PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN INDUSTRI KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10 /PERMEN/M/2007

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA KAWASAN INDUSTRI

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 18 /PERMEN/M/2007

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PERMEN/M/2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN KAWASAN KHUSUS

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BATU KOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG CIPTA KARYA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NO. 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi visi pembangunan perumahan rakyat yaitu Setiap Keluarga Indonesia Menghuni Rumah yang layak, maka salah satu kebijakan pembangunan perumahan rakyat diarahkan pada pengembangan perumahan berbasis kawasan; b. bahwa kegiatan industri yang biasanya dilakukan pada suatu kawasan industri atau zona industri memerlukan dukungan perumahan bagi pekerjanya; c. bahwa pengembangan perumahan berbasis kawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat diselenggarakan pada kawasan perumahan yang menunjang kegiatan fungsi industri demi menciptakan kehidupan dan penghidupan pekerja industri yang efisien dan produktif; d. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas perlu diatur petunjuk pelaksanaan yang merupakan ketentuan yang spesifik tentang perumahan kawasan industri dan merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14/Permen/M/2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409); 3. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri; 4. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 50/MPP/Kep/2/1997 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Kawasan Industri dan Izin Perluasan Kawasan Industri; 1

5. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14/Permen/M/2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota untuk menyelenggarakan kegiatan dengan fungsi khusus seperti industri, perbatasan, nelayan, pertambangan, pertanian, pariwisata, pelabuhan, cagar budaya, dan rawan bencana. 2. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. 3. Kawasan peruntukan industri atau zona industri adalah bentangan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota yang bersangkutan. 4. Kompleks Industri adalah suatu konsentrasi kegiatan sejumlah industri di suatu tempat yang diantaranya banyak yang mendasarkan pilihan lokasinya yang saling berdekatan atas pertimbangan adanya saling keterkaitan teknis/ekonomis atau integrasi hulu-menengah-hilir. 5. Sentra industri adalah sentra industri kecil yang merupakan sekumpulan kegiatan industri kecil sejenis yang lokasinya mengelompok pada jarak yang tidak terlalu berjauhan. 6. Perumahan kawasan khusus adalah kawasan untuk pengembangan perumahan pada hamparan tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan pemukiman dalam rangka menunjang kegiatan dengan fungsi khusus, yang dilengkapi dengan jaringan primer, sekunder dan tersier prasarana lingkungan, sarana lingkungan serta utilitas, sesuai dengan rencana tata bangunan dan lingkungan perumahan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dan sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan; 2

7. Perumahan kawasan industri adalah perumahan kawasan khusus untuk menunjang kegiatan fungsi industri baik yang terkait dengan kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, maupun kompleks industri atau sentra industri. 8. Prasarana perumahan kawasan industri adalah kelengkapan dasar fisik perumahan kawasan industri yang memungkinkan kawasan tersebut dapat berfungsi dan mengembangkan berbagai kegiatan terkait dengan kegiatan fungsi industri sebagaimana mestinya, misalnya prasarana untuk pengolahan limbah industri rumah tangga. 9. Sarana perumahan kawasan industri adalah fasilitas penunjang perumahan kawasan industri yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya kehidupan dan penghidupan pekerja industri, misalnya ruang pamer, fasilitas perbankan. 10. Jaringan primer prasarana perumahan kawasan industri adalah jaringan utama yang menghubungkan antar satuan perumahan dalam kawasan perumahan atau antara kawasan perumahan dengan kawasan lain dan digunakan untuk kepentingan umum, baik berupa prasarana jalan darat maupun jalan air. 11. Jaringan sekunder prasarana perumahan kawasan industri adalah jaringan cabang dari jaringan primer prasarana perumahan kawasan industri yang melayani kebutuhan di dalam 1 (satu) satuan perumahan yang digunakan untuk kepentingan umum. 12. Jaringan tersier prasarana perumahan kawasan industri adalah jaringan cabang dari jaringan sekunder prasarana perumahan kawasan industri yang melayani kebutuhan ke masing-masing rumah yang digunakan untuk kepentingan umum. 13. Utilitas adalah sarana penunjang untuk pelayanan perumahan yang meliputi sarana air bersih, listrik, telepon, dan gas. 14. Pengusaha kawasan industri untuk selanjutnya disebut pengusaha kawasan adalah orang atau badan hukum yang mengusahakan pengembangan dan atau pengelolaan kawasan industri. 15. Pengusaha industri adalah orang atau badan hukum yang kegiatan usahanya di bidang industri yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 16. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 17. Badan Usaha adalah badan hukum yang kegiatan usahanya di bidang pembangunan perumahan dan permukiman yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 18. Masyarakat adalah orang atau sekelompok orang yang bekerja sebagai pekerja industri atau melayani pekerja industri dan bertempat tinggal di perumahan kawasan industri dan sekitarnya. 19. Menteri adalah menteri yang bertugas mengkoordinasikan dan bertanggungjawab di bidang perumahan dan permukiman. 3

