BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pajak. Bumi dan Bangunan. Pemberian. Pengurangan. Pencabutan.

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI INDRAGIRI HULU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR... (1) TENTANG PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/PMK.03/2017 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) KABUPATEN BANYUWANGI.

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 34 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah deng

Walikota Tasikmalaya

WALIKOTA METRO PROVINSI LAMPUNG PERATURAN WALIKOTA METRO NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN

LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 111/PMK.03/2009 TENTANG

PERMOHONAN PENGURANGAN PBB. Nomor :...(1)...(2) Lampiran :...(3) Hal : Permohonan Pengurangan PBB

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Tata Cara. PBB. Penghapusan Sanksi. Pengurangan. Pembatalan.

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

2017, No tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan; Mengingat : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03

Lampiran I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : 6/PJ/2008 TENTANG : TATA CARA PENGURANGAN DENDA ADMINISTRASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

NOMOR lv TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 22 Tahun : 2014

PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 48 TAHUN 2012

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 25 TAHUN 2013

(Kop Surat) KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR... (1) TENTANG KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ATAS SPPT/SKP PBB *) NOMOR... (2) TANGGAL...

TENTANG TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN

(Kop Surat) KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR... (1) TENTANG

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG

MEMUTUSKAN: Menetapkan :

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 23 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 23 TAHUN 2013

2011, No Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2011 TENTANG PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.03/2014 TENTANG

BUPATI INDRAGIRI HULU

dengan ini mengajukan keberatan atas SPPT/SKP PBB*) Tahun Pajak... (19) dengan alasan : dst. (20)

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

2011, No.36 2 seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; c. bahwa dalam ketentuan Pasal 2

2 c. bahwa untuk memberikan pedoman pelaksanaan, meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, serta memberikan kepastian hukum, perlu diatur ketentuan m

PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 30 TAHUN 2012

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

mohon pengurangan atas PBB terutang tersebut diatas sebesar...%(... perseratus)

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 18 Tahun 2017 Seri B Nomor 2

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN DAN PENGAJUAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG

Sehubungan dengan Luapan Lumpur Sidoarjo. yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :... Alamat :... Kecamatan :... Provinsi :... Nomor Telepon :...

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 518/KMK. 04/2000 TAHUN 2000 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN SEHUBUNGAN DENGAN LUAPAN LUMPUR SIDOARJO

Mengajukan permohonan pengurangan BPHTB sebesar 100% (seratus persen) dari BPHTB yang terutang ***) : berdasarkan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP);

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI INDRAGIRI HULU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2011

BUPATI WONOSOBO PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 86 TAHUN 2015 TENTANG

SE - 32/PJ/2009 PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 25/PJ/2009 TENTANG TAT

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 33 TAHUN 2012 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSU5 IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TENTANG PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.258, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Penghentian Penyidikan. Prosedur.

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

KEPUTUSAN BUPATI INDRAGIRI HULU NOMOR... (1) TENTANG

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2016 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 163/PMK.03/2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

SE - 77/PJ/2009 PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182/PMK.03/2007

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

2017, No Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pembayaran; c. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan di bidang cukai

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAAN DAN PERKOTAAN

2015, No mengatur pelaksanaan lebih lanjut ketentuan mengenai pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Jenis Harta. Berwujud. Bangunan. Penyusutan. Pencabutan.

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI SLEMAN PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan dibutuhkan dana dalam jumlah yang besar, dana yang

DAFTAR NAMA-NAMA WAJIB PAJAK YANG MENGAJUKAN PERMOHONAN PENGURANGAN SECARA KOLEKTIF DESA/KELURAHAN*) :... KECAMATAN :... KABUPATEN/KOTAMADYA :...

PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN LUWU

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 71/PMK.03/2010 TENTANG

145/PMK.07/2009 ALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL PAJAK TAHUN ANGGARAN 2006, 2007, DAN 2008 YANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

Transkripsi:

No.146, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pajak. Bumi dan Bangunan. Pemberian. Pengurangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110/PMK.03/2009 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak untuk memperoleh pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1994, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara

2009, No.146 2 Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569); 2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan: 1. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. 2. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan Pengurangan adalah pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang PBB. 3. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disebut dengan SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang kepada Wajib Pajak. 4. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan SKP PBB adalah Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Undang- Undang PBB. 5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut dengan KPP Pratama adalah KPP Pratama tempat objek pajak terdaftar. 6. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut dengan Kanwil DJP adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan KPP Pratama. Pasal 2 (1) Pengurangan dapat diberikan kepada Wajib Pajak: a. karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya;

3 2009, No.146 b. dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa. (2) Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk: a. Wajib Pajak orang pribadi meliputi: 1) objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/dudanya; 2) objek pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/ perikanan/ peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang Wajib Pajak-nya orang pribadi yang berpenghasilan rendah; 3) objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi; 4) objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi yang berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi; dan/atau 5) objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang Nilai Jual Objek Pajak per meter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan; b. Wajib Pajak badan meliputi: objek pajak yang Wajib Pajak-nya adalah Wajib Pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada Tahun Pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin. (3) Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (4) Sebab lain yang luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kebakaran, wabah penyakit tanaman, dan/atau wabah hama tanaman.

2009, No.146 4 Pasal 3 (1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada Wajib Pajak atas PBB yang terutang yang tercantum dalam SPPT dan/atau SKP PBB. (2) PBB yang terutang yang tercantum dalam SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi. (3) SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah diberikan Pengurangan tidak dapat dimintakan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Undang-Undang PBB. Pasal 4 Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan: a. sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari PBB yang terutang dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 1); b. sebesar paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen) dari PBB yang terutang dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 2), angka 3), angka 4), dan/atau angka 5), atau Pasal 2 ayat (2) huruf b; atau c. sebesar paling tinggi 100% (seratus persen) dari PBB yang terutang dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) atau ayat (4). Pasal 5 (1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak. (2) Permohonan Pengurangan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara: a. perseorangan, untuk PBB yang terutang yang tercantum dalam SKP PBB; atau b. perseorangan atau kolektif, untuk PBB yang terutang yang tercantum dalam SPPT. (3) Permohonan Pengurangan secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diajukan:

5 2009, No.146 a. sebelum SPPT diterbitkan dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 1) dengan PBB yang terutang paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); atau b. setelah SPPT diterbitkan dalam hal: 1) kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 1) dengan PBB yang terutang paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); 2) kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 2), angka 3), angka 4), atau angka 5), dengan PBB yang terutang paling banyak Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah); atau 3) objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) atau ayat (4) dengan PBB yang terutang paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 6 (1) Permohonan Pengurangan yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) harus memenuhi persyaratan: a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPPT atau SKP PBB; b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase Pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas; c. diajukan kepada Kepala KPP Pratama; d. dilampiri fotokopi SPPT atau SKP PBB yang dimohonkan Pengurangan; e. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) surat permohonan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus, untuk: a) Wajib Pajak Badan; atau b) Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB yang terutang lebih banyak dari Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);

2009, No.146 6 2) surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB yang terutang paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah); f. diajukan dalam jangka waktu: 1) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT; 2) 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SKP PBB; 3) 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Keputusan Keberatan PBB; 4) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam; atau 5) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya; g. tidak memiliki tunggakan PBB Tahun Pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan Pengurangan, kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa; dan h. tidak diajukan keberatan atas SPPT atau SKP PBB yang dimohonkan Pengurangan, atau dalam hal diajukan keberatan telah diterbitkan Surat Keputusan Keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan dimaksud tidak diajukan Banding. (2) Permohonan Pengurangan yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a harus memenuhi persyaratan: a. 1 (satu) permohonan untuk beberapa objek pajak dengan Tahun Pajak yang sama; b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase Pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas; c. diajukan kepada Kepala KPP Pratama melalui pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) setempat atau pengurus organisasi terkait lainnya;

7 2009, No.146 d. diajukan paling lambat tanggal 10 Januari Tahun Pajak yang bersangkutan; dan e. tidak memiliki tunggakan PBB Tahun Pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan Pengurangan. (3) Permohonan Pengurangan yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b harus memenuhi persyaratan: a. 1 (satu) permohonan untuk beberapa SPPT Tahun Pajak yang sama; b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase Pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas; c. diajukan kepada Kepala KPP Pratama melalui: 1) pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) setempat atau pengurus organisasi terkait untuk pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b angka 1); atau 2) Kepala Desa/Lurah setempat, untuk pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b angka 2) dan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b angka 3); d. dilampiri fotokopi SPPT yang dimohonkan Pengurangan; e. diajukan dalam jangka waktu: 1) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT; 2) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam; atau 3) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa, kecuali apabila Wajib Pajak melalui pengurus LVRI setempat, pengurus organisasi terkait lainnya, atau Kepala Desa/Lurah, dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya; f. tidak memiliki tunggakan PBB Tahun Pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan Pengurangan, kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa; dan

