THE BLUE DEVIL (Chrysiptera cyanea) HATCHERY TECHNIQUE AT THE BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LAMPUNG

dokumen-dokumen yang mirip
Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Oleh: Tinggal Hermawan BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT AMBON DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN RI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III BAHAN DAN METODE

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar

PEMELIHARAAN BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) DENGAN WARNA WADAH YANG BERBEDA

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING)

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SURVIVAL RATE BENIH IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

BAB III BAHAN DAN METODE

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN LARVA IKAN BETOK (Anabas testudinieus) oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

Teknik Budidaya Lobster (Cherax quadricarinatus) Air Tawar di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Tatelu

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 12/PERMEN-KP/2015 TENTANG

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

PENGARUH MEDIA YANG BERBEDA TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA Chironomus sp.

II. BAHAN DAN METODE

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

PEMELIHARAAN LARVA IKAN HIAS BALONG PADANG (Premnas biaculeatus) DENGAN PENGKAYAAN PAKAN ALAMI

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN. Oleh : WILLY DHIKA PRATAMA SIDOARJO JAWA TIMUR

BAB III BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17

TEKNIK BUDIDAYA CUPANG (Betta splendens) DI DAFFA FARM KELURAHAN TEMBUNG KECAMATAN MEDAN TEMBUNG KOTAMADYA MEDAN PROVINSI SUMATRA UTARA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI UKURAN PASAR

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

V. DESKRIPSI TAUFAN S FISH FARM

PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima METODE DONOR SPERMA DAN THERMAL SHOCK DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT

III. METODE PENELITIAN

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

METODOLOGI PENELITIAN

PEMBENIHAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscogutaftus) PEMELIHARAAN LARVA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah

BAB III BAHAN DAN METODE

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

PENDAHULUAN Ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang mendapat perhatian besar bagi usaha perikanan terutama

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Aquatik, Fakultas

APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork)

BAB III BAHAN DAN METODE

Lampiran 1. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Pada Usaha Gudang Lele. Periode 1 Periode 2 Periode 3. Periode 4.

BAB III BAHAN DAN METODE

PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso

MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI BENIH

Transkripsi:

