RESPON ESTRUS DOMBA GARUT BETINA PADA PERLAKUAN LASERPUNTUR DENGAN FASE REPRODUKSI YANG BERBEDA

dokumen-dokumen yang mirip
APLIKASI TEKNOLOGI LASERPUNKTUR DALAM MENINGKATKAN LIBIDO PEJANTAN DOMBA GARUT (Ovis Aries)

TINGKAT PENCAPAIAN SIKLUS BIRAHI PADA KAMBING BOERAWA DAN KAMBING KACANG MELALUI TEKNOLOGI LASER PUNKTUR

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

PENGARUH WAKTU PENAMPUNGAN SEMEN TERHADAP GERAKAN MASSA SPERMATOZOA DAN TINGKAH LAKU KOPULASI PEJANTAN DOMBA GARUT

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

M. Rizal Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon ABSTRAK

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

STIMULASI LASER SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK INDUKSI ESTRUS PADA KAMBING BLIGON LASER STIMULATION AS AN ALTERNATIVE FOR ESTRUS INDUCTION ON BLIGON GOATS

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA

ONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Berahi pada Generasi Pertama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

PENYEREMPAKAN BERAHI DENGAN MENGGUNAKAN CIDR PADA DOMBA RAKYAT DI KECAMATAN NAGRAG

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

ABSTRACT. Key words: Ongole Offspring, Estrous, Estrous Synchronization, PGF 2 α, Parities

BAB IV DIAGNOSA KEBUNTINGAN

BAB I. PENDAHULUAN A.

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

INSEMINASIBUATAN PADADOMBA

PENYERENTAKAN'BIRARI DADA DOMBA BETINA - St. CROIX

Siklus Estrus Induk Kambing Peranakan Boer F1 Dengan Perlakuan Penyapihan Dini Pada Masa Post Partum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

PEMANFAATAN LARUTAN IODIN POVIDON SEBAGAI HORMON STIMULAN GERTAK BERAHI KAMBING SECARA ALAMIAH

HASlL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

PEMACUAN KEAKTIFAN BERAHI MENGGUNAKAN HORMON OKSITOSIN PADA KAMBING DARA ESTRUS ACTIVITY INDUCTION OF YOUNG GOAT BY OXYTOCIN

POLA ESTRUS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE DIBANDINGKAN DENGAN SILANGAN SIMMENTAL-PERANAKAN ONGOLE. Dosen Fakultas Peternakan UGM

LAPORAN PROGRAM PENERAPAN IPTEKS

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

IDENTIFIKASI KADAR HEMOGLOBIN DARAH KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA DALAM KEADAAN BIRAHI

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

PENYERENTAKAN BERAHI DENGAN PROGESTERON DALAM SPONS PADA TERNAK DOMBA DI KABUPATEN CIANJUR

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

Pengaruh Waktu Pemberian Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) terhadap Jumlah Korpus Luteum dan Kecepatan Timbulnya Berahi pada Sapi Pesisir

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

Pengaruh Pemberian Pakan Flushing dan Non Flushing terhadap Intensitas Birahi dan Angka Kebuntingan Induk Sapi Potong

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

SINKRONISASI ESTRUS MELALUI MANIPULASI HORMON AGEN LUTEOLITIK UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BALI DAN PO DI SULAWESI TENGGARA

KARAKTERISTIK LENDIR VAGINA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) SETELAH SINKRONISASI ESTRUS DENGAN PROSTAGLANDIN KADEK DWI SETIAWAN

SCREENING IBR DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT UNTUK PENGENDALIAN GANGGUAN REPRODUKSI SAPI PO DI DAERAH INTEGRASI JAGUNG-SAPI. Bogor, 8-9 Agustus 2017

5 KINERJA REPRODUKSI

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TAMPILAN BIRAHI KAMBING LOKAL YANG BERBEDA UMUR HASIL SINKRONISASI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2 DI KABUPATEN BONE BOLANGO

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

GAMBARAN ULTRASONOGRAFI OVARIUM KAMBING KACANG YANG DISINKRONISASI DENGAN HORMON PROSTAGLANDIN F 2 ALFA (PGF 2 α) DOSIS TUNGGAL

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),

Transkripsi:

