LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

dokumen-dokumen yang mirip
16. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PEMERINTAH KOTA BLITAR

Mengingat.

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TATA KELOLA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

Bab 3. Undang - Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dewan Pers

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI KOTA PANGKALPINANG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDENRENG RAPPANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI KABUPATEN KUNINGAN

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN dan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 14 TAHUN 2011 SERI E.5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 7

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015

PENGENDALIAN INFORMASI BPJS KETENAGAKERJAAN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2005

KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFORMASI PT INDOFARMA (Persero) Tbk

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

2016, No Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indo

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 18 SERI E

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

MENGENAL UU NO. 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Bagian I. Oleh M.Ema Lestari Lamanepa

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI INFORMASI DAERAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN WALIKOTA MAGELANG NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG

2011, No Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMNAS HAM. Informasi. Publik. Pelayanan.

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG KOMISI INFORMASI PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik;

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

Hendry Ch Bangun Wakil Pemimpin Redaksi Warta Kota 21 November 2011

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelaya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

2 Geospasial tentang Pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik di Badan Informasi Geospasial; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI,

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEDOMAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFORMASI

- 1 - PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGKLASIFIKASIAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

6. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik

PEDOMAN UJI KONSEKUENSI INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA BUKITTINGGI NOMOR 7 TAHUN 2017

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 N

3. HAK BADAN PUBLIK 1. Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 2.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 132/PMK.01/2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BANDUNG,

GUBERNUR SUMATERA BARAT

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.63/UM.001/MPEK/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PENGELOLAAN LAYANAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

KEPALA DESA CERMEE KABUPATEN/KOTA BONDOWOSO PERATURAN KEPALA DESA CERMEE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAKSANAAN UJI KONSEKUENSI INFORMASI PUBLIK Nomor: SOP /HM 04/HHK

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR LAYANAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI INFORMASI

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

Buku Saku Hak Atas Informasi. Pendahuluan

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LAYANAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KOMISI INFORMASI PROVINSI SULAWESI BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT DINAS KESEHATAN. Jln. Perintis Kemerdekaan No.65 A, Telp (0751) Padang http :/

KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR LAYANAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI INFORMASI

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 2 SERI E TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG TRANSPARANSI, PARTISIPASI DAN AKUNTABILITAS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah harus dilaksanakan secara bersih, terbuka, dan bertanggung jawab berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, meliputi transparansi, partisipasi dan akuntabilitas secara konsisten dan berkesinambungan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; b. bahwa dalam penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, perlu dilakukan peningkatan pelayanan publik, aksesibilitas masyarakat terhadap informasi publik, membuka ruang publik agar dapat menjalankan fungsi kontrol sosial, serta meningkatkan pertanggungjawaban kinerja Pemerintahan Daerah yang efektif dan efisien, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; c. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6), Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Djawa Timur, Djawa Tengah, Djawa Barat, dan dalam Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 45), sebagaimana telah beberapakali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Pengubahan Undang-Undang Nomor 16 dan Nomor 17 Tahun 1950 (Republik Indonesia Dahulu) tentang Pembentukan Kota-kota Besar dan Kota-kota Kecil di Djawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551); 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

2 4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3854) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 9. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 10. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 12. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);

3 13. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5071); 14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5149);

4 23. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Kota Cirebon (Lembaran Daerah Kota Cirebon Tahun 2012 Nomor 15 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kota Cirebon Nomor 46); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA CIREBON dan WALIKOTA CIREBON MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG TRANSPARANSI, PARTISIPASI DAN AKUNTABILITAS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Cirebon. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan DPRD. 4. Pemerintah Daerah adalah Walikota beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah, termasuk Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh Daerah. 5. Walikota adalah Walikota Cirebon. 6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 7. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kota Cirebon. 8. Transparansi adalah akses kepada setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah dari proses penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian. 9. Partisipasi adalah hak setiap orang untuk berperanserta mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berdampak publik dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dilaksanakan secara bertanggung jawab, dengan menaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat.

