I. PENDAHULUAN. regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan obat-obatan. terlarang di seluruh dunia tidak pernah kunjung berkurang,

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan, perdagangan gelap narkotika merupakan permasalahan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Narkotika sendiri merupakan barang yang tidak lagi dikatakan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan

I. PENDAHULUAN. organisasi/perusahaan swasta, baik yang berupa surat-surat, barang-barang

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan secara terus menerus usaha usaha dibidang pengobatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal. tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

I. PENDAHULUAN. Petasan merupakan peledak yang berdaya ledak rendah atau low explosive.

I. PENDAHULUAN. Penyelenggara pemerintahan mempunyai peran penting dalam tatanan (konstelasi)

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

I. PENDAHULUAN. keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. tanpa ada satu pun aparat keamanan muncul untuk mengatasinya. Selama ini publik Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan obat-obatan terlarang di seluruh dunia tidak pernah kunjung berkurang, Secara umum permasalahan obat-obatan terlarang dapat dibagi menjadi tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkoba secara gelap ( illicit drug production), adanya perdagangan gelap narkoba (illicit trafficking) dan adanya penyalahgunaan narkotika (drug abuse). Ketiga hal itulah sesungguhnya menjadi target sasaran yang ingin diperangi oleh masyarakat internasional dengan Gerakan Anti Madat Sedunia (Erwin Mappaseng, 2002: 2). Kecenderungan kejahatan atau penyalahgunaan narkotika mengalami peningkatan karena pengaruh kemajuan teknologi, globalisasi dan derasnya arus informasi. Selain itu adanya keinginan para pelaku untuk memperoleh keuntungan yang besar dalam jangka waktu cepat dalam situasi ekonomi yang memburuk seperti sekarang ini, diprediksikan akan mendorong munculnya pabrik-pabrik gelap baru dan penyalahgunaan narkotika lain akan semakin marak di masa mendatang. Kondisi ini tentunya menjadi keprihatinan dan perhatian semua pihak baik pemerintah, LSM dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk mencari jalan penyelesaian yang paling baik guna mengatasi permasalahan

2 Narkoba ini sehingga tidak sampai merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah nasional, karena berdampak negatif yang dapat merusak serta mengancam berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara serta dapat menghambat proses pembangunan nasional. Maraknya penyalah gunaan narkotika tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Menurut data Badan Narkotika Nasional, sampai dengan tahun 2010 terdapat sebanyak 3.265.344 pengguna narkotika di seluruh Indonesia (www.bnn.go.id. Diakses Rabu, 19 Oktober 2011) Bahaya penyalahgunaan narkotika berpangkal dari mengkonsumsi bahan atau jenis obat-obatan terlarang harus ditanggulangi. Hal ini disebabkan karena dampak yang ditimbulkan karena penyalah gunaan obat-obatan terlarang akan merusak mental dan fisik individu yang bersangkutan dan dapat meningkat pada hancurnya kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Kejahatan dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan dan telah berada pada ambang mengkhawatirkan apabila tidak segera ditanggulangi melalui penegakan hukum yang tegas dan komprehensif. Menyadari bahwa penyalahgunaan narkotika ini sama halnya dengan penyakit masyarakat lainnya seperti perjudian, pelacuran, pencurian dan pembunuhan yang sulit diberantas atau bahkan dikatakan tidak bisa dihapuskan sama sekali dari muka bumi, maka apa yang dapat dilakukan secara realistik hanya cara menekan

3 dan mengendalikan sampai seminimal mungkin angka penyalahgunaan narkotika serta bagaimana kita melakukan upaya untuk mengurangi bahaya yang diakibatkan oleh penyalahgunaan narkotika ini. Penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan masalah yang sangat kompleks, sehingga diperlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan konsisten. Perangkat pelaksana penanggulangan penyalahgunaan narkotika di Indonesia pada dasarnya telah dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Pelaksana Instruksi Presiden ( Bakolak Inpres) Nomor 6/1971 sebagai focal point. Dengan semakin maraknya perdagangan gelap dan penyalahgunaan narkotika pada masa krisis ekonomi (1997 1999), maka Pemerintah pada masa reformasi merasa perlu untuk merevisi Lembaga Bakolak Inpres Nomor 6/1971 sekaligus memperkuat posisinya sebagai lembaga yang berada langsung dibawah Presiden dan dipimpin oleh Kapolri. Badan baru yang bernama Badan Koordinasi Narkotika Nasional (Selanjutnya disingkat BKNN) ini mulai bekerja aktif sejak tahun 2000 dan mengambil alih fungsi Bakolak Inpres Nomor 6/1971 termasuk menjadi focal point kerjasama ASEAN di bidang penanggulangan bahaya narkoba ( Dharana Lastarya, 2006: 5). BKNN memiliki fungsi koordinatif, dari susunan komposisi personelnya terlihat dengan jelas bahwa badan ini bersifat lintas sektoral. Walaupun tidak memiliki wewenang yang luas seperti penangkapan, penyitaan dan penuntutan yang dilakukan DEA ( Drug Enforcement Administration) dan badan badan sejenis di

4 beberapa negara ASEAN lain, namun diharapkan BKNN dapat bertindak sebagai lokomotif pemberantasan narkoba di Indonesia. Setelah berjalan kurang lebih 2 (dua) tahun, BKNN masih juga dirasakan kurang representatif dan kurang mampu melaksanakan kinerja secara maksimal, dan dari berbagai kalangan masyarakat menuntut agar lebih operasional, maka berdasarkan hal itulah Presiden merubah keputusannya yang dituangkan dalam Keppres RI Nomor 17 Tahun 2002, tanggal 22 maret 2002 menjadi Badan Narkotika Nasional (BNN). Selain itu pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2002 tentang Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba yang menginstruksikan kepada para Menteri, Panglima TNI, Jaksa Agung RI, Kapolri, Kepala Lembaga Departemen dan Non Departemen, Kepala Kesekretariatan Tertinggi/Tinggi Negara, Para Gubernur sampai kepada para Bupati/Walikota, agar dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di lingkungannya selalu berkoordinasi dengan Ketua Badan Narkotika Nasional. Menurut Pertimbangan huruf (c) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Selanjutnya menurut huruf (d), tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi

5 yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Bahaya penyalahgunaan obat-obatan terlarang berpangkal dari mengkonsumsi bahan atau jenis obat-obatan terlarang harus ditanggulangi. Hal ini disebabkan karena dampak yang ditimbulkan karena penyalahgunaan obat-obatan terlarang akan merusak mental dan fisik individu yang bersangkutan dan dapat meningkat pada hancurnya kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Kejahatan dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia menunjukkan perkembangan yang signifikan dan telah berada pada ambang mengkhawatirkan jika tidak ditanggulangi melalui penegakan hukum yang tegas dan komprehensif. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan dewasa ini dilakukan oleh para pelaku yang berstatus sebagai narapidana atau warga binaan Lembaga Pemasyarakatan. Salah satu contoh kasusnya adalah kasus yang dilakukan oleh Terdakwa Ridwan warga jalan Imam Bonjol kelurahan gedong Air kecamatan Tanjungkarang Barat (TkB) Bandarlampung, Teddy Sanjaya warga jalan Selagai kecamatan Metro Timur Kota Metro, Sardi alias Bewok warga desa Karya Tunggal Babatan kecamatan Ketibung Lampung Selatan, bakal lama mendekam dipenjara, pasalnya JPU dalam tuntutannya meminta agar Majelis hakim menghukum terdakwa Ridwan dan Teddy Sanjaya selama Enam tahun, enam bulan penjara, sedangkan

6 Sardi selama enam tahun penjara, denda Rp1 milyar subsider tiga bulan kurungan. Karena terbukti terlibat dalam penyalagunaan peredaran narkoba jenis ganja didalam lapas rajabasa. Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa merugikan masa depan bangsa dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan Narkoba, sedangkan yang meringankannya, sopan dalam persidangan. Fakta persidangan ketiga terdakwa yang merupakan narapidana penghuni lapas Rajabasa dan masih menjalani hukuman, terlibat dalam peredaran ganja seberat 18 gram di Lapas Rajabasa. Atas tuntutan tersebut ketiga terdakwa itu akhirnya pledoi secara lisan, ia meminta agar majelis hakim memberikan keringanan, mengingat ketiganya memiliki tanggungungan keluarga, dan menyesali perbuatannya. Setelah JPU membacakan tuntutan tersebut, akhirnya Majelis hakim menutup sidang dan dilanjutkan pecan mendatang dengan agenda putusan (Sumber: www.lampungekspresnews.com. 14122010. Diakses 12 Oktober 2011). Berdasarkan uraian di atas, penulis akan melakukan penelitian mengenai upaya penanggulangan peredaran gelap narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Penelitian ini akan dilaksanakan pada Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa Bandar Lampung. B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang maslah, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

7 a. Bagaimanakah upaya penanggulangan peredaran gelap narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan? b. Faktor-faktor apakah yang menghambat upaya penanggulangan peredaran gelap narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup kajian penelitian ini adalah hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan upaya penanggulangan peredaran gelap narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan faktor-faktor yang menghambat upaya penanggulangan peredaran gelap narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui upaya penanggulangan peredaran gelap narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat upaya penanggulangan peredaran gelap narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan 2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut: 1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya khazanah ilmu hukum pada umumnya dan kajian ilmu hukum

8 pidana pada khususnya yang berhubungan dengan upaya penanggulangan peredaran gelap narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan dan kontribusi positif bagi institusi penegak hukum, khususnya kepolisian dalam rangka memaksimalkan pelaksanaan tugasnya yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dan menegakkan hukum. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Menurut Soerjono Soekanto ( 1986: 73), kerangka teoritis merupakan abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian hukum. Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Teori Penanggulangan Tindak Pidana Menurut Sudarto (1983: 109), penanggulangan tindak pidana atau kejahatan disebut dengan kebijakan kriminal ( criminal policy), yaitu usaha untuk menanggulagi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-

9 undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang Penggunaan hukum pidana merupakan penanggulangan suatu gejala dan bukan suatu penyelesaian dengan menghilangkan sebab-sebabnya dengan kata lain sanksi hukum pidana bukanlah merupakan pengobatan kausatif tetapi hanya sekedar pengobatan simptomatik. Upaya menanggulangi kejahatan (politik kriminal) dapat menggunakan dua sarana: a) Kebijakan Pidana dengan Sarana Penal. Sarana penal adalah penggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada pelanggar. b) Kebijakan Pidana dengan Sarana Non Penal Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan 2. Teori Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Menurut Soerjono Soekanto (1983: 7), penegakan hukum yang baik ialah apabila sistem peradilan pidana bekerja secara obyektif dan tidak bersifat memihak serta memperhatikan dan mempertimbangkan secara seksama nilainilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Penegakan hukum bukan

10 semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang menghambat yaitu sebagai berikut: (1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum) Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum. (2) Faktor penegak hukum Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat serta harus diaktualisasikan. (3) Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan perana semestinya. (4) Faktor masyarakat Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan

11 bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. (5) Faktor Kebudayaan Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perunda ng-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, akan semakin mudah menegakannya. b. Konseptual Menurut Soekanto (1986: 112), konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan definisi tersebut maka peneliti akan melakukan analisis pokok-pokok bahasan dalam penelitian ini dan memberikan batasan pengertian yang berhubungan dengan judul Skripsi: Upaya Penanggulangan Peredaran Gelap Narkotika Di Dalam Lembaga Pemasyarakatan. Batasan pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Upaya menanggulangi kejahatan adalah kebijakan kriminal sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana (penal) maupun non hukum pidana (nonpenal), yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan

12 pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang (Sudarto, 1983: 109). 2. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 Ayat 1 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia). Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2). 3. Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh pelaku, dimana penjatuhan hukum terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum (Lamintang, 1996: 32). 4. Peredaran adalah setiap atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan [Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika]. Perdagangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka pembelian dan/atau penjualan, termasuk penawaran untuk menjual narkotika, dan kegiatan lain berkenaan dengan pemindahtanganan narkotika dengan memperoleh imbalan. [Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika].

13 E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut: I PENDAHULUAN Bab ini berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori dan Konseptual serta Sistematika Penulisan. II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tinjauan pustaka yang digunakan dalam skripsi, meliputi pengertian kebijakan kriminal, Kepolisian Republik Indonesia, tindak pidana dan narkotika dan lembaga pemasyarakatan. III METODE PENELITIAN Bab ini berisi metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi, terdiri dari Pendekatan Masalah, Sumber Data, Penentuan Populasi dan Sampel, Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data serta Analisis Data. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi berisi penyajian dan pembahasan data yang telah didapat dari hasil penelitian, terdiri dari upaya penanggulangan peredaran gelap narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan faktor-faktor yang menghambat upaya penanggulangan peredaran gelap narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan

14 V PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian, demi perbaikan di masa yang akan datang DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN