BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

KEDUDUKAN DAN HAK MEWARIS ISTERI DARI PERKAWINAN SECARA ADAT PASU-PASU RAJA DI KECAMATAN LUMBAN JULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR ROSMERI ABSTRACT

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB IV ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1989 TERHADAP PENENTUAN PATOKAN ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam poligami diatur dalam Al-Qur an surah An-Nissa ayat 3

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Perkara Nomor 786/Pdt.G/2010/PA.Mlg

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

ÉÄx{M. Joeni Arianto Kurniawan, S. H.

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

PERATURAN SIASAT GEREJA DI GKPS (RUHUT PAMINSANGON)

BAB V PENUTUP. yang berikutnya yang mendapatkan hak dalam perkawinan poligami. Suami yang

PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR!

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari 5 ( lima ) pulau besar, pulau-pulau kecil 1, 366 suku 2, 5 agama

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 2 Perkawinan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

bismillahirrahmanirrahim

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Kalender Doa Proyek Hanna Januari 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

P E N E T A P A N Nomor : 320/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto)

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Transkripsi:

114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami dibawah tangan pada masyarakat batak toba di Kota Bandar Lampung saat ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Alasan Terjadinya Perkawinan Poligami Di Bawah Tangan pada Suku Batak Toba di Kota Bandar Lampung a. Isteri pertama tidak atau belum berhasil melahirkan anak setelah beberapa lama perkawinan mereka. Dalam hal ini, laki-laki suku Batak beragama Kristen hanya dapat menikah satu kali seumur hidup dan tidak dapat menikah lagi kecuali istrinya telah meninggal dunia atau bercerai dikarenakan si istri terbukti berbuat zinah dengan laki-laki lain. Jadi alasan tersebut diatas tidak dapat dijadikan pembenaran untuk seorang laki-laki untuk menikah lagi. b. Isteri pertama melahirkan anak-anak perempuan tapi tidak dikaruniai anak laki-laki. Di dalam hukum Gereja dan iman Kekristenan, patrilineal juga adalah suatu hal yang bertentangan dengan iman Kekristenan dikarenakan di hadapan

115 Tuhan semua manusia sama saja, laki-laki dan perempuan tidak ada beda. Alasan menginginkan anak laki-laki tentu saja bertentangan dengan iman Kekristenan apalagi menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk melakukan perkawinan poligami dan pasu-pasu raja. c. Suami melakukan hubungan zina dengan perempuan lain yang menyebabkan si perempuan tersebut hamil sehingga harus bertanggungjawab dengan menikahinya. Perbuatan diatas disebut sebagai marlangka pilit yang tertuang dalam 10 hukum Taurat. Hal ini bertentangan dengan kekudusan pernikahan yaitu jangan berzinah karena tidak melibatkan Tuhan dan Gereja dalam pernikahan itu dan hanya melakukan kehendak sendiri d. Suami menikah dengan perempuan berbeda suku dan tidak disetujui oleh orangtuanya sehingga si suami diharuskan oleh orangtuanya untuk menikah dengan perempuan pilihan orangtuanya yang berasal dari suku Batak. Perkawinan endogami seperti yang dimaksud di atas juga dapat dikatakan tidak sesuai dengan iman Kekristenan karena di dalam Tuhan semua manusia itu sama derajatnya apapun sukunya. Semua berhak untuk mencintai dan dicintai dan tidak ada perkawinan yang dapat dipaksakan walaupun dengan tujuan untuk mempertahankan adat Batak itu sendiri.

116 e. Suami berpacaran, saling mencintai dan berzinah dengan cara hidup bersama dengan wanita lain yang menuntut untuk dinikahi. Gereja sangat menentang perbuatan kumpul kebo seperti hal tersebut di atas. Perbuatan diatas disebut sebagai marlangka pilit yang tertuang dalam 10 hukum Taurat. Hal ini bertentangan dengan kekudusan pernikahan yaitu jangan berzinah karena tidak melibatkan Tuhan dan Gereja dalam pernikahan itu dan hanya melakukan kehendak sendiri. Secara umum dapat disaksikan dalam masyarakat adat Batak bahwa poligami selalu menuai masalah, baik saat berhadapan dengan hukum negara, hukum Gereja, maupun hukum adat itu sendiri, serta hubungan-hubungan kekerabatan. Dilihat dari segi hukum, masalah yang paling banyak dihadapi dalam kasus perkawinan poligami adalah menentukan status atau posisi istriistri sehubungan dengan hak-haknya sesuai dengan hukum adat serta posisi anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan poligami tersebut. Begitu juga halnya dengan perkawinan poligami pada suku Batak. Laki-laki suku Batak yang beragama Kristen hanya diperbolehkan menikah satu kali seumur hidup dan dapat menikah lagi apabila istri pertama sudah meninggal atau bercerai dikarenakan istri berbuat zinah. Gereja HKBP sebagai Gereja suku, tidak dapat melakukan pembenaran terhadap hal-hal yang sesuai dengan hukum adat Batak namun tidak sesuai dengan iman Kekristenan dan Hukum Gereja. Seperti halnya