Bagian Kedua Maksud, Tujuan dan Lingkup Pengaturan Pasal 2 (1) Pengaturan dalam petunjuk pelaksanaan ini dimaksudkan agar para pembina pada berbagai tingkat pemerintahan maupun pelaksana mempunyai panduan untuk mengembangkan perumahan kawasan industri dengan mempertimbangkan berbagai aspek pengembangan kawasan, khususnya dalam penyelenggaraan dan pengelolaan kawasan, sehingga dapat menciptakan suatu perumahan kawasan industri yang layak dan terjangkau khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. (2) Pengaturan petunjuk pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ini bertujuan untuk terlaksananya kelancaran penyelenggaraan dan pengelolaan pengembangan perumahan kawasan industri secara berdaya guna dan berhasil guna. (3) Lingkup pengaturan dalam petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pengembangan perumahan kawasan industri ini sesuai dengan hal-hal sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14/Permen/M/2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus, dengan mempertimbangkan hal-hal khusus terkait dengan kegiatan industri. Bagian Ketiga Prioritas Penanganan Penyelenggaraan Perumahan Kawasan industri Pasal 3 Penanganan penyelenggaraan perumahan kawasan industri diprioritaskan dengan mempertimbangkan pula hal-hal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, sebagai berikut : a. Kondisi lingkungannya tidak tertata dan kumuh. b. Sanitasi lingkungannya buruk dan tidak dikelola dengan baik. c. Aksessibilitas ke kawasan perumahan tidak memadai. d. Rawan bencana kebakaran. e. Rawan penyakit yang disebabkan oleh buruknya kondisi lingkungan. f. Adanya rencana pembangunan kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri. g. Kawasan industri yang memiliki luas lahan lebih besar dari 200 Ha, namun belum memiliki fasilitas perumahan yang memadai. 4 Bagian Keempat Persyaratan Dan Kriteria Lokasi Perumahan Kawasan industri Pasal 4 Persyaratan dan kriteria lokasi penyelenggaraan perumahan kawasan industri selain yang disebut dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Negara

Perumahan Rakyat Nomor 14/Permen/M/2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus, adalah sebagai berikut: a. Untuk industri yang menghasilkan polutan dan limbah yang dapat membahayakan kesehatan, maka kawasan perumahan industri harus direncanakan lokasinya sebagai berikut: 1) terpisah dari kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri, namun terhubungkan dengan fasilitas transportasi yang terjangkau; dan atau 2) terletak pada lokasi yang tidak dilalui aliran limbah atau polusi udara dan kebisingan dari industri yang bersangkutan; dan atau 3) terletak pada lokasi yang tidak berdekatan dan atau terkena dampak limbah industri. b. Untuk industri yang tidak menghasilkan limbah yang membahayakan kesehatan, maka kawasan perumahan industri harus direncanakan lokasinya sebagai berikut: 1) dapat berlokasi di dalam kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri; atau 2) berdekatan dengan kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri; atau 3) terpisah dari kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri; namun terhubungkan dengan fasilitas transportasi yang terjangkau. Bagian Kelima Keberhasilan Perumahan Kawasan industri Pasal 5 Keberhasilan penyelenggaraan pengembangan perumahan kawasan industri selain yang disebut dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14/Permen/M/2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus, adalah sebagai berikut: a. Terlibatnya pengusaha kawasan industri dan atau pengusaha industri dalam pengembangan perumahan kawasan industri. b. Berkembangnya rumah sewa termasuk rumah susun sewa yang layak dan terjangkau bagi pekerja industri. c. Tumbuhnya berbagai kegiatan industri rumah tangga sebagai vendor bagi kegiatan pada kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri. d. Tumbuhnya berbagai kegiatan industri rumah tangga sebagai ikutan dari kegiatan pada kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri. 5

