DEPARTEMEN PERTANIAN DAN AGRARIA JAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN AGRARIA JAKARTA. No. Sekra : 9/4/17 K e p a d a : Lampiran : 1 (contoh daftar) 1. Semua Kepala Inspeksi Agraria.

PERATURAN MENTERI AGRARIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

MENTERI AGRARIA PERATURAN MENTERI AGRARIA NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PELAKSANAAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA MENTERI AGRARIA,

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 2 TAHUN 1978 TENTANG BIAYA PENDAFTARAN TANAH MENTERI DALAM NEGERI,

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG BIAYA PENDAFTARAN TANAH

BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN

Nomor : Kepada Yth. Perihal : Penyampaian Peraturan Badan Pertanahan Nasional tentang Pendaftaran madya di seluruh Indonesia;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lampiran I : Keputusan Walikota Tasikmalaya Nomor : 40 Tahun 2004 Tahun : 21 Juli 2004

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL AGRARIA NOMOR 3 TAHUN 1968 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDIUM KABINET NOMOR 5/PRK/1965 DIREKTUR JENDERAL AGRARIA,

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 Tentang : Pendaftaran Tanah

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBERIAN HAK ATAS TANAH

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Jakarta, 1 Nopember 1993

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223 TAHUN 1961 TENTANG

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGRARIA DAN MENTERI DALAM NEGERI No. 30/DEPAG/65 No. 11/DDN/1965

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DI ATASNYA

MENURUT KETENTUAN HUKUM TANAH NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH. Presiden Republik Indonesia,

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA *)

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

WALIKOTA TASIKMALAYA

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG

BAB III PENUTUP. A.Kesimpulan. Pelaksanaan perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I KETENTUAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-35/PM/1996 TENTANG PERIZINAN BIRO ADMINISTRASI EFEK KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL,

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NO. 8 TAHUN 1974 TENTANG PELAKSANAAN PENEGASAN HAK ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

2 tercapainya pelayanan one day service mengingat permohonan yang masuk sangat banyak melampaui kemampuan sumber daya manusia dan sarana yang ada. Unt

WALIKOTA TASIKMALAYA

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR: 3 TAHUN 1979 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Transkripsi:

DEPARTEMEN PERTANIAN DAN AGRARIA JAKARTA No : Unda.4/2/16. Lampiran : 1 (P.M.P.A. No. 2/1962). Perihal : Penjelasan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2/1962. Tanggal 14 Agustus 1962 Kepada : 1. Kepala Jawatan Agraria. 2. Kepala Jawatan Pendaftaran Tanah. 3. Semua Kepala Inspeksi Agraria. 4. Semua Kepala Inspeksi Pendaftaran Tanah. 5. Kepala Dinas Agraria Daerah Istimewa Yogyakarta. 6. Semua Kepala Pengawas Agraria. 7. Semua Kepala Agraria Daerah/Kotapraja. 8. Semua Kepala Kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran Tanah. 9. Semua Kepala Kantor Pendaftaran Tanah. (1) Bersama ini kami sampaikan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 tahun 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Hak-hak Indonesia atas tanah untuk dimaklumi dan dipergunakan/dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dengan adanya Peraturan ini maka acara penegasan konversi hak-hak Indonesia atas dasar ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, sebagai yang telah diatur di dalam pasal 19 dan 22 Peraturan Menteri Agraria No. 2 tahun 1960, telah disederhanakan dan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. (2) Sebagaimana Saudara maklum, maka di daerah-daerah di mana pendaftaran tanah sudah diselenggarakan menurut Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 tersebut (lihat Peraturan Menteri Agraria No. 12 tahun 1961 jo. No. 16 tahun 1961 dan No. 1 tahun 1962) penegasan konversi hak-hak Indonesia itu menurut Undang-Undang Pokok Agraria diwajibkan, yaitu jika terjadi peralihan hak karena pewarisan (pasal 20), perbuatan-perbuatan hukum yang disebutkan dalam pasal 21 (lelang) dan pasal 19 (setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan hipotik/credietverband). Penegasan konversi itu diwajibkan, karena jika terjadi peristiwa-peristiwa hukum tersebut di atas haknya harus didaftarkan (dibuatkan buku tanahnya) menurut Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961. Dan pembuatan buku tanah itu baru dapat diselenggarakan, jika telah diperoleh kepastian hak apakah yang akan dibukukan itu. Kepastian ini barulah dapat diperoleh setelah didapat penegasan mengenai konversinya. Sebagaimana diketahui maka hak-hak atas tanah yang ada pada tanggal 24 September 1960 (tanggal mulai berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria) dikonversi menjadi salah satu hak yang baru menurut Undang-Undang Pokok Agraria. Sepanjang yang mengenai hak-hak Indonesia hal itu diatur didalam pasal II dan VI Ketentuan Konversi dan pelaksanaannya di dalam pasal 19 dan 22 Peraturan Menteri Agraria No. 2/1960 Penegasan konversi itu perlu, karena konversi menjadi Pusat Hukum & Humas BPN RI Page 1

