BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN WALI BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA GAJAH MUNGKUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

BAB III PENETAPAN WALI NIKAH BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA KECAMATAN GAJAH MUNGKUR SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

As dengan pada masa nabi berikutnya, selain berbeda, juga semakin teratur pada masa nabi Muhammad Saw.

ABSTRAK. Perlindungan Hukum terhadap Anak Luar Kawin dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB IV ANALISA TENTANG STATUS KEPERDATAAN ANAK HASIL ZINA DAN ANAK HASIL KAWIN SIRRI PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian kepustakaan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, dan lainlain

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB IV. Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat plural. 1. hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Dalam pembahasan kali ini,

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan adalah satu jalan yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PERKAWINAN DAN PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KEC. PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya ajaran tentang pernikahan tersebut sehingga dalam al-qur an terdapat

STATUS HUKUM ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB V PEMBAHASAN. A. Biaya Administrasi Perkawinan di Kantor Urusan Agama Kecamatan

PEMBATALAN PERKAWINAN DAN PENCEGAHANNYA Oleh: Faisal 1

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

I. PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu hikmah

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB IV ANALISIS HUIKUM ISLAM TERHADAP NIKAH SIRRI ONLINE

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut dengan Undang-undang Perkawinan), sebagai berikut:

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

Ringkasan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) h M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam,

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. dibicarakan. Berdasarkan analisis penulis terhadap apa faktor-faktor yang

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 5. Ibid, Pasal 2 ayat (1) 3

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ANGKAT DI KUA KEC. SAWAHAN KOTA SURABAYA

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN WALI BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA GAJAH MUNGKUR A. Analisis terhadap Dasar Penetapan Wali Nikah bagi Mempelai Perempuan yang Lahir Kurang 6 Bulan di KUA Gajah Mungkur Dasar penetapan wali nikah bagi calon mempelai perempuan yang lahir kurang 6 bulan dari akad nikah orangtuanya yang terdapat di KUA Kecamatan Gajah Mungkur Semarang yaitu berdasarkan Surat Dirjen Bimas dan Urusan Haji No.D/ED/PW. 01/03/92 tentang Ketentuan Adam Wali Nikah. Ketika calon mempelai perempuan yang setelah dilakukan pengecekan ternyata adalah anak yang lahir sebelum akad nikah orang tuanya, maka dapat dikatakan bahwa ia hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya saja, dengan demikian ayah biologisnya tidak memiliki hak sebagai wali nikah bagi anak perempuannya itu. Sebelumnya Kepala KUA Gajah Mungkur dalam menghadapi permasalahan tersebut tidak lantas begitu saja menggunakannya sebagai dasar, namun sebelumnya dilakukan pendekatan dari hati ke hati oleh para pihak dalam membicarakan masalah nasab yang berkaitan dengan status wali tersebut, karena seperti yang telah diketahui, bahwa di dalam masyarakat kita masih ada yang melakukan praktek pernikahan sirri, pernikahan yang pada substansinya memang sudah memenuhi syarat sahnya pernikahan di mata 53

54 hukum Islam, namun belum dicatatkan di pegawai pencatat nikah. Jika memang calon mempelai perempuan adalah anak yang lahir dari pernikahan sirri, maka dasar penetapan berdasarkan surat dirjen di atas tidak dapat diberlakukan. Jelas di sini bahwa dalam menetapkan status wali nikah bagi anak yang terlahir dari pernikahan sirri harus dapat dibedakan dengan anak hasil zina. Menurut penulis cara yang dilakukan oleh Kepala KUA Gajah Mungkur sudah tepat, karena menggunakan pendekatan fiqh secara urut dan sistematis, bahwa sebelum memutuskan status wali nikah Kepala KUA telah memberikan penjelasan secara rinci bagaimana konsep anak sah menurut fiqh dan juga undang-undang. Setelah itu ia mulai menawarkan kepada para pihak mempelai untuk mengambil keputusannya sendiri dalam penentuan status wali nikahnya sesuai dengan hati nurani dan kesadaran pribadi, apakah akan menggunakan wali hakim atau wali nasab. Terlepas dari problematika status wali nikah tersebut, penggunaan wali hakim tidak mempengaruhi ataupun berdampak pada sah atau tidaknya perkawinan itu sendiri. Pernikahan sirri apabila dilihat dari segi hukum Negara menunjukan suatu pernikahan yang tidak mempunyai perlindungan hukum karena tidak dilakukan pencatatan oleh PPN, sehingga pasangan suami istri tersebut tidak memiliki bukti otentik tentang pernikahannya yang jika dilihat lebih jauh lagi

55 bahwa pihak perempuan dan anak yang dilahirkan pada khususnya tidak memiliki perlindungan hukum. 1 Ketentuan keharusan pencatatan pernikahan yang tertulis dalam pasal 2 ayat 20 Undang-Undang Perkawinan, bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut, memiliki maksud dan tujuan yang baik untuk kelangsungan bersama, bagi suami istri, terlebih lagi bagi anak yang dilahirkan. Tujuan dicatatkannya pernikahan telah tertulis di dalam KHI pasal 5 ayat 1 yang menyatakan Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. Menanggapi tentang pencatatan nikah, Imam Syaukani berpendapat bahwa: 1. Pencatatan nikah merupakan salah satu bentuk pembaharuan hukum Islam di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan hukum keluarga. 2. Sejak diberlakukan tahun 1974 melalui Undang-Undang Perkawinan No. 1/74 tentang perkawinan, prosedur pencatatan nikah masih disalahpahami oleh kebanyakan umat Islam Indonesia. 3. Ada dikotomi antara apa yang dipahami sebagai syarat sah perkawinan menurut masyarakat dan pemerintah. 2 Pada dasarnya pegawai pencatat nikah hanya mencatat peristiwa pernikahan bukan mengesahkan pernikahannya, karena unsur yang terpenting dari sah tidaknya suatu perkawinan adalah tergantung dari persiapan dari 1 Effi Setiawati, Nikah Sirri Tersesat di Jalan yang benar?, Bandung: Kepustakaan Eja Insani, 2005, hlm. 81. 2 Imam Syaukani, Rekonstruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia dan Relevansinya Bagi Pembangunan Hukum Nasional, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 252.

56 pihak-pihak yang akan melangsungkan perkawinan yaitu terpenuhinya syarat dan rukun pernikahan. Penetapan asal usul anak dalam perspektif hukum Islam memiliki arti yang sangat penting, karena dengan penetapan itulah dapat diketahui hubungan nasab antara anak dengan ayahnya. Kendati pun pada hakikatnya setiap anak yang lahir berasal dari sperma laki-laki dan sejatinya harus menjadi ayahnya, namun hukum Islam memberikan ketentuan lain. Seorang anak dapat dikatakan sah memiliki hubungan nasab dengan ayahnya jika terlahir dari perkawinan yang sah. Sebaliknya anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, biasa disebut dengan anak zina atau anak di luar perkawinan yang sah dan ia hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Dengan demikian membicarakan asal usul anak sebenarnya membicarakan anak yang sah. 3 Problematika yang terjadi tentang penentuan status wali nikah ini berawal dari pemahaman tentang anak sah menurut fiqh yang berbeda dengan konsep anak sah dari perspektif Undang-Undang Perkawinan dan KHI. Menurut fiqh anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah dan konsepsi atau pembuahan sel telur terjadi di dalam perkawinan yang sah, sementara definisi anak sah menurut Undang-Undang Perkawinan dalam pasal 42 menyatakan bahwa Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Begitu pula KHI dalam pasal 99 berbunyi, Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat hlm. 276. 3 Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, cet. 3,

