PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM LAUT DAM PESISIR DALAM WILAYAH KABUPATEN SELAYAR DENG AN

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

NOMOR 2 TAHUN 2006 SERI C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG KAWASAN PARIWISATA PESISIR PANTAI LASUSUA TOBAKU

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 33 TAHUN 2001 SERI C NOMOR 4 PERATURAAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 33 TAHUN 2001 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES. Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 20 TAHUN 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 45 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 45 TAHUN 2005 T E N T A N G

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

TENTANG. yang. untuk. dalam. usaha

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN, MEMUTUSKAN :

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN BUKTI KEPEMILIKAN TERNAK DALAM KABUPATEN BULUKUMBA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN LAHAN PERTAMBAKAN DI WILAYAH TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN KOLONG

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTNAG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 2

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN


LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN ATAU PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

BUPATI BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI (CHAIN SAW)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENIMBUNAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) KABUPATEN BULUNGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI SURAT IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI (SIUJK)

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR : 17 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

Transkripsi:

SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) (PENGELOLAAN KONSERVASI PENYU DI KABUPATEN MUKOMUKO) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Mukomuko memiliki potensi sumber daya pesisir dan laut sebagai Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu harus dikelola secara terpadu, adil, arif dan bijaksana, dengan mempertimbangkan asas daya guna (efektivitas) dan hasil guna (efisiensi) bagi generasi sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat dan daerah; b. bahwa tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan laut di wilayah Kabupaten Mukomuko yaitu agar dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut dapat berkelanjutan dan menjamin kelestarian, keanekaragaman hayati serta fungsi-fungsi lingkungan hidup; c. bahwa potensi di bidang kelautan dan daerah pesisir yang perlu dikembangkan dan dilestarikan, salah satunya adalah populasi penyu; d. bahwa kelestarian populasi penyu yang terdapat di Kabupaten Mukomuko perlu dijaga dan dilindungi dalam suatu kawasan perlindungan habitat penyu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) (Pengelolaan Konservasi Penyu di Kabupaten Mukomuko); Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260); 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319); 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 7. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427); 8. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 9. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

11. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Seluma dan Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4266); 13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 14. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 15. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 16. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 17. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3550);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 24. Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 5 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu; 25. Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko Nomor 10 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko Nomor 16 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Mukomuko (Lembaran Daerah Kabupaten Mukomuko Tahun 2009 Nomor 110); 26. Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko Nomor 38 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Mukomuko (Lembaran Daerah Kabupaten Mukomuko Tahun 2009 Nomor 138); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO dan BUPATI MUKOMUKO MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) (PENGELOLAAN KONSERVASI PENYU DI KABUPATEN MUKOMUKO). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Mukomuko. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Unsur Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Mukomuko. 4. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. 5. Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri dari Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal yang bermukim di sekitar kawasan perlindungan habitat penyu. 6. Pengelolaan Berbasis Masyarakat adalah pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau pihak lain dalam hal merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi pengelolaan habitat penyu dengan melibatkan/ memberdayakan masyarakat setempat. 7. Partisipasi Masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan habitat penyu. 8. Kawasan adalah bagian wilayah perlindungan habitat penyu yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya. 9. Habitat adalah lingkungan tempat hewan penyu dapat hidup dan berkembang secara alami. 10. Populasi adalah kelompok individu dari jenis tertentu di tempat tertentu yang secara alami dan dalam jangka panjang mempunyai kecenderungan untuk mencapai keseimbangan populasi secara dinamis sesuai dengan kondisi habitat beserta lingkungannya. 11. Pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini meliputi perlindungan dan pengelolaan habitat penyu yang berbasis masyarakat. BAB III ASAS, TUJUAN DAN MANFAAT Pasal 3 Asas-asas dalam Peraturan Daerah ini, adalah: a. Asas Berkelanjutan, yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri; b. Asas Keterpaduan, yaitu: 1. Keterpaduan perencanaan sektor secara horizontal, dengan mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari sektor dan instansi terkait; 2. Keterpaduan perencanaan sektor secara vertikal, dengan mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari level pemerintahan yang berbeda, seperti : pusat, provinsi dan kabupaten/kota; 3. Keterpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem laut; 4. Keterpaduan antara pemangku kepentingan dari berbagai lapisan masyarakat; 5. Keterpaduan antara ilmu pengetahuan dan manajemen dengan mengembangkan masukan dari pendekatan saintifik untuk membantu proses-proses manajemen; 6. Keterpaduan perencanaan tata ruang dilakukan secara partisipatif dan transparan, yang mengakomodir kepentingan arus bawah. c. Asas Berbasis Masyarakat, yaitu proses pengelolaan habitat penyu melalui desentralisasi pengelolaan sumberdaya yang menjadi penopang masyarakat setempat dan melalui pemberian suara yang efektif pada masyarakat itu mengenai penggunaan sumberdaya tersebut, dengan prinsip-prinsip sukarela bukan persyaratan atau keharusan; insentif, bukan sanksi; penguatan bukan birokrasi; proses, bukan substansi; dan, penunjuk arah, bukan jalan spesifik; d. Asas Wilayah dan Ekosistem, yaitu wilayah dan ekosistem merupakan dua pokok yang menyatu (convergent), di mana secara yuridis berlakunya Peraturan Daerah ini terbatas pada Wilayah Daerah Kabupaten Mukomuko tetapi karena pencemaran dan perusakan di suatu tempat akan langsung memiliki dampak terhadap lokasi yang berdekatan maka sekalipun bukan merupakan hak pengelolaan namun daerah memiliki hak untuk setidaknya mengetahui dan mengawasi kegiatan di lokasi yang kemungkinan besar akan berdampak pada daerah;

