Jurnal Kimia Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
UJI COBA PROSES REDUKSI BIJIH BESI LOKAL MENGGUNAKAN ROTARY KILN

TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL

STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PEMANFAATAN LIMBAH CRUSHING PLANT UNTUK PEMBUATAN PIG IRON MENGGUNAKAN HOT BLAST CUPOLA YANG DIINJEKSIKAN SERBUK ARANG KAYU

1. Fabrikasi Struktur Baja

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

Metode Evaluasi dan Penilaian. Audio/Video. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor: 0-100(PAN)

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

KUPOLA UDARA PANAS UNTUK MEMPRODUKSI NPI (NICKEL PIG IRON) DARI BIJIH NIKEL LATERIT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

STUDI RANCANG BANGUN MICROWAVE BATCH FURNACE UNTUK PROSES REDUKSI PASIR BESI DENGAN OPTIMASI LAMA RADIASI

BLAST FUMACE. A. Pengertian Blast Furnace (BF)

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2014 sampai Juni 2015di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KARAKTERISTIK FISIK PELLET DAN SPONGE IRON PADA BAHANBAKU LIMBAH KARAT DENGAN PASIR BESI SEBAGAI PEMBANDING

Iham Nurdiansyah 1), Suriansyah 2), Naif Fuhaid 3) ABSTRAK

1. Baja dan Paduannya 1.1 Proses Pembuatan Baja

MATERIAL PEMBUATAN BAJA UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL 2007 INTRODUCTION

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER

PEMBUATAN SAMPEL DAMI (TIRUAN) BERPEDOMAN PADA SAMPEL STANDART BERSERTIFIKAT UNTUK PENGUJIAN SPEKTROMETER

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari. daerah Karang Anyar Lampung Selatan

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan

BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KOKAS DARI BATUBARA NON COKING : MENGHILANGKAN KETERGANTUNGAN KOKAS IMPOR. Suganal

REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

PENGOLAHAN BIJIH BESI DARI TASIKMALAYA DENGAN METODE REDUKSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENINGKATAN KEKERASAN MATERIAL GYPSUM SETELAH MENCAPAI SUHU / TEMPERATUR PENGERINGAN

PENGARUH DEOKSIDASI ALUMINIUM TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA MATERIAL SCH 22 Yusup zaelani (1) (1) Mahasiswa Teknik Pengecoran Logam

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

Pemanfaatan Batubara dan Biomassa dengan Proses Pirolisa untuk Sumber Energi dan Industri di Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

BAB I PENDAHULUAN. dan dapat dicor dalam cetakan yang rumit dengan mudah. kali memproduksi komponen alat pertanian. Pada tahun 1850 di Inggris

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan upaya yang dilakukan secara terus-menerus

1. Pengertian Perubahan Materi

BAB V KERAMIK (CERAMIC)

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan industri menunjukkan suatu kemajuan yang sangat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

BAB I PENDAHULUAN. Slag (terak) merupakan limbah industri yang sering ditemukan pada proses

ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

Cara Membuat Alat Untuk Membakar Sekam Padi (Cerobong)

KAJIAN NERACA POSFOR DAN STUDI KEMUNGKINAN UNTUK MELAKUKAN PROSES DEPOSFORISASI DI LADLE PADA PABRIK PELEBURAN FERRONIKEL PT ANTAM TBK

UJI KARAKTERISTIK SPONGE IRON HASIL REDUKSI MENGGUNAKAN BURNER LAS ASITELIN DARI PASIR BESI PANTAI NGEBUM KENDAL

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN TUNGKU PELEBURAN LOGAM DENGAN PEMANFAATAN OLI BEKAS SEBAGAI BAHAN BAKAR

Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non Karbonisasi

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

Arang Tempurung Kelapa

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin

Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

Redesain Dapur Krusibel Dan Penggunaannya Untuk Mengetahui Pengaruh Pemakaian Pasir Resin Pada Cetakan Centrifugal Casting

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing

PEMBUATAN PROTOTIPE KOKAS PENGECORAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Waktu penelitian ini direncanakan selama tiga bulan yang dimulai dari