5 10. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban dari tugas, kewajiban dan fungsi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang harus dilakukan dengan mendayagunakan secara optimal sumberdaya dan potensi yang tersedia secara benar dengan hasil yang terukur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 11. Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan bagi masyarakat atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh Penyelenggara Pelayanan Publik. 12. Sistem Informasi Pelayanan Publik adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari Penyelenggara Pelayanan Publik kepada masyarakat dan sebaliknya, dalam bentuk lisan, tulisan latin, tulisan dalam huruf braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara manual atau elektronik. 13. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh Pemerintahan Daerah yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. 14. Sengketa Pelayanan Publik adalah sengketa yang timbul dalam bidang pelayanan publik antara Penerima Layanan dengan Penyelenggara Pelayanan Publik akibat ketidaksesuaian antara pelayanan yang diterima dengan standar pelayanan publik yang telah ditetapkan. 15. Komisi Informasi Daerah adalah Komisi Informasi Kota Cirebon, yang merupakan lembaga mandiri dan berfungsi menjalankan peraturan perundang-undangan di bidang keterbukaan informasi publik, serta menyelesaikan sengketa informasi publik yang menyangkut badan publik tingkat Daerah. 16. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum dan/atau badan publik. 17. Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang perseorangan, kelompok, maupun badan yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung. 18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Cirebon. 19. Hari adalah hari kerja. BAB II TUJUAN, SASARAN, DAN RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Tujuan Pasal 2 Tujuan pengaturan transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yaitu: a. mewujudkan Pemerintahan Daerah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, efektif dan responsif;

6 b. mengembangkan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang terbuka, aspiratif, partisipatif, akomodatif, kolaboratif dan bertanggung jawab; c. mewujudkan sinergi kemitraan antara Pemerintah Daerah, DPRD dan masyarakat untuk membangun sistem Pemerintahan Daerah sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik; d. meningkatkan peran dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; e. mewujudkan penyelenggaraan tata kelola Pemerintahan Daerah yang baik; f. mewujudkan komunikasi yang sinergis dan harmonis antara Pemerintah Daerah, DPRD dan masyarakat; g. meningkatkan penyebarluasan informasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat; dan h. pengaturan pedoman implementasi tentang transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Bagian Kedua Sasaran Pasal 3 Sasaran transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yaitu: a. terwujudnya Penyelenggara Pemerintahan Daerah yang bertanggung jawab; b. terwujudnya Pemerintahan Daerah yang terbuka, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; c. meningkatnya kualitas pelayanan publik sesuai standar pelayanan publik, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. terbukanya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan secara transparan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi; e. tersedianya mekanisme penanganan keluhan, pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat; f. meningkatnya kesadaran, pengetahuan dan ketaatan masyarakat dalam melakukan partisipasi yang bertanggung jawab; dan g. meningkatnya kepercayaan publik kepada Penyelenggara Pemerintahan Daerah. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 4 (1) Ruang lingkup pengaturan transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, meliputi: a. aksesibilitas transparansi informasi publik; b. aksesibilitas partisipasi masyarakat melalui ruang publik; dan c. aksesibilitas terhadap akuntabilitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

7 (2) Transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan dukungan : a. ketentuan peraturan perundang-undangan; b. pakta integritas yang berisi komitmen Penyelenggara Pemerintahan Daerah dalam menerapkan transparansi, partisipasi dan akuntabilitas; c. aparatur yang memiliki kapabilitas dan kompetensi dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya; d. sarana dan prasarana yang memadai; e. budaya birokrasi yang melayani, komunikatif, transformatif dan bertanggung jawab; f. budaya politik DPRD yang koordinatif, aspiratif dan responsif; dan g. sosialisasi kepada masyarakat yang dilaksanakan secara sistematik, menyeluruh, merata dan berkesinambungan, meliputi materi yang menunjang terwujudnya Pemerintahan Daerah yang transparan, partisipatif dan akuntabel. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakta integritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, ditetapkan dengan Peraturan Walikota dan/atau Peraturan DPRD. BAB III TRANSPARANSI Bagian Kesatu Umum Pasal 5 (1) Transparansi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilakukan melalui penyediaan aksesibilitas informasi publik. (2) Aksesibilitas informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui: a. penyediaan, pemberian dan penerbitan informasi publik, dengan cara: 1. mendayagunakan sarana dan prasarana teknologi informasi dan komunikasi; 2. memanfaatkan media komunikasi dan jejaring yang dibentuk oleh para pemangku kepentingan untuk menjelaskan kepada publik mengenai kebijakan, rencana dan program Pemerintahan Daerah; dan 3. menyediakan pedoman mengenai tata cara pengaksesan informasi publik. b. pengembangan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien, dengan cara: 1. membuat basis data yang lengkap dan akurat; 2. mendayagunakan pranata kearsipan yang dilengkapi sarana dan prasarana pendukung secara memadai;