e. Asas Keseimbangan dan Berkelanjutan, yaitu tiap kegiatan yang dijalankan harus memperhatikan pemulihan fungsi ekosistem sehingga pengembangan dan pemanfaatan kawasan perlindungan habitat penyu mempertimbangkan kelestarian sumberdaya yang ada; f. Asas Pemberdayaan Masyarakat, yaitu kegiatan dijalankan bertujuan untuk membangun kapasitas dan kemampuan masyarakat melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan sehingga masyarakat memiliki akses yang adil dalam pengelolaan habitat penyu; g. Asas Tanggung Gugat (akuntabel) dan Transparan, yaitu mekanisme kegiatan ditetapkan secara transparan, demokratis, dapat dipertanggung-jawabkan, menjamin kesejahteraan masyarakat, serta memenuhi kepastian hukum, dijalankan oleh pemerintah, masyarakat, sektor swasta serta berbagai pihak lain yang berkepentingan; h. Asas Pengakuan terhadap Kearifan Tradisional Masyarakat Lokal dalam pengelolaan kawasan perlindungan habitat penyu, yaitu penerimaan oleh pemerintah tentang kenyataan adanya ketentuan-ketentuan memelihara lingkungan alam sekitar oleh kelompok masyarakat yang telah dijalani turuntemurun dan telah menunjukkan adanya manfaat yang diterima masyarakat maupun lingkungan; i. Asas Pemerataan dan Keadilan, yaitu bahwa manfaat ekonomi kawasan perlindungan habitat penyu dapat dinikmati oleh sebagian besar anggota masyarakat dengan berpegang kepada kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak dan tidak sewenang-wenang dalam pemanfaatan kawasan perlindungan penyu. Pasal 4 Tujuan pengelolaan habitat penyu secara terpadu berbasis masyarakat, adalah: a. Mengurangi, menghentikan, menanggulangi, mengawasi, dan mengendalikan tindakan dari kegiatan-kegiatan merusak habitat; b. Menjamin dan melindungi kondisi lingkungan habitat penyu; c. Mendorong kerjasama dan meningkatkan kapasitas pengelolaan habitat penyu secara terpadu antara masyarakat, pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat atau Lembaga Iainnya yang bergerak di bidang Iingkungan; d. Meningkatkan kapasitas, kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan habitat penyu. Pasal 5 Manfaat pengelolaan kawasan perlindungan habitat penyu terpadu berbasis masyarakat adalah: a. Terlindunginya habitat penyu dari perusakan habitat;