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

III. METODE PENELITIAN. ini adalah paving block dengan tiga variasi bentuk yaitu berbentuk tiga

ANALISIS PERANCANGAN TUNGKU PENGECORAN LOGAM (NON-FERO) SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN TEKNIK PENGECORAN

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

TEKNOLOGI PELEBURAN PERAK CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR GAS

PERBAIKAN PERAMUAN BAHAN BAKU PELEBURAN BESI COR KELABU PADA TANUR TUNGKIK. Oleh: Soedihono. Staf Pengajar Politeknik Manufaktur Bandung,

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sedang berjalan saat ini di Indonesia. Pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat PT Purna Baja Heckett Cilegon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENAMBAHAN SALURAN UDARA PEMANAS DENGAN PIPA LURUS PADA TUNGKU BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN

Transkripsi:

Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1 (2), 2006, h. 87-92 Pengolahan Pellet Bijih Besi Halus menjadi Hot Metal di dalam Kupola Adil Jamali dan Muhammad Amin UPT Balai Pengolahan Mineral Lampung LIPI Jln. Ir. Sutami Km.15, Kec. Tanjung Bintang, Lampung Email: adilj03@yahoo.com Abstrak. Telah dilakukan penelitian pengolahan bijih besi halus menjadi hot metal atau pig iron menggunakan kupola udara panas. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah penguasaan teknologi pengolahan bijih besi halus dari tambang menggunakan kupola udara panas dan peningkatan efisiensi pemakaian reduktor dari 1,1 ton/ton pig iron dalam blast furnace sebelumnya menjadi 0,775 ton/ton pig iron. Pada percobaan dengan pellet bijih besi segar terbukti bahwa operasi berlangsung lancar, dari blowing-in, tapping besi cair dan slag serta blowing-out berjalan aman. Sebanyak + 100% besi dari pellet dapat di konversi menjadi hot metal dengan rasio pemakaian bahan bakar sebesar 0,775 ton kokas/ton besi cor. Komposisi pellet dan scrap cor dalam umpan adalah 0% minimal sampai dengan 100% pellet. Besi cor yang dihasilkan termasuk jenis kelabu. Proses pengolahan pellet bijih besi halus menjadi hot metal menggunakan kupola udara panas secara teknis berhasil dilaksanakan menghasilkan hot metal atau pig iron dengan komposisi kimia yang memenuhi standar pasar dan siap digunakan sebagai bahan baku baja paduan serta slag sebagai hasil samping pengecoran yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku semen, fertilizer, isolator dan sebagainya. Kata kunci: pellet bijih besi, kupola, hot metal. Pendahuluan Pig iron sebagai bentuk padat dari hot metal adalah bahan baku industri pengecoran logam besi atau iron foundry yang saat ini seluruhnya masih diimpor. Sebelum krisis ekonomi 1997 dengan nilai tukar dolar Amerika yang relatif rendah, industri kecil pengecoran masih leluasa menggunakan bahan baku pig iron impor. Dengan berlipatnya nilai tukar dolar, dewasa ini industri kecil semakin sulit memanfaatkan pig iron impor. Pig iron produksi dalam negeri jumlahnya sangat kecil. Pig iron dibuat dari daur ulang scrap bubutan bahan cor. Untuk memperkuat daya saing industri kecil pengecoran yang terbukti menyerap banyak tenaga kerja, pemikiran untuk usaha pembuatan Pig iron di dalam negeri perlu dihidupkan kembali. Saat ini industri kecil mengandalkan bahan baku dari daur ulang scrap cor yang jumlahnya terbatas, sehingga sering kehilangan kesempatan untuk menangani pembuatan produk dalam jumlah besar. Dalam upaya menghidupkan kembali industri pig iron, perhatian perlu diarahkan pada pabrik Percobaan Pengolahan Bijih Besi LIPI di Lampung. Setelah berproduksi selama +7 tahun pada tahun 1996 pabrik diberhentikan karena mengalami beberapa kendala, di antaranya: 1. Keterbatasan penyediaan arang kayu sebagai reduktor dan belum adanya pabrik kokas di dalam negeri sebagai pengganti arang kayu. 2. Terbatasnya penyediaan bahan baku bijih bongkah (lump ore) 3. Efisiensi bahan bakar/reduktor yang masih rendah + 1,1 ton arang kayu/ton pig iron 4. Keterlambatan scale up pabrik percobaan ke skala industri karena terbatasnya dana investasi. Persyaratan agar industri pig iron efisien adalah perlu adanya pabrik kokas di dalam negeri atau pabrik kokas menjadi satu paket terintegrasi dengan blast furnace plant. Hal ini karena sebagian besar biaya berasal dari kokas. Sementara itu di Indonesia pada dasarnya tidak mempunyai cadangan batu bara coking sebagai bahan baku pembuatan kokas. Permasalahan kokas memang komplek, lebih-lebih jika skala produksi pig iron masih rendah. Untuk sementara, diasumsikan kokas akan diperoleh dari impor, sambil berusaha meneliti penggunaan kokas briket dari batu bara lokal. Sebagai usaha memecahkan permasalahan tersebut akan dilakukan penelitian dengan batasan masalah sebagai berikut: penelitian akan diarahkan untuk memperbaiki atau mencari altenatif proses selain blast furnace sehingga kendala yang tersebut Dapat dibaca di www.kimiawan.org/journal/jki