THE BLUE DEVIL (Chrysiptera cyanea) HATCHERY TECHNIQUE AT THE BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LAMPUNG TEKNIK PEMBENIHAN IKAN HIAS BLUE DEVIL (Chrysiptera cyanea) DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LAMPUNG Diah Ayu Puspitarini 1, Sapto Andriyono 2 1 Undergraduate Student of Industrial Technology of Fisheries, Faculty of Fisheries and Marine, Universitas Airlangga, Kampus C UNAIR Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115 2 Department of Marine, Faculty of Fisheries and Marine, Universitas Airlangga, Kampus C UNAIR Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115 Abstract Blue devil (Chrysiptera cyanea) is a group of marine ornamental fish (damsel fish groups) which have a bright blue color, slim and very agile. The fish is marine ornamental fish are economically important. Because of this, these fish hatchery activities is done. Field Work Activities of the fish hatchery is done with descriptive method. The writer have done and observe any measures regarding ornamental fish hatchery techniques blue devil (Chrysiptera cyanea) at the Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung on 12 nd January to 12 nd February 2015. The result from this field practice can be know that fish hatchery blue devil (Chrysiptera cyanea) at the Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung carried out in the laboratory of ornamental fish is used as many as 110 broodstock which has 7.5 cm long for males and 5.3 cm long for females. Naturally spawning was conducted. Larvae was feed given in the form of natural feed that was adapted to the mouth opening. Water quality is the most crucial affected to the blue devil fish larvae survival rate. Blue devil fish have FR and HR values reached 100%, but on survival rate is 0% due to the high ammonia content at the 18 day larvae rearing. Keywords : Hatchery, Ornamental fish blue devil, Survival Rate Abstrak Blue devil (Chrysiptera cyanea) merupakan ikan hias laut dari kelompok damsel fish yang memiliki warna biru cerah, berbadan ramping dan sangat gesit. Ikan tersebut merupakan ikan hias air laut yang ekonomis penting. Karena hal tersebut, kegiatan pembenihan ikan ini mujlai dilakukan. Kegiatan PKL tentang pembenihan ini dilakukan dengan metode deskriptif. Dalam hal ini telah dilakukan dan diamati segala bentuk kegiatan mengenai teknik pembenihan ikan hias blue devil (Chrysiptera cyanea) di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung pada tanggal 12 Januari - 12 Februari 2015. Dari hasil Praktek Kerja Lapang yang telah dilakukan, diketahui bahwa pembenihan ikan hias blue devil (Chrysiptera cyanea) di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung dilakukan dalam laboratorium ikan hias dengan jumlah indukan 110 ekor yang mempunyai panjang rata-rata 7,5 cm untuk jantan dan 5,3 cm untuk betina. Pemijahan dilakukan secara alami. Pakan yang diberikan pada larva berupa pakan alami yang disesuaikan dengan bukaan mulut. Kualitas air berpengaruh terhadap nilai SR dari larva ikan blue devil. Ikan blue devil mempunyai nilai FR dan HR mencapai 100% dengan nilai SR sampai 0% akibat kandungan amoniak yang tinggi setelah 18 hari pemeliharaan larva. Kata kunci: Pembenihan, Ikan hias blue devil, Survival Rate PENDAHULUAN Perkembangan bisnis produk perikanan non-konsumsi termasuk komoditas ikan hias di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat dan memiliki prospek yang menjanjikan secara ekonomi. Sejak tahun 2011 nilai perdagangan ikan non-konsumsi melebihi target yang telah ditetapkan yaitu mencapai Rp 565 miliar dari target sebesar Rp 350 miliar. (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013). Potensi ikan hias air laut perlu di gali secara optimal untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor ikan hias Indonesia. Berdasarkan data statistik perikanan budidaya, volume produksi ikan hias selama periode 2010-2013 mengalami