8 3. melakukan kerjasama dan kemitraan dengan instansi/lembaga yang berkompeten dalam membangun sistem komunikasi dan informasi; 4. menyediakan anggaran yang memadai untuk pengembangan sistem informasi dan dokumentasi; dan 5. mengembangkan kapasitas sumber daya manusia. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Publik Paragraf 1 Hak Pasal 6 Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, setiap orang berhak : a. mengetahui, melihat dan memperoleh informasi publik; b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum; c. mendapatkan salinan informasi publik melalui permohonan disertai alasan permohonan; d. menyebarluaskan informasi publik; dan/atau e. mengajukan keberatan apabila dalam memperoleh informasi publik mendapat hambatan atau kegagalan. Paragraf 2 Kewajiban Pasal 7 Setiap Pengguna informasi publik wajib : a. menggunakan informasi publik sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; dan b. mencantumkan sumber informasi publik, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi. Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban Penyelenggara Pemerintahan Daerah Paragraf 1 Hak Pasal 8 (1) Penyelenggara Pemerintahan Daerah berhak : a. menolak memberikan informasi yang dikecualikan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. menolak memberikan informasi publik yang tidak dapat diberikan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Informasi publik yang tidak dapat diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah : a. informasi yang dapat membahayakan Daerah dan Negara;

9 b. informasi yang berkaitan dengan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat; c. informasi yang berkaitan dengan perlindungan hak kekayaan intelektual; d. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi; e. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau f. informasi publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan. Paragraf 2 Kewajiban Pasal 9 (1) Penyelenggara Pemerintahan Daerah wajib : a. menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan dan informasi yang tidak dapat diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan b. menyediakan informasi publik yang lengkap dan akurat. (2) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Pemerintahan Daerah harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi. (3) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Pemerintahan Daerah dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non elektronik. Bagian Keempat Informasi yang Wajib Disediakan, Diumumkan, dan Dikecualikan Paragraf 1 Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan secara Berkala Pasal 10 (1) Setiap Penyelenggara Pemerintahan Daerah wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala. (2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. informasi yang berkaitan dengan Penyelenggara Pemerintahan Daerah; b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Penyelenggara Pemerintahan Daerah terkait; c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali. (4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

10 (5) Cara-cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Penyelenggara Pemerintahan Daerah memberikan dan menyampaikan Informasi Publik secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi Daerah. Paragraf 2 Informasi yang Wajib Diumumkan secara Sertamerta Pasal 11 (1) Penyelenggara Pemerintahan Daerah wajib mengumumkan secara sertamerta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. (2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami. Paragraf 3 Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat Pasal 12 (1) Penyelenggara Pemerintahan Daerah wajib menyediakan informasi publik, meliputi : a. perencanaan, kebijakan, dan program Pemerintahan Daerah; b. prosedur kerja, kegiatan dan kinerja Pemerintahan Daerah; c. proses, penetapan, substansi, penggunaan dan pertanggungjawaban APBD; d. penggunaan APBN dalam pelaksanaan tugas pembantuan; e. perjanjian kesepakatan, kerjasama, dan kemitraan, kecuali dalam hal informasi yang dikecualikan dan informasi yang tidak dapat diberikan; f. Peraturan Daerah, Peraturan Walikota, Keputusan Walikota, Peraturan DPRD, Keputusan DPRD, dan kebijakan lainnya, kecuali dalam hal informasi yang dikecualikan dan informasi yang tidak dapat diberikan; g. rencana pengadaan barang dan jasa, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; h. laporan keuangan; i. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah (LKPJ); j. Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD); k. Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD); dan l. informasi publik lainnya, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Pemerintah Daerah menyediakan informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui: a. pelayanan publik yang diinformasikan secara jelas dan dapat diakses dengan mudah, cepat, dan tepat;