57 perkawinan yang sah dan hasil pembuahan suami istri yang sah. Dari definisi tersebut mengesankan bahwa sah atau tidaknya seorang anak dilihat pada waktu lahirnya tanpa mempertimbangkan kapan konsepsi terjadi, yang semestinya konsepsi ini terjadi di dalam sebuah perkawinan yang sah. 4 Mengenai zina sendiri menurut hukum Islam adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak saling terikat perkawinan di antara mereka baik itu zina muhsan maupun ghairu muhsan dan anak yang dihasilkan nasabnya tidak dapat dikaitkan dengan nasab ayah biologisnya dan tidak dapat saling mewaris. 5 Seluruh hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT adalah mengandung maslahah. Seluruh perintah Allah kepada manusia untuk melakukannya adalah mengandung manfaat untuk dirinya baik secara langsung maupun tidak, begitupula sebaliknya bahwa semua larangan Allah untuk dijauhi manusia dari kebinasaan atau kerusakan. Al-Qur an dan sunnah adalah sumber yang dijadikan pedoman bagi umat manusia, sementara usaha pemahaman, penggalian dan perumusan hukum dari kedua sumber hukum tersebut di kalangan ulama merupakan sebuah istinbath jadi istinbath adalah menggali hukum syara yang belum ditegaskan secara langsung oleh nash Al Qur an atau Sunnah. 6 Dalam konteks ini pihak KUA memiliki kewenangan yang 4 Mushtafa Rahman, Anak Luar Nikah, Status dan Implikasi Hukumnya, Jakarta: Atmaja, 2003, hlm. 45. 5 Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Yang Tidak di catat, Jakarta: Sinar Grafika, cet. 1, 2010, hlm. 70-80. 6 Bagir Haidar dan Syafiq Basri, Ijtihad Dalam Sorotan, Bandung: Mizan Anggota IKAPI, 1996, hlm. 25.

58 berkaitan dengan penetapan wali bagi calon mempelai yang merupakan anak di luar nikah, yaitu dengan melakukan istinbath hukum. Menurut penulis, istinbath hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA Gajah mungkur yang menjadikan Surat Dirjen Bimas dan Urusan Haji No.D/ED/PW. 01/03/92 tentang Ketentuan Adam Wali Nikah sebagai pedoman dalam menetapkan wali nikah bagi calon mempelai perempuan yang merupakan anak di luar nikah tersebut, jika dilihat dari kekuatan hukumnya maka dapat dikatakan bahwa keputusan tersebut adalah batal demi hukum. Sebagaimana kaidah hukum yang berbunyi lek superior derogat legi inferiori yang artinya kekuatan hukum yang derajatnya lebih tinggi membatalkan kekuatan hukum yang derajatnya lebih rendah atau dibawahnya. Undangundang Perkawinan dan KHI yang berlaku sebagai hukum positif di Indonesia lebih tinggi derajat kekuatan hukumnya dibandingkan dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh menteri Agama, sehingga menurut penulis jika Kepala KUA memutuskan berdasarkan surat edaran tersebut maka menjadi batal demi hukum. Terlebih lagi jika melihat apa saja landasan operasional KUA yang menjadikan Undang-undang Perkawinan dan KHI sebagai dasar, adapun kitab fiqh yang dimaksud adalah kitab-kitab fiqh yang sudah dikaji dan dijadikan rujukan dalam penyusunan KHI, yang dimana kitab-kitab klasik dan modern tersebut relatif lengkap. Meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal mendudukkan seorang wali terhadap calon mempelai perempuan, namun dalam hal penempatan wali sebagai rukun nikah secara prinsip jumhur ulama

59 menyepakatinya. 7 Bagaimana pun juga seorang wali atau dalam hal ini adalah seorang ayah yang telah menjaga dan merawat anak tersebut hingga saatnya ia akan menikah, maka selayaknya perkawinan itu dilaksanakan setelah mendapat restu dari kedua belah pihak, yaitu restu ayah, ibu dan anak perempuan itu sendiri. Dengan demikian perkawinan itu kelak tidak akan menimbulkan ekses negatif di kalangan keluarga dan masyarakat. Kedudukan seorang wali merupakan urgen dari suatu pernikahan, maka masyarakat Islam harus tetap menjaga keabsahan status wali yang nantinya akan mempengaruhi status pernikahan itu sendiri. Pada kasus calon mempelai perempuan yang merupakan anak tidak sah inilah, para pihak calon mempelai diharapkan dapat memahami dan mengerti makna kedudukan wali dalam suatu pernikahan. Anak hasil zina dilahirkan dari kedua orangtua biologisnya sebelum akad nikah tersebut secara aturan fiqh jelas tidak dapat dinisbatkan kepada ayah biologisnya, sehingga ia hanya dinasabkan kepada ibunya dan keluarga ibunya. Sebagaimana pendapat jumhur madzhab fiqh Hanafiyah, Malikiyah, Syafi iyah dan Hanabilah yang menyatakan prinsip penetapan nasab adalah karena adanya hubungan pernikahan yang sah, jika selain karena pernikahan yang sah, maka tidak ada akibat hukum hubungan nasab. Hukum Islam menetapkan nasab sebagai legalitas hubungan kekeluargaan yang berdasarkan hubungan darah sebagai akibat dari pernikahan yang sah. 8 7 Amir Syarifuddin, op. cit., hlm. 69. 8 Bahder Johan Nasution dan Sri Warijayati, Hukum Perdata Islam, Bandung: Mandar Maju, 1997, hlm. 67.