Adil Jamali dan Muhammad Amin di atas dapat diatasi. Dari hasil studi pendahuluan, proses tersebut adalah proses pengolahan bijih besi halus menggunakan kupola udara panas. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah penguasaan teknologi pengolahan bijih besi halus dari tambang menggunakan kupola udara panas dan peningkatan efisiensi pemakaian reduktor dari 1,1 ton/ton pig iron dalam blast furnace sebelumnya menjadi 0,7 ton/ton pig iron. Percobaan Peleburan Bahan dan peralatan. Bahan-bahan yang digunakan meliputi: bijih besi segar dari tambang, bentonit, batu kapur CaCO 3, batu bara, scrap cor, scrap baja, ferosilikon, bata api, semen api serta castable. Peralatan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah: satu unit kupola udara panas dilengkapi dengan hoist pengumpan, blower dan penukar panas; peralatan tapping, meliputi pipa untuk tapping, ladle penampung 400 kg, ladle penuang 30 kg dan hoist hot metal; alat-alat ukur, tekanan dan suhu; alat pembuat briket, yaitu mesin briket dan mixer; alat pembuat pellet dan hammer mill; serta alat analisis kimia untuk bahan baku dan komposisi produk. Prosedur percobaan. Percobaan peleburan bijih besi halus dari tambang (bijih segar) 1. Pemecahan dan penghalusan bijih besi dengan hammer mill sampai dengan - 80 mesh. 2. Pemecahan batu bara sampai dengan - 80 mesh. 3. Pencampuran bijih besi + batu bara + pengikat bentonit dan air. 4. Pembuatan pellet di pelletizer (mesin pellet). 5. Pengeringan di udara terbuka + sinar matahari. 6. Test reduksi di laboratorium dengan muffle furnace pada suhu dan waktu reduksi yang bervariasi. 7. Analisis hasil reduksi untuk mengetahui proses reduksi. 8. Pengeringan pellet hingga mempunyai kuat tekan tertentu ( minimal + l kg/cm 2 ) yang mampu bertahan di kupola. 9. Peleburan di kupola dengan umpan bertahap dari 0% pellet dan 100% pellet. 10. Analisis hasil pengecoran. Prosedur percobaan digambarkan dalam diagram alir Gambar 1, sedangkan peta alir proses sesuai simbol industri dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 1. Diagram alir proses peleburan bijih besi halus di dalam dapur kupola Hasil dan Pembahasan Hasil Percobaan. Percobaan peleburan pellet dalam kupola. Percobaan peleburan pellet dalam kupola dilakukan secara bertahap dari umpan pellet bijih besi 0% sampai 100%. Hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 1. 88 Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1(2), 2006