2009, No.146 8 g. tidak diajukan keberatan atas SPPT yang dimohonkan Pengurangan. Pasal 7 (1) Permohonan Pengurangan secara perseorangan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan. (2) Permohonan Pengurangan secara kolektif yang tidak memenuhi: a. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2); atau b. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan. (3) Dalam hal permohonan Pengurangan tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Kepala KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permohonan tersebut diterima, harus memberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari kepada: a. Wajib Pajak atau kuasanya dalam hal permohonan diajukan secara perseorangan; atau b. pengurus LVRI setempat, pengurus organisasi terkait lainnya, atau Kepala Desa/Lurah setempat dalam hal permohonan diajukan secara kolektif. (4) Dalam hal permohonan Pengurangan tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan Pengurangan kembali sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3). Pasal 8 (1) Kepala KPP Pratama atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan keputusan atas permohonan Pengurangan dalam

9 2009, No.146 hal PBB yang terutang paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan keputusan atas permohonan Pengurangan dalam hal PBB yang terutang lebih banyak dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). (3) Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan keputusan atas permohonan Pengurangan dalam hal PBB yang terutang lebih banyak dari Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Pasal 9 (1) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, atau menolak permohonan Wajib Pajak. (2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil penelitian. (3) Wajib Pajak yang telah diberikan suatu keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat lagi mengajukan permohonan Pengurangan untuk SPPT atau SKP PBB yang sama. Pasal 10 (1) Kepala KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan Pengurangan, harus memberi suatu keputusan atas permohonan Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), kecuali dalam hal permohonan Pengurangan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a, suatu keputusan diberikan segera setelah SPPT diterbitkan. (2) Kepala Kanwil DJP dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan Pengurangan, harus memberi suatu keputusan atas permohonan Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). (3) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan Pengurangan, harus memberi suatu keputusan atas permohonan Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3).

2009, No.146 10 (4) Tanggal diterimanya permohonan Pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) adalah: a. tanggal terima surat permohonan Pengurangan dalam hal disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) atau petugas yang ditunjuk; atau b. tanggal tanda pengiriman surat permohonan Pengurangan, dalam hal disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat. (5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) telah terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, permohonan Pengurangan dianggap dikabulkan, dan diterbitkan keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir. (6) Dalam hal besarnya persentase Pengurangan yang diajukan permohonan Pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melebihi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4, besarnya Pengurangan ditetapkan sebesar persentase paling tinggi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Pasal 11 Bentuk format Keputusan Menteri Keuangan tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Secara Kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan Pengurangan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Pasal 13 Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, terhadap permohonan Pengurangan yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini dan belum mendapatkan keputusan, penyelesaiannya tetap dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

11 2009, No.146 362/KMK.04/1999 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. Pasal 14 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 362/KMK.04/1999 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 2009 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ANDI MATTALATTA

2009, No.146 12 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110 /PMK.03/2009 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR... (1) TENTANG PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan surat permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas nama Wajib Pajak... (2) nomor... (3) tanggal... (4) yang diterima KPP Pratama... (5) berdasarkan tanda terima nomor... (6) tanggal... (7) atas SPPT/SKP PBB *) nomor... (8) Tahun Pajak... (9) dan dengan mempertimbangkan hasil penelitian yang dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian Pengurangan PBB nomor LAP-... (10) tanggal... (11) perlu diterbitkan keputusan atas permohonan pengurangan PBB dimaksud; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569); 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor /PMK.03/2009 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN. PERTAMA : Mengabulkan seluruhnya/mengabulkan sebagian/menolak *) permohonan pengurangan PBB terutang yang tercantum dalam SPPT/SKP PBB *) nomor... (12) Tahun Pajak... (13) : a. Wajib Pajak nama :... (14) NPWP :... (15) alamat :... (16)

