Oleh : Syaikh Salim bin Ied al-hilali

dokumen-dokumen yang mirip
TAFSIR AYAT PUASA. Oleh: Download ± 300 ebook Islam, Gratis!!! kunjungi.

Kepada Siapa Puasa Diwajibkan?

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan

KEWAJIBAN PUASA. Publication: 1435 H_2014 M. Tafsir Surat al-baqarah ayat

Oleh : Syaikh Muhammad Musa Nasr

HambaKu telah mengagungkan Aku, dan kemudian Ia berkata selanjutnya : HambaKu telah menyerahkan (urusannya) padaku. Jika seorang hamba mengatakan :

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

Wa ba'du: penetapan awal bulan Ramadhan adalah dengan melihat hilal menurut semua ulama, berdasarkan sabda Nabi r:

"Jadilah orang yang wara' niscaya engkau menjadi manusia yang paling beribadah"

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

(الإندونيسية بالغة) Wara' Sifat

Hadits-hadits Shohih Tentang

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Orang Yang Meninggal Namun Berhutang Puasa

Maktabah Abu Salma al-atsari

BAB 13 SALAT JAMAK DAN QASAR

Keutamaan Bulan Ramadhan

APA PEDOMANMU DALAM BERIBADAH KEPADA ALLAH TA'ALA?

Syarah Istighfar dan Taubat

Konsisten dalam kebaikan

PENGERTIAN TENTANG PUASA

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

KRITERIA MENJADI IMAM SHOLAT

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

MEMBATALKAN PUASA. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA Yang membatalkan puasa ada enam perkara : 1. Makan dan minum Firman Allah SWT :

KECINTAAN DAN KEDEKATAN SESAMA MUKMININ

PETUNJUK NABI TENTANG MINUM

ف ان ت ه وا و ات ق وا الل ه ا ن الل ه ش د يد ال ع ق اب

1. Lailatul Qadar adalah waktu diturunkannya Al Qur an

Qawa id Fiqhiyah. Pertengahan dalam ibadah termasuk sebesar-besar tujuan syariat. Publication: 1436 H_2014 M

Fatwa Tentang Tata Cara Shalat Witir. Pertanyaan: Bagaimana tatacara mengerjakan shalat witir yang paling utama? Jawaban: Segala puji bagi Allah I.

Serial Bimbingan & Penyuluhan Islam

DOA dan DZIKIR. Publication in PDF : Sya'ban 1435 H_2015 M DOA DAN DZIKIR SEPUTAR PUASA

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

المضارع الماضي الا مر

DI BULAN SUCI RAMADHAN

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Petunjuk Rasulullah. Ber-KOKOK

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 284

HUKUM RINGKAS PUASA RAMADHAN HUKUM RINGKAS PUASA RAMADHAN

Iman Kepada KITAB-KITAB

Qawaid Fiqhiyyah. Niat Lebih Utama Daripada Amalan. Publication : 1436 H_2015 M

UNTUK KALANGAN SENDIRI

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

Tata Cara Shalat Malam

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Keutamaan Membaca. Publication: 1434 H_2013 M KEUTAMAAN MEMBACA SHALAWAT. Oleh: Ustadz Abdullah Taslim al-buthoni, MA

Hukum Onani. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah Syaikh Muhammad al-utsaimin rahimahullah

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Anjuran Mencari Malam Lailatul Qadar

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Kiat Memperlakukan Buah Hati

ADAB DAN DOA SAFAR YANG SHAHIH

MERAYAKAN MALAM ISRA DAN MI RAJ

Mengabulkan DO A Hamba-Nya

Hadits yang Sangat Lemah Tentang Larangan Berpuasa Ketika Safar

Derajat Hadits Puasa TARWIYAH

BILA SYA BAN TELAH TIBA

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Amalan Setelah Ramadhan. Penulis: Al-Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc.