11 b. sosialisasi proses penyusunan kebijakan publik; c. penyebarluasan informasi publik yang genting dan mendesak, dengan cara pengumuman secara serta merta; d. pemenuhan hak publik atas informasi yang utuh, dengan pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertimbangan-pertimbangan lain yang menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan secara tertulis; dan e. transparansi dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan Daerah dan tata ruang, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (3) DPRD menyediakan informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui rapat terbuka yaitu rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, rapat paripurna, rapat paripurna istimewa, serta rapat-rapat lainnya yang dinyatakan terbuka oleh Pimpinan Rapat. (4) Hasil-hasil rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dituangkan dalam Risalah Rapat yang disampaikan kepada publik. (5) Risalah Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat diberikan kepada masyarakat yang mengajukan permohonan informasi, dengan ketentuan yang bersangkutan mengajukan permohonan dengan melengkapi identitas diri, disertai dengan alasan permohonan. (6) Dalam rangka penyediaan informasi publik oleh DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), DPRD dibantu oleh Sekretariat DPRD. Pasal 13 (1) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi Daerah. Pasal 14 Setiap tahun Penyelenggara Pemerintahan Daerah wajib mengumumkan layanan informasi, yang meliputi : a. jumlah permintaan informasi yang diterima; b. waktu yang diperlukan dalam memenuhi setiap permintaan informasi; c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; dan/atau d. alasan penolakan permintaan informasi. Pasal 15 (1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat dan sederhana setiap Penyelenggara Pemerintahan Daerah: a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional.

12 (2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibantu oleh pejabat fungsional. Pasal 16 Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh Daerah dalam Peraturan Daerah ini adalah: a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota badan pengawas; c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit; d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya; e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi; f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas; g. kasus hukum yang berdasarkan peraturan perundang-undangan terbuka sebagai Informasi Publik; h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian dan kewajaran; i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang; j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan; k. perubahan tahun fiskal perusahaan; l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi; m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau n. informasi lain yang ditentukan oleh Peraturan Daerah yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Daerah. Paragraf 4 Informasi yang Dikecualikan Pasal 17 Setiap Penyelenggara Pemerintahan Daerah wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali: a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat: 1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana; 2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;

13 3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional; 4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau 5. membahayakan keamanan, peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum. b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan; d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia; e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional: 1. rencana awal pembelian dan penjualan saham dan aset vital milik Daerah; 2. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti; f. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang; g. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: 1. riwayat dan kondisi anggota keluarga; 2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang; 3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang; 4. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau 5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal. h. memorandum atau surat-surat antar Penyelenggara Pemerintahan Daerah atau intra Penyelenggara Pemerintahan Daerah, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi Daerah atau pengadilan; dan i. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 18 (1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut: a. putusan badan peradilan; b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak hukum; c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan;

14 d. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau e. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1). (2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f dan huruf g, antara lain apabila : a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik. (3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana, pemeriksaan perkara perdata, kepentingan pertahanan dan keamanan negara, dan kepentingan umum berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. Pasal 19 Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Penyelenggara Pemerintahan Daerah wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap orang. Bagian Kelima Tata Cara Mendapatkan Informasi Publik Pasal 20 (1) Pemohon informasi publik dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh informasi publik kepada Penyelenggara Pemerintahan Daerah secara tertulis dan/atau tidak tertulis, dengan melengkapi identitas diri, disertai dengan alasan permohonan. (2) Penyelenggara Pemerintahan Daerah mencatat nama dan alamat Pemohon informasi publik dan subjek, dalam format informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon informasi publik. (3) Penyelenggara Pemerintahan Daerah memberikan tanda bukti penerimaan informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berupa nomor pendaftaran pada saat permohonan diterima. (4) Dalam hal permohonan informasi publik disampaikan secara langsung atau melalui surat elektronik, nomor pendaftaran diberikan pada saat penerimaan permohonan. (5) Dalam hal permohonan informasi publik disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi publik. (6) Paling lambat dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak diterimanya permohonan informasi publik, Penyelenggara Pemerintahan Daerah menyampaikan pemberitahuan tertulis, yang berisikan : a. kewenangan penguasaan informasi yang dimohon; b. SKPD/Unit Kerja/Instansi terkait yang menguasai informasi yang dimohon, dalam hal informasi publik yang dimohon tidak berada di bawah penguasaannya dan Penyelenggara Pemerintahan Daerah yang menerima permohonan mengetahui keberadaan informasi yang diminta;