13 2009, No.146 b. Objek Pajak NOP :... (17) PBB yang terutang : Rp... (18) alamat :... (19) Desa/Kelurahan *) :... (20) Kecamatan :... (21) Kabupaten/Kota *) :... (22) sebesar... (23) % (... (24) persen) dari PBB yang terutang. KEDUA : Besarnya PBB yang harus dibayar atas penetapan sebagaimana dimaksud pada Diktum PERTAMA adalah sebagai berikut: a. PBB yang terutang menurut SPPT/SKP PBB *) Rp... ( 25) b. Besarnya pengurangan (... (26) % x Rp... ( 27) ) Rp... (28) c. Jumlah PBB yang terutang setelah pengurangan (a-b) (29) Rp... (...) (30) KETIGA : Apabila di kemudian hari ternyata diketahui terdapat kekeliruan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, kekeliruan tersebut akan dibetulkan sesuai ketentuan yang berlaku. KEEMPAT : Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri Keuangan ini disampaikan kepada: 1. Menteri Keuangan; 2....; **) 3. Wajib Pajak. Ditetapkan di... (31) pada tanggal... (32) a.n. MENTERI KEUANGAN... (33)... (34) NIP... (35) Keterangan: *) coret yang tidak perlu; **) salinan keputusan disampaikan kepada: Kepala Kanwil DJP atasan langsung apabila yang menerbitkan Surat Keputusan adalah Kepala KPP Pratama. Kepala KPP Pratama apabila yang menerbitkan Surat Keputusan adalah Direktur Jenderal Pajak atau Kepala Kanwil DJP.

2009, No.146 14 PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR KEPUTUSAN PENGURANGAN PBB Angka (1) : Diisi dengan nomor Surat Keputusan yang diterbitkan. Angka (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak (WP). Angka (3) : Diisi dengan nomor surat permohonan WP. Angka (4) : Diisi dengan tanggal surat permohonan WP. Angka (5) : Diisi dengan nama KPP Pratama yang menerima surat permohonan. Angka (6) : Diisi dengan nomor tanda terima surat permohonan. Angka (7) : Diisi dengan tanggal tanda terima surat permohonan. Angka (8) : Diisi dengan nomor SPPT/SKP PBB. Angka (9) : Diisi dengan Tahun Pajak SPPT/SKP PBB. Angka (10) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Penelitian Pengurangan PBB. Angka (11) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Penelitian Pengurangan PBB. Angka (12) : Diisi dengan nomor SPPT/SKP PBB. Angka (13) : Diisi dengan Tahun Pajak SPPT/SKP PBB. Angka (14) : Diisi dengan nama WP. Angka (15) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Angka (16) : Diisi dengan alamat WP. Angka (17) : Diisi dengan Nomor Objek Pajak (NOP). Angka (18) : Diisi dengan nominal PBB yang terutang dalam SPPT/SKP PBB. Angka (19) : Diisi dengan alamat objek pajak. Angka (20) : Diisi dengan nama Desa/Kelurahan alamat objek pajak. Angka (21) : Diisi dengan nama Kecamatan alamat objek pajak. Angka (22) : Diisi dengan nama Kabupaten/Kota alamat objek pajak. Angka (23) : Diisi dengan besarnya persentase pengurangan dengan angka. Angka (24) : Diisi dengan besarnya persentase pengurangan dengan huruf. Angka (25) : Diisi dengan nominal PBB yang terutang sebelum pengurangan dengan angka. Angka (26) : Diisi dengan besarnya persentase pengurangan dengan angka. Angka (27) : Diisi dengan nominal PBB yang terutang sebelum pengurangan dengan angka. Angka (28) : Diisi dengan nominal besarnya pengurangan PBB yang terutang dengan angka. Angka (29) : Diisi dengan nominal PBB yang terutang setelah pengurangan dengan angka. Angka (30) : Diisi dengan nominal PBB yang terutang setelah pengurangan dengan huruf. Angka (31) : Diisi dengan kota tempat Surat Keputusan diterbitkan. Angka (32) : Diisi dengan tanggal Surat Keputusan diterbitkan. Angka (33) : Diisi dengan salah satu:

15 2009, No.146 Direktur Jenderal Pajak jika Surat Keputusan merupakan wewenang Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak; atau Kepala Kanwil DJP atau Kepala KPP Pratama dalam hal Surat Keputusan merupakan wewenang Kepala Kanwil DJP atau Kepala KPP Pratama. Angka (34) : Diisi dengan nama pejabat yang berwenang menandatangani Surat Keputusan. Angka (35) : Diisi dengan NIP pejabat yang berwenang menandatangani Surat Keputusan. MENTERI KEUANGAN, SRI MULYANI INDRAWATI

2009, No.146 16 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110 /PMK.03/2009 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR... (1) TENTANG PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SECARA KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan surat permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara kolektif nomor... (2) tanggal... (3) LVRI/Desa/Kelurahan *)... (4) yang diterima KPP Pratama... (5) berdasarkan tanda terima nomor... (6) tanggal... (7) atas SPPT Tahun Pajak... (8) dan dengan mempertimbangkan hasil penelitian yang dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian Pengurangan PBB nomor LAP-... (9) tanggal... (10) perlu diterbitkan keputusan atas permohonan pengurangan PBB dimaksud; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Secara Kolektif; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569); 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor /PMK.03/2009 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SECARA KOLEKTIF. PERTAMA : Memberikan keputusan atas permohonan pengurangan PBB secara kolektif sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri Keuangan ini.

