KERTAS KEBIJAKAN. Rehabilitasi Sosial dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.

dokumen-dokumen yang mirip
KERTAS KEBIJAKAN. Evaluasi Rancangan Perda Mengenai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Kalimantan Utara. Permasalahan Mendasar

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Rekomendasi Kebijakan

2012, No.68 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya y

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 101

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Nomor : Tahun 2016

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS OLEH LEMBAGA DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

Jl. Sukarno Hatta Giri Menang Gerung Telp.( 0370 ) , Fax (0370) Kode Pos TELAAHAN STAF

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARA REHABILITASI SOSIAL TUNA SOSIAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemeri

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

KERTAS KEBIJAKAN. kompetensi Aparatur Daerah Urusan Bidang Sosial Sesuai UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan RPJMN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 8 TAHUN 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

2 Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 56 / HUK / 2009 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM. Dinas Sosial 1.

RINCIAN RANCANGAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENERAPAN DAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL

TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 26 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

2018, No.2-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016

~ ~Ja/rmw PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 169 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang S

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 15 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE C DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Kota Bandung A. Kepala Dinas B. Sekretariat

Transkripsi:

KERTAS KEBIJAKAN Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM) Sebagai Wujud Peran Masyarakat dan Rehabilitasi Sosial Berbasis Keluarga Sebagai Peran Keluarga Dalam Konteks UU 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial Permasalahan Mendasar Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan:untuk meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, kelangsungan hidup, memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian, meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial, meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan, meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; dan meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Kemudian rehabilitasi sosial dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial. Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial pada Pasal 2 Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial ditujukan kepada perseorangan, keluarga, kelompok, masyarakat. diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial yang meliputi kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana; dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Rehabilitasi Sosial dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial. Rehabilitasi Sosial ditujukan kepada seseorang yang mengalami kondisi kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, serta yang memerlukan perlindungan khusus yang meliputi: penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, penyandang cacat fisik dan mental, tuna susila, gelandangan, pengemis, eks penderita penyakit kronis, eks narapidana, eks pencandu narkotika, eks psikotik, pengguna psikotropika sindroma ketergantungan,

orang dengan Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immuno Deficiency Syndrome, korban tindak kekerasan, korban bencana, korban perdagangan orang, anak terlantar; dan anak dengan kebutuhan khusus. Kecuali eks pencandu narkotika, eks psikotik, pengguna psikotropika sindroma ketergantungan, orang dengan Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immuno Deficiency Syndrome, berdasarkan lampiran bidang sosial pada Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan urusan pemerintah pusat. 1. 2. 3. 4. 5. Rekomendasi Kebijakan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM) sebagai salah satu alternatif dalam penjangkauan pelayanan kepada penyandang disabilitas, lanjut usia, anak, terlantar dan penerima manfaat/layanan pada urusan wajib bidang sosial di kabupaten/kota dan perlu terus dikembangkan dan di implementasikan di daerah kabupaten/kota sesuai dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial di luar lembaga dengan berbasis keluarga dan masyarakat. Rehabilitasi Sosial dilaksanakan oleh Pekerja Sosial Profesional yang bersertifikat dan mendapat izin praktik dari Menteri dan rehabilitasi sosial dalam keluarga, masyarakat, dan panti sosial dilakukan berdasarkan standar Rehabilitasi Sosial dengan pendekatan profesi pekerjaan sosial. Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM) sebagai salah satu jawaban atas pembagian kewenangan urusan pemerintah di kabupaten/kota pada lampiran bidang sosial dari Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Urusan wajib terkait pelayanan dasar yang berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal di daerah provinsi dan kabupaten/kota, berdampak pada urusan sosial di provinsi dan kabupaten/kota, pada provinsi Sub-Bidang rehabilitasi sosial dilaksanakan di dalam lembaga yaitu panti dan Lembaga Kesejahteraan Sosial dan pada kabupaten/kota dilaksanakan di luar lembaga dengan berbasis keluarga dan masyarakat. Pertemuan pengembangan model rehabilitasi sosial berbasis masyarakat yang dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat Bappenas dengan surat nomor 6882/Dt.3.4/10/2015 tanggal 20 Oktober 2015, berdasarkan hasil diskusi merupakan salah satu bentuk Penjangkauan pelayanan bidang sosial di daerah dan RBM sangat dibutuhkan dalam masyarakat dan keluarga yang pada umumnya penduduk kurang mampu dan rentan sehingga penerima layanan/manfaat dan keluarga dapat mandiri dan meningkat kualitas hidupnya. 2