b. Berkembangnya sumberdaya di habitat penyu bagi pemanfaatan ekonomi yang bermuara kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui cara-cara keilmuan yang benar dan adil secara ekonomis; c. Terwujudnya tanggung gugat (akuntabilitas) dalam pengelolaan habitat penyu BAB IV PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN PENYU DAN HABITAT PENYU Pasal 6 (1) Kawasan konservasi dibagi atas tiga Zona, yaitu: a. Zona Inti; adalah bagian kawasan perlindungan habitat penyu yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apa pun oleh aktivitas manusia; b. Zona Pemanfaatan Terbatas; adalah bagian dari kawasan perlindungan habitat penyu yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata; dan c. Zona lain sesuai dengan peruntukan Kawasan adalah zona di luar kedua zona tersebut karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu seperti zona rimba, zona pemanfaatan traditional, zona rehabilitasi, dan sebagainya. (2) Yang termasuk dalam Kawasan Zona Inti, yaitu : a. Desa Retak Ilir Kecamatan Sungai Rumbai; dan b. Desa Air Hitam Kecamatan Sungai Rumbai. (3) Yang termasuk dalam Kawasan Zona Pemanfaatan, yaitu a. Desa Pasar Sebelah Kecamatan Kota Mukomuko; dan b. Desa Air Rami Kecamatan Air Rami. (4) Sedangkan yang termasuk dalam Zona Lain adalah kawasan konservasi pada desa dalam wilayah pesisir di Kabupaten Mukomuko yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) Pasal ini. Pasal 7 Perlindungan Penyu dilakukan, dengan cara: a. Pengembangan daerah perlindungan penyu dan habitatnya; b. Pengendalian predator dan pengganggu lainnya; c. Pengembangan pengamanan partisipatif masyarakat (swakarsa). (1) Setiap orang dilarang, untuk: a. Mengambil/membunuh penyu; Pasal 8 b. Mengambil/membunuh telur dan tukik penyu; c. Merusak habitat peneluran;

d. Merusak habitat pakan dan jalur ruaya. (2) Perlindungan terhadap penyu dilakukan juga dengan mengurangi volume tertangkapnya penyu akibat penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. BAB V PENGELOLAAN Pasal 9 (1) Pengelolaan dilakukan oleh pemerintah daerah dengan memberdayakan masyarakat. (2) Pengelolaan Habitat dan Populasi, meliputi: a. Pengelolaan ruaya pakan dilakukan dengan cara pemetaan ruaya pakan, melakukan tindakan-tindakan yang meningkatkan kondisi ruaya pakan; b. Pengelolaan jalur migrasi dilakukan dengan cara kerjasama dengan negara/daerah lain; c. Pengelolaan pantai peneluran dilakukan dengan cara sensus penyu, proteksi habitat; d. Pengelolaan penyu bertelur dilakukan dengan cara sensus penyu, pengukuran, tagging, aturan pengamatan penyu yang tidak mengganggu penyu bertelur, pengembangan pariwisata bahari, dan penetapan area; e. Pengelolaan sarang penyu, dilakukan dengan cara perlindungan sarang in situ, relokasi sarang, dan monitoring sarang; f. Pengelolaan hatchery (penetasan); g. Pengelolaan tukik. (3) Pengembangan pariwisata dilakukan dengan menjadikan kawasan perlindungan habitat penyu sebagai kawasan pariwisata alam/ekowisata. (4) Kawasan ekowisata dikelola oleh pemerintah dengan memberdayakan masyarakat. (5) Pengaturan mengenai kawasan ekowisata diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT Pasal 10 (1) Masyarakat memiliki hak-hak, sebagai berikut: a. Hak ekonomi tertentu atas habitat penyu; b. Hak memperoleh informasi tentang perlindungan dan pengelolaan habitat penyu;

c. Hak memperoleh pendidikan dan pelatihan untuk perlindungan dan pengelolaan habitat penyu. (2) Masyarakat memiliki kewajiban, sebagai berikut: a. Melindungi dan memelihara habitat penyu; b. Melaporkan kegiatan yang memiliki dampak merusak dan merugikan habitat penyu. BAB VII PERAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DAN PERGURUAN TINGGI Pasal 11 (1) Lembaga swadaya masyarakat dan/atau lembaga terkait lainnya berperan dan ikut serta dalam : a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan dan peran serta masyarakat lokal; b. Menumbuh kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat lokal; c. Menumbuhkan sikap inisiatif masyarakat lokal untuk melakukan pengawasan sosial; d. Memberikan saran pendapat; e. Menyampaikan informasi dan/atau laporan. (2) Perguruan tinggi berperan dan ikut serta, dalam: a. Melakukan kajian dan pengembangan pengelolaan habitat penyu; b. Membantu pemerintah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan pengelolaan habitat penyu; c. Melakukan pengawasan terhadap pengelolaan habitat penyu yang berbasis masyarakat. BAB VIII PENDANAAN DAN KERJASAMA Pasal 12 Pendanaan untuk pengelolaan kawasan perlindungan dapat diperoleh, dari: a. APBN; b. APBD (retribusi dari wisatawan, pajak lingkungan); c. Lembaga Donor yang tidak mengikat (Pengusaha swasta, LSM, dll); d. Pungutan dari berbagai sektor kegiatan dan kerjasama dengan pihak-pihak lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

BAB IX PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 13 Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program dan pendanaan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan instansi lain yang terkait sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun. BAB X PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 14 (1) Pengawasan dan/atau pengendalian terhadap Perlindungan dan Pengelolaan Habitat Penyu dilakukan oleh pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang menangani bidang Perlindungan dan Pengelolaan Habitat Penyu sesuai dengan sifat pekerjaan yang dimilikinya. (2) Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan dan pengendalian perlindungan Habitat Penyu dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB XI PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 15 (1) Sengketa pengelolaan di kawasan perlindungan habitat penyu antara anggota masyarakat dalam satu Desa didamaikan oleh Kepala Desa dengan dibantu oleh lembaga adat desa yang ada. (2) Jika perdamaian dapat dicapai, maka perdamaian itu dibuat tertulis dan ditanda tangani para pihak serta saksi-saksi dan anggota lembaga adat desa yang ada, kemudian disahkan oleh Kepala Desa. (3) Sengketa yang telah didamaikan oleh Kepala Desa bersifat mengikat pihakpihak yang bersengketa. Pasal 16 (1) Sengketa yang terjadi dalam pengelolaan di kawasan perlindungan habitat penyu yang melibatkan lebih dari satu desa diselesaikan melalui musyawarah mufakat antara para pihak. (2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan para pihak dengan cara konsultasi, penilaian ahli, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau melalui adat istiadat/kebiasaan/kearifan lokal. (3) Apabila tidak terjadi musyawarah mufakat dalam konflik, maka para pihak dapat meminta penyelesaian melalui badan yang dibentuk untuk itu, boleh dilakukan dengan melibatkan atau tidak melibatkan pihak pemerintah.

F (4) Penyelesaian sengketa melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa. BAB XII HAK MASYARAKAT DI PENGADILAN Pasal 17 (1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan (class action) ke pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Gugatan sebagaimana ayat (1) Pasal ini dapat diwakili oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan/atau lembaga lain yang didirikan untuk kepentingan lingkungan. (3) Tata cara pengajuan gugatan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XIII PENEGAKAN HUKUM Pasal 18 Pemerintah Daerah melaksanakan perlindungan habitat penyu di wilayah laut kewenangan kabupaten terhadap eksploitasi dan eksplorasi yang bersifat melawan hukum dengan: a. Menyediakan sarana/prasarana dan pendanaan yang diperlukan untuk itu; b. Melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum sesuai dengan bidang tugas dan kewenangannya; c. Melakukan koordinasi dengan Provinsi, Kabupaten lain atau Provinsi lain untuk penegakan hukum di laut. Pasal 19 Pemerintah Desa melaksanakan perlindungan habitat penyu dengan menegakkan sanksi yang ditetapkan dalam Peraturan Desa yang dibuat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan kewenangan desa.

BAB XIV PENYIDIKAN Pasal 20 (1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana, di bidang perlindungan habitat penyu agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perlindungan habitat penyu; c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perlindungan penyu; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan penyu; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lainnya serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan penyu; g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat dan pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perlindungan penyu; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan penyu menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 21 (1) Pemerintah daerah mencabut izin pemanfaatan dan hak pengusahaan kawasan perlindungan habitat penyu dari masyarakat yang melanggar ketentuan pengelolaan perlindungan habitat penyu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. (2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini melalui proses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 22 (1) Setiap orang atau badan hukum yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran. (3) Selain ketentuan pidana yang disebutkan ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini berlaku juga bagi perbuatan yang dipidana menurut perundang-undangan lain, kecuali jika oleh Undang-Undang ditentukan lain. BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 23 Dengan berlakunya peraturan daerah ini semua peraturan yang berkaitan dengan perlindungan habitat penyu tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah ini. BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 25 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Mukomuko. Ditetapkan di Mukomuko Pada Tanggal 3 juni 2010 BUPATI MUKOMUKO, Diundangkan di Mukomuko Pada Tanggal 3 juni 2010 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO, ttd ttd ICHWAN YUNUS Ir. MUH. SATRIA RAZALIE Pembina Utama Muda/NIP.195510051984031004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO TAHUN 2010 NOMOR : 144