Pengolahan Pellet Bijih Besi Halus Menjadi Hot Metal di dalam Kupola Tidak Ya Bahan baku bijih besi, bentonit, batubara, scrap, batu kapur, ferosilikon di gudang Bahan baku dibawa ke dapur kupola Bahan baku digrinding/screening dibawa ke mesin mixer dicampur di mixer dibawa ke mesin pellet dipelletizing Pellet bijih besi dibawa ke penjemuran Dibiarkan angin-angin selama 1 minggu supaya kering Penimbangan komposisi bahan baku Dibawa ke bagian atas kupola dengan hoist Proses peleburan di kupola Proses pencetakan benda jadi Didinginkan 1 malam Pengecekan kualitas Finishing Penyimpanan di gudang Dikirim ke pemesan Keterangan : = penyimpanan; = pengiriman = proses ; = pengecekan kualitas = istirahat/menunggu Gambar 2. Peta Alir Proses (Flow Process Chart) Berdasarkan Simbol Industri. Peleburan Bijih Besi di Dapur Kupola Tabel 1. Hasil Percobaan Peleburan Pellet Bijih Besi dalam Kupola Jenis Bahan baku Scrap Pellet bijih besi Kokas Batu kapur Ferosilikon Jumlah, kg 540 1300 840 328 30 Jenis Pillow block Produk Jadi (Hot metal) Jumlah, kg 1060 Hasil Analisis Kimia Produk Jadi/Hot Metal Tabel 2. Hasil Analisis Kimia No. Unsur Kimia Hasil, % 1. 2. 3. 4. 5. 6. Si C Mn P S Fe 1,404 3,500 0,760 0,014 0,020 94,102 Hasil Analisis Kimia Slag. Tabel 3. Hasil Analisis Terak/Slag No. Unsur Kimia Hasil, % 1. 2. 3. 4. 5. SiO 2 CaO FeO Al 2 O 3 MgO 44,50 39,12 0,28 5,24 0,86 Pembahasan. Percobaan peleburan pellet dalam kupola. Pellet yang dilebur di kupola harus cukup kuat menahan beban material di dalam kupola, gaya gesek serta suhu. Dalam percobaan ini kuat tekan pellet belum diukur, sebagai pendekatan digunakan cara test jatuh. Pellet dijatuhkan dari ketinggian 3 (tiga) meter ke tumpukan kokas dan scrap cor kemudian diamati persentase yang pecah. Proses penguatan pellet dilakukan dengan pengeringan alami selama 24 jam kemudian pengeringan dengan sinar matahari selama 10 jam. Dari hasil pengamatan ternyata persentase pellet yang pecah dan tergores menjadi debu sangat kecil sehingga tidak terlihat ada perubahan dalam lubang kupola. Dari hasil penimbangan logam besi terbukti bahwa hampir 98% besi yang terkandung dalam pellet di konversi menjadi hot metal. Dari percobaan dapat diamati bahwa produk besi yang dihasilkan cukup encer, mudah mengalir dengan suhu yang cukup untuk penuangan. Jenis besi cor adalah besi cor kelabu. Besi kelabu dapat 89

