BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu melanjutkan estafet pembangunan bangsa ini. Namun,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Istilah bullying secara etimologi berasal dari kata bully berarti

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, apabila rakyat cerdas maka majulah bangsa tersebut. Hal ini senada

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. bullying selalu terjadi bahkan sudah menjadi sebuah tradisi. Bullying

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditemui baik melalui informasi di media cetak maupun televisi. Selain tawuran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Berita mengenai kekerasan anak di sekolah belakangan ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya (Ki Hajar Dewantara, 1922).

KONSEP PENDIDIKAN. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dampak globalisasi saat ini sangat berpengaruh bagi perkembangan IPTEK dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam

Upaya untuk Menyiapkan Insan Yang Berkarakter Melalui Program Leader Class di Kabupaten Cilacap Oleh : Nur Fajrina R.

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan sebuah negara. Maka dari itu, jika ingin memajukan sebuah negara terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda bangsa. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan metode pengajaran yang tepat. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, serta kepercayaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan individu untuk berinteraksi dengan individu lainnya membuat

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan,

BAB I PENDAHULUAN. strategis bagi peningkatan sumber daya manusia adalah pendidikan.

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mental spiritual yang membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mampu mendidik anak mereka secara sempurna, karena pendidikan merupakan

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan sarana agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Ki Hajar Dewantara mengajarkan sistem Tri Pusat Pendidikan, yakni sekolah, keluarga dan masyarakat.konsep Tri Pusat ini tidak bisa diabaikan. Sistem pendidikan nasional ini tidak ditempatkan di alam lingkungan sekolah saja, akan tetapi ada keikut sertaan keluarga dan masyarakat yang membentuk sukses dan gagalnya pendidikan nasional. Dewasa ini perhatian pemerintah dicurahkan untuk menjadikan sekolahsekolah memiliki kualitas yang lebih baik, kualitas tersebut tidak saja tertuju pada kemampuan yang bersifat kognitif, tetapi lebih dari itu adalah pada kualitas yang bersifat afektif psikomotorik yang berupa aspek sikap dan perilaku. Untuk memenuhi kepentingan tersebut, pemerintah Republik Indonesia, melalui Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, pada tanggal 11 Mei tahun 2010, telah mencanangkan gerakan nasional pendidikan karakter. Melalui gerakan tersebut pemerintah berusaha mengembalikan pendidikan pada khithahnya, yang meliputi ketiga aspeknya, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik secara konsisten. 1

2 Para pembuat kebijakan di bidang pendidikan, demikian juga dengan masyarakat secara keseluruhan, menginginkan anak-anak yang telah selesai dari suatu jenjang pendidikan tertentu tidak hanya memperoleh kebanggaan dalam prestasi akademiknya, tetapi lebih dari itu adalah prestasi dalam sikap dan perilakunya. Salah satu fenomena yang menyita perhatian di dunia pendidikan zaman sekarang adalah kekerasan di sekolah, baik yang dilakukan oleh guru terhadap siswa, maupun oleh siswa terhadap siswa lainnya.maraknya aksi tawuran dan kekerasan (bullying) yang dilakukan oleh siswa di sekolah semakin banyak menghiasi deretan berita di halaman media cetak maupun elektronik menjadi bukti telah tercerabutnya nilai-nilai kemanusiaan. Tentunya kasus-kasus kekerasan tersebut tidak saja mencoreng citra pendidikan yang selama ini dipercaya oleh banyak kalangan sebagai sebuah tempat di mana proses humanisasi berlangsung, tetapi juga menimbulkan sejumlah pertanyaan, bahkan gugatan dari berbagai pihak yang semakin kritis mempertanyakan esensi pendidikan di sekolah dewasa ini. Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena school bullying mulai mendapat perhatian pendidik, organisasi perlindungan, dan tokoh masyarakat. School dalam bahasa Indonesia berarti sekolah. Kata bullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti banteng yang senang menyeruduk kesana kemari. Dalam bahasa Indonesia, secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Istilah bullying dalam bahasa Indonesia bisa menggunakan menyakat (berasal dari kata sakat) dan perilakunya (bully)

3 disebut penyakat. Menyakat berarti mengganggu, mengusik, dan merintangi orang lain. Di luar negeri, school bullying sering disebut sebagai peer victimization karena peristiwa ini bisa terjadi di antara siswa/siswi seangkatan. Di Jepang, school bullying dikenal dengan istilah ijime. Hal ini ditandai dengan gangguan berupa ejekan, penindasan yang berakhir dengan tindakan bunuh diri dari sang korban. Kondisi ijime dianggap serius dengan kisaran 2,5-3,5 % dalam 1000 anak didik di Prefektur Aichi, yang merupakan lokasi dengan kasus ijime tertinggi, yaitu 3.500 kasus dan terendah di Gunma, yaitu 500 kasus. Hasil konsultasi Komisi Nasional Perlindungan Anak dengan anak-anak di 18 provinsi di Indonesia pada 2007 memperlihatkan bahwa sekolah juga bisa menjadi tempat yang cukup berbahaya bagi anak-anak, jika ragam kekerasan di situ tidak diantisipasi. Bahkan, Hironimus Sugi dari Plan International menyimpulkan, kasus kekerasan terhadap anak-anak di sekolah menduduki peringkat kedua setelah kekerasan pada anak-anak dalam keluarga. Padahal, jika siswa kerap menjadi korban kekerasan, mereka dapat memiliki watak keras di masa depan. Hal ini secara kolektif akan berdampak buruk terhadap kehidupan bangsa. Di Indonesia, penelitian tentang fenomena bullying masih baru. Hasil studi oleh ahli intervensi bullying, Dr. Amy Huneck dalam Wiyani (2012:18) mengungkapkan bahwa 10-60% siswa di Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan, ataupun dorongan, sedikitnya sekali dalam seminggu.

4 Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini pada 2008 dalam Wiyani (2012:18) tentang kekerasan bullying di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di tingkat Sekolah Lanjutan Pertama (SMP). Kekerasan psikologis berupa pengucilan, peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik (memukul). Gambaran kekerasan di SMP di tiga kota besar, yaitu Yogya: 77,5% (mengakui ada kekerasan) dan 22,5% (mengakui tidak ada kekerasan), Surabaya: 59,8% (ada kekerasan), dan Jakarta:61,1% (ada kekerasan). Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, kekerasan (bullying) seolah-olah sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak di zaman yang penuh persaingan ini. Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan guru BK SMK Negeri 4 Medan pada bulan Januari 2015 bahwa tindakan bullying juga sering terjadi di SMK Negeri 4 Medan, hal ini disebabkan karena lebih banyak siswanya adalah laki-laki. Perilaku bullying yang sering dilakukan siswa seperti mengolok-olok nama panggilan, melecehkan penampilan, mengancam, menakut-nakuti, dikucilkan dari pergaulan, mempermalukan dengan menyebar gosip di media sosial bahkan kadang sampai ke tindak kekerasan misalnya seperti memukul, menendang dan mendorong. Perilaku bullying tersebut akan membuat perubahan negatif pada sekolah. Jika tidak memahaminya dengan baik, subjek akan terjebak dan terombangambing dalam ketidakpastian, ketidakjelasan arah, pesimis, tidak peduli, bekerja semaunya, dan hal lain yang sifatnya negatif. Hal tersebut akan berdampak buruk