RESPON ESTRUS DOMBA GARUT BETINA PADA PERLAKUAN LASERPUNTUR DENGAN FASE REPRODUKSI YANG BERBEDA Herdis Pusat Teknologi Produksi Pertanian Deputi Bidang TAB BPPT Gd. BPPT II lt. 16 Jl. M.H. Thamrin no. 8 Jakarta Pusat E-mail : kangherdis@yahoo.co.id. Abstract The research was carried out to assess the technology of laserpuncture for estrous synchronization of ewes in different phase reproduction. The results of the research showed that the treatment of laserpuncture at 17 reproduction accupoints during the luteal phase and at anytime perform 100% and 95% of oestrous, respectively. It indicates that the laserpunktur technology is capable to generates a synchronization of oestrus in ewes. There was no significant difference of oestrus response which observed from both of treatments at luteal phase or at any time. It is concluded that the laserpuncture technology is one of alternative technology for estrous synchronization beside hormone treatment. Kata kunci : respon estrus, laserpunktur, domba garut betina 1. PENDAHULUAN Domba garut merupakan plasma nutfah domba Indonesia yang sangat potensial untuk dikembangkan. Domba garut betina mempunyai berat badan sekitar 30-40 kg. Domba garut tidak mengenal musim kawin dan mempunyai sifat dapat melahirkan anak kembar dua ekor atau lebih (Adiati et al., 2001; Hastono et al., 2001; Qomariyah et al.,2001; Rizal et al. 2003: Herdis, et al.,2005 ) Dalam pengembangbiakan domba garut masalah utama yang menjadi kendala adalah terbatasnya pejantan unggul dan potensi reproduksi domba garut betina yang belum dimanfaatkan secara optimal. Penerapan bioteknologi seperti teknologi sinkronisasi estrus pada domba betina merupakan alternatif tepat guna dalam mengatasi masalah tersebut. Sinkronisasi estrus adalah teknik pengendalian siklus estrus sehingga periode estrus dapat terjadi secara serentak pada waktu yang hampir bersamaan. Keuntungan dari sinkronisasi estrus antara lain meningkatkan efisiensi reproduksi, penyesuaian produksi dengan kebutuhan pasar serta menekan biaya IB karena para inseminator tidak perlu sering mendatangi setiap peternak. Sinkronisasi estrus merupakan salah satu cara untuk memudahkan manajemen pemeliharaan pada domba dan kambing, sehingga efisiensi reproduksi dan efisiensi tenaga kerja dapat dipertahankan. (Herdis, 2006) Beberapa metode sinkronisasi estrus telah dilaporkan antara lain dengan menggunakan metode hormonal seperti hormon prostaglandin F 2α (PGF 2α ) dan hormon progesteron (Herdis dan Kusuma, 2003) serta secara biologis dengan menghadirkan pejantan secara mendadak pada betina-betina yang sebelumnya diisolasi dalam waktu tertentu (Yasa, 2003). Alternatif metode lain yang telah dilaporkan adalah sinkronisasi estrus dengan memanfaatkan teknologi akupunktur. Menurut Lin et al. (2001) beberapa penelitian membuktikan bahwa perlakuan akupunktur efektif dapat mengatasi masalah reproduksi dan bebas dari efek samping. Stimulasi terhadap titik tertentu yang berhubungan dengan reproduksi secara signifikan mempengaruhi hormon seks seperti luteinizing Hormone (LH), Folicle Stimulating Hormon (FSH), estradiol dan progesteron dalam plasma. Perlakuan akupunktur diketahui dapat menstimulir ovarium dalam proses steroidogenesis atau berpengaruh terhadap fungsi reproduksi melalui paracrine dan autocrine patways. Penerapan akupunktur dengan menerapkan sinar laser (laserpunktur) sebagai sumber rangsangan dalam bidang reproduksi telah di terapkan pada beberapa ternak. Menurur Adikara (2001) laser yang merupakan akronim dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation telah dikembangkan dalam dunia kesehatan dan Respon Estrus Domba Garut...(Herdis) 171

kedokteran sejak tiga dasawarsa terakhir. Penelitian membuktikan bahwa laser berkekuatan rendah yang digunakan untuk laserpunktur (5 mw sampai 30 mw) terbukti dapat meningkatkan aktifitas jaringan seperti peningkatan hormon dan enzim jaringan. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan laserpunktur dapat memperbaiki sistem vaskuler, endokrin dan berbagai sistem tubuh lainnya (Hardjatno, 2001 Umumnya teknologi laserpunktur menggunakan laser helium-neon berkekuatan rendah (He-Ne) dan laser karbon dioksida (CO 2 ). Laser ini termasuk kedalam soft laser yang tidak menimbulkan radiasi namun hanya memberikan stimulasi). Menurut Susan et al. (2001) laserpunktur merupakan metode terapetik dengan menggunakan cahaya laser sebagai sumber rangsangan pada titik akupunktur. Aplikasi laserpunktur untuk sinkronisasi estrus telah dilaporkan pada sapi (Susan, 2001), dan pada kerbau (Guntoro dan Yasa, 2002). Pada ternak jantan perlakuan laserpunktur telah dilaporkan dapat meningkatkan libido ternak domba garut (Herdis, 2010). Melihat besarnya manfaat penerapan sinkronisasi estrus dalam meningkatkan efisiensi reproduksi domba betina serta mengetahui potensi teknologi laserpunktur untuk bidang reproduksi, maka dilakukan penelitian pengaruh aplikasi laserpunktur untuk sinkronisasi estrus. Tujuan penelitian untuk mengkaji pemanfaatan teknologi laserpunktur untuk sinkronisasi estrus induk betina domba garut pada fase reproduksi yang berbeda. Hasil penelitian diharapkan dapat manjadi masukan dalam mendukung pengembangan teknologi sinkronisasi estrus sehingga dapat membantu mengembangkan potensi reproduksi domba garut betina untuk meningkatkan populasi dan produktivitas ternak domba secara aktip progresif. 2. BAHAN DAN METODE 2.1. Bahan Penelitian menggunakan hewan percobaan sebanyak 74 ekor domba garut betina berumur sekitar 2 3 tahun dengan berat badan sekitar 30 kg. Domba garut betina dikandangkan dalam kandang kelompok. Masing-masing kandang terdiri dari lima ekor domba betina. Pakan yang diberikan berupa hijauan rumput segar dan leguminosa sekitar 4 kg per ekor per hari, sedangkan konsentrat diberikan sekitar 0,3 kg per ekor per hari. Bahan-bahan yang digunakan terdiri atas hormon progesteron (CIDR), KY jelly, alkohol, kapas, tissu dll. Sedangkan peralatan yang digunakan pada penelitian antara lain laserpunktur berkekuatan 50 Hz listrik 220 volt power supply yang ditimbulkan 10 mw, gas laser Helium-Neon (soft laser) dengan panjang gelombang 6328 o A, kapasitas sinar 400 jam, stabilizer, heat detector, apron, vaginnoscop dll. 2.2. Metode Hewan percobaan dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok perlakuan laserpunktur tanpa melihat fase estrus dan kelompok perlakuan laserpunktur pada fase luteal. Guna mendapatkan kondisi fase luteal dilakukan sinkronisasi estrus dengan menggunakan controll internal drugs release (CIDR-G, Eazi-Breed, New Zealand) yang mengandung 0,3 g progesteron di implan dalam vagina selama 12 hari (Herdis dan Kusuma, 2003). Perlakuan laserpunktur dikerjakan pada hari ke-7 setelah timbulnya estrus. Perlakuan laserpunktur dilakukan tiga kali selama tiga hari berturut-turut selang waktu 24 jam pada 17 titik reproduksi (Adikara, 2000) masing-masing 20 detik yakni : 1. Titik Ming-Meng / estrus (tunggal) terletak di daerah dorsal dari persendian vet. lumbal II dengan vet. lumbal III (sebagai general point). Rangsangan pada titik ini akan meningkatkan aktivitas kelenjar hypofisa. 2. Titik Shen Yu / Ovarium (dexter dan sinister) terletak di daerah dorsal antara processus transversus dari vet. lumbal I- II - III. Rangsangan pada titik ini akan meningkatkan aktivitas ovarium dalam hal pembentukkan folikel dan pembentukan hormon reproduksi. 3. Titik Oviduk (dexter dan sinister) terletak di daerah dorsal antara processus transversus dari vet. lumbal III-IV-V-VI. Rangsangan pada titik ini akan menghindari sistik ovari dan hipofungsi ovari. 4. Titik cervik uteri (dexter dan sinister) terletak di daerah ujung atas os ileum. Rangsangan pada titik ini akan mengoptimalkan servik uteri pada kejadian estrus dimana akan membuka untuk keluarnya lendir berahi.. 5. Titik Hormonal (tunggal) terletak di daerah dorsal dari persendian sacro-coccygea. Rangsangan pada titik ini akan meningkatkan produksi hormon prostaglandin dari dalam tubuh. 6. GV-1 satu buah titik akupunktur terletak di atas vulva dan dua buah titik akupunktur terletak di sisi kiri dan kanan pertengahan vulva. Parameter yang dievaluasi pada penelitian yang dilakukan terdiri atas pengamatan estrus, 172 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13, No. 3, Desember 2011 Hlm.171-176

yakni persentase timbulnya estrus, kualitas estrus dan kondisi servik yang diamati dengan menggunakan vaginoskop dan pengamatan kekentalan lendir estrus menggunakan detektor estrus. Pengamatan estrus untuk mengetahui pengaruh laserpunktur mulai dilakukan setelah aplikasi laserpunktur terakhir setiap empat jam sekali selama tiga hari pengamatan. Persentase timbulnya estrus. Persentase estrus dihitung dengan cara membagi jumlah domba betina yang estrus dibagi jumlah domba betina yang diberi perlakuan. Kualitas estrus. Evaluasi kualitas estrus dilakukan dengan melihat tanda-tanda estrus pada organ reproduksi betina yakni vulva merah, bengkak, hangat dan basah atau ada tidaknya lendir keluar serta tingkah laku domba betina yang menaiki domba lain atau diam apabila dinaiki jantan pengusik. Tanda lain yang diamati adalah kondisi servik yang diamati dengan menggunakan vaginoskop. Kualitas estrus dievaluasi dengan sistem skoring dengan memberi pembobotan pada setiap gejala estrus (Toelihere, 1993). Pembobotan yang digunakan pada penelitian adalah: tingkah laku menaiki dan diam dinaiki (50%), lendir estrus (20%), kebengkakan vulva (10%), warna vulva (10%) dan suhu vulva (10%). Sistem skor yang digunakan adalah : - Warna Vulva skor 1 = tidak ada reaksi. 2 = sedikit merah 3 = merah 4 = merah sekali - Bentuk Vulva skor 1 = tidak ada reaksi. 2 = sedikit bengkak 3 = bengkak 4 = bengkak sekali - Lendir Vulva skor 1 = tidak ada reaksi. 2 = sedikit lendir 3 = banyak 4 = banyak sekali - Suhu Vulva skor 1 = tidak ada reaksi. 2 = sedikit hangat 3 = hangat 4 = hangat sekali - Tingkah laku betina : 1 = tidak ada reaksi terhadap jantan pemancing. 4 = diam bila dinaiki atau menaiki domba lain. Evaluasi kekentalan lendir estrus dilakukan dengan menggunakan Estrous Detector buatan Draminski Electronics in Agriculture. Alat ini terdiri dari probe dengan ujung terdapat dua elektroda yang paralel satu dengan yang lainnya untuk pengukuran tahanan vagina, diperlengkapi bagian elektronik yang dilengkapi layar untuk pembacaan hasil serta handle yang dilengkapi batere standard 9 volt. Prinsip pengukuran tahanan vagina didasarkan prinsip bahwa voltase yang dialirkan melalui dinding vagina sebagai respon aliran arus listrik pada frekuensi tertentu dengan rumus V=IR dimana V adalah voltase, I adalah arus yang dialirkan dan R adalah tahanan dari bagian yang diukur sebagai respon aliran arus yang diberikan (Rezak et al. 2001). Teknik pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan probe ke dalam vagina, setelah beberapa saat dilakukan pengukuran dengan menekan tombol beberapa saat sampai angka pada layar menunjukkan angka yang stabil. Skala pengukuran dinyatakan dengan unit dengan kisaran 0 1990 unit dengan skala terkecil 10 unit (Setiadi dan Aepul, 2010) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan hampir semua domba betina yang diberi perlakuan laserpunktur selama tiga kali menunjukkan respon estrus yang baik, ditandai oleh timbulnya semua parameter kualitas estrus. Pada kelompok perlakuan laserpunktur pada fase luteal, 100% betina sampel timbul estrus sedangkan pada kelompok perlakuan tanpa melihat fase, semua domba betina menunjukkan respon estrus namun hanya 95% betina yang menunjukkan gejala diam apabila dinaiki pejantan pemancing. Hasil yang diperoleh tidak berbeda dengan penelitian Guntoro dan Yasa (2002) yang melakukan sinkronisasi estrus pada kambing dengan persentase timbulnya estrus berturut-turut 100%; 90,8% dan 92%, sedangkan pada kerbau diperoleh hasil 90,6% menunjukkan gejala estrus. Sebagai pembanding, hasil sinkronisasi estrus menggunakan metode hormonal berupa CIDR menunjukkan keberhasilan estrus sebesar 100% (Herdis dan Kusuma, 2003). Susan et al. (2001) mengungkapkan perlakuan elektroakupunktur pada titk Bai hui dan GV-1 berhasil mengatasi 167 kasus infertilitas pada sapi dan kuda betina dan siklus estrus normal terjadi 90,8% pada sapi yang diberi perlakuan elektroakupunktur. Menurut Lin et al. (2001) titik akupunktur utama yang digunakan untuk mengatasi anestrus adalah titik Bai Hui (garis tengah tulang punggung antara proc.spvert. lumbal terakhir dan sacrum 1), Wai Gen/ GV-2 (dorsal persendian sacrococcygea), GV-1 (diatas vulva), BL-23 (antara proc. transv. vert. lumbalis 2-3 dexter dan sinester), BL-25 (antara proc. transv. vert. lumbalis 4-5 dexter dan sinester) dan Yan Chi Respon Estrus Domba Garut...(Herdis) 173