15 c. penerimaan atau penolakan permohonan, disertai dengan alasan mengenai informasi yang dikecualikan; d. materi informasi yang akan diberikan, dalam hal permohonan diterima seluruhnya atau sebagian; e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan dan/atau informasi yang tidak dapat diberikan, maka informasi tersebut dihitamkan, dengan disertai alasan dan materinya; dan/atau f. alat penyampaian dan format informasi publik yang akan diberikan. (7) Penyelenggara Pemerintahan Daerah dapat memperpanjang waktu pengiriman pemberitahuan, dengan ketentuan paling lambat 7 (tujuh) hari berikutnya, disertai alasan secara tertulis. Bagian Keenam Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pasal 21 (1) Walikota menunjuk PPID pada setiap SKPD, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, PPID sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibantu oleh pejabat fungsional. (3) Untuk diangkat sebagai PPID, Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. mengetahui dan menguasai informasi publik yang ada pada instansinya; b. memiliki kemampuan untuk mengelola informasi publik; dan c. memiliki kemampuan kepemimpinan dan manajerial. Pasal 22 Tugas dan tanggung jawab PPID meliputi: a. penyediaan, penyimpanan, pendokumentasian dan pengamanan informasi publik; b. pelayanan informasi publik secara cepat, tepat dan sederhana; c. penetapan prosedur operasional penyebarluasan informasi publik; d. pengujian konsekuensi; e. pengklasifikasian informasi dan/atau perubahannya; f. penetapan informasi yang dikecualikan yang telah habis jangka waktu pengecualiannya sebagai informasi publik yang dapat diakses; dan g. penetapan pertimbangan tertulis atas setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak masyarakat atas informasi publik. Bagian Ketujuh Keberatan Pasal 23 (1) Setiap Pemohon informasi publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Atasan PPID, berdasarkan alasan sebagai berikut: a. penolakan atas permohonan informasi publik;

16 b. tidak disediakannya informasi publik secara berkala; c. tidak ditanggapinya permohonan informasi publik; d. tidak dipenuhinya permohonan informasi publik; dan/atau e. penyampaian informasi melebihi waktu yang diatur dalam Pasal 20 ayat (6) dan ayat (7). (2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselesaikan secara musyawarah oleh PPID dengan Pemohon informasi publik. Pasal 24 (1) Keberatan diajukan oleh Pemohon informasi publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1). (2) Atasan PPID memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon informasi publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya keberatan secara tertulis. (3) Alasan tertulis disertakan bersama tanggapan apabila Atasan PPID menguatkan putusan yang ditetapkan oleh PPID. Bagian Kedelapan Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Pasal 25 (1) Penyelesaian sengketa informasi publik dilakukan melalui proses : a. mediasi; atau b. ajudikasi nonlitigasi. (2) Proses penyelesaian sengketa informasi publik melalui proses mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Komisi Informasi Daerah, dengan cara mengundang pihak yang bersengketa untuk bermusyawarah. (3) Dalam hal pihak yang bersengketa dapat menerima hasil musyawarah yang difasilitasi oleh Komisi Informasi Daerah, maka sengketa informasi dinyatakan selesai dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh pihak yang bersengketa dan Komisi Informasi Daerah. Pasal 26 (1) Dalam hal proses mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian selanjutnya dilakukan melalui proses ajudikasi nonlitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b. (2) Proses ajudikasi nonlitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut : a. penetapan jadual penyelesaian sengketa; b. mengundang pihak yang bersengketa guna memberikan keterangan mengenai pokok sengketa; c. pelaksanaan dialog dengan pihak yang bersengketa; d. pengumpulan data dan fakta serta bukti-bukti pokok sengketa;

17 e. mendengarkan keterangan saksi; f. pelaksanaan analisis terhadap data dan fakta serta bukti-bukti yang diajukan oleh pihak yang bersengketa; g. kesimpulan hasil proses penyelesaian sengketa; dan h. penetapan putusan hasil penyelesaian sengketa. (3) Setiap tahapan proses penyelesaian sengketa informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf h, dituangkan dalam Berita Acara. Pasal 27 Dalam hal Komisi Informasi Daerah tidak dapat menangani penyelesaian sengketa informasi publik yang menjadi kewenangannya, Komisi Informasi Daerah dapat meminta Komisi Informasi Pusat untuk menyelesaikan sengketa informasi publik. Pasal 28 Hasil penyelesaian sengketa informasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27, dilaporkan oleh Komisi Informasi Daerah kepada Walikota dan DPRD. BAB IV KOMISI INFORMASI DAERAH Bagian Kesatu Komisi Informasi Daerah Pasal 29 (1) Komisi Informasi Daerah adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Peraturan Daerah Transparansi Pemerintahan dan Partisipasi Publik ini, dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi. (2) Hukum Acara Komisi Informasi Daerah, dan gugatan ke lembaga peradilan dan kasasi terkait sengketa informasi publik berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Susunan dan Kedudukan Pasal 30 (1) Komisi Informasi Daerah berkedudukan di Daerah. (2) Komisi Informasi Daerah berjumlah 5 (lima) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat. (3) Komisi Informasi Daerah dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang wakil ketua merangkap anggota. (4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Informasi Daerah.