peningkatan rata-rata sebesar 18,9% pertahun yaitu 605 juta ekor pada tahun 2010 dan mencapai 1,137 milyar ekor pada tahun 2013 (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014). Ikan hias merupakan salah satu komoditas perikanan yang menjadi komoditas perdagangan yang potensial di dalam maupun di luar negeri. Ikan hias dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan devisa bagi negara. Ikan hias memiliki daya tarik tersendiri untuk menarik minat para pecinta ikan hias (hobiis) dan juga kini banyak para pengusaha ikan konsumsi yang beralih pada usaha ikan hias. Kelebihan dari usaha ikan hias adalah dapat diusahakan dalam skala besar maupun kecil ataupun skala rumah tangga, selain itu perputaran modal pada usaha ini relatif cepat (Sihombing, 2013). Blue devil (Chrysiptera cyanea) yang juga dikenal sebagai damsel fish blue merupakan ikan hias air laut yang sangat digemari oleh masyarakat karena warnanya begitu cantik, agresif dan termasuk ikan rakus serta tahan terhadap perubahan lingkungan dan harganya relative terjangkau sehingga ikan ini biasanya dijadikan sebagai ikan pemula dalam pemeliharaan diaquarium air laut bahkan, ikan ini merupakan ikan hias yang terlaris di Amerika Serikat (Gani, 2012). METODOLOGI Praktek Kerja Lapang ini telah dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada tanggal 12 Januari-12 Februari 2015. Metode yang digunakan dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif. Dalam hal ini telah dilakukan dan diamati segala bentuk kegiatan mengenai teknik pembenihan ikan hias blue devil (Chrysiptera cyanea) di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung sehingga diperoleh data diantaranya data sarana prasarana, data kualitas air (pengukuran ph, suhu dan salintas), data induk (jenis, ukuran dan jumlah induk), data pakan (jenis dan frekuensi pakan), serta data telur (jumlah telur fertile, Fertilization Rate, nilai Hatching Rate, Survival Rate dan Mortalitas). HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi PKL Balai Budidaya Laut ditetapkan berdasarkan KEPRES RI No. 23 Tahun 1982 yang pelaksanaannya tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 437/Kpts/Um/7/1982 tanggal 8 Juli 1982 yang menyebutkan tentang penetapan lokasi budidaya, teknik budidaya dan izin usaha. Keberadaan Balai Budidaya Laut ditetapkan secara resmi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 347/Kpts/OT.210/8/1986 tanggal 5 Agustus 1986, Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 347/Kpts/OT.210/5/1994 tanggal 6 Mei 1994 dan disempurnakan dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.26F/MEN/2001. Pada tahun 2014 berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6/PERMEN-KP/2014 tanggal 3 Februari 2014 berubah menjadi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut. Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung mempunyai tugas melaksanakan uji terap teknik dan kerjasama, pengelolaan produksi, pengujian laboratorium, mutu pakan, residu, kesehatan ikan dan lingkungan, serta bimbingan teknis perikanan budidaya laut. Fasilitas Pembenihan Ikan Hias Blue devil Pembenihan blue devil merupakan salah satu kegiatan pembenihan yang dilakukan di BBPBL Lampung sejak tahun 2011. Kegiatan pembenihan meliputi pemeliharaan induk, pemijahan, penanganan telur, pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air, pencegahan hama dan penyakit, dan pemeliharaan benih dan panen. Teknik yang digunakan dalam pembenihan blue devil adalah pemijahan alami dengan memanipulasi lingkungan (BBPBL Lampung, 2013). Gambar 1. Chrysiptera cyanea a.betina; b.jantan Sarana dan prasarana pembenihan ikan hias blue devil (Chrysiptera cyanea) yang dibutuhkan untuk menunjang dan mempermudah kegiatan sehingga tujuan pembenihan dapat tercapai diantaranya laboratorium ikan hias, wadah pemeliharaan, dan bak pakan alami. Laboratorium ikan hias merupakan tempat diadakannya pembenihan ikan hias