Tabel 1 menunjukkan respon estrus domba garut pada perlakuan laserpunktur Tabel 1. Respon estrus domba garut betina pada sinkronisasi estrus laserpunktur dengan fase reproduksi yang berbeda Parameter yang diamati Tanpa melihat fase estrus Fase luteal - Respon timbul estrus 95% 100% - Lama estrus (jam) 27,50 ± 3,50 27,44 ± 7,13 - Kualitas estrus (skor) Hari- 1 1,01 ± 0,11 1,03 ± 0,08 Hari- 2 1,22 ± 0,04 1,24 ± 0,12 Hari- 3 1,65 ± 0,11 1,56 ± 0,09 Saat estrus 3,84 ± 0,25 3,89 ± 0,23 - Detektor estrus (unit) Hari- 1 417 ± 78 453 ± 75 Hari- 3 384 ± 79 390 ± 48 Hari- 5 470 ± 82 403 ± 99 Pada ternak yang sehat kejadian anestrus berhasil diatasi dengan elektro ekupunktur pada titik akupunktur Bai Hui dan Wai Gen atau titik akupunktur BL-23 dan BL-25. Namun demikian apabila kejadian anestrus tidak disebabkan faktor bawaan maka faktor nutrisi,lingkungan dan manajemen pemeliharaan sangat perlu diperhatikan. Hasil penelitian Adikara (2000) menyimpulkan dari 48 ekor domba lokal yang diberi perlakuan laserpunktur pada delapan titik reproduksi yakni titik Mingmen, titik ovarium, titik oviduk, titik uterus dan titik puncak mampu menghasilkan sinkronisasi berahi sebesar 96%. Menururt Kothbauer dan Vanengelenburg (2001) rangsangan pada titik BL 22 (antara proc. transv. vert. lumbalis 2-3 dexter dan sinester), BL 23 (antara proc. transv. vert. lumbalis 3-4 dexter dan sinester) dan GB-26 dapat meningkatkan fungsi ovari sapi dan menolong terjadinya siklus estrus yang normal. Kualitas estrus dievaluasi dengan menggunakan sistim skor yang diberi pembobotan pada masing-masing gejala estrus. Pembobotan dilakukan karena kualitas estrus merupakan satu kesatuan gejala estrus yang tidak dapat di pisahkan satu sama lainnya. Pembobotan paling besar (50%) diberikan pada gejala diam dinaiki oleh jantan pemancing, karena gejala ini objektivitasnya paling tinggi dibandingkan gejala lainnya. Kualitas estrus yang terjadi pada fase luteal tidak berbeda dengan kualitas estrus pada perlakuan tanpa melihat fase. Hal ini menunjukkan respon estrus akibat perlakuan laserpunktur tidak berbeda pada ke dua perlakuan. Sama seperti parameter kualitas estrus, lama estrus pada perlakuan fase luteal (27,44 ± 7,13 jam) tidak berbeda (P>0,05) dengan lama estrus pada perlakuan tanpa melihat fase ( 27,50 ± 3,50 jam). Hasil yang diperoleh tidak berbeda dengan pendapat Hafez dan Hafez (2000) yang mengungkapkan lama periode estrus domba umumnya 16-17 hari dengan lama estrus sekitar 24 36 jam. Timbulnya estrus pada perlakuan yang dilakukan diperkuat oleh evaluasi kekentalan lendir estrus dengan menggunakan estrous detector yang menunjukkan angka kekentalan lendir estrus pada kelompok tanpa melihat fase estrus terjadi antara 384-470 sedangkan pada kelompok fase luteal terjadi antara 390-403. Sebagai kontrol angka kekentalan lendir estrus saat puncak estrus sekitar 395. Hasil ini menunjukkan bahwa semua perlakuan laserpunktur baik pada fase luteal maupun perlakuan tanpa melihat fase estrus telah terjadi estrus yang dibuktikan dengan gejala-gejala estrus yang timbul dan angka kekentalan lendir estrus yang diditeksi dengan estrous detector. Menurut Samik et al. (1997) timbulnya berahi pada perlakuan laserpunktur, disebabkan karena rangsangan pada titik-titik akupunktur mengaktifkan sel-sel yang berhubungan dengan reproduksi menjadi lebih baik, sehingga tercapai keseimbangan yang akan menimbulkan kemampuan tubuh menampilkan kemampuan reproduksi yang optimal. Berahi diawali dari menurunnya hormon progesteron diikuti dengan meningkatkan estrogen dalam darah. Peningkatan estrogen akan merangsang sentakan follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) dari hipofise anterior dan 174 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13, No. 3, Desember 2011 Hlm.171-176

