II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi dari masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Alhadad (2010: 34)

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Representasi Matematis

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek,

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN BELIEF SISWA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bahasa sehari-hari istilah keyakinan atau belief sering disamaartikan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. KAJIAN PUSTAKA. menyampaikan sesuatu seperti menjelaskan konsep dan prinsip kepada siswa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah penalaran matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical

I. PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Pendidikan juga merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

Dosen Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung.

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. melakukan kegiatan belajar sejak dilahirkan. Syah (2006: 92) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang baik, di antaranya kemampuan pemecahan masalah; kemampuan. penalaran dan bukti; kemampuan komunikasi; kemampuan koneksi; dan

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis, temuan, dan pembahasan yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

PENGARUH PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN BELIEF SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa bekerja sama dan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

II. KAJIAN PUSTAKA. disebut komunikasi. Menurut Rakhmat (2007:9) komunikasi adalah peristiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) adalah suatu

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Memahami Perkalian Bilangan. Eny Handayani

BAB II KAJIAN TEORITIK. spesifik (Solso, 2008). Menurut Suherman (2001) pemecahan masalah merupakan

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa

I. PENDAHULUAN. Setiap siswa mempunyai cara yang berbeda dalam mengkonstruksikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN SISWA PADA MATERI SEGI EMPAT DI SMP

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari

BAB II KAJIAN TEORETIS

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Putri Hidayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Efektivitas erat kaitannya dengan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia menjadi perhatian saat memasuki abad ke-21.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Inqury dalam bahasa Indonesia berarti penemuan. Menurut Sund (dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DI MTs NEGERI I SUBANG

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada komunikasi siswa dengan guru saja, tetapi adanya interaksi siswa dengan

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN REALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

Implementasi Model Project Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN KEPERYAAN DIRI (SELF EFICCACY) MAHASISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Dasar 1. Belief Siswa terhadap Matematika Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap sesuatu. Belief siswa terhadap matematika adalah keyakinan siswa terhadap matematika yang mempengaruhi respon siswa dalam menanggapi masalah matematika. Breiteig (2010: 1) mengungkapkan The learning outcomes of students are strongly related to their beliefs and attitudes about mathematics, yaitu hasil pembelajaran siswa sangat berkaitan dengan kepercayaan dan sikap terhadap matematika. Hasil penelitian tentang belief terhadap matematika, yang dilakukan oleh Schoenfeld (1989: 338) mengindikasikan adanya korelasi yang kuat antara hasil tes matematika yang diharapkan oleh siswa dan kepercayaan siswa itu tentang kemampuannya. Dari korelasi itu disimpulkan sebagai berikut: (1) siswa yang merasa lemah dalam matematika percaya bahwa keberhasilan dalam tes matematika merupakan kebetulan atau nasib baik, sedangkan kegagalan (hasil rendah) dalam tes matematika merupakan akibat dari kekurangmampuan. Sementara itu, murid yang merasa dirinya kuat dalam matematika percaya bahwa keberhasilan dalam tes matematika adalah hasil dari kemampuannya sendiri, (2)

9 semakin kuat dalam matematika siswa semakin kurang percaya bahwa kebanyakan isi pelajaran matematika merupakan hafalan, dan (3) semakin kuat dalam matematika siswa semakin kurang percaya bahwa keberhasilan dalam tes matematika tergantung pada kekuatan menghafal. Goldin (2002: 67) mengungkapkan bahwa struktur keyakinan ada pada masingmasing individu yang terbentuknya dipengaruhi melalui interaksi dengan sistem keyakinan pada kelompok sosial. Dengan demikian, keyakinan siswa terhadap matematika dipengaruhi oleh diri sendiri dan lingkungannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Eynde, Corte, dan Verschaffel dalam Sugiman (2009: 3-4), bahwa ada tiga aspek yang secara simultan mempengaruhi keyakinan matematik, yakni objek pendidikan matematika, konteks kelas, dan dirinya sendiri. Ketiga aspek tersebut satu sama lain saling mengkait dalam membetuk keyakinan matematik pada diri siswa. Implikasinya dalam pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan keyakinan matematik siswa maka perlu memperhatikan kondisi masing-masing siswa, situasi kelas secara umum, interaksi antar siswa, buku matematika yang menjadi pegangan, guru pengajar, dan metode mengajar yang digunakan oleh guru. Selanjutnya, Sugiman (2009: 1) juga menyebutkan empat aspek yang terdapat dalam keyakinan matematika siswa, yaitu keyakinan siswa terhadap karakteristik matematika, keyakinan siswa terhadap kemampuan diri sendiri, keyakinan siswa terhadap proses pembelajaran, dan keyakinan siswa terhadap kegunaan matematika. Berdasarkan pendapat di atas, ada empat aspek belief siswa yang diteliti, yaitu keyakinan siswa terhadap karakteristik matematika, keyakinan siswa terhadap