60 Nasab merupakan pengakuan syara bagi hubungan seorang anak dengan garis keturunan ayahnya selanjutnya mempunyai hak dan kewajiban pula dari keturunan ayahnya Islam sangat melarang keras perzinahan karena salah satu kerugian yang akan ditimbulkan kaitannya dalam konteks ini adalah terjadinya ketidakjelasan nasab. Anak yang terlahir oleh sebab zina, maka dalam hukum fiqh ia tidak memiliki garis nasab dengan ayah biologisnya, namun terlepas dari ketentuan tersebut, setiap anak yang terlahir ke dunia dalam keadaan suci dan tidak membawa dosa turunan sekalipun ia terlahir sebagai hasil perbuatan zina. Mengenai persoalan nasab di atas, menurut penulis berbeda dengan permasalahan li an, yang dimana inti dari kasus li an adalah tidak diakuinya anak yang dilahirkan tersebut oleh suami dari istri yang telah melakukan perkawinan secara sah, sehingga hal tersebut bisa diselesaikan dengan cara pengakuan dari pihak suami. Sementara permasalahan yang dihadapi oleh KUA adalah bagaimana mereka menentukan status wali nikah bagi calon mempelai perempuan yang setelah diteliti bahwa ia adalah anak yang dibenihkan sebelum orang tua biologisnya melangsungkan akad nikah. Terlepas dari sejak kapan anak tersebut dibenihkan, apabila kedua orang tua biologis dalam konteks ini adalah si suami telah mengakui bahwa anak tersebut memang darah dagingnya, dengan kata lain tidak ada proses li an, maka anak tersebut menjadi sah dengan sendirinya karena kedua orang tua biologisnya telah melakukan pernikahan secara sah, bahkan hal tersebut menjadi wajib sebagaimana yang telah diatur oleh KHI pasal 53 mengenai

61 nikah hamil, dimana perempuan yang hamil harus menikah dengan laki-laki yang menghamilinya. B. Analisis Terhadap Kedudukan Fiqh Sebagai Pertimbangan Pelaksanaan Tugas KUA dalam Perkawinan di KUA Gajah mungkur Semarang Fiqh secara etimologis artinya paham, sementara terminologis fiqh adalah hukum-hukum syara yang bersifat praktis (amaliah) yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci. 9 Fiqh sebagai usaha memahami sangat dipengaruhi oleh tuntutan ruang dan waktu yang melingkupi faqih (jamak fuqoha) yang memformulasikannya, karena itulah sangat wajar jika kemudian terdapat perbedaan-perbedaan dalam rumusan mereka. Fiqh yang juga sebagai hasil istinbath (upaya mengeluarkan hukum dari nash) atau ijtihad fuqaha yang manusia biasa, meski telah diyakini kebenarannya tidaklah tertutup kemungkinan telah terjadi kesalahan di dalamnya. Namun meskipun dalam hal ini apabila terjadi kesalahan tidak berakibat dilakukan sanksi hukum. Kedudukan fiqh dalam sejarahnya sangatlah penting, sebagaimana yang diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat Islam di Indonesia yang didominasi oleh fiqh Syafi iyah. Hal ini, kata Rachmat Djatnika fiqh Syafi iyah lebih banyak dan dekat kepada kepribadian Indonesia. 10 Pada pelaksanaaannya, aturan fiqh yang terdapat di dalam kitab-kitab fiqh telah memberikan jawaban terhadap permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Mengenai penetapan status wali nikah ini memang baik Undang- 9 Abdul Wahab Khalaf, Ilm Usul Al Fiqh, Jakarta: Maktabah Al Da wah Al Islamiyah Syabab Al Azhar, 1410/1990, cet. 8, hlm. 11. 10 Abdurrahman Wahid, et. Al., Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia, Bandung: Rosda Karya, 1991, hlm. 229.