POLICY PAPER Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM) Sebagai Wujud Peran Masyarakat dan Rehabilitasi Sosial Berbasis Keluarga Sebagai Peran Keluarga Dalam Konteks UU 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial Syauqi, Fungsional Analis Kebijakan Madya Biro Perencanaan Kementerian Sosial RI. Jakarta, 15 Januari 2016 Abstract Rehabilitasi Sosial diberikan dalam bentuk motivasi dan diagnosis psikososial, perawatan dan pengasuhan, pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan, bimbingan mental spiritual, bimbingan fisik, bimbingan sosial dan konseling psikososial, pelayanan aksesibilitas, bantuan dan asistensi sosial, bimbingan resosialisasi, bimbingan lanjut; dan/atau rujukan. Bentuk Rehabilitasi Sosial dilaksanakan dengan tahapan: pendekatan awal, pengungkapan dan pemahaman masalah, penyusunan rencana pemecahan masalah, pemecahan masalah, resosialisasi, terminasi; dan bimbingan lanjut. Rehabilitasi Sosial dilaksanakan oleh Pekerja Sosial Profesional yang bersertifikat dan mendapat izin praktik dari Menteri dan rehabilitasi sosial dalam keluarga, masyarakat, dan panti sosial dilakukan berdasarkan standar Rehabilitasi Sosial dengan pendekatan profesi pekerjaan sosial. Key words: rehabilitasi sosial dalam lembaga (panti dan LKS), rehabilitasi sosial luar lembaga berbasis keluarga dan masyarakat, urusan wajib terkait pelayanan dasar, standar pelayanan minimal, pembagian urusan melalui NSPK, pemetaan urusan, tipologi, standar kompetensi aparatur daerah. Spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai acuan dalam melakukan suatu program kegiatan berdasarkan suatu standar yang ditetapkan dan rehabilitasi sosial merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Profesi Pekerjaan sosial dilakukan dengan aktivitas secara profesional untuk membantu individu, kelompok, atau masyarakat untuk meningkatkan keberfungsian sosial dengan menggunakan teori tingkah laku manusia dan sistem sosial. Adapaun Kesejahteraan Sosial merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dilaksanakan dengan upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Pelaksanaan rehabilitasi Sosial diberikan dalam bentuk: a. motivasi dan diagnosis psikososial; b. perawatan dan pengasuhan; c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; d. bimbingan mental spiritual; e. bimbingan fisik; f. bimbingan sosial dan konseling psikososial; g. pelayanan aksesibilitas; h. bantuan dan asistensi sosial; i. bimbingan resosialisasi; j. bimbingan lanjut; dan/atau k. rujukan. 3

