk membedakan antara yang benar dan salah, meyakini prinsip atas dasar nilai-nilai yang baik, dan mampu memecahkan masalah merupakan bagian dari indikator perkembangan kemandirian yang dapat diperoleh melalui layanan konseling teman sebaya. Selain itu, layanan konseling teman sebaya dapat menjadi solusi dalam mengembangkan kemandirian karena remaja lebih senang belajar pada teman sebayanya. Remaja lebih sering menjadikan teman-teman mereka sebagai sumber yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi (Endang, 2009, hlm. 11). Hal tersebut terjadi karena pada usia remaja terjadi perubahan perkembangan kehidupan sosial yang ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan remaja (Desmita, 2007, hlm. 219). Carr (dalam Suwarjo, 2008, hlm. 6) menyebutkan konseling sebaya merupakan suatu bentuk pendidikan psikologis yang disengaja dan sistematik. Konseling sebaya memungkinkan remaja untuk memiliki keterampilanketerampilan guna mengimplementasikan pengalaman kemandirian dan kemampuan mengontrol diri yang sangat bermakna bagi remaja. Secara khusus konseling teman sebaya tidak memfokuskan pada evaluasi isi, namun lebih memfokuskan pada proses berfikir, proses-proses perasaan dan proses pengambilan keputusan. 5

Sebelum kegiatan dimulai perlu dilaksanakan pelatihan bagi pembimbing teman sebaya. Pelatihan pada pembimbing teman sebaya perlu dilakukan agar para pembimbing teman sebaya memahami program yang akan dijalankan agar tujuan program tercapai dan keterampilan yang diperlukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tindall & Gray (2008) : For the trainees to be motivated to learn basic helping skills, they must first understand the program and have a baseline for their skills. They must be able to understand those who are different from themselves. It is essential for peer helpers to understand the whole concept of helping before actually starting the skills training. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung, ditemukan gejala yang menunjukkan bahwa siswa membutuhkan layanan untuk mengembangkan kemandirian. Situasi dan kondisi aktivitas pendidikan di pondok pesantren yang berbeda dengan situasi di rumah membuat sebagian siswa mengalami berbagai permasalahan seperi siswa menjadi tidak nyaman (tidak betah), perasaan tidak percaya diri (malu pada teman) karena belum mampu mempersiapkan alat belajar dan merapikan perlengkapan pribadi, mengganggu kenyamanan rekan-rekannya karena kondisi kamar yang digunakan bersama tidak rapi dan permasalahan lainnya merupakan sebagian gejala kurangnya kemandirian yang dapat terlihat. Untuk mengembangkan kemandiriannya, remaja membutuhkan sosok yang bisa memberikan mereka kepercayaan bahwa mereka mampu menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab. Di pondok pesantren selain guru sebagai pengganti orangtua di rumah, juga terdapat teman yang memiliki cukup waktu yang lebih intensif untuk mendiskusikan berbagai hal. Dengan memanfaatkan kondisi tersebut, layanan konseling teman sebaya dapat menjadi salahsatu solusi untuk mengatasi permasalahan perkembangan kemandirian remaja. Namun, untuk mengetahui seberapa besar kontribusi konseling teman sebaya terhadap perkembangan kemandirian siswa, maka diperlukan penelitian 6

untuk mengetahui efektivitas konseling teman sebaya terhadap perkembangan kemandirian remaja. Berdasarkan identifikasi masalah dalam penelitian ini, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kemandirian siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung? 2. Apakah konseling teman sebaya efektif untuk mengembangkan kemandirian emosi, perilaku dan nilai siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung? C. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas konseling teman sebaya untuk mengembangkan kemandirian siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung pada tiga tipe kemandirian, yaitu kemandirian emosional, perilaku dan nilai. Secara khusus tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk untuk memperoleh data mengenai : 1. Gambaran umum kemandirian siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung. 2. Efektivitas konseling teman sebaya untuk mengembangkan kemandirian siswa kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung. D. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menguji efektivitas konseling teman sebaya untuk mengembangkan kemandirian siswa pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VII jenjang sekolah menengah pertama di pondok pesantren (Kelas VII SMP Plus Babussalam Kabupaten Bandung). Hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa pada jenjang tersebut merupakan masa remaja awal dengan kondisi tuntutan kemandirian yang berubah 7