62 undang maupun KHI tidak mengaturnya, namun setidaknya KHI sedikit menyinggung tentang peralihan hak dari wali nasab kepada wali hakim. Adapun demikian dari aturan yang tertulis tersebut tidak disinggung mengenai batas minimal usia kandungan si bayi yaitu 6 bulan sejak akad nikah orang tuanya. Sebenarnya apa yang ada pada Undang-Undang Perkawinan sama dengan apa yang ada di dalam aturan fiqh, misalnya saja tentang ketentuan larangan perkawinan dan ketentuan tentang masa tunggu bagi istri yang bercerai dari suaminya yang dijabarkan dalam peraturan pemerintah. Begitu juga apa yang diatur di dalam Undang-Undang Perkawinan ada yang memang tidak terdapat di dalam aturan fiqh madzhab mana pun karena bersifat administratif yaitu tentang pencatatan nikah. Meskipun dalam praktiknya hukum Islam tidak berperan secara menyeluruh, namun hukum Islam masih memiliki peran besar bagi kehidupan para pemeluknya. Setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan hukum Islam masih memiliki peran besar dalam kehidupan di bangsa Indonesia, diantaranya: 1. Hukum Islam telah turut serta menciptakan tata nilai yang mengatur kehidupan umat Islam, minimal dengan menetapkan apa yang harus dianggap baik dan buruk, apa yang menjadi perintah, anjuran, perkenan dan larangan agama. 2. Banyak keputusan hukum dan unsur yurisprudensial dari hukum Islam telah diserap menjadi bagian dari hukum positif yang berlaku.

63 3. Adanya golongan yang masih memiliki aspirasi teokratis di kalangan umat Islam dari berbagai negeri sehingga penerapan hukum Islam secara penuh masih menjadi slogan perjuangan yang masih mempunyai appeal cukup besar. 11 Begitu pula mengenai ketentuan terhadap status wali nikah bagi anak zina di KUA Kecamatan Gajah mungkur. Dalam permasalahan penentuan wali nikah tersebut PPN khususnya di KUA Kecamatan Gajah mungkur, tidak hanya bertanggung jawab hitam di atas putih saja namun juga berperan sebagai pihak yang ikut menjaga keabsahan perkawinan bila mengingat bagaimana pentingnya kedudukan dari seorang wali dalam sebuah perkawinan itu sendiri. Pada dasarnya PPN dalam melaksanakan tugasnya menggunakan hukum positif yang telah berlaku, namun bukan berarti hanya mendasarkan pada hukum positif saja tapi juga memasukan dasar-dasar fiqh yang memang dapat mewakili permasalahan yang terjadi serta dapat memberikan maslahah bagi masyarakat luas. Fiqh digunakan ketika terjadi kebuntuan dalam mengatasi persoalan tertentu jika memang dalam hukum positif belum dan mengatasinya, maka fiqh memiliki peran besar dalam proses penentuan wali nikah bagi calon mempelai perempuan yang lahir kurang dari 6 bulan setelah akad nikah orang tuanya. Mengingat bahwa fiqh Syafi I lebih banyak mendominasi dalam masyarakat Indonesia, dan KHI sendiri memang dirumuskan dan diambil dari hlm. xv 11 Juhaya S. Praja, Hukum Islam di Indonesia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994,

64 beberapa kitab fiqh, sudah seharusnya fiqh yang merupakan satu bentuk aturan syari at dalam permasalahan wali hakim ini dapat dimasukan ke dalam KHI. Dengan menghidupkan syari at dan melihat bagaimana manfaat yang terkandung dari diberlakukannya aturan fiqh tersebut diharapkan masyarakat dapat memahami dan menerimanya. Pada permasalahan status wali nikah bagi anak tidak sah ini menurut penulis, kedudukan fiqh dalam hal ini adalah sebagai pertimbangan bagi para pihak untuk berhati-hati dalam menetapkan hukum, sebagai upaya preventif bagi masyarakat tentang pentingnya kesucian dan keluhuran dari pernikahan secara dhohir dan batin agar tidak dikotori dengan hubungan-hubungan yang tidak sah dan amoral. Dengan adanya dasar fiqh yang berkaitan dengan masalah nasab anak tersebut, diharapkan dapat dijadikan sebagai peringatan bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menuju pernikahan.