Bantuan sosial dan Asistensi sosial merupakan upaya yang dilakukan berupa pemberian bantuan kepada penerima pelayanan yang mengalami guncangan dan kerentanan sosial agar dapat hidup secara wajar. Bimbingan resosialisasi merupakan kegiatan untuk mempersiapkan penerima pelayanan agar dapat diterima kembali ke dalam keluarga dan masyarakat. Bimbingan lanjut merupakan kegiatan pemantapan kemandirian penerima pelayanan setelah memperoleh pelayanan rehabilitasi sosial. Rujukan merupakan pengalihan layanan kepada pihak lain agar penerima pelayanan memperoleh pelayanan lanjutan atau sesuai dengan kebutuhan. Rehabilitasi Sosial dilaksanakan dengan tahapan: a. pendekatan awal; b. pengungkapan dan pemahaman masalah; c. penyusunan rencana pemecahan masalah; d. pemecahan masalah; e. resosialisasi; f. terminasi; dan g. bimbingan lanjut. Tahapan rehabilitasi sosial dapat dilaksanakan di dalam lembaga atau di luar lembaga. Pendekatan awal merupakan kegiatan yang terdiri atas: a. sosialisasi dan konsultasi; b. identifikasi; c. motivasi; d. seleksi, dan e. penerimaan. Sosialisasi dan konsultasi berupa upaya menjalin kerja sama dalam bentuk penyampaian informasi mengenai lembaga rehabilitasi sosial, guna memperoleh dukungan data dan sumber yang mendukung pelayanan rehabilitasi sosial. Identifikasi merupakan upaya mengenal dan memahami masalah calon penerima pelayanan. Motivasi merupakan upaya penumbuhan kesadaran dan minat penerima pelayanan serta dukungan orang tua untuk mengikuti rehabilitasi sosial. Seleksi merupakan upaya pemilihan dan penetapan calon penerima pelayanan rehabilitasi sosial. Penerimaan merupakan kegiatan registrasi dan penempatan dalam pelayanan rehabilitasi sosial. Pengungkapan dan pemahaman masalah merupakan kegiatan mengumpulkan, menganalisis, dan merumuskan masalah, kebutuhan, potensi, dan sumber yang dapat dimanfaatkan dalam pelayanan rehabilitasi sosial. Kegiatan pengungkapan dan pemahaman masalah terdiri atas: a. persiapan; b. pengumpulan data dan informasi; c. analisis; dan d. temu bahas kasus. Kegiatan persiapan sebagai upaya membangun hubungan antara pekerja sosial dan penerima pelayanan. Kegiatan pengumpulan data dan informasi dilakukan dalam upaya untuk mendapatkan data dan informasi penerima pelayanan. Kegiatan analisis agar kegiatan interpretasi data dan informasi guna menemukan masalah dan kebutuhan penerima pelayanan. Pembahasan revisi indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Sosial selama tahun 2015 yang merupakan draft revisi dari Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 129/HUK/2008 baik di internal Kementerian Sosial RI, pembahasan dengan Kementerian/Lembaga yang tugas poknya terkait dengan indikator SPM seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), pembahasan dengan daerah yaitu perwakilan dari Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, draft indikator SPM Bidang Sosial pada Sub-Bidang Rehabilitasi Sosial di Provinsi adalah: (gelandangan dan pengemis) berbasis lembaga (panti milik pemda dan masyarakat) 4

Rehabilitasi Sosial di Kabupaten/Kota, adalah: (gelandangan dan pengemis) berbasis keluarga dan masyarakat. Pertemuan pengembangan model rehabilitasi sosial berbasis masyarakat yang dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat Bappenas dengan surat nomor 6882/Dt.3.4/10/2015 tanggal 20 Oktober 2015 Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM) dalam Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 22 Tahun 2014 tentang Standar Rehabilitasi Sosial dengan Pendekatan Profesis Pekerjaan Sosial disebutkan pada Pasal 4 Rehabilitasi sosial dengan pendekatan profesi pekerjaan sosial dapat dilakukan di dalam lembaga dan/atau di luar lembaga. Rehabilitasi sosial dalam lembaga dilakukan di panti sosial Pemerintah/pemerintah daerah atau Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS). Rehabilitasi sosial di luar lembaga dilakukan dalam keluarga dan masyarakat. Salah satu Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM) adalah Paguyuban Sehati Sukoharjo (dikutip dari majalah Societa Edisi Khusus HKSN Tahun 2015) dengan fungsi utamanya untuk pendampingan terhadap Penyandang Disabilitas termasuk Penyandang Disabilitas Berat dengan pembiayaan yang bersifat swadana, membuatkan program-program pendampingan yang tidak hanya ditujukan pada penyandang disabilitas dan penyandang disabilitas berat juga bagi keluarga penyandang disabilitas. Sebagai contoh, penyandang disabilitas yang biasanya berkurung diri di kamar diajak keluar rumah untuk berkeliling mengenal lingkungan dengan pendampingan oleh kader dan relawan RBM. Setelah dilakukan pembinaan terhadap masyarakat seperti tokoh masyarakat membentuk kader-kader yang berkeliling ke rumah-rumah warga melakukan pendataan, pemantauan, dengan datang secara berkala melakukan pelatihan mulai dari tekhnis pendampingan terhadap penyandang disabilitas sampai menyiapkan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi seperti menyusun program, merencanakan anggaran dan pengelolaan keuangan. Pelatihan kader-kader masyarakat dilakukan oleh pekerja sosial diantaranya program kampung peduli dengan penerima manfaat penyandang disabilitas potensial dan keluarga penyandang disabilitas mendapatkan modal bantuan usaha yang dikelola secara individu maupun kelompok sehingga dapat tercipta kemandirian dari aspek peningkatan kualitas hidup penyandang disabilitas dan keluarga penyandang disabilitas. RBM melibatkan partisipasi masyarakat dan berupaya mengedukasi masyarakat tentang bagaimana bersikap dan membantu penyandang disabilitas dari sudut pandang yang diharapkan. Selam ini penyandang disabilitas kerap mendapatkan perlakuan diskriminatif bahkan diperlakukan bagai objek dari suatu program yang berjudul memberi bantuan yang pada akhirnya terkesan bukan membantu tapi justru memojokkan dan melukai perasaan orang yang dibantu. Rehabilitasi Sosial Berbasis Keluarga (RSBK) dengan melakukan penjangkauan oleh Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita (BBRSBG) di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Pembinaan terhadap penyandang disabilitas tunagrahita dilakukan di keluarga masing-masing petugas dari BBRSBG datang ke rumah warga melakukan pembinaan dengan membawa serta fasilitas yang dibutuhkan. Penjangkauan dilakukan oleh pekerja sosial dengan melibatkan unsur masyarakat di kabupaten-kabupaten di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur diantaranya kabupaten Ponorogo. Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya. Sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi tanggung jawab menteri tersebut yang 5