BAB II PENGATURAN TAHAPAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI Bagian Pertama Pengaturan Pada Tahapan Penyelenggaraan Pasal 6 Tahapan penyelenggaraan perumahan kawasan industri perlu dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 45 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14/Permen/M/2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus, dengan mempertimbangkan pula halhal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), sebagai berikut: a. Pada identifikasi tipologi kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri perlu mempertimbangkan: 1) Jenis industri yang ada atau akan dikembangkan misalnya bersifat raw material oriented atau footloose industry ; 2) Tingkat dan jenis polutan serta limbah yang dihasilkan; 3) Skala kegiatan industri dan kecenderungan pertumbuhannya; 4) Lokasi kawasan industri, kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri apakah di dalam atau di luar kota; 5) Orientasi lokasi kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri terhadap prasarana lainnya seperti jaringan jalan arteri atau kolektor primer dan pelabuhan/outlet; 6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3), angka 4) dan angka 5) khususnya terkait dengan kemungkinan penyerapan tenaga kerja, penyediaan tanah dan pola pembiayaan yang akan dikembangkan untuk perumahan kawasan industri. b. Pada identifikasi isu-isu strategis kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri perlu mempertimbangkan: 1) berbagai kebijaksanaan dan strategi pengembangan sektor perindustrian yang terkait dengan provinsi/kabupaten/kota. 2) berbagai kebijaksanaan dan strategi pengembangan sektor ketenagakerjaan yang terkait dengan provinsi/kabupaten/kota. c. Pada penetapan tujuan penyelenggaraan perumahan kawasan industri perlu mempertimbangkan: 1) arah pengembangan perumahan kawasan industri dikaitkan dengan pengembangan kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri. 2) kemungkinan dikembangkannya rumah susun sewa bagi para pekerja industri. 6

3) peningkatan ekonomi keluarga pekerja industri antara lain melalui pengembangan industri rumah tangga baik sebagai ikutan dari industri yang ada maupun sebagai vendor. d. Pada penetapan lokasi perumahan kawasan industri perlu mempertimbangkan: 1) kriteria kelayakan teknis yaitu : i. berdekatan atau terhubungkan dengan fasilitas transportasi yang terjangkau dengan lokasi kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri. ii. iii. daya dukung lahan untuk pembangunan rumah susun. dapat dibangun sarana penunjang sesuai kegiatan industri rumah tangga yang tumbuh baik sebagai ikutan ataupun sebagai vendor seperti sarana instalasi pengolah limbah, ruang pamer, pertokoan, perbankan, wartel/warnet. 2) kriteria kelayakan lingkungan yang tidak mencemari khususnya daerah aliran sungai (DAS) di sekitarnya. e. Pada pembentukan penyelenggara dan pengelola perumahan kawasan industri perlu mempertimbangkan: 1) kelembagaan yang sudah ada, seperti korporasi, koperasi pekerja industri, organisasi buruh atau serikat pekerja industri. 2) berbagai lembaga keuangan yang mempunyai produk kredit perumahan dan penjamin pinjaman khususnya untuk pekerja industri. f. Pada perencanaan pengembangan perumahan kawasan industri yang berkaitan dengan: 1) Penyiapan pra studi kelayakan investasi dan pendanaan perlu mempertimbangkan: i. pembiayaan pembangunan rumah susun sewa. ii. pengembalian investasi jangka panjang mengingat banyaknya pekerja industri yang miskin. iii. pola pembiayaan perumahan khususnya untuk pekerja industri. 2) Pemetaan partisipatif perlu mempertimbangkan: i. penjelasan rencana yang disiapkan untuk pekerja industri dan bagaimana memanfaatkan dan memelihara berbagai prasarana, sarana dan utilitas agar dapat berdaya guna dan berhasil guna. ii. penjelasan kemungkinan pengembangan industri rumah tangga baik sebagai ikutan maupun sebagai vendor bagi kegiatan industri utama yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. iii. pengembangan aspek-aspek peran serta masyarakat dalam menunjang kegiatan kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri. 3) Perencanaan perumahan kawasan industri yang berkaitan dengan : i. Perencanaan dalam penyelenggaraan perlu mempertimbangkan: 7