117 perkawinan poligami pada jaman dahulu sah secara adat, namun bertentangan dengan Hukum Gereja, maka hal tersebut tidak sesuai dan dinyatakan dilarang oleh Gereja. Begitu juga pernikahan secara adat saja atau pasu-pasu raja dikarenakan hanya Tuhan saja yang dapat memberikan berkat pada suatu pernikahan melalu Pendeta sebagai utusan Tuhan, maka pernikahan pasu-pasu raja tersebut juga dilarang dan bertentangan dengan Hukum Gereja. 2. Proses Perkawinan Poligami Di Bawah Tangan pada Suku Batak Toba di Kota Bandar Lampung a. Sebelum Terjadinya Perkawinan Pada prisipnya, sebelum terjadinya perkawinan, tahapannya hampir sama dengan proses perkenalan yaitu dimana saling menjalin hubungan dengan berbagai alasan tersebut diatas. Dari hubungan tersebut kemudian laki-laki dan perempuan tersebut menghadap kepada orang tua kemudian keluarga laki-laki mengutus orang tertentu untuk menemui keluarga perempuan untuk melakukan pelamaran, penetapan sinamot (mahar), serta pelaksanaan pernikahannya. Setelah ada kesesuaian dan kesamaan konsep kemudian langsung menuju pelaksanaan pernikahan yang pada umumnya dilaksanakan di keluarga pihak laki-laki (paranak) yang dikenal dengan istilah adat Batak yaitu taruhon jual.

118 b. Saat Terjadinya Perkawinan Pada prinsipnya pernikahan poligami pasu-pasu raja hampir sama dengan proses perkawinan adat Batak secara penuh namun ada beberapa bagian yang ditiadakan, yaitu pernikahan secara agama Kristen yaitu pernikahan di Gereja kecuali beberapa responden yang melakukan pembohongan sehingga tetap dilakukan pemberkata pernikahan di Gereja. Proses pernikahan dilakukan ditempat pihak laki-laki dan dihadiri oleh tua-tua dan raja adat, dilakukan dihadapan kerabat pihak laki-laki dan pihak perempuan. c. Sesudah Terjadinya Perkawinan Sesudah terjadinya perkawinan, maka pihak isteri masuk ke dalam kekerabatan pihak suami seperti pernikahan pada umumnya namun dalam hal ini perkawinan mereka tidak diakui secara agama Kristen dan bertentangan dengan Undang-undang. Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan itu sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Sehingga sesudah perkawinan, mereka tidak dapat mendaftarkan pernikahan mereka ke Kantor Catatan Sipil dikarenakan Kantor Catatan Sipil hanya mau membuat akta catatan sipil perkawinan berdasarkan Surat Nikah dari

119 Gereja. Namun dalam beberapa responden yang telah melakukan pembohongan, maka si isteri dapat melakukan Pembatalan Perkawinan (Pasal 24 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974) ke Pengadilan dalam daerah hukum di mana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri (Pasal 25 Undang- Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974) B. Saran Secara umum dapat disaksikan dalam masyarakat kita bahwa perkawinan Poligami baik ditinjau dari segi hukum Gereja, hukum Adat, perundang-undangan, serta hubungan kekerabatan, selalu menuai masalah. Hal tersebut bukanlah hal yang dapat dipandang sebagai hal yang baik dan dapat diterima bagi isteri dan anak-anak dari perkawinan terdahulu. Perkawinan poligami tentu saja sangat merugikan baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Dari segi hukum Gereja secara tegas menyatakan hal tersebut adalah terlarang seperti yang ada dalam Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP). Dari segi hukum adat Batak sendiri, setelah masuknya agama Kristen ke tanah Batak, maka hal tersebut sudah tidak dipandang baik karena bertentangan dengan iman Kekristenan yang menganut asas monogami tertutup. Di dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 5 dikatakan bahwa seorang laki-laki dapat melakukan poligami apabila si laki-

120 laki memastikan bahwa ia mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anaknya dan mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka, namun dalam realitanya hal tersebut terkadang tidak terjadi, si suami tidak mampu bersikap adil dan menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anaknya sehingga tentu saja sangat merugikan dan lebih baik hal tersebut tidak dilakukan. Dilihat dari segi hukum, masalah yang paling banyak dialami dalam kasus poligami adalah menentukan status atau posisi isteriisteri sehubungan dengan hak-haknya sesuai dengan hukum adat serta posisi anak-anak yang dilahirkan. Penulis dalam hal ini menyarankan kepada seluruh tua-tua adat dan raja adat Batak untuk menempatkan diri sesuai dengan aturan yang benar dan berlandaskan kepada hukum Gereja. Tua-tua dan Raja adat harus mengutamakan lembaga pernikahan Gereja dibanding lembaga pernikahan adat pasu-pasu raja sehingga mereka harus melakukan penolakan terhadap orang-orang yang ingin melakukan pernikahan pasu-pasu raja tanpa melalui pemberkatan pernikahan di Gereja. Dan kiranya juga pernikahan poligami harus dihindari dan tidak dilakukan oleh laki-laki dari suku Batak yang beragama Kristen dikarenakan tidak ada hal yang berdampak positif dari adanya perkawinan poligami tersebut.