hal ini akan menyebabkan munculnya tingkah laku berahi. Mekanisme rangsangan titik akupuntur sampai ke organ sasaran berkaitan erat dengan titik akupunktur sebagai sel aktif listrik dan meridian akupunktur. Menurut Adikara (2001) dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, kerangka titik akupunktur dan meridian akupunktur sesuai dengan falsafah TAO yang mengungkapkan tentang keseimbangan antara mahluk hidup dengan lingkungannya. Teori yang mendukung hal ini adalah terdapatnya hubungan antar sel melalui jembatan sel (intercellular bridges) yang dapat dilalui oleh materi/ protein dengan berat molekul tertentu. Karena hubungan tersebut dirintis oleh sel aktif maka jika terdapat rangsangan akan menimbulkan reaksi timbulnya aktivitas sel dalam bentuk : perubahan polarisasi, muatan listrik, terjadinya ion influx yang merangsang rrna dan aktivasi mrna untuk melakukan sintesa protein. Rangsangan tadi akan dikomunikasikan secara spesifik oleh sel lainnya yang serupa (sifat aktifnya) sehingga merupakan kegiatan antara ektra dan intra sel menuju organ. Organ terkait akan terstimulir untuk melakukan suatu dinamisasi dan berfungsi secara fisiologik dengan kapasitas yang optimal. Transfer rangsangan dan materi melalui jalur seluler spesifik tersebut merupakan suatu perubahan energi yang dinamis mengarah pada keseimbangan bagi tubuh mahluk tersebut. 4. KESIMPULAN Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa teknologi laserpunktur dapat digunakan untuk sinkronisasi estrus pada ternak domba betina dengan keberhasilan timbulnya estrus cukup tinggi sebesar 95%. Perlakuan laserpunktur pada fase luteal memberikan respon estrus sebesar 100% tidak berbeda dengan perlakuan laserpunktur tanpa melihat fase estrus sebesar 95%. Penerapan teknologi laserpunktur dapat dijadikan metode alternatif untuk sinkronisasi estrus selain metode hormonal. DAFTAR PUSTAKA Adiati, U, Subandriyo, B Tiesnamurti, S Aminah. 2001. Karakteristik semen segar tiga genotipe domba persilangan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak. 113-117. Adikara, R.T.S. 2000. Proses penyerentakan berahi dengan superovulasi melalui metode penembakan laser pada titik reproduksi domba betina lokal (Ovis Aries). Meridian Indonesian Journal of Acupuncture 2 : 115-118. Adikara, RTS. 2001. Teknologi Laserpunktur pada Ternak. Pusat Penelitian Bioenergi Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya. Guntoro, S dan M.R. Yasa. 2002. Aplikasi teknologi laserpunktur untuk gertak birahi pada kerbau. Di dalam : Haryanto B, et al. Prosiding. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 30 September 1 Oktober 2002. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 172-177. Hafez, B and Hafez E.S.E. 2000. Reproduction in Farm Animal s. 7 th Ed. Lippinc. William and Wilkin. Philadelphia. Hardjatno, T. 2001. Dasar-dasar Laserpunktur. Seminar Persatuan Akupunkturis Seluruh Indonesia (PAKSI) 9 10 Juni 2001. Jakarta Hastono, I. Inounu, N. Hidayati. 2001. Karakteristik semen dan tingkat libido domba persilangan. Prosiding Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Bogor. 106-112. Herdis dan I. Kusuma. 2003 Penggunaan Control Internal Drugs Release dan Ovalumon Dalam Sinkronisasi Berahi Domba Garut. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Volume 5 Nomor 5. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. 120-125. Herdis, M.R. Toelihere, I Supriatna, B. Purwantara dan RTS. Adikara. 2005. Optimalisasi Kualitas Semen Cair Domba garut (Ovis aries) melalui Penambahan Maltosa ke Dalam Pengencer Semen Tris Kuning Telur. Media Kedokteran Hewan. Volume 21 Nomor 2. Universitas Airlangga. Surabaya. 88-93. Herdis. 2006. Pemanfaatan Teknologi Laserpunktur Untuk Peningkatan Efisiensi Reproduksi Ternak Betina. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Volume 8 Nomor 1. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. 37-43. Herdis. 2010. Aplikasi Teknologi Laserpunktur dalam Meningkatkan Libido Pejantan Domba Garut (Ovis Aries). Jurnal Sains dan Respon Estrus Domba Garut...(Herdis) 175

Teknologi Indonesia Vol. 12 No. 1 April 2010 : 25-30. Kothbauer, O dan G.D. Vanengelenburg. 2001. Acupuncture in Cattle. Di dalam : Schoen A.M. Veterinary Acupuncture, Ancient Art to Modern Medicine. Ed ke-2. St Louis : Mosby. hlm 565-573. Lin J., W.W. Chan and L.S. Wu. 2001. Acupunctur for Reproduction. Di dalam : Schoen A.M. Veterinary Acupuncture, Ancient Art to Modern Medicine. Ed ke-2. St Louis : Mosby. hlm 261-267. Qomariyah, S. Mihardja, R. Idi. 2001. Pengaruh kombinasi telur dengan air kelapa terhadap daya tahan dan abnormalitas spermatozoa domba Priangan pada penyimpanan 5 0 C. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Bioteknologi LIPI, Bogor. 172-177. Rezak, P., Krivanek I., Poschel M. 2001. Changes of vaginal and vestibular impedance in dairy goats during the estrous cycle, Small Ruminant Res. 42:185-190. Samik, A., H.A. Hermadi, R.T.S. Adikara. 1997. Pengaruh laserpunktur terhadap daya reproduktivitas dan kadar progesteron serum darah kambing kacang. Meridian Indonesian Journal of Acupuncture 2 : 115-120. Setiadi, M.A. dan Aepul. 2010. Daya Penghambatan Arus Listrik Daerah Vagina pada Domba Setelah Sinkronisasi Estrus. Prosiding Seminar Nasional Peranan Teknologi Reproduksi Hewan Dalam Rangka Swasembada Pangan Nasional. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 135-138. Susan G. et al. 2001. Global Acupuncture Research : Previously Ultranslated Studies. Di dalam : Schoen A.M. Veterinary Acupuncture, Ancient Art to Modern Medicine. Ed ke-2. St Louis : Mosby. 53-78. Yasa, R. 2003. Penggunaan laserpunktur untuk sinkronisasi estrus pada fase luteal pada kambing peranakan Peranakan Etawah (PE). Thesis. Yogyakarta. Program Pascasarjana. Universitas Gajah Mada. Rizal, M., M.R. Toelihere,.T.L. Yusuf, B. Purwantara, P. Situmorang. 2003. Kriopreservasi Semen Domba Garut dalam Pengencer Tris dengan Konsentrasi Laktosa yang berbeda. Media Kedokteran Hewan. 19: 79-83. 176 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13, No. 3, Desember 2011 Hlm.171-176