18 (5) Pemilihan Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan dengan musyawarah seluruh anggota Komisi Informasi Daerah dan apabila tidak tercapai kesepakatan dilakukan pemungutan suara. (1) Komisi Informasi Daerah bertugas : Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang Pasal 31 a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian sengketa informasi publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon informasi publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini; b. menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi publik; dan c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. (2) Komisi Informasi Daerah memiliki wewenang: a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa; b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan sengketa informasi publik; c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian sengketa informasi publik; d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam Ajudikasi nonlitigasi penyelesaian sengketa informasi publik; dan e. menyelesaikan sengketa yang menyangkut Badan Publik di Daerah. Bagian Keempat Pertanggungjawaban Komisi Informasi Daerah Pasal 32 (1) Komisi Informasi Daerah bertanggung jawab kepada Walikota dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada DPRD. (2) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat terbuka untuk umum. Bagian Kelima Penatakelolaan Komisi Informasi Daerah Pasal 33 (1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi Informasi Daerah dilaksanakan Sekretariat Komisi Informasi Daerah. (2) Sekretariat Komisi Informasi Daerah dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang komunikasi dan informasi. (3) Anggaran Komisi Informasi Daerah dibebankan pada APBD Kota Cirebon.

19 Bagian Keenam Pengangkatan dan Pemberhentian Komisi Informasi Daerah Pasal 34 (1) Syarat-syarat pengangkatan anggota Komisi Informasi Daerah : a. Warga Negara Indonesia; b. memiliki integritas dan tidak tercela; c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih; d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang keterbukaan informasi publik sebagai bagian dari hak asasi manusia dan kebijakan publik; e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan Publik; f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi anggota Komisi Informasi; g. bersedia bekerja penuh waktu; h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun; dan i. sehat jiwa dan raga. (2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi Daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah secara terbuka, jujur dan objektif. (3) Daftar calon anggota Komisi Informasi Daerah wajib diumumkan kepada masyarakat. (4) Setiap orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian terhadap calon anggota Komisi Informasi Daerah dengan disertai alasan. (5) Calon anggota Komisi Informasi Daerah hasil rekrutmen diajukan kepada DPRD paling sedikit 10 (sepuluh) orang calon dan paling banyak 15 (lima belas) orang calon. (6) DPRD memilih anggota Komisi Informasi Daerah melalui uji kepatutan dan kelayakan. (7) Anggota Komisi Informasi Daerah yang telah dipilih oleh DPRD selanjutnya ditetapkan oleh Walikota. (8) Anggota Komisi Informasi Daerah diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya. (9) Pemberhentian anggota Komisi Informasi Daerah dilakukan berdasarkan Keputusan Komisi Informasi dan diusulkan kepada Walikota untuk ditetapkan. (10) Anggota Komisi Informasi Daerah berhenti atau diberhentikan karena: a. meninggal dunia; b. telah habis masa jabatannya; c. mengundurkan diri; d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara;

20 e. sakit jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturutturut; atau f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh Komisi Informasi. (11) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (10) ditetapkan melalui Keputusan Walikota. (12) Pergantian antarwaktu anggota Komisi Informasi Daerah dilakukan oleh Walikota setelah berkonsultasi dengan pimpinan DPRD. (13) Anggota Komisi Informasi Daerah pengganti antarwaktu diambil dari urutan berikutnya berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang telah dilaksanakan sebagai dasar pengangkatan anggota Komisi Informasi Daerah pada periode dimaksud. BAB V PARTISIPASI Bagian Kesatu Umum Pasal 35 Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilakukan secara : a. langsung, yaitu dilakukan tanpa melalui lembaga perwakilan; b. bebas, yaitu dilakukan tanpa ada paksaan dari pihak manapun; dan c. bertanggung jawab, yaitu tidak dilakukan untuk mencari keuntungan, dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Hak Masyarakat Pasal 36 Dalam partisipasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, masyarakat berhak : a. menyampaikan pendapat dan saran yang bertanggung jawab sesuai prosedur penyampaian aspirasi; b. mendengarkan, mengetahui, mengusulkan, mengikuti dan menyampaikan pendapat dalam proses perumusan dan penetapan kebijakan publik; c. menyampaikan dan menyebarluaskan informasi mengenai proses partisipasi; dan d. mendirikan organisasi kemasyarakatan untuk : 1. memperjuangkan kepentingan ekonomi, politik, sosial dan budaya; dan 2. melaksanakan berbagai bentuk kegiatan meliputi konsultasi publik, penyelenggaraan musyawarah, kemitraan, dan pelaksanaan pengawasan masyarakat.