blue devil. Fasilitas ini digunakan untuk menunjang kegiatan pembenihan. Laboratorium ikan hias terletak diantara Laboratorium kuda laut dan bangsal pendederan. Wadah pemeliharaan meliputi bak pemelliharaan induk, bak pemeliharaan larva dan bak pemeliharaan benih. Bak pemeliharaan induk berupa bak fiber persegi volume 500 liter yang dilengkapi dengan pipa inlet dan outlet dan satu buah aerator serta beberapa paralon dan cangkang mutiara yang berfungsi sebagai substrat tempat menempelnya telur. Bak pemeliharaan induk juga digunakan sebagai bak pemijahan. Bak penampung larva yang terbuat dari bak ember dengan volume 20 liter yang pada bagian atasnya dilubangi sehingga air yang mengalir dapat terbuang. Bak pemeliharaan larva berupa bak fiber silinder dengan volume 500 liter yang dilengkapi dengan pipa outlet dan inlet, aerator dan termometer. Bak pemeliharan benih berupa akuarium kaca dengan volume 100 liter dan bak beton ukuran 1000 liter yang dilengkapi dengan aerator dan pipa outlet dan inlet untuk mengurangi dan menambah pasokan air pada bak pemeliharaan benih serta pipa paralon yang digunakan sebagai tempat persembunyian benih. Bak pakan alami terdiri dari bak fitoplankton dan bak zooplankton. Jenis fitoplankton yang digunakan pada pembenihan ikan hias blue devil ini adalah Nannochloropsis. Nannochloropsis yang digunakan berasal dari laboratorium fitoplankton yang dialirkan ke laboratorium ikan hias menggunakan pipa. Nannochloropsis yang dialirkan ditampung pada bak volume 20 liter dilengkapi dengan aerator dan pipa inlet. Zooplankton yang digunakan pada pembenihan adalah Artemia dan Branchionus plicatilis yang ditampung pada bak plastik ukuran 20 liter. Pada kultur Artemia bak yang digunakan sama dengan bak penampungan Artemia dan bak penampungan Branchionus plicatilis. Bak penampungan Artemia dan Branchionus plicatilis dilengkapi dengan satu aerator pada masing-masing bak, sedangkan untuk bak bak kultur Artemia diberi empat buah aerator, ini bertujuan untuk menghindari kekurangan oksigen pada proses penetasan Artemia. Pemeliharaan Induk Pemeliharaan induk blue devil pada proses pembenihan di BBPBL Lampung dilakukan secara massal. Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung memiliki induk Chrysiptera cyanea sebanyak 110 ekor yang terdiri dari 16 ekor yang berasal dari alam enam jantan dan 10 betina, dan 94 ekor induk keturunan pertama 44 jantan dan 50 betina yang memiliki panjang rata-rata 7,5 cm untuk induk jantan dan rata-rata 5,3 cm untuk induk betina. Induk-induk blue devil di pelihara dalam bak fiber volume 500 liter. Gani (2012) menyatakan bahwa ciri-ciri induk ikan blue devil yang baik yaitu ukuran tubuh induk jantan yang lebih besar dari induk betina yaitu berukuran 6-7 cm dan dibagian ekor terdapat warna kuning yang menambah keindahan ikan blue devil. Induk betina berukuran lebih kecil dari pada induk jantan yaitu berkisar 4,5-5,5 cm dan terdapat bercak putih pada sirip. Induk yang digunakan dalam budidaya ikan blue devil di BBPBL Lampung dapat berasal dari hasil tangkapan di alam. Kriteria dalam pemilihan calon induk yang akan digunakan dalam pemijahan hampir sama dengan jenis ikan-ikan lainnya yaitu sehat, tidak cacat, gesit, mempunyai warna yang cerah serta siap memijah. Induk blue devil yang siap memijah berumur 8-9 bulan, untuk jantan berukuran 7-8 cm dan betina 5-6 cm. Pada blue devil induk jantan lebih besar ukurannya dibandingkan dengan induk betina. Suharno (2013) mengatakan bahwa induk betina yang akan memijah mempunyai ciri-ciri perut buncit dan genital papilanya menonjol, sedangkan induk yang jantan agresif bergerak mengejar induk betina. Pakan yang diberikan untuk induk Chrysiptera cyanea adalah pakan pellet sedangkan pakan hidup/beku yang diberikan yakni cacing darah dan jentik nyamuk. Pakan beku diberikan setelah selang satu jam pemberian pakan pellet. Pellet yang biasa diberikan pada induk ikan blue devil (Chrysiptera cyanea) adalah pellet dengan merk dagang Love Larva 6 (LL6) yang tertera pada kemasan pakan memiliki ukuran 1500-1700 µm. Frekuensi pemberian pakan (feeding frequency) induk Chrysiptera cyanea yakni dua kali dalam sehari. Pemberian pakan pertama pada kisaran pukul 07.30 dan pemberian pakan kedua pada kisaran pukul 14:00. Dipertegas Kusumawati dan Setiawati (2010) bahwa pemberian pakan dilakukan dengan frekuensi dua kali sehari secara adlibitium. Pemindahan larva Telur-telur induk blue devil yang menetas setelah masa inkubasi selama empat hari ditampung pada bak penampungan larva yang telah dilengkapi dengan saringan yang akan menyaring telur agar tidak terbawa oleh air. Bak penampungan larva dipasang pada