dari masa anak ke masa remaja dan adanya tuntutan kemandirian di pendidikan pondok pesantren. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan desain pre-eksperimen one group pre test-post test yaitu desain subjek yang dilakukan dengan cara melakukan satu kali pengukuran di awal sebelum dilakukan treatmen dan pengukuran kembali setelah dilakukan treatmen. Efektivitas konseling teman sebaya dapat terlihat dari perubahan kondisi kemandirian siswa sebelum dan setelah dilakukan treatmen (konseling teman sebaya). E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini dapat memperkuat keilmuan bimbingan dan konseling dalam layanan peningkatan kemandirian di jenjang Sekolah Menengah Pertama dengan menggunakan konseling teman sebaya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Dari penelitian ini, guru akan mendapat pengetahuan mengenai karakteristik perkembangan kemandirian remaja dan khusus bagi guru bimbingan konseling dapat menggunakan layanan konseling teman sebaya sebagai strategi dalam mengembangkan kemandirian pada remaja. b. Bagi Siswa Siswa yang teridentifikasi memiliki kemandirian rendah akan dapat mengembangkan kemandirian berikut manfaat yang akan didapatkan dari penelitian ini, yaitu : 1) Berkembangnya kemandirian emosional siswa ditandai dengan terbukanya cara berpikir siswa sehingga siswa dapat memahami bahwa orang tua bukan sosok yang mengetahui segala hal sehingga seakan-akan hanya orang tua yang dapat menyelesaikannya, siswa menjadi mampu untuk mengemukakan pendapat kepada orangtua dengan sopan dan santun, siswa memahami 8

posisi orang tua seperti orang dewasa lainnya yang memiliki kebutuhan dan kepentingan pribadi, dan membekali siswa dengan kemampuan mengatasi permasalahan-permasalahan yang sederhana. 2) Berkembangnya kemandirian perilaku siswa ditandai dengan siswa mampu membuat keputusan yang matang dengan melakukan prediksi-prediksi masa depan, tumbuh jiwa bertanggung jawab dalam diri siswa dan siap menghadapi resiko yang akan terjadi akibat dari keputusan yang dibuat, siswa memiliki pertahanan diri dalam menolak pengaruh teman atau orang lain yang negatif, dan siswa mengenal potensi yang dimiliki serta memiliki kepercayaan diri untuk menunjukkannya kepada orang lain. 3) Berkembangnya kemandirian nilai siswa ditandai dengan siswa memahami konsep berpikir abstrak seperti benar dengan salah, penting dengan tidak penting, atau baik dengan buruk, siswa memahami prinsip diri dan pentingnya memiliki prinsip, dan terbangunnya komitmen terhadap prinsip dan nilai dalam diri siswa. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau rujukan untuk melakukan penelitian yang lebih berkembang pada subjek-subjek lainnya. F. Struktur Organisasi Skripsi Untuk memahami alur pikir dalam penelitian skripsi ini, maka perlu adanya struktur organisasi yang berfungsi sebagai pedoman penyusunan laporan penelitian, yaitu sebagai berikut : Bab I berisi pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi penelitian, dan struktur organisasi skripsi. Latar belakang penelitian menjelaskan tentang alasan peneliti melakukan penelitian, gejala-gejala yang diteliti dalam ruang lingkup bidang studi peneliti. Identifikasi dan perumusan masalah menjelaskan tentang analisis serta rumusan masalah yang dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya. Tujuan penelitian menyajikan tentang hasil yang ingin 9

dicapai setelah penelitian selesai dilakukan. Manfaat/ signifikansi penelitian menjelaskan mengenai manfaat dari hasil penelitian yang diharapkan dapat dirasakan oleh siswa, guru, peneliti sendiri dan bagi peneliti lain. Struktur organisasi skripsi berisi mengenai rincian urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi. Bab II berisi kajian pustaka. Kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teoritik dalam menyusun rumusan masalah dan tujuan. Dari kajian pustaka dapat terlihat kedudukan atau posisi permasalahan yang dikaji dalam bidang ilmu yang diteliti. Bab III berisi penjelasan yang rinci mengenai metode penelitian. Komponen dari bab yang menjelaskan mengenai metode penelitian terdiri dari lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian berikut dengan metode penelitian yang akan digunakan, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, serta analisis data penelitian. Bab IV berisi hasil penelitian dari analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan tentang masalah penelitian, serta pembahasan yang dikaitkan dengan kajian pustaka. Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran yang menyajikan tentang penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian. Penulisan kesimpulan untuk skripsi ini berupa butir demi butir hasil penelitian. Saran yang ditulis ditujukan kepada para pembuat kebijakan, pengguna hasil penelitian (siswa, guru atau pihak sekolah), atau untuk peneliti berikutnya. Daftar pustaka memuat semua sumber yang pernah dikutip dan digunakan dalam penulisan skripsi. Lampiran berisi semua dokumen yang digunakan dalam penelitian. 10