30,90%; heksil format 4,78%; derivat monoterpen teroksigenasi (borneol 0,03% dan kamfer hidrat 0,83%); serta monoterpen hidrokarbon (kamfen 0,04%,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

I. PENDAHULUAN. menggunakan tumbuhan obat (Sari, 2006). Dalam industri farmasi, misalnya obatobatan

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB I PENDAHULUAN. telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat,

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai

EFEKTIVITAS ENHANCER MENTHOL DALAM PATCH TOPIKAL ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA L.) TERHADAP JUMLAH NEUTROFIL PADA MENCIT

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EFEKTIVITAS ENHANCER TWEEN-60 DALAM PATCH TOPIKAL ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KENCUR (Kaempferia galanga L) TERHADAP JUMLAH MAKROFAG PADA MENCIT

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

santalin, angolensin, pterocarpin, pterostilben homopterocarpin, prunetin (prunusetin), formonoetin, isoquiritigenin, p-hydroxyhydratropic acid,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi,

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Pemberian senyawa uji terhadap respon infalamasi. metode induced paw edema. Senyawa ini telah diuji aktivitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang banyak ditumbuhi. berbagai jenis tanaman herbal. Potensi obat herbal atau

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini

BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang:

BAB I PENDAHULUAN. peradangan. Inflamasi atau peradangan disebabkan oleh kerusakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. sensitivitas terhadap nyeri. Ekspresi COX-2 meningkat melalui mekanisme

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

hepatotoksisitas bila digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama atau tidak sesuai aturan, misalnya asetosal dan paracetamol

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

CYNTHIA ZAIN DERMAYATI

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya. Banyak hal yang bisa didapatkan dari Indonesia, salah satunya adalah beraneka ragam jenis tanaman yang memiliki manfaat dalam bidang pengobatan atau yang biasa disebut dengan tanaman obat. Tanaman obat adalah tanaman yang mengandung bahan yang dapat digunakan sebagai pengobatan dan bahan aktif dari tanaman tersebut dapat digunakan sebagai bahan obat sintetik. Pada tahun 2000, nilai perdagangan tanaman obat di Indonesia mencapai Rp. 1,5 trilyun atau setara dengan US $ 150 juta. Masih jauh di bawah nilai perdagangan herbal dunia yang mencapai US $ 20 milyar dan sekitar US $ 8 milyar dikuasai oleh china (Anonim, 2007). Banyak tanaman yang sekarang sedang banyak diteliti untuk mengetahui khasiat dari bahan aktif yang dikandungnya, salah satunya adalah kencur (Kaempferia galanga L). Oleh sebab itu, pada penelitian ini digunakan ekstrak kencur sebagai antiinflamasi. Kencur adalah tanaman obat berupa terna yang menutupi tanah dengan umbi sepanjang 1-1,5 cm. Bagian rimpangnya biasa dipakai untuk kebutuhan dapur seperti bumbu pada masakan, dsb. Kencur telah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas baik di perkotaan maupun pedesaan dengan berbagai macam manfaat. Biasanya kencur banyak digunakan untuk mengobati batuk, gatal pada tenggorokan, perut kembung, pengompres bengkak, dll. Banyak penelitian sekarang yang bertujuan untuk membuktikan kebenaran dari khasiat kencur yang diyakini masyarakat luas. Kandungan minyak atsiri dalam rimpang kencur dilaporkan oleh Sukar dkk (2008) diantaranya etil p-metoksisinamat 58,47%; isobutyl β-2-furilakrilat 1

30,90%; heksil format 4,78%; derivat monoterpen teroksigenasi (borneol 0,03% dan kamfer hidrat 0,83%); serta monoterpen hidrokarbon (kamfen 0,04%, dan terpinolen 0,02%). Penelitian yang dilakukan oleh Sadono dan Hasmono (2000) menyebutkan bahwa etil p-metoksisinamat merupakan kandungan utama dari kencur yang mengalami hidrolisis di dalam tubuh menjadi senyawa aktif biologis. Senyawa aktif biologis dari etil p-metoksisinamat adalah asam p-metoksisinamat (APMS) bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase dan hal ini menyebabkan konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin akan terganggu. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Chotimah (2001), menyatakan bahwa sediaan etil p- metoksisinamat dengan kadar 250 mg/kgbb dan 500 mg/kgbb memberikan efek antiinflamasi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Nilai efek antiinflamasi dari etil p-metoksisinamat hasil isolasi dari rimpang kencur ini, dibandingkan dengan Fenilbutazon dosis 80 mg/kgbb adalah sebesar 138,06% dan 121,92%. Etil sinamat juga memiliki khasiat sebagai vasorelaksan pada otot polos aorta tikus dengan mekanisme kerja menghambat kontraksi yang diinduksi K+ dan fenilefrin yang memiliki nilai IC50 sebesar 0,30±0,05 Mm dan 0,38±0,04 Mm (Othman et al, 2002). Inflamasi adalah manifestasi terjadinya kerusakan jaringan. Gejala inflamasi dapat terlihat antara lain seperti timbulnya rasa nyeri, bengkak, adanya radang, panas dan kemerahan. Respon inflamasi dinyatakan dengan adanya dilatasi pembuluh darah dan pengeluaran leukosit serta cairan. Akibat respon ini akan ditimbulkan gejala-gejala inflamasi. Pembengkakan yang ditimbulkan karena masuknya leukosit dan cairan ke dalam jaringan tempat terjadinya inflamasi. Inflamasi dapat terjadi secara akut, sub akut, dan kronik. Pada keadaan inflamasi akut, leukosit yang berperan adalah neutrofil. Sel PMN merupakan sel leukosit granulosit yang terdiri dari sel 2