17 2009, No.146 KEDUA : Apabila di kemudian hari ternyata diketahui terdapat kekeliruan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, kekeliruan tersebut akan dibetulkan sesuai ketentuan yang berlaku. KETIGA : Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri Keuangan ini disampaikan kepada: 1. Menteri Keuangan; 2. Kepala Kanwil DJP...; (11) 3. Wajib Pajak. Ditetapkan di... (12) pada tanggal... (13) a.n. MENTERI KEUANGAN KEPALA KANTOR... (14) NIP... (15) Keterangan: *) coret yang tidak perlu.

2009, No.146 18 PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR KEPUTUSAN PENGURANGAN PBB SECARA KOLEKTIF Angka (1) Angka (2) Angka (3) Angka (4) Angka (5) Angka (6) Angka (7) Angka (8) Angka (9) : Diisi dengan nomor Keputusan Menteri Keuangan yang diterbitkan. : Diisi dengan nomor surat permohonan. : Diisi dengan tanggal surat permohonan. : Diisi dengan nama cabang LVRI/Desa/Kelurahan atau nama organisasi terkait penerima tanda jasa bintang gerilya. : Diisi dengan nama KPP Pratama. : Diisi dengan nomor tanda terima surat permohonan. : Diisi dengan tanggal tanda terima surat permohonan. : Diisi dengan Tahun Pajak SPPT yang dimohonkan Pengurangan. : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Penelitian Pengurangan PBB. Angka (10) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Penelitian Pengurangan PBB. Angka (11) : Diisi dengan nama Kanwil DJP atasan langsung. Angka (12) : Diisi dengan kota tempat Surat Keputusan diterbitkan. Angka (13) : Diisi dengan tanggal Surat Keputusan diterbitkan. Angka (14) : Diisi dengan nama Kepala KPP Pratama yang menerbitkan Surat Keputusan. Angka (15) : Diisi dengan NIP Kepala KPP Pratama yang menerbitkan Surat Keputusan. MENTERI KEUANGAN, SRI MULYANI INDRAWATI

19 2009, No.146

2009, No.146 20 PETUNJUK PENGISIAN LAMPIRAN KEPUTUSAN PENGURANGAN PBB SECARA KOLEKTIF Angka (1) : Diisi dengan nomor Keputusan Menteri Keuangan yang diterbitkan. Angka (2) : Diisi dengan nama Desa/Kelurahan yang bersangkutan. Angka (3) : Diisi dengan nama Kecamatan yang bersangkutan. Angka (4) : Diisi dengan nama Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Angka (5) : Diisi dengan Tahun Pajak yang bersangkutan. Angka (6) : Diisi dengan nama KPP Pratama yang menerbitkan Surat Keputusan. Angka (7) : Diisi dengan nama Kepala KPP Pratama yang menerbitkan Surat Keputusan. Angka (8) : Diisi dengan NIP Kepala KPP Pratama yang menerbitkan Surat Keputusan. Pengisian kolom: Kolom 1 : Diisi dengan nomor urut. Kolom 2 : Diisi dengan nama dan alamat Wajib Pajak pada SPPT. Kolom 3 : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) jika ada. Kolom 4 : Diisi dengan Nomor Objek Pajak (NOP) pada SPPT. Kolom 5 : Diisi dengan alamat objek pajak yang tercantum dalam SPPT. Kolom 6 : Diisi dengan PBB yang terutang dalam SPPT. Kolom 7 : Diisi dengan persentase pengurangan PBB yang terutang yang dimohon. Kolom 8 : Diisi dengan nominal pengurangan PBB yang terutang yang dimohon. Kolom 9 : Diisi dengan persentase pengurangan PBB yang terutang yang diberikan. Kolom 10 : Diisi dengan nominal pengurangan PBB yang terutang yang diberikan. Kolom 11 : Diisi dengan nominal PBB yang terutang setelah pengurangan. Kolom 12 : Diisi dengan mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian, atau menolak. MENTERI KEUANGAN, SRI MULYANI INDRAWATI