Adil Jamali dan Muhammad Amin diperoleh dengan penambahan ferrosilikon. Produk slag umumnya berwarna hitam dan encer menunjukan ada sebagian mengandung FeO + 0,28%. Slag yang terbentuk memiliki basisity 0,88. Dengan basisity tersebut, menunjukkkan bahwa proses di dalam kupola berlangsung lancar, umpan padatan dapat turun dengan lancar. Suhu di kupola dan cerobong normal seperti pada pengecoran scrap/pig iron. Tapping umumnya lancar dengan mekanisme pembukaan lubang dengan pemukulan menggunakan batang besi dan palu. Pembukaan dengan oksigen hanya pada akhir tapping dan selanjutnya karena teknik penutupan lubang yang tidak tepat. Jadi bukan karena penurunan suhu. Suhu hot metal cukup baik tidak berbeda dengan operasi peleburan scrap/pig iron. Rasio bahan bakar atau reduktor adalah sebesar 0,775 ton kokas/ton hot metal. Dari pengamatan rasio ini masih dapat diturunkan lagi. Sesuai target akan diturunkan menjadi 0,7 ton/ton pada percobaan selanjutnya. Selain itu agar ekonomis akan digunakan reduktor briket batu bara sebagai pengganti kokas. Blow-out pada akhir operasi dan pembukaan tutup bawah kupola dapat dilakukan dengan lancar dan kupola telah siap beroperasi kembali. Pada akhir blow-out masih tersisa kokas yang cukup banyak sehingga suhu cerobong kupola meningkat. Hal ini dapat diatasi dengan penurunan rasio kokas dan penentuan akhir operasi yang tepat sehingga setelah tapping terakhir tidak perlu ditiupkan blower lagi tetapi langsung dibuka tutup bawah kupola. Jadi secara teknis percobaan ini telah berhasil melebur pellet bijih besi menghasilkan hot metal yang memenuhi syarat jika dicetak menjadi pig iron. Percobaan selanjutnya diarahkan untuk peningkatan efisiensi bahan bakar sehingga prosesnya lebih ekonomis. Jumlah scrap dalam umpan adalah 540 kg, sedangkan pellet bijih besi yang dimasukan 1300 kg. Dalam perhitungan ideal, 1300 kg pellet bijih besi menghasilkan besi = 1300 kg x 0,75 x 0,58 kg = 565,5 kg. Besi dari scrap 96% jadi hot metal = 0,96 x 540 kg = 518,4 kg. Jadi besi yang diharapkan menjadi hot metal = 565,5 + 518,4 = 1083,9 kg. Hasil penimbangan besi yang tercetak dan tidak tercetak/scrap hasil peleburan = 1060 kg. 1060 Jadi tingkat perolehan = 100% 1083,9 = 97%. Dari hasil analisis komposisi kimia hot metal (Tabel 2) dapat dilihat bahwa hasil pengecoran hot metal berjenis kelabu dan dapat digunakan menjadi bahan dasar pembuatan baja paduan. Dari hasil analisis komposisi kimia terak/slag (Tabel 3) bahwa terak tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan semen, keramik, fertilizer, dan sebagainya dikarenakan sifat slag yang glassy (kandungan SiO 2 tinggi). Proses peleburan bijih besi halus dari tambang di dalam kupola dapat disejajarkan dengan proses yang terjadi di blast furnace dengan sedikit perbedaaan dari segi kinetika reaksi. Di dalam blast furnace, bijih besi atau besi oksida direduksi oleh karbon dioksida (CO) yang terbentuk sebagai hasil perubahan karbon dalam lingkungan reduksi. Agar dapat dilebur dalam kupola yang relatif lebih pendek dari blast furnace, waktu reaksi harus dipercepat dari 6 7 jam menjadi 1/2 jam maksimal. Percepatan reaksi diperoleh dengan cara memperpendek difusi CO, yaitu menyediakan ruang reduksi di dalam pellet yang menyebar lebih banyak. Bijih besi halus dicampur dengan karbon (dari batu bara, kokas halus) kemudian dicampur pengikat (bentonit) lalu dibuat pellet. Dengan pemanasan >1000 C karbon akan bereaksi menjadi CO yang langsung bertemu dengan bijih besi di sebelahnya sehingga terjadilah reaksi reduksi. Di dalam pellet, reduksi ini merupakan reaksi yang sekunder. Mekanisme reaksi yang utama merupakan reaksi reduksi langsung oksida besi oleh karbon. Suhu reaksi yang lebih tinggi >1200 C juga dimungkinkan sehingga reaksi besi lebih cepat. Sebagai gambaran reduksi dalam pellet campuran dapat dilihat pada Gambar 3. Reduksi pellet bijih besi di dalam dapur kupola: - di dalam pellet, reaksi utama Fe 2 O 3 + 3C 2FeO + 3CO - reaksi sekunder Fe 2 O 3 + 3CO 2FeO + 3CO 2 Dengan perkataan lain proses fisik difusi yang lambat dipercepat dengan proses mekanik yaitu penghalusan bijih dan reduktor serta pencampuran dan pembuatan pellet. Dengan cara ini maka bijih pellet campuran dapat dilebur dalam kupola udara panas dengan waktu tinggal kurang dari 1/2 jam. Perhitungan Tekno-Ekonomi. Hot metal hasil pengecoran selanjutnya dicetak menjadi produk jadi contohnya seperti pillow block. Perhitungan teknoekonomi dari percobaan ini diuraikan pada Tabel 4. 90 Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1(2), 2006