5 pada hasil pembelajaran murid disekolah. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan, maka perilaku siswa akan semakin acuh dan dapat terbawa sampai dewasa. Sehingga, menjadi karakter yang tidak dapat dibanggakan. Tentunya, berbagai pihak bertanggung jawab atas kelangsungan hidup anak, karena anak-anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh negara, orang tua, guru dan masyarakat.diperlukan komitmen bersama dan langkah nyata untuk mencegah praktik school bullying. Masalah diatas harus segera diatasi dengan melakukan penelitian tindakan untuk mengurangi perilaku bullying.tindakan yang ditawarkan yaitu: 1.) Melaksanakan budaya sekolah yang telah dibuat, 2) Meningkatkan motivasi siswa, 3) Meningkatkan karakter peduli.tindakan yang dipilih yaitu melaksanakan budaya sekolah yang telah dibuat. Alasan memilih tindakan pertama yaitu: Pertama, budaya sekolah dapat menyebabkan seseorang memberikan perhatian yang khusus, menyebabkan mereka mengidentifikasikan dirinya dengan sekolah (komitmen), memberikan motivasi kepada mereka untuk bekerja keras, dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan yang diinginkan sekolah. Kedua, budaya sekolah dapat meningkatkan bahkan mempertajam perhatian dan perilaku sehari-hari warga sekolah terhadap apa yang penting dan bernilai bagi sekolah. Perhatian tersebut dapat dilihat pada semua kegiatan pada semua kegiatan yang menjadi program dan prioritas sekolah.ketiga, budaya sekolah dapat membangun komitmen dan identifikasi diri dengan nilai-nilai, norma-norma, dan kebiasaan-kebiasaan tertentu.budaya sekolah telah pula memperkuat dan memperjelas motivasi. Apabila sekolah memberikan penghargaan terhadap setiap keberhasilan, usaha, dan memberikan komitmennya,

6 semua pegawai sekolah dan siswanya akan termotivasi untuk bekerja keras, inovatif, dan mendukung perubahan. Dengan adanya budaya sekolah dapat mempertinggi tingkat efektivitas dan produktivitas. Guru dan siswa akhirnya terbiasa dengan bekerja keras, memiliki komitmen yang tinggi terhadap pencapaian yang baik, dan memperhatikan pemecahan masalah, serta fokus terhadap pembelajaran bagi semua siswa. Dari uraian latar belakang diatas peneliti menjadi tertarik melakukan penelitian, sehingga peneliti membuat judul Hubungan Budaya Sekolah Dengan Perilaku Bullying Siswa Kelas X Jurusan Kendaraan Ringan SMK Negeri 4 Medan T.A 2015-2016. B. Identifikasi Masalah Beberapa faktor dapat diidentifikasi sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku bullying, yaitu: 1. Ketidaktahuan siswa terhadap dampak dari perilaku bullying. 2. Kurangnya perhatian dari pihak sekolah dalam mengurangi perilaku bullying. 3. Kurangnya bimbingan dari orang tua dan orang dewasa lainnya terhadap siswa tentang bagaimana seharusnya siswa berperilaku sesuai dengan budaya yang ada di sekolah tersebut. C. Pembatasan Masalah Melihat beberapa faktor yang teridentifikasi di atas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah atas masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini. Masalah

7 dalam penelitian ini dibatasi pada hubungan budaya sekolah dengan perilaku bullying siswa kelas X Jurusan Kendaraan Ringan di SMK Negeri 4 Medan. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Sejauhmana hubungan budaya sekolah dengan perilaku bullying siswa kelas X jurusan Kendaraan Ringan SMK Negeri 4 Medan Tahun Ajaran 2015-2016? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan budaya sekolah dengan perilaku bullying siswa kelas X jurusan Kendaraan Ringan SMK Negeri 4 Medan Tahun Ajaran 2015-2016. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan, mengenai budaya sekolah dan perilaku bullying. Dan hasil penelitian ini digunakan sebagai pedoman dalam mengadakan penelitian selanjutnya lebih luas dan mendalam. 2. Manfaat Praktis. a. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Menambah model cara mendidik sekolah dalam memberikan pelayanan dan cara bagaimana untuk mengentaskan perilaku siswa yang bermasalah (bullying) disekolah. Sehingga sekolah dapat terbantu melalui tindakan kelas maupun monitoring melalui kerjasama dari pihak luar

8 tujuannya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan profesi guru yang professional. b. Bagi Siswa Bagi siswa yaitu adanya hubungan budaya sekolah dengan perilaku bullying serta mendorong tanggung jawab sebagai peserta didik yang taat terhadap aturan sekolah. c. Bagi Sekolah Bagi sekolah yaitu dapat meningkatkan budaya sekolah yang positif, sehingga siapapun yang masuk ke sekolah itu akan mengikuti tradisi yang telah ada.