kemampuan diri sendiri, keyakinan siswa terhadap proses pembelajaran dan keyakinan siswa terhadap kegunaan matematika. 10 2. Kemampuan Representasi Matematis Alhadad (2010: 34) mengungkapkan bahwa representasi adalah ungkapan dari ide matematis sebagai model yang digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang dihadapinya sebagai hasil interpretasi pikirannya. Hudiono (2005: 19) menyatakan bahwa kemampuan representasi mendukung siswa memahami konsep matematika yang dipelajarinya dan keterkaitannya, mengkomunikasikan ide-ide matematika, mengenal koneksi diantara konsep matematika dan menerapkan matematika pada permasalahan matematika realistik melalui pemodelan. Jadi, kemampuan representasi matematis adalah kemampuan siswa mengungkapkan ide-ide mereka ke dalam model matematika untuk merencanakan suatu penyelesaian masalah. Proses representasi terjadi dalam dua tahapan yaitu representasi internal dan representasi eksternal. Menurut Hiebert dan Carpenter dalam Mudzakir (2006: 21), representasi internal merupakan proses berpikir tentang ide-ide matematik yang memungkinkan pikiran seseorang bekerja atas dasar ide tersebut. Representasi eksternal adalah penyajian dari representasi internal ke dalam model-model matematika. Representasi dibagi kedalam tiga bentuk, yaitu representasi visual, representasi simbolik dan representasi verbal. Mudzakir (2006: 47) mengungkapkan indikator kemampuan representasi matematis seperti pada Tabel 2.1 berikut.

11 Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Indikator Representasi Matematis Representasi Representasi visual; diagram, tabel atau grafik, dan gambar Persamaan atau ekspresi matematis Kata-kata atau teks tertulis Bentuk-Bentuk Indikator Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel. Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah. Membuat gambar pola-pola geometri. Membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah dan mengfasilitasi penyelesaiannya. Membuat persamaan atau ekspresi matematis dari representasi lain yang diberikan. Membuat konjektur dari suatu pola bilangan. Penyelesaian masalah dari suatu ekspresi matematis. Membuat situasi masalah berdasarkan data atau representasi yang diberikan. Menuliskan interpretasi dari suatu representasi. Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan. Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah dengan kata-kata atau teks tertulis. Membuat dan menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis. Berdasarkan pendapat di atas, maka kemampuan representasi matematis yang diteliti adalah kemampuan representasi visual dan ekspresi matematis dengan indikator sebagai berikut. a. Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah. b. Membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah. c. Membuat persamaan atau ekspresi matematis dari representasi lain yang diberikan. d. Penyelesaian masalah dari suatu ekspresi matematis.

12 3. Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar bagi siswa untuk belajar (Widjajanti, 2009: 4). Menurut Boud dan Feletti (1997: 2), Problem based learning is a way constructing and teaching courses using problems as the stimulus and focus for student activity. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Pannen (2001: 85) berikut. Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata ataupun simulasi) kepada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective). Karakteristik pembelajaran berbasis masalah menurut Arends (2004: 392) adalah adanya kerjasama secara berpasangan atau kelompok kecil untuk melakukan investigasi dalam upaya pemecahan suatu masalah. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Ernawati (2011: 28-29) bahwa pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) adanya permasalahan yang disajikan; 2) penyelidikan yang autentik; 3) hasil karya berupa solusi terbaik atas permasalahan yang ada; 4) adanya kerjasama secara berpasangan atau kelompok kecil. Menurut Trianto (2010: 92) pembelajaran berbasis ma salah bertujuan agar siswa dapat menyusun pengetahuan sendiri, mengembangkan inkuiri, kemandirian, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, serta rasa percaya diri dalam memecahkan masalah. Sehingga peran guru dalam pembelajaran ini adalah hanya sebagai pembimbing dan fasilitator. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah yang dikemukakan oleh Darmawan (2010: 110) adalah sebagai berikut:

