BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

2015 POLA ADAPTASI SOSIAL BUDAYA KEHIDUPAN SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL BAROKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. masa anak-anak ke masa dewasa di mana pada masa-masa tersebut. sebagai masa-masa penuh tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas ruang, kurikulum, kreatifitas pengajar dan input santri. Pondok pesantren

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. lingkungan (Semiun, 2006). Penyesuaian diri diistilahkan sebagai adjustment.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan

KETERAMPILAN MEMECAHKAN MASALAH PADA SANTRI DI TAHUN PERTAMA MEMASUKI PONDOK PESANTREN

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB IV FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT. dalam pesantren, pendidikan sangat berhubungan erat dengan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Guru merupakan pihak yang bersinggungan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang yang ada disekitarnya. Setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak disampaikan menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. non-formal, dan informal (ayat 3) (Kresnawan, 2010:20).

BAB I PENDAHULUAN. dirinya sendiri, ia masih tergantung dan sangat membutuhkan bimbingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menimbulkan banyak masalah bila manusia tidak mampu mengambil

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar

BAB I PENDAHULUAN. pesantren di Jawa Timur ada 3800-an. Jumlah ini. lembaga pembinaan moral, lembaga dakwah dan yang paling populer adalah institusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah proses pengembangan, pembentukan, bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala

BAB IV ANALISIS DATA TENTANG TOLONG MENOLONG SANTRI DI PONDOK PESANTREN DAARUN NAJAAH JERAKAH TUGU SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. mengerti. Semua itu merupakan proses perkembangan pada manusia. Widjaja

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

POLA ADAPTASI SOSIAL BUDAYA KEHIDUPAN SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL BAROKAH

BAB IV ANALISIS PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MEMBENTUK SIKAP KEMANDIRIAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MINHAJ WONOSEGORO BANDAR BATANG

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Mulai dari sekolah regular,

BAB I PENDAHULUAN. sering diartikan juga sebagai sekolah agama bagi pelajar muslim (Sumadi,

BAB I PENDAHULUAN. tidak dekat dengan ustadzah. Dengan kriteria sebagai berikut dari 100

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial

Seorang wanita memiliki kesempatan dan potensi yang lebih. besar untuk berperan secara langsung dalam pendidikan anak, terlebih

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

BAB I PENDAHULUAN. ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masa depan seseorang. Seperti yang dituturkan oleh Menteri Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi sekarang ini, perubahan di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sekali, tetapi penundaan yang sekali itu bisa dikatakan dengan menundanunda

2015 PEMBINAAN KEAGAMAAN BAGI SANTRI WARIA D I PESANTREN AL-FATAH KOTAGED E YOGYAKARTA

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan.

semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut. Fenomena yang telah dilakukan oleh Triana, 2010, yaitu tentang keluarga

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu?

BAB V ANALISIS DATA. pada bab IV, maka pada bab V ini akan dilakukan analisis data. Adapun data-data

BAB III GAMBARAN PERILAKU NEGATIF SANTRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan kerangka berpikir.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. emosional. Salah satu tahap yang akan dihadapi individu jika sudah melewati. masa anak-anak akhir yaitu masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan pelajar yang paling tinggi levelnya. Mahasiswa di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB IV PERANAN MAJELIS TAKLIM AL-HAQ WAL HAŻ DALAM MEMBINA MORAL REMAJA PONCOL

BAB I. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3. 2

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI MAKAN DAN STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR SANTRIWATI KELAS 2 SMA PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM ASSALAAM SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. menetap dari hasil interaksi dan pengalaman lingkungan yang melibatkan proses

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tanggung jawab atas kesejahteraan anak, baik jasmani, kesehatan, rohani serta

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah distres psikologik atau distres emosional (Stuart, 2006).

BAB IV ANALISIS TENTANG POLA BIMBINGAN KARIR BAGI SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-FALAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN TEORI BIMBINGAN KARIR

BAB II GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN MADRASAH TARBIYAH ISLAMIAH TG BERULAK KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

Sugeng Pramono Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta

Suatu bangsa akan dinyatakan maju tergantung pada mutu pendidikan dan. para generasi penerusnya, karena pendidikan mempunyai peranan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok pesantren. Istilah pondok berasal dari bahasa Arab, funduq, yang artinya hotel atau asrama. Istilah pesantren berasal dari kata santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Dipandang dari perspektif keterbukaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, maka pesantren terbagi menjadi dua kategori yaitu pesantren salafi dan khalafi. Pesantren salafi sering disebut sebagai pesantren tradisional yang mengajarkan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan tanpa mengenalkan pengajaran umum. Sedangkan pesantren khalafi sering disebut sebagai pesantren modern yang telah mengintegrasikan sistem tradisional dan sistem sekolah formal dengan mengenalkan pelajaran-pelajaran umum didalam pesantren. Selain itu, pesantren juga memiliki unsur-unsur antara lain kiai yang mendidik dan mengajar, santri yang belajar, masjid, pondok dan ruang belajar. Peserta didik yang tinggal di pondok pesantren lebih dikenal dengan istilah santri. Santri di pondok pesantren dituntut untuk memiliki kemandirian yang dapat menjadi bekal dalam menghadapi tantangan kehidupan di masa depan (Dhofier, 2011). Tugas-tugas santri pada tahun pertama di pondok pesantren antara lain penyesuaian sosial yang baru, santri dituntut untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru, teman-teman yang baru yang berasal dari latar belakang, 1

suku, budaya, kebiasaan yang berbeda-beda. Tugas selanjutnya adalah belajar mandiri karena di pesantren santri tinggal berjauhan dari kedua orang tuanya, teman-teman sebaya dan saudara-saudaranya. Selama 24 jam, kegiatan santri dilakukan secara mandiri tanpa harus setiap saat dikontrol oleh pengurus pesantren. Kemudian santri dituntut agar bisa mengatur hidupnya sendiri dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku di pesantren, mulai dari cara mengatur kegiatan ibadah, pola makan, waktu istirahat, keuangan, kesehatan, termasuk masalah psikologis dan masalah-malasah sosial yang dihadapi. Lalu santri juga harus membiasakan diri untuk mengatur pola kegiatan belajar-mengajar karena adanya perbedaan antara saat masih di SD dengan di pondok pesantren. Jika di SD ada orangtua atau guru les yang mendampingi ketika belajar dan mengerjakan PR maka saat di awal memasuki pondok pesantren santri dituntut untuk lebih siap dan mampu menyesuaikan dengan pola kegiatan belajar-mengajar yang tentunya berbeda (Hidayat, 2009). Namun pada kenyataannya, sebagian santri belum mengerti apa yang harus dilakukan santri pada tahun pertama di pondok pesantren. Masih ditemukan santri yang sering menangis ingin pulang karena belum nyaman tinggal di pondok pesantren. Ditemukan pula santri yang terkena masalah langsung meminta pulang tanpa berusaha memecahkan masalahnya terlebih dahulu. Bahkan ada santri yang berpura-pura sakit supaya bebas tidak mengikuti kegiatan, lalu ditemukan pula santri yang berkelahi dengan teman supaya dikeluarkan dari pondok, keluar dari pondok tanpa ijin, bahkan yang sengaja mencuri supaya segera dikeluarkan dari pondok. Kebanyakan dari santri melakukan hal-hal tersebut karena merasa belum 2

betah tinggal di pondok pesantren. Mereka belum mampu beradaptasi dengan aturan yang ada di pondok pesantren, belum mampu beradaptasi dengan temanteman baru mereka, belum mampu mandiri sehingga santri masih kesulitan menerima situasi yang berbeda dengan keinginannya seperti menu makanan yang kurang cocok dengan selera, mandi harus mengantri dan belum mampu melakukan penyesuaian diri yang baik dalam mengikuti sistem kehidupan di pondok pesantren. Hasil wawancara dengan santri dan ustadz pada pondok pesantren yang berbeda di kota Solo menunjukkan data-data sebagai berikut : Tabel 1. Data Permasalahan Santri pada Tahun Pertama di Pondok Pesantren Subjek I (Santri Putri) 17 tahun Uraian Temuan Pre-riset 1) diawal tahun memasuki pondok pesantren, santri merasa tidak nyaman karena ia masuk pesantren dipaksa oleh orangtua, santri harus tinggal berjauhan dari orangtua, santri belum mengenal teman-teman barunya, santri belum mampu mandiri, santri merasa tidak ada yang melindungi, bahkan santri merasa diremehkan oleh kakak kelasnya. 2) Cara menghadapi persoalan adalah mencoba mencari teman, mencoba mencari tahu apa saja kegiatan yang ada di pondok, menyibukkan diri dengan kegiatan yang ada di pondok, mencari tahu tentang pondok dengan berjalan-jalan disekitar pondok, mencoba menikmati semua kegiatan yang ada di pondok pesantren, apabila rindu dengan orangtua yang dilakukan adalah mendoakannya. 3) ketika masalah tetap muncul yang dilakukan oleh santri adalah menceritakan masalah ke teman mencari solusi ke teman 3