Pengolahan Pellet Bijih Besi Halus Menjadi Hot Metal di dalam Kupola Gambar 3. Kinetika reduksi pellet bijih besi yang mengandung karbon di dalam dapur kupola Tabel 4. Data Output dan Input Pengecoran Pellet Bijih Besi di Kupola Deskripsi Kuantitas Harga Satuan (Rp) Nilai Total (Rp) OUTPUT - Pillow block 1060 kg 6.500 6.890.000 OUTPUT TOTAL 6.890.000 INPUT MATERIAL - Bijih besi - Batubara - Bentonit - Scrap cor - Kokas Batu Kapur Ferrosilikon 1300 kg x 75% 1300 kg x 20% 1300 kg x 5% 540 kg 840 kg 328 kg 10 kg 250/kg 300/kg 400/kg 2500/kg 3000/kg 100/kg 14.000/kg 243.750 78.000 26.000 1.350.000 2.520.000 32.800 140.000 INPUT TENAGA KERJA Pekerja langsung 8 orang x 1 shift 25.000/orang 200.000 INPUT ENERGI Energi listrik 8 jam x 1 shift 12.500/jam 100.000 INPUT FINISHING - Biaya penghalusan 1060kg 2000/kg 2.120.000 INPUT TOTAL 6.810.550 Output total 6.890.000 Produktivitas total = Input total 6.810.550 = 1,01167 Nilai produktivitas total sebesar 1,01167 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penggunaan input total sebesar Rp. 1 juta akan mengalami output sebesar Rp. 1,01167 juta. Dalam arti setiap penggunaan uang sebesar 1 juta, kita akan mengalami keuntungan 0,01167 juta (11.167). 91

Adil Jamali dan Muhammad Amin Kesimpulan Dari percobaan yang dilakukan, hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Proses pengolahan bijih besi halus menjadi hot metal menggunakan kupola udara panas secara teknis dan ekonomis berhasil dilaksanakan menghasilkan hot metal atau pig iron. 2. Pada percobaan dengan pellet bijih besi segar terbukti bahwa operasi berlangsung lancar, dari blowing-in, tapping besi cair dan slag serta blowing-out berjalan aman. Sebanyak +97% besi dari pellet dapat di konversi menjadi hot metal dengan rasio pemakaian bahan bakar sebesar 0,775 ton kokas/ton besi cor. Komposisi pellet dalam umpan adalah 0% minimal sampai dengan 100% pellet. Besi cor yang dihasilkan termasuk jenis kelabu. 3. Secara ekonomis, produktivitas total diperoleh adalah 1,01167 yang berarti bahwa dalam penggunaan Rp. 1 juta memperoleh keuntungan Rp. 11.670. Pustaka 1. Kitaev, B.I.; Yurosinko, Yu.G.; Suckov, V.P. Heat Exchange in Shaft Furnace. 1 st ed Pergamon Press: Oxford, 1967. 2. Biswas, A.K. Principles of Blast Furnace Iron Making. Cootha Publishing House: Brisbane, 1981. 3. Voest ALPINE Industrieanlagenbau. Finmet the DR I technology for the New Millenium dalam Prosiding Seminar Sehari Bidang Logam Masyarakat Material Indonesia, 2000. 4. Tennies, W.L.; Lepinski, J.A.; Kopfle, J.T. The Midrex RHF Process A Simple, Economic Iron making option, SEAISI Indonesia Seminar on Altenative Iron making technologies, 1990. 5. Goksel, M.A.; Weiss, F.J.; Kaiser, F.T. Production of Hot Metal from Carbon bearing Iron Oxide Pellets by the pelletech (PTC) Process. Iron and Steel Engineers, 1986, 34 40. 6. Peters, A.T. Ferrous Production Metallurgy. John Willey and Sons: New York, 1982. 7. Gaspersz, V. Manajemen Produktivitas Total. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 1998. 8. Sritomo Wignjosoebroto. Pengantar Teknik Industri. PT. Guna Widya: Jakarta, 1993. 92 Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1(2), 2006