sore hari karena telur blue devil menetas pada malam hari, larva yang menetas terbawa air yang terus mengalir kemudian keluar melalui pipa outlet dan tersaring masuk pada bak penampungan larva. Larva blue devil pada bak penampungan larva akan dipindahkan pada bak pemeliharaan larva dengan cara sangat berhati-hati karena larva blue devil sangat sensitif dan mudah sekali mati. Larva beserta bak penampungan larva dimasukkan pada bak pemeliharan larva dan kemudian larva digiring untuk keluar dari bak penampungan. Tabel 1. Hasil Penghitugan Telur dan larva pada kegiatan pembenihan Pada saat praktikum lapang terdapat 6 cangkang mutiara yang ditempeli oleh telur indukan blue devil dengan masa inkubasi yang berbeda. Jumlah keseluruhan telur adalah 6768 butir dengan FR dan HR mencapai 100%. Menurut Suharno (2013) telur blue devil dapat melakukan pemijahan dengan nilai FR dan HR mencapai diatas 99%. Penghitungan telur dilakukan dengan membagi satu cangkang mutiara menjadi empat bagian kemudian satu bagian dari empat bagian yang dibagi dihitung secara manual. Didapat hasil bahwa pada satu bagian tersebut terdapat telur berjumlah 282 kemudian dikalikan empat yang merupakan jumlah telur pada satu cangkang yaitu sebanyak 1128 butir telur pada satu cangkang. Pemeliharaan Larva Larva blue devil dipelihara pada bak fiber dengan volume 500 liter dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air menggunakan pipa paralon ukuran ½ inch serta dilengkapi pula dengan dua buah titik aerasi untuk mensuplai oksigen. Pada bak pemeliharaan larva sebelum dilakukan pemindahan larva telah diberi pakan alami berupa Nannochloropsis sebanyak dua liter sebagai pakan bagi larva. Menurut Setiawati dan Gunawan (2013) pada bak pemeliharan larva dilengkapi dengan aerasi yang diatur dengan ukuran sedang dan pemberian pakan alami untuk larva D 0 berupa plankton dengan kepadatan 1-3x10 5 sel/ml. Pakan yang diberikan selama proses pemeliharaan larva ialah pakan alami, yaitu berupa Nannochloropsis, Rotifera dan Artemia. Nannochloropsis diberikan pada larva D 1 dan tetap diberikan sampai panen berdampingan dengan pemberian pakan alami lainnya. Nannochloropsis selain berfungsi sebagai pakan bagi larva maupun rotifera juga berfungsi sebagai grend water system. Pada D 4 Rotifera sudah mulai diberikan sebagai pakan bersamaan dengan Nannochloropsis dan pada larva D 18 Artemia mulai diberikan. Pemberian pada larva diberikan sesuai dengan ukuran bukaan mulut dari larva. Pada pakan Artemia dilakukan pengkayaan pakan dengan menambahkan probiotik pada Artemia yang akan diberikan pada ikan. Pakan yang diberikan pada larva cukup bervariasi tergantung umur dan disesuaikan dengan bukaan mulut. Larva yang berumur satu hari diberikan pakan alami berupa Chlorella sp. sebanyak 5-7% dari volume air dalam bak dan rotifer dengan kepadatan 10 sel/ml sampai larva berumur 20 hari. Setelah larva berumur 15 hari baru diberikan naupli Artemia dengan kepadatan dua sampai lima ekor per ml air dalam bak, tergantung kepadatan larva dalam bak, khusus pakan pellet (pakan buatan) diberikan pada larva yang berumur satu hari sampai larva dipanen dan ukurannya disesuaikan dengan bukaan mulut larva (Gani, 2012). Tabel 2. Pemberian Pakan Pada Larva Blue devil *) belum sempat diberikan pada larva Blue devil Pengelolaan Kualitas Air Air merupakan sarana terpenting yang menunjang kehidupan ikan hias di dalam akuarium atau kolam. Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam pembenihan ikan blue devil. Kualits air yang diukur selama kegiatan adalah ph, DO, suhu, salinitas, nitrit dan amoniak. Data pengukuran kualitas air selama pembenihan ikan hias blue devil menunjukkan bahwa seluruh parameter masih dalam batas yang mampu ditoleransi untuk kehidupan ikan, kecuali pada parameter nitrit dan amoniak yang melebihi baku mutu untuk kehidupan ikan laut. Lesmana (2002) mengatakan bahwa sebagai media hidup ikan hias, kualitas air yang baik memegang peranan dalam upaya meningkatkan kualitas warna ikan hias. Salah satu kriteria kualitas air yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan

masing-masing jenis ikan. Ikan akan hidup sehat dan berpenampilan prima dilingkungan dengan kualitas air yang sesuai. Thoyibah (2012) menyatakan bahwa kualitas air merupakan salah satu faktor pembatas baik langsung maupun tidak langsung. Dalam usaha budi daya ikan, kualitas air yang terkendali sangat baik dalam mendukung kelangsungan hidup ikan dalam meningkatkan pertumbuhannya. Pada pengukuran yang dilakukan pada media pemeliharaan bak induk maupun pada bak pemeliharaan larva mendapatkan nilai ph sebesar 7,98. Nilai DO yang terukur adalah 4,68 pada bak induk dan 4,34 pada bak pemeliharaan larva. Nilai ini masih diatas baku mutu untuk kehidupan ikan yang mensyaratkan harus diatas nilai empat ppm. Salinitas pada pada bak induk maupun pada bak pemeliharaan larva masih dalam kisaran 30-34 ppt yaitu 32-33 ppt. Nilai yang melebihi baku mutu adalah nitrit dan amoniak. Pada bak-bak induk dan pada bak pemeliharaan larva terukur 0,054 dan 0,231 ppm. Pada bak pemeliharaan larva sangat tinggi jika dibandingkan baku mutu yang mensyaratkan nilai nitrit dibawah nilai 0,05 ppm. Pada nilai amoniak, pada bak induk maupun dan bak pemeliharaan larva menunjukkan nilai yang cukup berbeda. Pada bak induk nilai amoniak masih dibawah baku mutu yaitu sebesar 0,07 ppm, sedangkan pada bak pemeliharaan larva sangat tinggi hingga mencapai nilai amoniak sebesar 1,056 ppm atau melampau batas baku mutu pada nilai 0,3 ppm.tingginya kandungan amonia dalam bak pemeliharaan larva dikarenakan adanya sisa-sisa metabolisme dan sisa pakan dalam jumlah yang tinggi serta karena tidak dilakukannya penyiponan untuk membuang sisa-sisa pakan yang ada dan tidak dilakukannya penyiponan selama pemeliharan. Pemberian pakan yang terlalu banyak akan berpengaruh pada meningkatnya kandungan amoniak, sehingga berbahaya bagi komunitas akuarium (Kuncoro, 2004). Boyd (1982) menyatakan bahwa amoniak dapat bersifat racun apabila kensentrasinya antara 0,2-2,0 ppm. Tabel 3. Hasil Penghitungan Nilai Survival Rate dan Mortalitas larva ikan Dari hasil penghitungan nilai SR dan Mortalitas dari pembenihan ikan hias blue devil (Tabel 3) didapat nilai SR 0% dan nilai Mortalitasnya 100% dari awal pemindahan sampai pada D 18. Terjadi kematian total pada D 18 hal ini dimungkinkan karena kandungan amonia yang tinggi pada bak pemeliharaan larva berdasarkan hasil uji kualitas air yang telah dilakukan. Tingginya kandungan amoniak dalam kolam pemeliharaan larva ini disebabkan karena tidak dilakukannya penyiponan selama proses pemeliharaan. Pengelolaan kualitas air pada pemeliharaan induk meliputi penyiponan dan pergantian air. Menurut Subiyanto, dkk. (2015) mengatakan bahwa penyiponan dilakukan bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran yang mengendap di dasar bak sehingga kebersihan bak tetap terjaga. Pencegahan Hama dan Penyakit Pencegahan hama dan penyakit pada proses pembenihan ikan hias blue devil di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung adalah diantaranya dengan melakukan pencucian semua peralatan yang akan digunakan maupun telah digunakan menggunakan air tawar. Pemberian antibiotik dengan dosis 0,25 ml/liter air atau tergantung pada kepadatan ikan sebagai anti bakterial, juga dilakukan sebagai upaya pencegahan penyakit menyerang biota yang dibudidayakan. Penyiponan dilakukan setiap hari untuk menghilangkan sisa-sisa pakan yang dapat menimbulkan penyakit non infeksius pada ikan karena menurunnya kualitas air pada media pemeliharaan. Penyakit non infeksius juga dapat disebabkan oleh faktor genetis dan malnutrisi. Faktor lingkungan yang buruk seperti ph yang tidak sesuai, kesadahan air yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dan kurangnya kandungan oksigen terlarut, merupakan faktor utama yang sering mengakibatkan timbulnya penyakit non infeksius pada ikan hias (Sitanggang, 2001). KESIMPULAN Berdasarkan kegiatan Praktek Kerja Lapangan yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa teknik pembenihan ikan hias blue devil (Chrysiptera cyanea) di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung adalah tradisional atau alami yang meliputi pemeliharaan induk dan pemeliharaan larva. Jumlah indukan ikan hias blue devil sebanyak 110 ekor dengan perbandingan jantan dan betina 5:6. Pakan yang diberikan pada larva berupa Nannochloropsis oculata, Rotifera dan Artemia. Kualitas air yang diukur selama proses pemeliharaan yaitu suhu dengan kisaran 27-29 o C, ph 8, salinitas 32-33 ppt, DO 4-5 ppm, nitrit 0,03-0,2 ppm dan amoniak 0,07-1 ppm. Nilai FR dan HR