13 Tabel 2.2 Fase Pembelajaran Berbasis Masalah Fase Pembelajaran Berbasis Masalah 1. Orientasi siswa pada masalah 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar 3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 5. Menganalisis dan mengevalusi proses pemecahan masalah Tingkah Laku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Pada pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang harus diselesaikan. Masalah yang disajikan berupa masalah kontekstual. Menurut Widjajanti (2009: 7), masalah kontekstual berguna untuk mengembangkan keyakinan positif siswa terhadap matematika. Dalam diskusi kelompok yang memberikan kesempatan siswa untuk merepresentasikan ide-ide mereka akan meyakinkan setiap siswa bahwa mereka dapat bersama-sama menyelesaikan masalah matematis yang dianggap sulit. Masalah yang menantang akan memandu diskusi yang menarik minat siswa bahwa belajar matematika adalah hal yang menyenangkan. Kegiatan dalam pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menganalisis masalah matematis yang diberikan dan mengkorelasikannya dengan

14 ide-ide dan konsep-konsep terkait. Kemudian mereka menyajikannya dalam bentuk representasi matematis yang sesuai dengan masalah. Bentuk representasi masalah yang sesuai membantu siswa untuk memahami masalah dan kemudian merancang pemecahan masalah. Siswa yang terbiasa diberikan masalah-masalah matematis untuk dipecahkan, memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam merepresentasikan masalah. Seperti yang diungkapkan Roh (2003: 3) bahwa siswa yang belajar menggunakan pembelajaran berbasis masalah memiliki kesempatan lebih besar untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam beradaptasi dan mengubah metode untuk menyelesaikan masalah yang baru. B. Kerangka Pikir Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan representasi matematis dan belief siswa. Dalam penelitian ini pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol dijadikan sebagai variabel bebas. Kemampuan representasi matematis dan belief siswa sebagai variabel terikat. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai pemandu berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran berbasis masalah terdiri dari fase mengorientasi siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

15 Pada fase yang pertama, guru menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan dan mengajukan masalah-masalah yang bersifat kontekstual. Pemberian masalah yang bersifat konstektual bertujuan untuk memberikan pemahaman baru bahwa tidak semua masalah dalam matematika bersifat abstrak. Hal ini akan memberikan keyakinan baru siswa terhadap karakteristik dan kegunaan matematika. Fase berikutnya yaitu mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok diskusi yang heterogen dan membimbing siswa melakukan penyelidikan dalam kelompok. Selama kegiatan diskusi berlangsung, siswa dituntut mampu menganalisis masalah, mengumpulkan informasi yang sesuai dan menghubungkannya dengan ide-ide mereka, lalu menyajikan pemikiran mereka ke dalam bentuk gambar atau ekspresi matematika, dan terakhir menemukan solusi dari masalah yang diberikan. Selain itu, mereka saling memotivasi bahwa dengan berkerjasama mereka dapat menyelesaikan masalah dengan mudah. Kegiatan tersebut dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis dan belief siswa terhadap kemampuannya serta proses pembelajaran. Fase selanjutnya adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada fase ini, perwakilan dari beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain bertugas untuk memberikan tanggapan. Hasil diskusi yang baik akan menambah belief siswa ketika mempresentasikannya. Dengan demikian, belief siswa terhadap proses pembelajaran akan meningkat. Fase yang terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Siswa dengan bimbingan guru melakukan refleksi atau evaluasi terhadap materi yang telah mereka diskusikan. Fase ini akan meningkatkan belief siswa terhadap matematika.

16 Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan representasi matematis dan belief, sedangkan pada pembelajaran konvensional kesempatan tersebut tidak didapatkan siswa. Hal ini terlihat dari langkah-langkah pembelajaran konvensional yaitu guru menjelaskan materi kemudian memberikan contoh soal dan latihan soal kepada siswa yang penyelesaiannya mirip dengan contoh soal. Dengan demikian, siswa tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan representasinya yang mengakibatkan belief siswa juga rendah. Berdasarkan penjabaran di atas, pembelajaran matematika yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah akan menghasilkan kemampuan representasi matematis dan belief siswa yang lebih tinggi dibandingkan pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran konvensional, sehingga pembelajaran berbasis masalah berpengaruh terhadap kemampuan representasi matematis dan belief siswa. C. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: 1. Setiap siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 25 Bandar Lampung memperoleh materi pelajaran matematika yang sama dan sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa selain model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran konvensional dianggap memiliki kontribusi yang sama.

17 D. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Umum Pembelajaran berbasis masalah berpengaruh terhadap kemampuan representasi matematis dan belief siswa. 2. Hipotesis Khusus Peningkatan kemampuan representasi matematis dan belief siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.