ii. 1. pengaturan zonasi perumahan kawasan industri dengan memperhatikan orientasi lokasi terhadap kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri guna menghindari dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pada kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri tersebut, baik berupa polusi udara, kebisingan, getaran maupun limbah industri. 2. penataan ruang kawasan yang memperhatikan dan memberikan karakteristik spesifik agar dapat memberikan keseimbangan dan keserasian interaksi antara kegiatan pada kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri dengan perumahan kawasan industri. 3. pengembangan pola usaha industri rumah tangga yang merupakan sistem terpadu dengan kegiatan terkait pada kawasan industri, kawasan peruntukan industri atau zona industri, kompleks industri atau sentra industri. 4. perencanaan pembangunan usaha industri kecil/rumah tangga, instalasi pengolahan limbah, ruang pamer/tempat promosi, tempat pelayanan informasi, fasilitas perbankan dan telekomunikasi. 5. pengembangan desain lingkungan dan kawasan perumahan yang spesifik dan memiliki nilai jual sebagai obyek wisata. Perencanaan dalam pengelolaan perlu mempertimbangkan: 1. pola skema pembiayaan perumahan, khususnya untuk pekerja industri. 2. skema pembiayaan khusus untuk peningkatan ekonomi keluarga pekerja industri. 3. pemanfaatan dan pemeliharaan berbagai potensi sumber daya alam dan buatan yang dekat dari kawasan industri untuk mengembangkan nilai jual wisata. 4. pemeliharaan dan pengendalian perumahan kawasan industri yang selalu berupaya untuk menjaga ekosistem. g. Pada penyediaan tanah perlu mempertimbangkan : 1) pendapat dari instansi perindustrian dan pertanahan khususnya berkaitan dengan kemungkinan pembangunan perumahan di dalam kawasan industri. 2) penyediaan tanah untuk kapling perumahan bagi perusahaan kawasan industri sesuai ketentuan pada Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 50/MPP/Kep/2/1997 Tahun 1997 sebagaimana dimaksud pada lampiran 1. 3) mengenai status kepemilikan hak, penegakan hak dan kewajiban termasuk penetapan perubahan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah perumahan kawasan industri, yang dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh instansi bidang pertanahan dengan instansi terkait. 8

h. Pada penyiapan lahan perumahan kawasan industri sudah cukup diatur secara umum dalam Pasal 34 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14/Permen/M/2006, kecuali ada pertimbangan lain dari instansi terkait, khususnya berkaitan dengan aspek lingkungan. i. Pada penyediaan prasarana, sarana dan utilitas perumahan kawasan industri perlu mengatur agar pelaksanaan pembangunan perumahan kawasan industri terintegrasi dengan pelaksanaan pembangunan kawasan industri yang diharapkan menjadi faktor pendorong peningkatan ekonomi masyarakat. j. Pada pemanfaatan perumahan kawasan industri perlu mengatur pemanfaatan bagi pekerja industri dan masyarakat terkait dengan pelayanannya. k. Pada pemeliharaan perumahan kawasan industri perlu mengatur pemeliharaan perumahan kawasan industri yang selalu berupaya untuk menjaga ekosistem. l. Pada pengendalian perumahan kawasan industri perlu mengatur untuk mengendalikan perumahan kawasan industri agar selalu berupaya dan tertib dalam menjaga ekosistem. Pasal 7 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Pengaturan penyelenggaraan di Daerah Pasal 8 (1) Untuk pengaturan penyelenggaraan perumahan kawasan industri di Daerah perlu dibuat Peraturan Daerah yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (2) Dalam hal Daerah belum mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka terhadap penyelenggaraan perumahan kawasan industri di Daerah diberlakukan ketentuan-ketentuan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (3) Daerah yang telah mempunyai Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan perumahan kawasan industri sebelum Peraturan Menteri ini diterbitkan harus menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan penyelenggaraan perumahan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. 9

Pasal 9 (1) Dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan perumahan kawasan industri, Pemerintah Daerah melakukan peningkatan kemampuan aparat Pemerintah Daerah maupun masyarakat dalam memenuhi ketentuan penyelenggaraan perumahan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 untuk terwujudnya suatu perumahan kawasan industri yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah secara berdaya guna dan berhasil guna. (2) Dalam melaksanakan pengendalian penyelenggaraan perumahan kawasan industri, Pemerintah Daerah wajib menggunakan pengaturan pentahapan penyelenggaraan perumahan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sebagai landasan dalam mengeluarkan persetujuan dan atau perizinan yang diperlukan. (3) Terhadap aparat Pemerintah Daerah yang bertugas dalam pengendalian penyelenggaraan perumahan kawasan industri yang melakukan pelanggaran ketentuan dalam Pasal 6 dikenakan sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ketiga Sanksi Administrasi Pasal 10 (1) Penyelenggaraan perumahan kawasan industri yang melanggar ketentuan-ketentuan Pasal 6 dan Pasal 7 Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi administrasi yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 8. (2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sesuai dengan tingkat pelanggaran dapat berupa : a. peringatan tertulis b. pembatasan kegiatan c. penghentian sementara kegiatan sampai dilakukannya pemenuhan pemenuhan tahapan penyelenggaraan perumahan kawasan industri d. pencabutan izin yang telah dikeluarkan untuk penyelenggaraan perumahan kawasan industri. (3) Selain sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), di dalam Peraturan Daerah dapat diatur mengenai pengenaan denda, tindakan pembongkaran serta disinsentif lainnya atas terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan perumahan kawasan industri. 10

BAB III PEMBINAAN Pasal 11 Pembinaan penyelenggaraan perumahan kawasan industri dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14/Permen/M/2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus, dengan mempertimbangkan pula hal-hal sebagai berikut: a. Pembinaan teknis dan bantuan teknis pengembangan bidang perindustrian, dilaksanakan oleh Menteri bidang perindustrian. b. Pembinaan teknis dan bantuan teknis pengembangan bidang ketenagakerjaan, dilaksanakan oleh Menteri bidang ketenagakerjaan. c. Pembinaan teknis dan bantuan teknis bagi kawasan perumahan untuk pekerja industri yang dimanfaatkan pula sebagai obyek wisata, dilaksanakan oleh Menteri bidang pariwisata. d. Pembinaan teknis dan bantuan teknis bagi kawasan perumahan industri khususnya dalam pemeliharaan lingkungan, dilaksanakan oleh Menteri bidang lingkungan hidup. BAB IV PERAN MASYARAKAT Pasal 12 Peran masyarakat perlu dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Pasal 50 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14/Permen/M/2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus, disamping perlu pula mempertimbangkan pendapat dari berbagai asosiasi pekerja industri yang ada di masing-masing daerah. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 13 Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka semua ketentuan penyelenggaraan perumahan kawasan industri yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini, sampai digantikan dengan yang baru. 11

BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 (1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. (2) Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 2006 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT MOHAMMAD YUSUF ASY ARI 12