21 Bagian Ketiga Kewajiban Penyelenggara Pemerintahan Daerah Pasal 37 Dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat, Penyelenggara Pemerintahan Daerah wajib : a. mempertimbangkan masukan dari masyarakat; dan b. menyediakan ruang publik dalam proses perencanaan, perumusan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kebijakan. Bagian Keempat Bentuk dan Mekanisme Partisipasi Paragraf 1 Bentuk Partisipasi Pasal 38 Bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah meliputi : a. penyampaian masukan mengenai kebijakan publik yang dilaksanakan melalui cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35; b. pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kebijakan publik; dan c. membantu Penyelenggara Pemerintahan Daerah dalam menyebarluaskan kebijakan publik. Pasal 39 (1) Penyelenggara Pemerintahan Daerah menjamin partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 yang dilaksanakan secara proporsional dan bertanggung jawab, melalui : a. penyediaan media teknologi informasi dan komunikasi untuk menyampaikan usul, saran, masukan, dan pertimbangan baik secara tertulis maupun lisan; b. rapat dengar pendapat umum; c. konsultasi publik; d. musyawarah; e. reses DPRD; dan/atau f. media lainnya yang dapat dihadiri oleh masyarakat. (2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam kegiatan : a. pembentukan Peraturan Daerah; b. perencanaan pembangunan Daerah; c. perencanaan tata ruang wilayah; d. penyusunan APBD; dan e. penyelenggaraan pelayanan publik. (3) Penyelenggara Pemerintahan Daerah memberikan informasi mengenai hasil partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

22 Paragraf 2 Mekanisme Partisipasi Pasal 40 (1) Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilakukan dengan mekanisme dan tahapan sebagai berikut : a. Penyelenggara Pemerintahan Daerah sesuai dengan kewenangan dan tanggungjawabnya, memberikan informasi kepada masyarakat sebelum merumuskan dan menetapkan kebijakan publik yang mengikat, membebani, memberikan kewajiban dan/atau membatasi kebebasan masyarakat, serta berdampak luas pada kepentingan umum; b. masyarakat menyampaikan usulan dan masukan untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan publik; c. Penyelenggara Pemerintahan Daerah mengadakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), untuk menerima usulan dan masukan dari masyarakat; d. Penyelenggara Pemerintahan Daerah menanggapi usulan dan masukan dari masyarakat dalam merumuskan kebijakan publik; dan e. sosialisasi kebijakan publik yang telah mendapatkan usulan dan masukan dari masyarakat. (2) Dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Pemerintahan Daerah wajib menyusun standar operasional prosedur yang paling sedikit memuat : a. pengumuman perumusan dan penetapan kebijakan publik kepada masyarakat, kecuali informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); b. penyampaian jadual, agenda perumusan, penetapan kebijakan publik, prosedur dan media penyampaian aspirasi; c. waktu dan mekanisme tanggapan masyarakat; d. waktu penyampaian aspirasi masyarakat; e. waktu perumusan tanggapan masyarakat; f. penyampaian tanggapan kepada masyarakat yang memberikan pendapat atau aspirasi; g. kesempatan pengajuan keberatan masyarakat terhadap tanggapan yang diberikan; h. kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan pengaduan karena tidak dilakukan pelibatan masyarakat; i. pembahasan kebijakan publik di DPRD; j. pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya dalam pembahasan di DPRD; k. penetapan kebijakan publik; dan l. sosialisasi kebijakan publik. Pasal 41 (1) Dalam hal substansi partisipasi masyarakat tidak proporsional dan bertanggung jawab, maka partisipasi masyarakat tersebut tidak diakomodasikan dalam penetapan kebijakan publik.