Hukum Membangun Gereja di jazirah Arab

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI LEGEN. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Praktek

PUASA DI BULAN RAJAB

Hukum-Hukum Wasiat. Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah Dan Fatwa. Terjemah :Muhammad Iqbal A.Gazali Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

Lailatul Qadar. Surah Al Qadr 97 : 1-5

HUKUM MEMAKAI BAJU YANG TERDAPAT TULISAN DALAM SHALAT ح م لبس القميص ملكتوب عليه ف الصلاة

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM

Pengertian Ikhlas. Syaikh Muhammad Bin Shalih al-'utsaimin. rahimahullah. Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

IBUNYA MARAH KALAU TIDAK MERAYAKAN HARI IBU أمه ستغضب إن لم تفل بعيد الا م

MUZARA'AH dan MUSAQAH

Dimanakah Allah Subhanahu Wa Ta ala?

Bagi YANG BERHUTANG. Publication: 1434 H_2013 M. Download > 600 ebook Islam di PETUNJUK RASULULLAH

Interaksi dengan Al Qur'an

Adab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan.

Menjauhi Fitnah. Mahmud Muhammad Al Khazandar. Terjemah : Muhammad Iqbal Ahmad Ghazali. MA. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. [ Indonesia Indonesian

KAIDAH FIQH. Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

BOLEHKAH MENGERASKAN BACAAN SHALAT SIRRIYAH ATAU SEBALIKNYA DAN BIMBINGAN MENGGUNAKAN PENGERAS SUARA DI MASJID

PAKET FIQIH RAMADHAN (ZAKAT FITRAH)

2. Tauhid dan Niat ]رواه مسلم[

TAFSIR AKHIR SURAT AL-BAQARAH

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Iman Kepada Kitab-Kitab Allah Syaikh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Lathif

Kaidah Fiqh BERSUCI MENGGUNAKAN TAYAMMUM SEPERTI BERSUCI MENGGUNAKAN AIR. Publication in CHM: 1436 H_2015 M

Hukum Memakai Emas Dan Intan Bagi Laki-Laki

Tata Cara Sujud Tilawah

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Nawaqidhul Islam: Matan dan Terjemah Pustakasyabab.blogspot.com

Tips dalam Memahami Ilmu

PANDUAN ISLAMI DALAM MENAFKAHI ISTRI

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Adzan Awal, Shalawat dan Syafaatul Ujma ADZAN AWAL, MEMBACA SHALAWAT NABI SAW, DAN SYAFA ATUL- UZHMA

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

TAFSIR SURAT AL-BAYYINAH

MASUK SURGA Karena MEMBUANG DURI

Bisakah Kirim Pahala BISAKAH KIRIM PAHALA

Hukum Bersiwak Bagi Yang Puasa Setelah Gelincir Matahari

DZIKIR PAGI & PETANG dan PENJELASANNYA

Waktu Shalat Malam. Dr. Muhammad bin Fahd al-furaih. Dinukil dari Buku Masalah-Masalah Shalat Malam. (hal )

Perjalanan Meraih Ridha Ar-Rahmaan

Transkripsi:

Oleh : Syaikh Salim bin Ied al-hilali Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman : ي ا ا ي ه ا ا لذ ي ن ا م ن وا كت ب ع لي كم الص ي ام كم ا كت ب ع لى ا لذ ي ن م ن قب ل كم لع ل كم ت ت قو ن ا ي ام ا م ع د و د ات فم ن كا ن م ن ك م م ر ي ض ا ا و ع لى س فر فع د ة م ن ا ي ام ا خ ر و ع لى ا لذ ي ن ي ط ي قو ن ه ف د ي ة طع ام م س ك ي ن فم ن ت طو ع خ ي ر ا فه و خ ي ر له و ا ن ت ص و م و ا خ ي ر ل كم ا ن كن ت م تع لم و ن ش ه ر م ض ا ن ا لذ ي ا ن ز ل ف ي ه ا ل قر ا ن ه د ى ل لن اس و ب ي ن ات م ن ا له د ى و ا ل فر قان فم ن ش ه د م ن كم الش ه ر ف لي ص م ه و م ن ك ا ن م ر ي ض ا ا و ع لى س فر فع د ة م ن ا ي ام ا خ ر ي ر ي د االله ب كم ا لي س ر و لا ي ر ي د ب ك م ا لع س ر و ل ت كم لوا ا لع د ة و ل ت كب ر و ا االله ع لى م ا ه د ا كم و لع ل كم ت ش كر و ن Artinya : Hai orang-orang yang beriman diwajbkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada harihari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan bulan yang didalamnya diturunkan Al Qur an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil). Karena itu, barang siapa diantara kalian hadir (dinegeri tempat tinggalnya) dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (Al Baqarah : 183 185) Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman kepada orang-orang yang beriman dari umat ini, memerintahkan kepada mereka untuk berpuasa yaitu menahan diri dari makan, minum dan jima, dengan niat ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta ala. Karena di dalam puasa terkandung penyucian dan pembersihan jiwa dari perbuatan yang hina dan akhlak yang rendah. 1 dari 7

Allah Subhanahu wa Ta ala menyebutkan (dalam ayat di atas), (bahwa) sebagaimana Dia mewajibkan atas kalian (orang-orang yang beriman) puasa, maka Allah Subhanahu wa Ta ala (juga) mewajibkannya atas umat-umat yang terdahulu, sebelum kalian. Maka bagi mereka terdapat contoh yang baik, dan hendaklah kalian bersungguh-sungguh dalam menunaikan kewajiban ini, lebih sempurna dari orang-orang yang terdahulu, agar kalian benar-benar taqwa kepada Allah dan takut kepada-nya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta ala menerangkan ketentuan puasa. Bahwasanya puasa itu tidaklah setiap hari, (yang demikian itu) agar tidak memberatkan jiwa, sehingga menjadi lemahlah (jiwa) dari memikul dan menunaikannya. Tetapi puasa itu (dikerjakan) pada hari-hari tertentu. Yang mana pada permulaan Islam, orang-orang beriman berpuasa tiga hari setiap bulannya, kemudian hal ini dihapus dengan puasa pada bulan Ramadhan. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta ala menerangkan hukum puasa sebagaimana terjadi pada awal permulaan Islam. Dia menerangkan bahwa orang yang sakit dan musafir (orang yang bepergian) tidak (wajib) berpuasa dalam keadaan sakit atau bepergian, dikarenakan kesulitan pada dua keadaan itu (untuk berpuasa), bahkan keduanya boleh berbuka dan (harus) menggantinya pada waktu yang lain. Adapun orang yang sehat dan mukim, yang mana ia mampu berpuasa, maka ia dibolehkan memilih antara puasa (atau) memberi makan (fakir-miskin). Jika ia berkehendak puasa maka ia puasa, dan boleh berkehendak tidak puasa dengan memberi makan setiap hari seorang miskin, jika ia memberi makan lebih dari seorang miskin setiap harinya, maka hal itu baik (baginya), adapun jika ia berpuasa maka hal itu lebih utama daripada memberi makan. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta ala memuji bulan puasa dari bulan-bulan (yang lain), dengan diturunkannya Al Qur an yang mulia sekaligus di Baitul Izzah dari langit dunia. Yang demikian itu dalam bulan Ramadhan pada malam lailatul qadar (malam yang ditentukan), sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman : ا ن ا ا ن ز لن اه ف ي لي لة ا ل قد ر Artinya : Sesungguhnya kami telah menurunkan Al Qur an pada lailatul qadar (Al Qadr : 1) Dan Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman : ا ن ا ا ن ز لن اه ف ي لي لة م ب ار كة Artinya : Sesungguhnya kami menurunkan Al Qur an pada malam yang diberkati (Ad Dukhaan : 2) 2 dari 7

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta ala menurunkan (secara) berangsurangsur sesuai dengan kejadian-kejadian (yang terjadi) atas Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta ala memuji Al Qur an yang telah diturunkannya pada Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam, sebagai petunjuk bagi hati para hamba yang beriman kepada Al Qur an, membenarkan serta mengikutinya. Dalil-dalil Al Qur an dan hujjahnya jelas, terang bagi yang memahami dan memperhatikannya, yang menunjukkan atas kebenaran, menolak kesesatan, petunjuk yang berbeda dengan kesesatan, pemisah antara kebenaran dan kebatilan, serta yang halal dan yang haram. Kemudian dihapuslah (hukum yang membolehkan) memilih bagi orang yang mukim dan sehat. Dan Allah Subhanahu wa Ta ala mewajibkan puasa Ramadhan dengan kewajiban pengharusan (untuk berpuasa) atas orang yang menyaksikan hilal Ramadhan sedang ia mukim di negeri ketika datang bulan Ramadhan, dan ia sehat jasmani untuk berpuasa. Tatkala diwajibkannya puasa, Allah Subhanahu wa Ta ala mengulangi penyebutan keringanan bagi orang yang sakit dan musafir (untuk) berbuka dengan syarat mengganti (pada hari lain). Maka barangsiapa ditimpa sakit yang memberatkannya untuk puasa atau (bahkan) bertambah berat sakitnya, ataupun ia dalam (keadaan) bepergian maka (dibolehkan) ia berbuka, apabila ia berbuka maka (wajib baginya mengganti) hari-hari berbukanya (pada hari yang lain). Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman : ي ر ي د االله ب كم ا لي س ر و لا ي ر ي د ب كم ا لع س ر Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Al Baqarah : 185). Sungguh Allah Subhanahu wa Ta ala telah meringankan bagi kalian untuk berbuka dalam keadaan sakit dan ketika bepergian, bersamaan dengan itu Allah Subhanahu wa Ta ala juga mewajibkan puasa bagi orang yang mukim dan sehat, (hal ini adalah) untuk kemudahan, dan sebagai rahmat bagi kalian. Ibnu Katsir berkata sesudah menafsirkan ayat tersebut (Al Baqarah : 185) : Disini terdapat beberapa masalah yang berhubungan dengan ayat ini : 1. Sebagian kelompok dari ulama salaf berpendapat bahwa : Barang siapa yang mukim pada awal bulan, kemudian bepergian dipertengahannya, maka tidak diperbolehkan berbuka dengan alasan bepergian dan keadaan seperti ini. Karena firman Allah Subhanahu wa Ta ala : 3 dari 7

فم ن ش ه د م ن كم الش ه ر ف لي ص م ه Barang siapa diantara kamu hadir (dinegeri tempat tinggalnya) dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa. (Al Baqarah : 185). Dan hanyalah diperbolehkan berbuka bagi musafir, (jika) nampak hilal bulan Ramadhan, sedangkan ia pada waktu itu sedang bepergian. Ini merupakan pendapat yang asing, Abu Muhammad bin Hazm menukilkan dalam kitabnya Al-Muhalla dari sekelompok sahabat dan tabi in. Riwayat dari mereka tersebut terdapat koreksi. Wallahu a lam, Karena didapati pada sunnah bahwa Rasulullah keluar pada bulan Ramadhan untuk perang Fathul Makkah. Beliau berjalan, hingga sampai pada suatu tempat, beliau berbuka, dan memerintahkan sahabatsahabatnya untuk berbuka (diriwayatkan Bukhari dan Muslim). 2. Sebagian sahabat dari tabi in berpendapat tentang wajibnya berbuka ketika berpergian, karena firman Allah Subhanahu wa Ta ala : فع د ة م ن ا ي ام ا خ ر Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu. Yang benar adalah perkataan jumhur ulama : Bahwa masalah ini adalah boleh puasa atau berbuka dan bukan wajib. Karena dahulu sahabatsahabat Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam keluar bersama Rasulullah dalam bulan Ramadhan, seorang sahabat berkata : (diantara kita ada yang berpuasa dan ada juga yang berbuka, tidaklah seorang yang berpuasa mencela yang berbuka, dan tidaklah orang yang berbuka mencela yang berpuasa). Seandainya berbuka itu wajib, niscaya Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam mengingkari yang berbuka namun yang terdapat dari perbuatan Rasulullah, bahwa beliau pada semisal keadaan ini berpuasa, seperti yang terdapat pada shohih Bukhari dan Muslim dari Abu Darda ia berkata : Kami bepergian bersama Rasulullah pada bulan ramadhan dalam suasana yang sangat panas, sehingga diantara kita ada yang meletakkan tangannya diatas kepalanya, lantaran sangat panas. Dan tidaklah ada yang berpuasa diantara kita kecuali Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam dan Abdullah bin Rawahah. 3. Berkata sekelompok ulama, diantaranya Imam Syafi i : Berpuasa ketika bepergian adalah lebih utama dari berbuka, berdasarkan perbuatan Rasulullah sebagaimana Hadits diatas. Sekelompok yang lain berkata : Bahkan berbuka adalah lebih utama karena mengambil keringanan. Sekelompok yang lainnya berkata keduanya sama, sebagaimana Hadits Aisyah bahwa Hamzah bin Amru al-aslami berkata : Wahai Rasulullah, saya banyak berpuasa, apakah boleh saya berpuasa ketika bepergian?. 4 dari 7

Beliau bersabda : Jika engkau berkehendak maka puasalah, dan jika engkau berkehendak untuk berbuka, maka berbukalah (Hadits ini terdapat dalam shahihain). Dan dikatakan : Jika berpuasa berat baginya (musafir) maka berbuka lebih utama, karena Hadits Jabir bahwa Rasulullah melihat seorang lelaki dikerumuni maka beliau bersabda : Apa ini?. Mereka berkata : Seorang yang berpuasa. Lalu beliau bersabda : Bukanlah termasuk kebajikan berpuasa ketika safar (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim). Adapun jika ia menolak sunnah (berpuasa tatkala safar) dan berpendapat makruhnya berbuka maka orang seperti ini wajib berbuka dan diharamkan baginya berpuasa, demikian pula sebaliknya. Saya (Syaikh Salim al Hilali) berkata : Hadits-Hadits tersebut memberi faidah pilihan, bukanlah keutamaan, akan tetapi keutamaan berbuka dari berpuasa (ketika safar) didasarkan kepada Hadits-Hadits yang umum, seperti sabda Nabi yang dikeluarkan oleh Ahmad, Ibnu Hibban dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu dengan sanad shahih : Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta ala menyukai keringanan-nya diamalkan sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta ala membenci kemaksiatan-nya didatangi. Namun hal tersebut dibatasi bagi orang yang tidak ada kesulitan atasnya untuk mengqadha dan menunaikannya, agar keringanan (berbuka dalam safar) tidak menyimpang dari tujuan yang dimaksud. Sungguh hal itu telah dijelaskan dengan tidak ada kesamaran padanya (sebagaimana telah diriwayatkan). Dari Abu Said al Khudri dalam sunan Tirmidzi dengan sanad shahih bahwa para sahabat berpendapat orang yang mempunyai kekuatan kemudian berpuasa (dalam safar) maka (hal itu) baik, dan barang siapa lemah kemudian berbuka (dalam safar) (hal itu) baik. Ketahuilah wahai saudaraku seiman -semoga Allah Subhanahu wa Ta ala memberi kepadamu petunjuk dan ketaqwaan dan memberimu pemahaman dalam agama-, bahwa puasa ketika bepergian apabila hal itu terasa berat bagi seorang hamba maka bukanlah suatu kebaikan sama sekali, bahkan berbuka itu lebih utama dan lebih disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta ala. Yang membenarkan (perkataan ini) Hadits yang diriwayatkan lebih dari seorang sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam beliau bersabda : Bukanlah termasuk kebaikan berpuasa ketika bepergian!. 4. Qadha (mengganti puasa di hari lain) apakah wajib dilaksanakan berturutturut atau boleh terpisah? Pada masalah ini ada dua perdapat : Yang pertama : wajib berturut-turut, karena qadha (mengganti) menyamai yang diganti. 5 dari 7

Yang kedua : Tidak wajib berturut-turut, tetapi jika ia berkehendak, (dapat) dilakukan berturut-turut. Ini perkataan jumhur salaf dan khalaf, dan perkataan ini dalil-dalilnya kokoh. Yang mana berturut-turut hanyalah wajib dalam satu bulan, karena harusnya menunaikan pada bulan Ramadhan. Adapun sesudah berlalunya Ramadhan, maka yang dimaksud adalah puasa hari-hari tertentu (untuk mengganti) hari berbuka, oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman : فع د ة م ن ا ي ام ا خ ر Maka wajiblah ia berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan Kemudian Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman : ي ر ي د االله ب كم ا لي س ر و لا ي ر ي د ب كم ا لع س ر Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (al Baqarah : 185) Saya (Syekh Salim al Hilali) berkata: Apa yang dipilih oleh Al- Allaamah An- Nahrir Ibnu Katsir itulah yang benar, lihatlah perinciannya dengan dalildalilnya dalam kitab kami Sifat Puasa Nabi di Ramadhan. Faedah : Sebagian manusia mengira bahwa berbuka pada hari-hari ketika bepergian tidak diperbolehkan, sehingga mereka mencela orang yang mengambil rukhsah (keringanan untuk berbuka dari Allah Subhanahu wa Ta ala tersebut) atau menganggap puasa lebih utama karena mudahnya transportasi dan terpenuhi sarana-sarananya. Kami ingatkan bagi mereka akan firman Allah Subhanahu wa Ta ala yang Maha Mengetahui baik yang ghaib ataupun terang (jelas). و م ا ك ا ن ر ب ك ن س ي ا Dan tidaklah Tuhan mu lupa. (Maryam : 64). Dan firman-nya : و االله ي ع لم و ا ن ت م لا ت ع لم و ن Dan Allah mengetahi sedang kamu tidak mengetahui. (Al Baqarah : 232). Dan firman Allah Subhanahu wa Ta ala dipertengahan ayat yang menyebutkan keringanan berbuka dalam bepergian. Firman Allah Subhanahu wa Ta ala : 6 dari 7

ي ر ي د االله ب كم ا لي س ر و لا ي ر ي د ب كم ا لع س ر Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (al Baqarah : 185). Artinya : Sesungguhnya kemudahan dan keringanan bagi musafir satu perkara yang diinginkan oleh Allah Subhanahu wa Ta ala, dan hal itu termasuk dari tujuan syariat yang memberikan kelapangan, terlebih lagi yang membuat syariat agama adalah pencipta zaman, tempat dan manusia. Dialah Allah Subhanahu wa Ta ala Dzat yang lebih tahu kebutuhan manusia dan yang terbaik bagi mereka. Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman : ا لا ي ع لم م ن خ لق و ه و ال لط ي ف ا لخ ب ي ر Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan laksanakan), dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (al Mulk : 14). Kita menulis hal ini agar setiap orang muslim tahu bahwa apabila Allah Subhanahu wa Ta ala dan Rasul-Nya mewajibkan suatu perkara, tidak ada pilihan bagi mereka dari perintah-nya, namun seorang muslim akan melaksanakan bersama hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta ala yang beriman dan berendah diri, yang mana mereka tidak mendahulukan selain perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta ala dan Rasul-Nya (kami dengar dan taat, ampunilah kami ya Allah Subhanahu wa Ta ala, kepada-mu-lah kami kembali). Disarikan dari Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhus Shalihin jilid 2 hal 352 7 dari 7