mencapai 100%, begitu pula dengan mortalitasnya yang mencapai 100% pada D 18. Saran yang dapat diberikan penulis yaitu perlu adanya kajian lebih lanjut berkaitan dengan rendahnya nilai kelulushidupan larva ikan hias blue devil (Chrysiptera cyanea) sehingga kematian yang sering terjadi pada larva ikan hias blue devil (Chrysiptera cyanea) dapat diminimalkan. DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut. 2014. Pangeran Biru Blue Devil (Chrysiptera cyanea). http://bbpbl.djpb.kkp.go.id.15/11/2014. Boyd, C.E. 1982. Water quality management in aquaculture and fisheries science. Elvesier. Scientific publishing company. Amsterdam. Gani, A. 2012. Teknologi Budidaya Ikan Hias Laut (Chrysiptera cyanea). Balai Besar Laut Ambon. http://abganfish.blogspot.com.15/11/2014. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. KKP Mendorong Diversifikasi Ekspor Ikan Hias ke Timur Tengah. http://www.p2hp.kkp.go.id. 8/12/2014. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Perikanan Budidaya Tingkatkan Produksi Ikan Hias Berkualitas Menuju Pasar Bebas.http:// www.djpb.kkp.go.id. /8/12/2014 Kuncoro, E.B. 2014. Akuarium Laut. Kanisius. Yogyakarta. 221 hal Kusumawati, D dan K. M. Setiawati. 2010. Profil Pemijahan dan Perkembangan Morfologi Larva dan Yuwana Ikan Clown Hitam (Amphiprion percula). Jurnal Riset Akuakultur, 5 (1) : 59-67 hal. Lesmana, D.S. 2002. Agar Ikan Hias Cemerlang. Penebar Swadaya. Jakarta. 80 hal. Setiawati, K. H dan Gunawan. 2013. Pemeliharaan Larva Ikan Hias Balong Padang (Premnas beaculeatus) Dengan Pengkayaan Pakan Alami. Jurnal Ilmu Teknologi Kelautan. 5(1). 47-53 hal. Sihombing, F., N. W. Artini dan R. K. Dewi. 2013. Kontribusi Pendapatan Nelayan Ikan Hias Terhadap Pendapatan Total Rumah Tangga di Desa Serangan. E- Jurnal Agribisnis dan Agrowisata Universitas Udayana. 2(4).13 hal. Sitanggang, M. 2001. Mengatasi Penyakit dan Hama Pada Ikan Hias. Agromedia Pustaka. Jakarta. 52 hal. Subiyanto. R., N. Ely, Hariyano dan L. Darto. 2015. Pemeliharaan Benih Ikan Hias Mandarin (Synchiropus splendidus) dengan Warna Wadah Yang Berbeda. Balai Budidaya Laut Ambon. 6 hal. Suharno, A. Gani dan A. S. 2013. Efektivitas Pemijahan Ikan Blue Devil (Chrysiptera cyanea) dengan jumlah pasangan jantan betina yang berbeda. Balai Besar Laut Ambon. http://abganfish.blogspot.com. 20/2/2015 Thoyibah Z. 2012. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Betok (Anabas testudineus) yang Dipelihara pada Salinitas Berbeda. Jurnal Ikan Betok 9 (2). 1-8 hal.