23 (2) Pemerintahan Daerah wajib menyampaikan alasan tidak diterimanya partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara jelas dan tegas. Bagian Kelima Dokumentasi Proses Partisipasi Pasal 42 (1) Hasil partisipasi masyarakat wajib didokumentasikan dan dikelola, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kearsipan. (2) Khusus untuk pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, hasil partisipasi masyarakat dituangkan dalam bentuk risalah rapat, yang dikelola oleh Sekretariat DPRD. Bagian Keenam Keberatan Pasal 43 (1) Masyarakat dapat mengajukan keberatan atas tidak diberikannya kesempatan dan/atau penolakan partisipasi kepada Penyelenggara Pemerintahan Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak tidak diberikannya kesempatan dan/atau penolakan partisipasi. (3) Pemerintah Daerah dan/atau DPRD wajib menyampaikan secara lisan atau tertulis, mengenai alasan tidak diberikannya kesempatan dan/atau penolakan partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat keberatan, Pemerintah Daerah dan/atau DPRD wajib menyampaikan tanggapan atas keberatan kepada pihak yang mengajukan. BAB VI AKUNTABILITAS Bagian Kesatu Bentuk Akuntabilitas Pasal 44 (1) Bentuk akuntabilitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, meliputi: a. akuntabilitas internal; dan b. akuntabilitas eksternal. (2) Akuntabilitas internal dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan untuk mempertanggungjawabkan pencapaian program, kegiatan dan kinerja kepada Pimpinan. (3) Akuntabilitas eksternal dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, melekat pada Pemerintahan Daerah untuk mempertanggungjawabkan pencapaian program, kegiatan dan kinerja kepada masyarakat.

24 Bagian Kedua Indikator Akuntabilitas Pasal 45 Indikator akuntabilitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, meliputi : a. kesesuaian antara perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan; b. kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar operasional prosedur; c. pendayagunaan sumberdaya yang efektif dan efisien; dan d. dilaksanakannya penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang bersih. BAB VII TATA CARA PENGADUAN MASYARAKAT Pasal 46 (1) Masyarakat berhak untuk mengajukan pengaduan dalam hal penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tidak dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Penyelenggara Pemerintahan Daerah. (3) Masyarakat yang mengajukan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mendapatkan perlindungan sebagai pelapor. (4) Pemerintahan Daerah wajib menanggapi pengaduan masyarakat. (5) Pengaduan yang disampaikan masyarakat dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, dengan mencantumkan identitas yang jelas dan bukti-bukti dan/atau keterangan yang dapat mendukung pengaduan. (6) Tanggapan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilaksanakan dengan batas waktu paling lambat 14 (empat) belas hari sejak diterimanya surat pengaduan. (7) Tanggapan atas pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, wajib diinformasikan kepada masyarakat. Pasal 47 (1) Penyelenggara Pemerintahan Daerah wajib menyusun standar operasional prosedur penyelesaian pengaduan, yang paling kurang memuat : a. proses penyelesaian pengaduan masyarakat; b. pihak yang terkait dalam penyelesaian pengaduan; dan c. mekanisme penyelesaian pengaduan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar operasional prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Walikota dan/atau Peraturan DPRD.

25 BAB VIII PENGAWASAN MASYARAKAT Pasal 48 Pengawasan masyarakat terhadap pelaksanaan transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, bertujuan untuk : a. memastikan bahwa Penyelenggara Pemerintahan Daerah telah transparan, partisipatif dan akuntabel; dan b. mencegah pelanggaran ketentuan transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pasal 49 (1) Masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap proses penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (2) Pengawasan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui : a. pengujian dan verifikasi terhadap implementasi kebijakan publik, program dan kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintahan Daerah sesuai standar operasional prosedur; dan b. penyampaian saran, usul, masukan, pertimbangan dan/atau pendapat untuk perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. BAB IX PENGHARGAAN Pasal 50 (1) Pemerintah Daerah memberikan penghargaan kepada SKPD yang melaksanakan transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (2) Penilaian terhadap SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Tim Penilai independen yang dibentuk berdasarkan Keputusan Walikota. (3) Hasil penilaian Tim Penilai independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikonsultasikan kepada Pimpinan DPRD, sebelum ditetapkan oleh Walikota. (4) Kriteria penilaian transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Walikota. BAB X SANKSI ADMINISTRASI Pasal 51 Penyelenggara Pemerintahan Daerah yang melanggar ketentuan mengenai transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan Peraturan Daerah ini, dikenakan sanksi administrasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.