P (Santri Putra) 17 tahun kemudian nanti teman membantu memecahkan permasalahan. 4) permasalahan yang muncul di pondok pesantren disebabkan oleh faktor eksternal yaitu faktor pertemanan, contohnya adik kelas belum tahu peraturan yang ada di pondok sedangkan kakak kelas yang sudah tahu tidak mau memberi tahu kepada adik kelas, kemudian faktor internal dalam diri misalkan santri tidak mau mentaati peraturan. 5) peran ustadzah di pondok pesantren adalah membimbing, mengarahkan santri, merawat santri yang sakit, dan juga mengatur peraturan misal perijinan. 1) diawal tahun memasuki pondok santri mengalami masalah adaptasi yaitu di pondok pesantren terlalu banyak aturan sedangkan di rumah santri lebih bebas, masalah kebersihan contohnya santri yang belum terbiasa mencuci baju atau karena padatnya jadwal sering menumpuk baju kotornya sehingga menyebabkan banyak santri yang sakit kulit, masalah dengan teman contohnya santri yang kurang bergaul akan kesulitan untuk dapat menyesuaikan diri di pondok pesantren, terkadang ada perbedaan persepsi dengan teman, masalah padatnya jadwal yang ada di pondok pesantren, masalah perpulangan karena di tahun pertama santri hanya diijinkan untuk dapat pulang selama 6 bulan 1 kali maka hal itu membuat santri terkadang tidak betah tinggal di pondok pesantren. 2) permasalahan yang muncul di pondok pesantren disebabkan oleh faktor internal dalam diri misalnya santri yang terpaksa tinggal di pesantren, faktor eksternalnya adalah faktor teman, faktor pola asuh orangtua contohnya jika di rumah orangtua sudah mengajarkan kemandirian sejak dini ke anak maka saat di pondok pesantren anak akan lebih mudah beradaptasi. 3) langkah yang dilakukan santri dalam menghadapi permasalahan adalah menceritakan permasalahan yang 4

D (Ustadz) 24 tahun dihadapi kepada ustadz pondok kemudian nanti ustadz memberikan motivasi, memberi arahan, jalan keluar dan memantau perkembangan para santri. 1) permasalahan yang dihadapi pada santri di awal tahun memasuki pondok pesantren ada dua yaitu masalah belum betah dan masalah kehilangan barang. 2) faktor penyebab santri merasa tidak betah karena ada perbedaan lingkungan, perbedaan suasana antara di rumah dengan di pondok pesantren. 3) faktor penyebab santri kehilangan barang adalah karena banyaknya penghuni pondok sehingga menyebabkan secara tidak sengaja barang menjadi tertukar, keteledoran santri dalam merawat barang pribadi. 4) yang dilakukan santri saat tidak betah adalah santri melapor kepada ustadz kemudian ustadz akan memberikan motivasi. 5) Sedangkan untuk masalah kehilangan barang maka santri akan langsung mencari barang yang hilang, jika belum ketemu maka santri akan melapor kepada ustadz. Selanjutnya ustadz akan membantu mencarikan barang yang hilang. Data-data awal diatas didukung oleh peneliti sebelumnya yaitu Sutris (2008) yang sejak tahun 1998 mengelola pondok pesantren. Didapatkan data bahwa hampir 75% siswa yang tinggal di pondok pesantren adalah kemauan dari orangtua bukan dari santri itu sendiri. Akibatnya, dibutuhkan waktu yang lama (rata-rata 4 bulan) untuk siswa dalam menyesuaikan diri masuk kedalam konsep pendidikan pondok yang integratif. Selain itu, hasil penelitian dari Yuniar, Zainul dan Tri (2005) di pondok pesantren Assalam Sukoharjo menunjukkan setiap tahun 5% - 10% santri mengalami mutasi. Hal ini mengindikasikan bahwa permasalahan 5

yang dihadapi santri yang tinggal di pondok pesantren lebih beragam dibandingkan dengan santri yang tidak tinggal di pondok pesantren. Dilihat dari sudut pandang psikologi positif, sebuah permasalahan yang mengandung tekanan, seperti bencana alam, penyakit kanker, maupun korban perang pun memiliki aspek perubahan positif (Linley & Stephen, 2004). Hal tersebut mengandung pengertian bahwa setiap permasalahan yang memberikan tekanan sebesar apapun tidak selalu berdampak negatif. Psikologi positif meyakini bahwa setiap pengalaman negatif juga dapat memberikan perubahan positif bagi individu yang mengalaminya. Mekanisme dari perubahan positif tersebut terjadi karena setiap individu mempunyai potensi untuk tumbuh dari pengalaman negatif dalam hidupnya. Kehidupan santri di pondok pesantren dalam bimbingan ustadz, ustadzah dan pengawasan pengasuh pondok pesantren mendukung pernyataan-pernyataan di atas bahwa perubahan positif dapat terjadi pada setiap kejadian yang menimbulkan tekanan. Ternyata, permasalahan yang dihadapi santri dalam kesehariannya tersebut tidak selalu berdampak negatif karena sebagian besar santri mampu melewati permasalahan tersebut dan berhasil menyelesaikan pendidikannya di pondok pesantren dengan baik. Beberapa diantaranya juga dapat berprestasi dan menjadi tokoh-tokoh berpengaruh di Indonesia, seperti Presiden ke 4 Indonesia, Dr. KH Abdurrahman Wahid yang diketahui berasal dari keluarga yang hidup di lingkungan pesantren. Selain itu, sebuah media massa memberitakan bahwa salah satu santri Pesantren Tebuireng, Jawa Timur lolos di ajang olimpiade sains internasional bidang matematika di Singapura 6

(www.tebuireng.org, 16 September 2014). Fakta-fakta tersebut membuktikan bahwa hidup di naungan pondok pesantren yang penuh dengan permasalahan tidak tentu berdampak negatif bagi santri. Permasalahan yang dihadapi justru menjadikan santri tumbuh secara positif. Untuk dapat memecahkan masalah, diperlukan suatu proses berpikir tingkat tinggi, seperti pemecahan masalah. Keterampilan pemecahan masalah yakni suatu keterampilan seorang individu dalam menggunakan kognisinya sehingga individu mampu untuk memecahkan suatu permasalahan melalui berbagai cara antara lain pengumpulan fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternatif pemecahan dan memilih pemecahan masalah yang paling efektif (Uno, 2007). Diharapkan santri dapat memiliki keterampilan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, sehingga santri dapat lebih mudah dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi pada tahun pertama tinggal di pondok pesantren. Fenomena tersebut mendorong peneliti untuk meneliti bagaimana dinamika psikologi dalam keterampilan memecahkan masalah pada santri di tahun pertama memasuki pondok pesantren. Dengan rumusan masalah tersebut maka peneliti memfokuskan pada : keterampilan memecahkan masalah santri pada tahun pertama di pondok pesantren. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan persepsi santri tentang pondok pesantren, keterampilan memecahkan permasalahan santri pada tahun pertama di pondok pesantren, faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan memecahkan masalah santri pada 7

tahun pertama di pondok pesantren, dan dampak bagi santri saat mendapatkan berbagai permasalahan pada tahun pertama di pondok pesantren. Manfaat dalam penelitian ini adalah memperkaya ilmu pengetahuan atau wawasan khususnya tentang keterampilan memecahkan masalah pada santri di tahun pertama memasuki pondok pesantren ditinjau dari psikologi pendidikan. Kemudian memberikan manfaat bagi informan agar mulai mengasah keterampilan memecahkan masalah dalam memasuki pondok pesantren sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas santri dan juga dapat memenuhi harapan pondok pesantren. Lalu memberikan wawasan bagi pihak sekolah maupun pondok pesantren dalam mengasah keterampilan memecahkan masalah santri pada tahun pertama di pondok pesantren. Penelitian ini dilakukan atas dasar beberapa peneliti sebelumnya yang mengkaji tentang keterampilan memecahkan masalah. Hasil penelitian dari Dogru (2008) menunjukkan bahwa ilmu pengajaran yang didasarkan pada pemecahan masalah dapat meningkatkan keterampilan dari calon guru, meningkatkan sikap calon guru terhadap pemecahan masalah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah pada penelitian ini subjek yang digunakan adalah calon guru yakni 102 mahasiswa Universitas Gazi, Fakultas Pendidikan. Sedangkan pada penelitian penulis subjek yang digunakan adalah santri pada tahun pertama di pondok pesantren. Penelitian lainnya yang terkait adalah dari Yigiter (2013) hasil penelitian ini adalah jenis kelamin tidak memberikan pengaruh dalam hal pemecahan masalah, tidak ada perbedaan antara remaja yang rajin berolahraga dan remaja 8

yang mengikuti kegiatan sosial dengan pemecahan masalah. Hal yang membedakan penelitian ini dengen penelitian penulis adalah pada penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional dan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Sedangkan pada penelitian penulis menggunakan penelitian kualitatif dan menggunakan fenomenologi. Penelitian selanjutnya berasal dari Nindya (2012) yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara dukungan teman sebaya dengan kemampuan pemecahan masalah. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif sedangkan penulis menggunakan penelitian kualitatif. Selain itu peneliti menggunakan subjek yaitu santriwati pengurus organisasi sedangkan penulis menggunakan subjek yaitu santri yang tinggal di pondok pesantren pada tahun pertama. 9