hak yang baru disertai syarat-syarat yang bersangkutan dengan status yang empunya dan sifat penggunaan tanahnya (tanah bangunan atau pertanian). Hak milik adat misalnya, tidaklah selalu dikonversi menjadi hak milik yang baru. Kalau yang empunya bukan seseorang yang pada tanggal 24 September 1960 berkewarganegaraan Indonesia tunggal, hak itu konversinya menjadi hak guna bangunan (kalau tanah bangunan) atau hak guna-usaha (kalau tanah pertanian). Menurut Peraturan Menteri Agraria No. 2 tahun 1960 penegasan konversi tersebut diberikan oleh Kepala Inspeksi Agraria (mengenai hak agrarisch eigendom pasal 19) atau Kepala Agraria Daerah (mengenai hak-hak Indonesia lainnya pasal 22). Pendaftarannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah yang bersangkutan. (3) Dalam pada itu perlu diinsyafi, bahwa penegasan konversi tersebut di atas barulah dapat diselenggarakan setelah ada kepastian tentang hak apakah yang dikonversi itu. Oleh karena itu maka mengenai hak-hak yang belum ada atau tidak ada lagi tanda buktinya penegasan konversinya harus didahului dengan suatu penegasan mengenai macam haknya itu. Penegasan mengenai macam haknya ini diberikan oleh instansi agraria yang menurut Keputusan Menteri Agraria No. Sk.112/Ka/1961 berwenang untuk memberikan haknya. Misalnya penegasan hak milik diberikan oleh Menteri Agraria, karena Menteri Agrarialah yang menurut Keputusan No. Sk. 112/Ka/1961 tersebut berwenang untuk memberikan hak milik baru. Hal inilah yang dimaksudkan di dalam surat Menteri Agraria tanggal 29 April 1961 No. Unda. 1/3/11 angka 3 dan 4/II, karena mengenai hak-hak itu belum ada tanda buktinya yang memenuhi syarat. (4) Berhubung dengan apa yang diuraikan di atas maka menurut peraturan yang berlaku hingga kini, untuk keperluan pembukuan bekas hak-hak Indonesia tersangkut 3 instansi, yaitu a yang memberikan penegasan tentang haknya yang dikonversi, b yang memberikan penegasan konversinya dan c yang membukukan haknya yang baru itu. Teranglah kiranya bahwa acara yang demikian itu memerlukan waktu yang tidak sedikit dan menyusahkan fihak-fihak yang bersangkutan. Atas dasar pertimbangan itu maka dengan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 tahun 1962 ini ditetapkan acara yang lebih singkat dan sederhana. Menurut acara yang baru itu maka mengenai : a. hak-hak yang sudah ada tanda buktinya yang memenuhi syarat (pasal 2 dan 3) tidak diperlukan lagi suatu keputusan mengenai penegasan haknya. Penegasan konversi dan pendaftaran haknya yang baru sekaligus diselenggarakan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah sendiri. Untuk menegaskan konversinya itu tidak pula diperlukan suatu keputusan tersendiri (pasal 5). b. Hak-hak yang tidak ada atau tidak ada lagi tanda buktinya masih tetap perlu diadakan penegasan hak. Tetapi penegasan hak itu dan penegasan konversinya (yang disebut : pengakuan hak) sekarang cukup diselenggarakan oleh satu instansi saja, yaitu Kepala Inspeksi Agraria atau instansi agraria daerah lainnya yang lebih rendah, tergantung pada macam haknya, berhubung dengan pembagian wewenang dalam Keputusan Menteri Agraria No. Sk. 112/Ka/1961 jo No. Sk. 4/Ka/1962. Pendaftarannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah yang bersangkutan (pasal 7). Acara pengakuan hak itu masih tetap diperlukan, karena seringkali perlu diperoleh kepastian apakah hak yang Pusat Hukum & Humas BPN RI Page 2

dimintakan pembukuan benar-benar sebagai yang dikatakan oleh pemohon dan bukan hak lain yang lebih rendah. (5) Permohonan penegasan konversi dan pendaftaran yang dimaksudkan dalam pasal 1 tidak mesti harus diajukan oleh yang mempunyai hak, tetapi boleh diajukan oleh siapa yang mempunyai kepentingan, bahwa hak itu ditegaskan konversinya dan didaftar menurut Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961. Misalnya seorang yang membelinya, yang membebaninya dengan hipotik atau credietverband dan sebagainya. Selain hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hipotik, credietverband dan gadai, maka menurut Keputusan Menteri Agraria No. Sk. VI/5/Ka hak pakai yang jangka waktunya lebih dari 5 tahun termasuk golongan hak-hak yang harus didaftar menurut Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961. Permohonan tersebut harus bermeterai Rp 3,- dan kiranya tidak perlu diajukan dalam bentuk yang tertentu, asal memuat cukup keterangan tentang haknya, tanahnya dan siapa yang empunya. (6) Tanda bukti kewarganegaraan yang dimaksudkan dalam pasal 2 dan 3 diperlukan untuk dapat menentukan, apakah sesuatu hak yang disebutkan di dalam pasal II Ketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria konversinya menjadi hak milik atau hak lainnya. Oleh karena konversi itu dianggap terjadi pada tanggal 24 September 1960, maka yang harus disertakan ialah tanda bukti kewarganegaraan dari orang yang pada tanggal tersebut mempunyai hak itu. Dan tanda bukti kewarganegaraan itu harus menyatakan kewarganegaraan orang tersebut pada tanggal tadi. Kalau tidak dapat ditunjukkan (disertakan) tanda bukti, bahwa ia pada tanggal tersebut diatas berkewarganegaraan Indonesia tunggal, maka haknya dikonversi menjadi hak guna-bangunan atau hak guna-usaha (pasal 6). Jadi tanda bukti kewarganegaraan itu hanyalah merupakan syarat mutlak untuk menegaskan konversi haknya menjadi hak milik, dan bukanlah syarat mutlak untuk menegaskan konversinya menjadi hak lain. Kalau memang yang berkepentingan tidak dapat menunjukkan bukti tersebut, maka hal itu janganlah menjadi penghambat daripada pelaksanaan konversi. Dengan sendirinya mengenai hak-hak yang tidak akan dikonversi menjadi hak milik penyertaan bukti tanda kewarganegaraan itu tidaklah diperlukan. Tetapi biarpun demikian, jika ada dugaan, bahwa yang empunya itu orang asing (di dalam pengertian orang asing ini tidak termasuk warganegara Indonesia yang berkewarganegaraan rangkap), maka pembuktian kewarganegaraan tersebut perlu diminta, berhubung dengan ketentuan pasal 30 dan 36 Undang-Undang Pokok Agraria jo pasal VIII Ketentuan Konversi dan pasal 25 Peraturan Menteri Agraria No. 2 tahun 1960, bahwa hak guna-bangunan dan hak guna-usaha yang bersangkutan mungkin telah hapus sejak tanggal 24 September 1961. (7) Yang dimaksudkan dengan pemberian hak baru atas tanah dalam pasal 4 ialah pemberian hak guna-bangunan atau hak pakai atas tanah milik oleh yang memiliki tanahnya. Jadi bukan pemberian hak baru oleh pemerintah. Perantaraan yang diberikan oleh para pejabat pembuat akta tanah merupakan service, yang diwajibkan oleh Peraturan ini dan oleh karena itu tidak diperkenankan untuk memungut dari yang berkepentingan sesuatu pembayaran tambahan di atas honararium yang ia berhak menerimanya. Service semacam ini diwajibkan pula kepadanya oleh Peraturan Menteri Agraria No. 14 tahun 1961, mengenai pengiriman surat-surat permohonan izin pemindahan hak. Berhubung dengan itu maka para pejabat dilarang untuk secara langsung atau tidak langsung menganjurkan, apalagi Pusat Hukum & Humas BPN RI Page 3

memaksa fihak-fihak yang berkepentingan untuk tidak meminta perantaraannya, akan tetapi meminta perantaraan orang-orang tertentu dengan memungut pembayaran tambahan. (8) Contoh dari hak yang tidak ada lagi tanda buktinya sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 7 ialah misalnya hak agrarisch eigendom yang dulu didaftar menurut S. 1873 38, tetapi tanda buktinya sekarang tidak ada lagi dan karena ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria tidak mungkin dimintakan gantinya. Juga jika ada tanda buktinya, tetapi keterangannya tidak cocok lagi dengan keadaannya sekarang. Sebaliknya hak-hak yang surat pajaknya hilang (pajak hasil bumi atau verponding) masih dapat dimintakan ganti. Oleh karenanya tidak termasuk golongan yang dimaksudkan dalam pasal 7, tetapi tetap termasuk dalam golongan pasal 3. Tanah-tanah hak usaha di atas bekas tanah partikelir yang belum menjadi hak milik dan belum dikenakan pajak hasil bumi atau verponding termasuk golongan yang dimaksudkan dalam pasal 7. Mengenai konversi hak-hak usaha itu kiranya kita harus berhati-hati, karena didalam praktek hak sewa di atas bekas tanah kongsipun seringkali oleh yang bersangkutan dan oleh rakyat umumnya disebut pula sebagai hak usaha. Surat keputusan pengakuan hak yang dimaksudkan dalam pasal 7 itu sekaligus memuat 2 hal, yaitu, penegasan mengenai haknya yang lama dan mengenai konversinya. Atas dasar keputusan tersebut maka Kepala Kantor Pendaftaran Tanah menyelenggarakan pendaftarannya. Turunan surat keputusan itu, yang harus disampaikan oleh pemohon kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah untuk arsip tata-usahanya, bermaterai Rp 3,-. Oleh instansi yang memberikan pengakuan, kepadanya disampaikan pula turunan surat keputusan itu yang tidak bermaterai untuk dicocokan dengan yang (akan) diterimanya dari pemohon. Ketentuan pasal 7 ayat 3 kalimat kedua untuk jelasnya supaya dicantumkan pula di dalam surat keputusan pengakuan yang dimaksud itu. Untuk pengakuan hak itu tidak dipungut uang pemasukan. Tetapi oleh karena untuk menyelenggarakan acara tersebut Negara harus mengeluarkan biaya (Panitia Pemerikasa dan pengumuman, maka kiranya wajar jika pemohon diwajibkan membayar sesuatu ganti-kerugian. Kecuali kalau menurut kenyataannya memeang telah dikeluarkan oleh Negara biaya yang jauh lebih besar, maka kiranya ganti kerugian sebesar Rp 500,- (lima ratus rupiah) tiap bidang tanah sudahlah cukup. Ganti kerugian itu harus disetor ke dalam Kas Negeri, sebelum diajukan permintaan pembukuan kepada Kantor Pendaftaran Tanah. (9) Untuk mencegah salah faham, maka perlu agaknya dijelaskan, bahwa hak yang ditegaskan dan dikonversi ataupun yang diakui itu adalah menurut keadaanya pada tanggal 24 September 1960. Demikian pula hak yang dibukukan oleh Kantor Pendaftaran Tanah. Perubahan-perubahan yang terjadi kemudian dicatat pada sertifikat atau sertifikat sementaranya. Dengan sendirinya mengenai perubahanperubahan yang terjadi sebelum Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 mulai diselenggarakan di daerah tempat letak tanahnya, tidak dipungut biaya, sebagai yang ditetapkan di dalam pasal 4 Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1961.*) (10) Sebelum berlakunya Peraturan Manteri Pertanian dan Agraria No. 2 tahun 1962 ini mungkin telah sampai kepada Kepala kantor Pendaftaran Tanah keputusankeputusan tentang penegasan hak dan penegasan konversi dari para Kepala Agraria Daerah, yang bertentangan dengan peraturan-peraturan yang diuraikan di dalam angka 2 dan 3 di atas. Jika penegasan hak dan penegasan konversi itu Pusat Hukum & Humas BPN RI Page 4

mengenai hak-hak yang memenuhi syarat sebagai yang disebutkan dalam pasal 2, maka pembukuannya dapatlah dilaksanakan. Mengenai hak-hak yang memenuhi syarat yang disebutkan dalam pasal 3, pembukuannya dapat dilaksanakan setelah diadakan pengumuman. Tetapi mengenai hak-hak yang dimaksudkan dalam pasal 7 haruslah diikuti acara pengakuan hak sebagai yang telah diuraikan di atas. a.n. MENTERI PERTANIAN DAN AGRARIA KEPALA DIREKTORAT HUKUM ttd. (Mr. Boedi Harsono) Tembusan : 1. Y.M. Wakil Menteri Pertama Urusan Produksi. 2. Y.M. Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah. 3. Semua Gubernur/Kepala Daerah. 4. Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. 5. Semua Residen. 6. Semua Bupati/Walikota/Kepala Daerah. 7. Pengurus Ikatan Notaris Indonesia. 1 dan 2 : untuk dimaklumi. 2 s/d 6 : untuk dimaklumi dan dengan permintaan sukalah kiranya memberitahukannya kepada para Asisten-Wedana selaku penjabat pembuat akta tanah untuk dilaksanakan. 7 : untuk dimaklumi dan dengan permintaan agar dilanjutkan kepada para Notaris/Penjabat pembuat akta tanah untuk dilaksanakan. Pusat Hukum & Humas BPN RI Page 5