sesungguhnya diotonomikan ke Daerah. Konsekuensi menteri sebagai pembantu Presiden adalah kewajiban menteri atas nama Presiden untuk melakukan pembinaan dan pengawasan agar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Terkait dengan rehabilitasi sosial dalam lembaga (panti dan LKS), pembagian kewenangan urusan yang ditetapkan melalui NSPK Bidang Sosial yang telah ditetapkan diantaranya: - Lembaga Kesejahteraan Sosial; - Taman Anak Sejahtera; - Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial; - Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia; - Standar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas oleh Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial - Pengasuhan Anak, - Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Pekerjaan Sosial, - Standar Lembaga Penyelenggara Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial. Pembahasan revisi indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Sosial selama tahun 2015 yang merupakan draft revisi dari Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 129/HUK/2008 baik di internal Kementerian Sosial RI, pembahasan dengan Kementerian/Lembaga yang tugas poknya terkait dengan indikator SPM seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), pembahasan dengan daerah yaitu perwakilan dari Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, draft indikator SPM Bidang Sosial pada Sub-Bidang Rehabilitasi Sosial di Provinsi adalah: (gelandangan dan pengemis) berbasis lembaga (panti milik pemda dan masyarakat) Rehabilitasi Sosial di Kabupaten/Kota, adalah: (gelandangan dan pengemis) berbasis keluarga dan masyarakat. Pemetaan urusan bidang sosial berdasarkan template yang telah dibuat Kementerian Dalam Negeri, Di provinsi meliputi: Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalam lembaga (Panti dan Lembaga Kesejahteraan Sosial) dari kab/kota di wilayah provinsi tersebut, Jumlah Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) cakupan provinsi. Di Kabupaten/Kota meliputi: jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalam lembaga (Panti dan Lembaga Kesejahteraan Sosial) cakupan di Kab/Kota tersebut, jumlah Fakir Miskin di wilayah Kab/Kota tersebut, jumlah Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) cakupan Kab/Kota tersebut. Berdasarkan Surat Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri RI A.n Menteri Dalam Negeri, Nomor 061/S137/83 tanggal 3 September 2015, Hal: Penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dengan substansi sebagai berikut: Menyusun Tim Perumus Standar Kompetensi, dengan tugas merumuskan standar kompetensi teknis urusan pemerintahan yang dikoordinasikan oleh Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Dalam Negeri RI. Proses perumusan Rancangan Peraturan Pemerintah akan dilaksanakan secara intensif dengan agenda utama, meliputi: - Penyusunan indikator pengukuran dan pemetaan urusan pemerintahan. - Penentuan beban kerja dan tipologi perangkat daerah setiap urusan pemerintahan. - Perumusan standar kompetensi teknis masing-masing urusan pemerintahan. - Simulasi tipologi perangkat daerah berdasarkan indikator pada daerah model Organisasi Perangkat Daerah. 6

- Pembahasan dan harmonisasi Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Organisasi Perangkat Daerah. Daftar Pustaka William M. Dunn, Pengantar Analisi Kebijakan Publik, Edisi Kedua 1999, Gajah Mada University DR. Riant Nugroho, Public Policy Teori, manajemen, Dinamika, Analisis, Konvergensi, dan Kimia Kebijakan. Edisi Keempat 2012, PT Elex Media Komputindo Gramedia Jakarta. DR. Riant Nugroho, Kebijakan Publik di Negara- Negara Berkembang. Edisi Pertama 2014, Pustaka Pelajar. Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik, Edisi Kedua 2013, Penerbit & Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Yogyakarta. W. Lawrence-Neuman, Metode Penelitian Sosial Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif, Edisi Ketujuh 2013, PT. Index Jakarta. Partha Dasgupta & Ismail Serageldin, Social Capital a multificated Perspective. First Printing 1999, World bank Washington DC. DR. Riant Nugroho, Metode Penelitian Kebijakan, Edisi Ketiga 2012, Pustaka Pelajar. James Midgley, Social Welfare in Global Context, Second Edition 1999, Sage Publications International Educational & Professional Publisher Thousand Oaks, London. Wayne Parsons, Public Policy Pengantar Teori & Praktik Analisis Kebijakan, Edisi Pertama 2012, Kencana Prenada Media Group. Prof. Jogiyanto HM, Pedoman Survey Kuesioner, Edisi Kedua 2013, BPFE YK. Prof. DR. Sofjan Assauri MBA, Strategic Management Sustainable Competitive Advantages, Lembaga Managemen FE UI. Anthony Giddens, The Consultations of Society, Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial, Penerbit Pedati. Peraturan Presiden RI No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Undang-undang No. 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin Undang-undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; Peraturan Menteri Sosial No.08 Tahun 2012 tentang Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial. Peraturan Menteri Sosial No.184 Tahun 2011 tentang Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS); Peraturan Menteri Sosial No.19 Tahun 2012 tentang Pelayanan Sosial Lanjut Usia; Peraturan Menteri Sosial No.25 Tahun 2012 tentang Standar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas oleh Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial; Peraturan Menteri Sosial No. 22 Tahun 2014 tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial; Peraturan Menteri Sosial No 01. Tahun 2015.tentang Standar Lembaga Penyelenggara Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial. 7