Lampiran 1 Lampiran II Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor : 50/MPP/Kep/2/1997 Tanggal : 20 Pebruari 1997 I. Standar Teknis yang berlaku bagi Perusahaan Kawasan Industri 1. Perusahaan Kawasan Industri wajib mencadangkan tanah Kawasan Industri menurut ketentuan penggunaan tanah di dalam Kawasan Industri sebagai berikut: Luas Kawasan Industri Luas Lahan Dapat Dijual (maksimal 70%) Kapling Industri Kapling Komersial 10-20 ha 65% - 70% maksimal 10% >20-50 ha 65% - 70% maksimal 10% Kapling Perumahan maksimal 10% maksimal 10% Jalan dan Sarana Penunjang Lainnya sesuai kebutuhan sesuai kebutuhan Ruang Terbuka Hijau minimal 10% minimal 10% >50-100 ha 60% - 70% maksimal 12½ % maksimal 15% sesuai kebutuhan minimal 10% >100-200 ha 50% - 70% maksimal 15% maksimal 20% sesuai kebutuhan minimal 10% >200-500 ha 45% - 70% maksimal 17½ % 10% - 25% > 500 ha 40% - 70% maksimal 20% 10% - 30% sesuai kebutuhan sesuai kebutuhan minimal 10% minimal 10% Keterangan : 1) Kapling komersial adalah kapling yang disediakan oleh Perusahaan Kawasan Industri untuk sarana penunjang seperti perkantoran, bank, pertokoan/tempat berbelanja, tempat tinggal sementara, kantin dan sebagainya. 2) Kapling perumahan adalah kapling yang disediakan oleh Perusahaan Kawasan Industri untuk perumahan pekerja termasuk fasilitas penunjangnya seperti tempat olah raga dan sarana ibadah. 3) Fasilitas yang termasuk prasarana penunjang lainnya antara lain pusat kesegaran jasmani (fitness center), pos pelayanan telekomunikasi, saluran pembuangan air hujan, instalasi penyediaan air bersih, instalasi penyediaan tenaga listrik, instalasi telekomunikasi, instalasi pengelolaan air limbah industri, unit pemadam kebakaran. 4) Persentase mengenai penggunaan tanah untuk jalan dan sarana penunjang lainnya disesuaikan menurut kebutuhan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan. 13

5) Persentase ruang terbuka hijau ditetapkan minimal 10% sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan. 2. Ketentuan tentang pemanfaatan tanah untuk bangunan diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3. Perusahaan Kawasan Industri wajib mengusahakan penyediaan prasarana & sarana sekurang-kurangnya sebagai berikut : a. Jaringan jalan lingkungan dalam Kawasan Industri sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku; b. Saluran pembuangan air hujan (drainase) yang bermuara kepada saluran pembangunan sesuai dengan ketentuan teknis Pemerintah Daerah setempat; c. Instalasi penyediaan air bersih termasuk saluran distribusi ke setiap kapling industri, yang kapasitasnya dapat memenuhi permintaan yang sumber airnya dapat berasal dari Perusahaan Air Minum (PAM) dan/atau dari sistem yang diusahakan sendiri oleh Perusahaan Kawasan Industri; d. Instalasi penyediaan dan jaringan distribusi tenaga listrik sesuai dengan ketentuan PLN yang sumber tenaga listriknya dapat berasal dari PLN dan/atau dari sumber tenaga listrik yang diusahakan sendiri oleh Perusahaan Kawasan Industri dan atau Perusahaan Industri di dalam Kawasan Industri; e. Jaringan telekomunikasi sesuai dengan ketentuan dan persyaratan teknis yang berlaku; f. Sarana pengendalian dampak misalnya : pengolahan air limbah industri penampungan sementara limbah padat sesuai dengan keputusan persetujuan ANDAL, RKL dan RPL Kawasan Industri; g. Penerangan jalan pada tiap jalur jalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; h. Unit perkantoran Perusahaan Kawasan Industri/Perusahaan Pengelola Kawasan Industri; i. Unit pemadam kebakaran; j. Perumahan bagi pekerja industri denga harga yang terjangkau untuk Kawasan Industri yang luasnya lebih dari 200 hektar. 14

15

16

17

18