BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Perfilman No.8 tahun 1992 film adalah karya cipta seni dan budaya

dokumen-dokumen yang mirip
dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. perkembanganmasyarakat perkotaan dan industri, sebagai bagian dari budaya

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

I. PENDAHULUAN. perempuan menjadi pembicaraan yang sangat menarik. Terlebih lagi dengan

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. kepada yang menonton, dan juga merupakan bagian dari media massa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

BAB I PENDAHULUAN. struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah

BAB I PENDAHULUAN. Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

CREATIVE THINKING. Mencari dan Menemukan Ide Cerita. Drs. Moh. Hafizni, M.I.Kom. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Penyiaran

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak bisa apa apa di bawah bayang bayang kekuasaan kaum pria di zaman

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi adalah sebuah kebutuhan manusia dan bisa dibilang yang utama,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbeda-beda. Salah satu diantaranya penelitian yang dilakukan Hasaumi

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia yang mengglobal ini, media massa telah menjadi alat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Film merupakan salah satu bentuk dari media massa yang sudah tidak

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan

BAB I PENDAHULUAN. Itu lah sepenggal kata yang diucapkan oleh Mike Lucock yang

BAB IV PENUTUP. Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah,

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah stasiun DAAI TV merupakan sebuah stasiun televisi milik Yayasan Buddha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

1. BAB I PENDAHULUAN

SKRIPSI PEREMPUAN DALAM FILM 7 HATI 7 CINTA 7 WANITA (Analisis Semiotik Ketidakberdayaan Perempuan Dalam Film 7Hati 7Cinta 7Wanita)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Produksi film di Indonesia kian hari kian berkembang, mulai dari yang

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan yang utama adalah memiliki akal budi. psikis. Perbedaan yang paling terlihat antara perempuan dan laki-laki terutama

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sebagai sarana hiburan, informasi, dan komunikasi massa. Media

BAB IV KESIMPULAN. dalam menentukan dan membentuk konstruksi sosial, yaitu aturan-aturan dan batasan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU Perfilman No.8 tahun 1992 film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video atau hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau yang lainnya. (www.kpi.go.id, akses 30 April 2010) Film merupakan media yang efektif dalam membentuk persepsi melalui representasi yang disajikan kepada sebuah kelompok atau individu. Hal ini disebabkan oleh karakteristik film yang dianggap memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional dan popularitas yang hebat. Film sebagai salah satu bentuk media massa mempunyai peran penting di dalam sosial kultural, artistik, politik dan dunia ilmiah. Pemanfaatan film dalam dunia usaha pembelajaran masyarakat ini sebagian didasari oleh pertimbangan bahwa film mempunyai kemampuan untuk menarik perhatian orang dan sebagian lagi didasari oleh alasan bahwa film mempunyai kemampuan mengantar pesan secara unik. (McQuail, 1997:13)

2 Film sebagai media komunikasi massa dapat menjadi reflektor dari bentuk ketidakadilan gender dalam masyarakat karena menampilkan kehidupan manusia secara faktual maupun fiksional. Film menampilkan wacana yang dapat dijadikan pintu untuk memahami kondisi suatau masyarakat. Krishna Sen (1987) yang melakukan kajian kritis atas film-film tahun 1965 sampai 1982, menemukan benang merah antara struktur kekuasaan orde baru dengan film sebagai produk kultural. Film dipandang sebagai proses ideologi, sehingga konstruksi sosial yang membentuk masyarakat dapat dilihat melalui film. Dalam konteks gender, konstruksi sosial muncul dalam penampilan perempuan dan laki-laki dalam peranperan sosial, masalah seksual dan reproduksi, pekerja perempuan, gambaran tentang feminitas dan stereotip perempuan. (Siregar dalam Potret Perempuan dalam film dan televisi : Pandangan dengan Perpektif Gender, 2001:7-8) Meski demikian, realitas yang ditampilkan dalam film bukanlah realitas yang sesungguhnya. Sutradara telah membingkai realitas sesuai dengan subjektivitasnya yang di pengaruhi oleh kultur dan masyarakatnya. Sutradara yang dibesarkan dalam kultur patriarki cenderung menampilkan film yang akan memperkokoh nilai-nilai patriarki. Namun, film juga bersifat personal, sehingga bisa pula mendobrak realitas. Demikian ungkap Hanung Bramantyo, sutradara muda dalam acara diskusi Gender Identity and Relationship in British and Indonesian Films pada 5 Januari di Lakfip Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. (Jurnal perempuan, 2004)

3 Belakangan ini banyak sekali film yang mengkonstruksikan perempuan sebagai sosok yang kuat dan mandiri. Diantaranya adalah film Pasir Berbisik garapan sutradara Nan T.Achnas yang menceritakan tentang kehidupan seorang perempuan dan anaknya yang ditinggal suaminya pergi tanpa memberi kabar berita. Pada film Pasir Berbisik ini terlihat perjuangan seorang ibu sebagai single parent yang berusaha menghidupi anaknya seorang diri dengan berbagai peraturan dan kungkungan yang berlebihan pada anak gadisnya. Hal ini dilakukan sang ibu sebagai wujud traumatik akan kegagalan berumah tangga dan kekecewaannya terhadap sosok laki-laki. (http://filmindonesia.or.id, akses 1 mei 2010) Selain film Pasir Berbisik, masih banyak sekali film yang merepresentasikan gerakan feminisme atau mengandung nilai-nilai kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat, seperti film Devil wears Prada, shopaholic, R.A Kartini, dan masih banyak lagi. Meskipun sudah mulai bermunculan film yang mengedepankan kemampuan dan posisi perempuan di ranah publik, tidak dapat dipungkiri masih banyak sekali film yang menggambarkan ketimpangan gender dan mengkonstruksikan perempuan sebagai makhluk kelas dua yang akrab dengan peran-perannya disektor domestik, bahkan memarjinalkan kaum perempuan sehingga diposisikan sebagai kelas subordinat. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, perempuan hendaknya tidak lagi ditekankan untuk selalu menempati posisinya disektor domestik, simbolik maupun objek seks. Sebab apabila masih ada film yang menciptakan stigma negatif pada kaum perempuan, hal tersebut akan menciptakan generasi yang bias gender, dimana masyarakat

4 akan terus memosisikan perempuan sebagai kaum terdiskriminasi dan selalu dilabelkan pada stereotif negatif baik dalam media ataupun realita. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan riset tentang serial drama Korea yang sangat kental dengan gerakan feminisme dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Penulis memilih serial drama Korea The Great Queen Seondeok ini dikarenakan film yang bercerita tentang latar belakang sejarah dan kebudayaan Korea ini sangat berkarakter dan berbeda dengan serial drama Korea lainnya yang lebih sering menceritakan kehidupan modern dan drama percintaan yang monoton. Pada serial drama The Great Queen Seondeok ini dapat kita lihat perjuangan Deokman (tokoh utama) yang terus memperjuangkan takdirnya sebagai seorang raja perempuan yang mendapat banyak tekanan dari pihak istana, khususnya lady Mishill yang juga menginginkan posisi dan kedudukan tertinggi di kerajaan Shilla. Kisah yang sarat intrik, politik, strategi perang, ilmu pengetahuan dan adu kecerdasan ini merupakan tayangan berkualitas yang dikemas secara apik, dengan bumbu romantisme yang santun. Sebagaimana karya sebelumnya dalam serial Jewel in The Palace yang terkenal dengan tokoh Suh Jang Geum, Kim Young Hyun yang juga menulis cerita The Great queen Seondeok ini, berusaha untuk mengingatkan masyarakat Korea khususnya, akan sejarah lampau negara Korea yang memiliki perempuanperempuan hebat yang mampu menyejajarkan diri dengan laki-laki dan berperan dalam sektor publik, dimana pada saat itu, di korea memang berlaku garis keturunan matrilineal disampin patrilineal dalam sistem sosial kemasyarakatan Korea. Pada saat itu perempuan Korea memiliki hak yang setara terhadap laki-

5 laki, baik dalam bidang sosial, ekonomi ataupun pemerintahan. Pada serial The Great queen Seondeok ini terdapat 62 episode yang menceritakan awal perjalanan hidup Deokman menghadapi berbagai macam kendala untuk mendapatkan takdirnya kembali menjadi seorang Raja. Dalam serial ini, bukan hanya Deokman yang menjadi tokoh sentral yang berkarakter, pada beberapa adegan muncul tokoh sentral selain Deokman yang memiliki kepribadian unik dan karakter sangat kuat. Dia adalah Lady Mishill, yang nantinya akan menjadi lawan tangguh bagi Deokman untuk memperebutkan posisi tertinggi pada kerajaan shilla. Penggambaran tokoh Mishill yang juga merupakan tokoh sentral pada serial ini sangat menarik perhatian pemirsa serial drama The Great queen seondeok. Mishill digambarkan sebagai seorang perempuan yang anggun, cerdas, berkelas, kharismatik, licik dan misterius (sulit ditebak). Lady Mishill adalah wanita yang sangat luar biasa. Ia selalu punya keinginan untuk menjadi seorang permaisuri. Apapun ia lakukan demi mewujudkan ambisinya itu, mulai dari menukar surat wasiat Raja Jin Heung, menggalang pasukan dan kekuatan di dalam istana, dengan menjalin hubungan istimewa dengan beberapa Raja dan panglima hwarang. Sebelum menjadi orang kepercayaan Raja, Mishill hanyalah penjaga stempel istana, kemudian menjadi prajurit, karena ketekunannya itu, dia menjadi orang kepercayaan Raja. Inilah yang membuat karakter Mishill lebih kuat dari karakter Deokman sehingga meninggalkan kesan tersendiri di hati para pemirsa. (Dok. Serial The Great Queen Seondeok episode 1-3 ).

6 Pada penelitian kali ini, penulis hanya mengangkat beberapa episode saja untuk diteliti, yakni episode 1, 2, 3, 51 dan 52. Kalau pada episode 1-3 banyak adegan yang menceritakan sosok si penguasa cantik Lady Mishill, pada episode 51-52 banyak menceritakan sosok Putri Deokman sebagai Raja perempuan pertama kali di kerajaan Shilla. Sosok Putri Deokman diceritakan sebagai perempuan yang dapat menjadi seorang pemimpin dengan dukungan berbagai pihak. Kepemimpinan Ratu Deokman ini memperkuat keberhasilannya dalam merubah pola pikir masyarakat awam, bahwa perempuan juga memiliki kemampuan memimpin dan mengambil keputusan penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak, memiliki kemampuan intelektual yang sebanding dengan laki-laki, serta memiliki pendirian dan juga prinsip yang kuat dalam menentukan tindakantindakan yang harus dilakukan. Dengan mengangkat serial The Great Queen Seondeok ini kedalam sebuah penelitian ini diharapkan, kaum perempuan dapat tergugah untuk meningkatkan kedudukannya sesuai dengan kodrat, harkat dan martabat perempuan.

7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah gambaran perilaku peran dan posisi perempuan yang tercermin dalam serial The Great Queen Seondeok, bila ditinjau dari konteks pemerintahan dan keluarga?. 2. Bagaimanakah bentuk representasi nilai-nilai feminisme yang tertuang dalam serial The Great queen Seondeok?. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui gambaran perilaku,peran dan posisi perempuan yang tercermin dalam serial The Great Queen Seondeok bila ditinjau dari konteks pemerintahan dan keluarga. 2. Untuk mengetahui bentuk representasi nilai-nilai feminisme yang tertuang dalam serial The Great queen Seondeok 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai feminisme dan media massa. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat mengembangkan Ilmu Komunikasi Massa khususnya pada kajian film dan gender.

8 2. Kegunaan Praktis a. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lanjutan dan sebagai acuan (referensi) bagi jurusan Ilmu komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. b. Untuk memberikan pandangan baru mengenai perspektif feminisme khususnya bagi seluruh perempuan. c. Sebagai salah satu syarat kelulusan di Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik.