I. PENDAHULUAN. cukup luas sangat menunjang untuk kegiatan pertanian. Sebagai negara agraris yang

dokumen-dokumen yang mirip
KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 64/Kpts/SR.130/3/2005 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan pertanian di Indonesia masih menghadapi berbagai

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 90 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. terbesar kedua setelah sektor pariwisata (perdagangan, hotel, dan restoran).

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN. PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR Nomor 1 Tahun 2016 TENTANG

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

GUBERNUR BALI, TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Selain kondisi geografis tersebut luas lahan yang cukup luas sangat menunjang untuk kegiatan pertanian. Sebagai negara agraris yang beriklim tropis, Indonesia dapat menghasilkan hampir semua komoditas hortikultura yang berasal dari daerah sub tropis. Dalam kegiatan pertanian sangat diperlukan suatu penunjang yang mendukung keberhasilan produksi, salah satu penunjang tersebut yaitu pupuk. Pupuk muncul ketika timbulnya kesadaran manusia akan keberadaan sumber daya alam semakin meningkat dan manusia dituntut untuk menjaga kelestarian alam, di samping mengupayakannya agar tetap memberi dan mendukung kebutuhan hidup (Lingga dan Marsono, 2002). Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman (Rosmarkan dan Yuwono, 2002). Berdasarkan penyaluran dan pengadaannya pupuk terbagi dua, yaitu pupuk bersubsidi dan pupuk non subsidi. Pupuk bersubsidi merupakan pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah berdasarkan SK Menperindag 306/MPP/Kep/4/2003. Sedangkan pupuk non subsidi merupakan pupuk yang pengadaan dan penyalurannya di luar program Pemerintah dan tidak mendapat subsidi. 1

2 Petani yang mendapatkan bantuan pupuk bersubsidi merupakan petani yang berkelompok dan telah mengajukan usulan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) ke Dinas Pertanian kabupaten/kota kemudian ditembuskan ke Dinas Pertanian Provinsi dan Kementan RI. Di Indonesia program pemberian pupuk bersubsidi dilakukan dengan tujuan untuk meringankan beban petani. Cara ini merupakan upaya pemerintah untuk menjamin ketersediaan pupuk bagi petani dengan harga yang telah ditetapkan yaitu Harga Eceran Tertinggi (HET). Namun pada kenyataannya petani sebagai penerima manfaat program ini masih sulit untuk mengaksesnya. Sering terjadi kecurangan, seperti petani dihadapkan dengan keadaan pupuk yang langka, harga pupuk diatas Harga Eceran Tertinggi (HET), dan penyalahgunaan mekanisme distribusi pupuk. Padahal sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Pertanian Nomor 122/ Permentan/SR.130/11/2013 tentang kebutuhan pupuk bersubsidi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) ditingkat pengecer resmi. Pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 122/Permentan/SR.130/11/2013 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk sektor pertanian telah ditetapkan harga eceran tertinggi di kios pengecer resmi, ditingkat kecamatan/ desa sebagai berikut :

3 Tabel 1.1 HET Pupuk Bersubsidi tahun 2014 Jenis Pupuk Harga (Rp/Kg) NPK 2300 SP-36 2000 Urea 1800 ZA 1400 Organik 500 Sumber : Pedoman Pelaksanaan Penyediaan Pupuk Bersubsidi untuk sektor Pertanian Dari Tabel 1.1 dapat dilihat untuk harga tertinggi pupuk yang sudah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pertanian adalah jenis pupuk NPK dengan harga Rp 2300/kg. Dan harga pupuk terendah adalah jenis pupuk Organik dengan harga Rp 500/kg. Meskipun ketentuan pelaksanaan program pupuk bersubsidi telah diatur mekanismenya, namun masih terdapat banyak permasalahan, masalah yang sering dihadapi oleh petani adalah ketidakmampuan petani dalam membeli pupuk yang dirasakan masih mahal, selain itu dalam penetapan harga beli masih ditemukan berbagai permasalahan baik dalam penjualan oleh para pengecer yang dirasakan kurang begitu terjangkau oleh para petani, masih banyak petani yang mengeluhkan harga pupuk ditingkat pengecer tidak sesuai dengan HET yang berlaku. Pada aspek penyaluran juga ditemukan indikasi penjualan pupuk dengan harga di atas HET, penjualan pupuk kepada petani yang tidak terdaftar dalam RDKK (Rancangan Definitif Kebutuhan Kelompok), tidak dipasang spanduk pengumuman harga, penyaluran pupuk yang tidak merata, keterlambatan distribusi, kelangkaan, dan penjualan di luar wilayah distribusi.

4 PT Pupuk Kaltim merupakan produsen pupuk urea terbesar di Indonesia, disamping produsen amoniak dan pupuk NPK. Pemasaran pupuk Kaltim tersebar luas ke seluruh wilayah di Indonesia tetapi untuk area pemasaran pupuk bersubsidi dengan jenis pupuk Urea dan NPK hanya mencapai wilayah Indonesia bagian timur dan sekitarnya, termasuk Provinsi Bali. Alur pendistribusian pupuk pada PT Pupuk Kaltim dimulai dari Lini I yaitu PT Pupuk Kaltim sebagai produsen, selanjutnya ke Lini II adalah gudang provinsi di wilayah pemasaran Pupuk Kaltim, Lini III adalah gudang kabupaten dan berlanjut ke Lini IV yaitu pedagang besar/distributor dan selanjutnya ke Lini V yaitu pedagang pengecer/kios hingga sampai ke konsumen akhir yaitu petani. Di Provinsi Bali, PT Pupuk Kaltim berperan sebagai kantor penjualan resmi yang bertanggung jawab menyalurkan pupuk bersubsidi dan non subsidi ke setiap Kabupaten yang ada di Provinsi Bali, seperti Kabupaten Badung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung, Kota Denpasar, dan Kabupaten Tabanan, hingga ke konsumen akhir yaitu petani. Jika dilihat pada alur pendistribusian PT Pupuk Kaltim regional Provinsi Bali berada di Lini II. Kabupaten Tabanan memiliki jumlah total kecamatan terbanyak di Provinsi Bali dan memiliki potensi alam yang sangat baik karena memiliki ekosistem pegunungan, danau, lembah dan dataran rendah serta pesisir dan laut. Selain itu Kabupaten Tabanan memiliki luas lahan sawah terbesar di Provinsi Bali sehingga dijuluki lumbung pangan Bali, hal ini yang mengakibatkan jumlah alokasi dan penyaluran untuk pupuk bersubsidi dengan jenis pupuk Urea dan NPK paling besar dan terus meningkat dari kabupaten lain yang ada di Provinsi Bali.

5 Hal ini dapat dilihat pada data alokasi dan penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2014. No Tabel 1.2 Alokasi dan Penyaluran pupuk bersubsidi pada PT Pupuk Kaltim Provinsi Bali 2014 Alokasi Penyaluran Kabupaten Urea NPK Urea NPK (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) 1 Badung 4.466 3.259 4.047,8 912,3 2 Bangli 2.286 1.718 1.823,3 671,4 3 Buleleng 6.731 4.990 6.688 895,9 4 Gianyar 7.653 3.376 6.245,7 579,5 5 Jembrana 2.871 3.364 2.529,3 509,6 6 Karangasem 4.587 1.183 4.417,9 331,7 7 Klungkung 2.340 1.987 2.273,2 141,9 8 Denpasar 894 733 749,7 80,6 9 Tabanan 10.595 7.890 9.721,3 3.069,9 Sumber : Laporan data penjualan PT Pupuk Kaltim tahun 2014 Tabel 1.2 menunjukkan jumlah alokasi dan penyaluran pupuk bersubsidi di seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Bali tahun 2014, Kabupaten Tabanan merupakan kabupaten yang alokasi dan penyaluran pupuk bersubsidi terbesar dibandingkan kabupaten lain dengan jumlah penyaluran pupuk Urea sebesar 9.721,3 ton dan jumlah penyaluran pupuk NPK sebesar 3.069,9 ton. Dengan melihat jumlah alokasi dan penyaluran pupuk bersubsidi tersebut diatas pendistribusian pupuk bersubsidi merupakan salah satu indikator vital untuk peningkatan produktifitas pertanian, namun sangat disayangkan karena sudah sejak lama masalah distribusi pupuk bersubsidi menjadi persoalan yang belum terpecahkan. Sistem distribusi yang belum terkoordinasi dengan efektif sering menjadi penyebab permasalahan dalam distribusi pupuk bersubsidi, kondisi ini juga terjadi pada PT Pupuk Kaltim, sehingga dengan melihat fenomena

6 tersebut maka menarik untuk dikaji lebih lanjut tentang bagaimana saluran pemasaran pupuk bersubsidi pada PT Pupuk Kaltim serta berapa besar margin pemasaran yang diterima pada masing-masing lembaga pemasaran serta kendala yang dihadapi petani di Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan dalam memperoleh pupuk bersubsidi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana saluran pemasaran pupuk bersubsidi pada PT Pupuk Kaltim di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan? 2. Berapa besar margin pemasaran pada masing-masing saluran pemasaran pupuk bersubsidi pada PT Pupuk Kaltim di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan? 3. Apa saja kendala yang dihadapi petani di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan dalam memperoleh pupuk bersubsidi serta kendala yang dihadapi PT Pupuk Kaltim dalam menyalurkan pupuk bersubsidi? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui hal sebagai berikut, yaitu 1. Saluran pemasaran pupuk bersubsidi di PT Pupuk Kaltim pada Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. 2. Besar margin pemasaran pada saluran pemasaran pupuk bersubsidi pada PT Pupuk Kaltim di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan.

7 3. Kendala apa saja yang dihadapi petani dalam memperoleh pupuk bersubsidi serta kendala yang dihadapi PT Pupuk Kaltim dalam menyalurkan pupuk bersubsidi. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihakpihak tertentu, antara lain sebagai berikut : 1. Mahasiswa Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu pelajaran dalam mengemukakan masalah serta pemecahannya sesuai dengan bidang studi yang diteliti. 2. Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagaimana saluran pemasaran yang efisien yang bisa ditempuh perusahaan dalam penyaluran pupuk bersubsidi. 3. Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk mempertimbangkan kebijakan dalam saluran pemasaran dan Harga Eceran Tertinggi (HET). 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian Analisis Saluran Pemasaran Pupuk Bersubsidi pada PT Pupuk Kaltim di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan menggunakan dua metode analisis, yaitu analisis deskriptif kuantitatif yang mencakup proses pemasaran pupuk bersubsidi dimulai dari PT Pupuk Kaltim sebagai produsen

8 hingga ke petani sebagai konsumen akhir, margin pemasaran pada setiap lembaga-lembaga saluran pemasaran dengan analisis margin pemasaran dan analisis persentase margin. Serta analisis deskriptif kualitatif mencakup kendalakendala yang dihadapi petani dalam memperoleh pupuk bersubsidi serta kendala yang dihadapi PT Pupuk Kaltim dalam menyalurkan pupuk bersubsidi.