neutrofil, eusinofil dan basofil. Neutrofil merupakan sel yang paling dominan memiliki jumlah 50-70% dari total sel leukosit atau dengan kisaran normal 3000-6000 sel/cmm memiliki umur pendek dengan nukleus berlobus banyak, berbentuk polimorf, sitoplasmanya mengandung granula, serta dapat menyerang dan menghancurkan virus dan bakteri yang masuk dalam peredaran darah. Eusinofil dan basofil hanya menempati sejumlah kecil dari total leukosit yaitu sekitar 1-4% dengan peranan keduanya yang masih belum banyak diketahui. Jumlah sel eusinofil dan basofil akan mengalami peningkatan jika terjadi reaksi alergi. Neutrofil akan muncul di awal masa peradangan dan muncul dalam jumlah yang sangat besar. Apabila inflamasi disebabkan oleh adanya bakteri maka sel neutrofil akan muncul pertama kali, lalu setelah 48 jam makrofag akan melakukan fungsinya untuk memfagositosis. Adanya akumulasi neutrofil dan makrofag pada daerah radang disebabkan karena adanya pelepasan mediator kimia dari proses inflamasi (Marya, 2013). Banyaknya jumlah neutrofil yang muncul bisa juga disebabkan oleh adanya peningkatan permeabilitas vascular dan terjadinya vasodilatasi saat proses peradangan (Prince dan Wilson, 1995). Penyebab radang bisa dari berbagai hal. Diantaranya adalah adanya agen fisik seperti bahan kimia, panas, dingin, trauma mekanik, jejak fisik, dan tenaga radiasi. Neutrofil akan melakukan fungsinya yaitu memfagositosis benda asing yang masuk atau yang menimbulkan trauma (Robbins dan Kumar, 1995). Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan jumlah neutrofil sebagai parameter terjadinya inflamasi karena neutrofil adalah sel leukosit yang jumlahnya paling dominan diantara eusinofil dan basofil serta merupakan sel yang muncul pada proses awal peradangan dan aktif terhadap proses terjadinya inflamasi dibandingkan eusinofil dan basofil yang lebih aktif terhadap reaksi alergi. 3

Pasien yang mengalami inflamasi, biasanya diberikan pengobatan untuk memperlambat atau membatasi proses kerusakan jaringan yang terjadi pada daerah inflamasi. Obat modern yang biasa digunakan adalah obat antiinflamasi non steroid (AINS). Obat ini merupakan golongan obat sintetik dengan struktur kimia heterogen. Dimulai dari perubahan fosfolipid menjadi asam arakidonat yang merupakan substrat bagi enzim prostaglandin endoperoxide synthase (PGHS; COX) menjadi PG, dan reduksi peroxidative PG menjadi PG. Pada tahap selanjutnya, sebagai bahan baku pembentukan prostaglandin yaitu endoperoxide PG diubah menjadi berbagai prostaglandin, COX-2 yang terdapat dalam sel imun, sel endotel pembuluh darah dan fibroblast synovial, sangat mudah diinduksi oleh berbagai mekanisme, akan merubah PG menjadi PG yang berperan dalam inflamasi, nyeri dan demam. COX-2 dikenal sebagai enzim yang berhubungan dengan peradangan karena menginduksi inflamasi (Lelo, 2004). Efek terapi NSAID berhubungan dengan mekanisme kerjanya dengan efek samping yang berbeda pula. Mekanisme kerjanya dengan menghambat pada enzim siklooksigenase-1 (COX-1) yang dapat menyebabkan efek samping pada saluran cerna dan juga melalui penghambatan pada enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang dapat menyebabkan efek samping pada kardiovaskular. Contoh obat golongan ini adalah aspirin karena itu sering disebut aspirin like drugs. Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) memiliki efek samping cukup berat terutama iritasi lambung yang mengarah pada terjadinya peptic ulcer (Lelo dan Hidayat, 2004). Obat-obat sintetis golongan NSAID seperti aspirin dan natrium diklofenak merupakan obat yang memiliki efektivitas kuat untuk 4

pengobatan antiinflamasi. Natrium diklofenak merupakan derivat asam fenil asetat yang dipakai untuk mengobati penyakit reumatik dengan kemampuan menekan tanda-tanda dan gejala inflamasi serta merupakan NSAID yang paling kuat dari obat lainnya. Obat ini cepat diserap tubuh sesudah pemberian secara oral, tetapi memiliki bioavailibilitas sistemik yang rendah yaitu sekitar 30-70% sebagai efek metabolisme lintas pertama di hati. Efek yang tidak diinginkan bisa terjadi pada sekitar 20% dari pasien meliputi distress gastrointestinal, pendarahan gastrointestinal yang terselubung, dan timbulnya ulserasi lambung (Katzung, 2002). Rute pemberian oral obat golongan NSAID dapat menyebabkan first pass effect dan adanya efek samping pada saluran cerna seperti tukak lambung (Narande dkk., 2013). Menghadapi masalah yang ditimbulkan dari obat sintetis NSAID, penelitian ini menggunakan ekstrak etanol kencur sebagai alternatif pengobatan antiinflamasi. Banyak penelitian sebelumnya yang sudah membuktikan khasiat ekstrak kencur sebagai antiinflamasi. Penelitian Hasanah, dkk (2011) melaporkan bahwa perbedaan kandungan minyak atsiri dalam rimpang kencur yang berbeda, tidak membuat perubahan signifikan pada fungsinya sebagai antiinflamasi dengan melihat persentase inhibisi radang. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hasanah dkk (2011), Chotimah (2001), Soeratri dkk (2014), membuktikan bahwa ekstrak kencur (Kaempferia galanga L.) memiliki efek sebagai antiinflamasi dan dapat menjadi pilihan untuk pengobatan antiinflamasi. Hendriati dkk (2010) melaporkan bahwa penggunaan pemacu transpor menthol, asam oleat dan isopropil miristat meningkatkan penghantaran perkutan minyak kencur 10% yang ditandai dengan meningkatnya % proteksi terhadap inflamasi pada marmut. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan ekstrak etanol kencur sebagai alternatif antiinflamasi dengan rute pemberian topikal. Rute pemberian topikal dipilih karena beberapa 5

alasan. Diantaranya, ekstrak etanol kencur tidak memungkinkan untuk dikonsumsi secara oral dikarenakan sifat etanol yang toksik dan jika dikonsumsi terus menerus akan menimbulkan gangguan pada SSP; rasanya yang pahit dan pedas dapat menimbulkan rasa tidak nyaman di mulut ketika mengkonsumsi secara oral; melindungi bahan aktif dari enzim pencernaan yang mungkin dapat menghasilkan efek samping tertentu; menghindari metabolisme lintas pertama di hati, dan mudah untuk mengakhiri terapi ketika efek samping yang merugikan terjadi; pemakaian lebih mudah sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien. Rute pemberian obat topikal memiliki tujuan lokal. Tujuan lokal hanya membutuhkan penetrasi obat melalui kulit pada organ atau jaringan tertentu tubuh yang mengalami gangguan, dengan harapan hanya sedikit atau tidak ada obat yang terakumulasi pada sistem sistemik (Ranade et al, 2004). Salah satu bentuk sediaan yang digunakan untuk menghantarkan obat secara topikal adalah patch. Patch digunakan dengan menempelkan pada kulit sehingga mudah untuk digunakan. Patch terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan utama mengandung polimer adhesif dilapisi dengan lapisan backing layer yang impermeable. Kemampuan mengembang suatu patch merupakan salah satu syarat dari sediaan patch. Mengembangnya patch berkaitan dengan kemampuan matriks dalam melepaskan obat dan keefektifan patch melekat. Salah satu kelompok polimer yang memiliki sifat adhesif adalah kelompok polimer hidrofilik. Salah satunya adalah hydroxyl propl methyl cellulose (HPMC). HPMC memiliki resistensi yang baik terhadap serangga dan mikroba, serta memiliki kekuatan fisik yang baik sebagai film jika mengering pada kulit. HPMC memiliki serapan kelembaban yang tinggi dan hal ini sangat penting bagi tahap awal pelepasan obat ke kulit. Garala et al (2009) dan Shivaraj et al (2010) menyatakan bahwa peningkatan jumlah polimer hidrofilik seperti HPMC dapat meningkatkan pelepasan obat yang 6

digunakan yaitu tramadol dan ketotifen fumarat. Penelitian yang dilakukan Sholehah (2011) melaporkan bahwa HPMC memiliki pengaruh dominan terhadap pelepasan Propanolol HCl berdasar analisis anava dengan berat HPMC K-4M 0,5 gram dan menthol sebagai enhancer konsentrasi 15% memiliki nilai penetrasi sebesar 44,55 µg/ml dan nilai pelepasan sebesar 176,333 µg/ml. Namun, dalam terapi menggunakan rute topikal sering mengalami kendala yaitu rendahnya absorbsi bahan aktif pada kulit. Untuk mengatasi masalah ini, maka ditambahkan enhancer yang merupakan senyawa yang berpengaruh pada penetrasi kulit (Trommer et al, 2006). Enhancer merupakan senyawa yang dapat menurunkan resistensi kulit secara sementara sehingga meningkatkan penembusan obat melalui kulit (Barry, 2006). Dalam pembuatan patch sangat penting untuk dipertimbangkan adalah jenis enhancer yang dipakai dalam formulasi karena enhancer memiliki peranan penting dalam pengaruhnya terhadap penetrasi obat ke dalam kulit. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan penetrasi obat ke kulit adalah dengan adanya penambahan enhancer jenis surfaktan dalam formulasi. Surfaktan memiliki sifat menurunkan tegangan permukaan dengan cara mengabsorbsi pada permukaan suatu cairan. Fenomena antarmuka dapat mempengaruhi absorbsi obat, penetrasi molekul obat melalui membran biologis, pembentukan dan kestabilan emulsi, dan disperse partikel tidak larut dalam media cair untuk membuat suspensi (Syofyan dkk., 2013). Enhancer yang digunakan dalam penelitian ini adalah surfaktan jenis anionik dengan gugus polar bermuatan negatif. Pada penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Syofyan dkk (2013) melaporkan bahwa penambahan Na Lauryl Sulfat sebagai surfaktan dapat meningkatkan kelarutan dari Ibuprofen. Penelitian yang dilakukan oleh Rohmah (2011) melaporkan bahwa penambahan Na Lauryl Sulfat pada 7

formulasi gel dapat meningkatkan kecepatan penetrasi natrium diklofenak pada kulit tikus dengan beragam konsentrasi dan didapatkan hasil yaitu fluks terbesar penetrasi adalah gel yang dihasilkan oleh Na Lauryl Sulfat 1%. Metode yang biasa digunakan untuk pengujian antiinflamasi adalah dengan induksi karagenan. Inflamasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah adanya senyawa kimia yang masuk ke dalam tubuh. Induksi karagenan diharapkan mampu menimbulkan efek inflamasi yang dapat dihitung berdasarkan besarnya jumlah neutrofil/pmn yang timbul. Pada penelitian ini, penulis menggunakan induksi karagenan dengan melihat efek antiinflamasi yang ditimbulkan oleh ekstrak etanol kencur yang dilihat dari parameter jumlah neutrofil pada mencit. 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian enhancer Na Lauryl Sulfat dalam patch topikal yang mengandung ekstrak etanol rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) sebagai antiinflamasi memiliki efek untuk meningkatkan penetrasi dilihat dari jumlah neutrofil pada mencit yang diinduksi dengan karagenan. 1.3 Rumusan Masalah Penelitian Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah: - Apakah pemberian enhancer Na Lauryl Sulfat dalam patch topikal yang mengandung ekstrak etanol rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) sebagai antiinflamasi memiliki efek untuk meningkatkan penetrasi dilihat dari jumlah neutrofil pada mencit yang diinduksi dengan karagenan. 8

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah mengembangkan formula sediaan patch topikal ekstrak etanol kencur untuk menghindari efek samping dari obat AINS sintetik pada saluran cerna dan untuk mempermudah pemakaian pada pasien tanpa harus memikirkan terjadinya first pass-effect obat pada penggunaan oral. Selain itu, sediaan patch topikal mudah digunakan sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan mudah dihentikan pemakaiannya ketika terjadi efek samping yang tidak diinginkan. 1.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis awal penelitian ini adalah pemberian enhancer Na Lauryl Sulfat dalam patch topikal yang mengandung ekstrak etanol rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) sebagai antiinflamasi memiliki efek untuk meningkatkan penetrasi dilihat dari jumlah neutrofil pada mencit yang diinduksi dengan karagenan. 9