BAB II SYARAT DAN KETENTUAN MENDEPORTASI ORANG ASING MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

PETUNJUK PELAKSANAAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR : F-314.IL TAHUN 1995 TENTANG TATA CARA TINDAKAN KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN BEBAS VISA KUNJUNGAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) FRAKSI-FRAKSI DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lemba

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. No.649,2014 KEMENKUMHAM. Paspor Biasa. Surat Perjalanan. Laksana Paspor PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. No.1834, 2015 KEMENKUMHAM. TPI. Masuk dan Keluar. Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. No.649,2014 KEMENKUMHAM. Paspor Biasa. Surat Perjalanan. Laksana Paspor PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474]

PP 31/1994, PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

Bagian Kedua Penyidikan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BERITA NEGARA. KEMENKUMHAM. Izin Tinggal Tetap. Alih Status. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

2016, No Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil perlu diganti; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1994 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Institute for Criminal Justice Reform

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN KEIMIGRASIAN DALAM RANGKA PEMBERIAN IZIN TINGGAL TERBATAS PERAIRAN. Direktorat Jenderal Imigrasi 2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: ADMINISTRASI. HANKAM. KEHAKIMAN. Imigrasi. Warganegara. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1994 TENTANG: SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

PETUNJUK PELAKSANAAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR : F-316.PR Tahun 1995 TENTANG SUMBER DATA, PENGOLAHAN DATA DAN PENYAMPAIAN LAPORAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. keluar wilayah suatu negara harus tunduk pada hukum negara tersebut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.04-PW TAHUN 1995 TENTANG PENDAFTARAN ORANG ASING MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PETUNJUK PELAKSANAAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR : F-315.PW TAHUN 1995 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN ORANG ASING DI INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 36 TAHUN 1994 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Dampak era globalisiasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

BERITA NEGARA. No.1331, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Cap Imigrasi. Bentuk. Penggunaan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB II SYARAT DAN KETENTUAN MENDEPORTASI ORANG ASING MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Tinjauan Umum Tentang Deportasi Deportasi suatu istilah pinjaman berasal dari bahasa Inggris deportation yakni suatu tindakan untuk mengenyahkan orang asing secara sah. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (36) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pengusiran atau deportasi adalah tindakan paksa mengeluarkan orang asing dari wilayah Indonesia, tindakan ini dilakukan dikarenakan keberadaannya tidak dikehendaki. Berdasarkan Pasal 13 dari Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 disebutkan, pengusiran atau deportasi merupakan tindakan keimigrasian yang berupa memulangkan secara paksa orang asing ke negara asalnya atau ketempat lain di luar wilayah Indonesia sebagai akibat tidak dikehendaki keberadaannya di wilayah Negara Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Menurut L. Oppenheim, dalam pergaulan antar negara telah diakui secara umum bahwa setiap negara berhak mengusir orang asing, baik dari sebagian maupun seluruh wilayah negara. 39 Pada zaman kolonial Belanda, peraturan yang memberi hak kepada penguasa untuk bertindak terhadap orang-orang yang tidak disukai, terdapat dalam Pasal 35 Indische Staatsregeling (setara dengan Undang-undang Dasar 39 Ajat Sudrajat Havid, Formalitas Keimigrasian Dalam Perspektif Sejarah, (Jakarta ; Direktorat Jenderal Imigrasi, 2008) hal. 281

yang menyatakan bahwa Gubernur Jenderal Hindia Belanda dengan kata sepakat dari Raad van Indie, dapat mengusir orang asing yang tak dilahirkan di Hindia Belanda dan dipandang membahayakan bagi ketertiban dan keamanan negara. Penduduk negara dapat diusir dari Indonesia hanya dengan cara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 35 dan berikutnya dari Indische Staatsregeling (atas dasar yang disebut hak-hak luar biasa, exorbitante rechten, Gubernur Jenderal). Bagi bukan penduduk negara tindakan polisi sudah cukup untuk itu. 40 Setelah kemerdekaan Republik Indonesia terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia, ternyata membahayakan keamanan, ketentraman, kesusilaan, kesejahteraan dan tidak mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dikenakan tindakan hukum administrasi negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 9/drt/1953 tentang Pengawasan Orang Asing. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor : 9/drt/1953, mengatur bahwa : orang asing yang berbahaya bagi ketentraman, kesusilaan atau kesejahteraan umum atau tidak mengindahkan peraturanperaturan yang diadakan bagi orang asing yang berada di Indonesia, oleh Menteri Kehakiman : a. dapat diharuskan untuk berdiam pada suatu tempat tertentu di Indonesia; b. dapat dilarang untuk berada di beberapa tempat tertentu di Indonesia dari mana ia harus pergi; c. dapat dikeluarkan dari Indonesia, meskipun ia penduduk negara. 40 Wahyudi Ukun, Opcit, hal 35.

Berdasarkan Konsideran Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 pada menimbang huruf a dan b disebutkan bahwa : a. Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan pelaksanaan penegakan kedaulatan atas Wilayah Indonesia dalam rangka menjaga ketertiban kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Bahwa perkembangan global dewasa ini mendorong meningkatnya mobilitas penduduk dunia yang menimbulkan berbagai dampak, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan kepentingan dan kehidupan bangsa dan negara Republik Indonesia, sehingga diperlukan peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum yang sejalan dengan penghormatan, pelindungan, dan pemajuan hak asasi manusia; Maksud dari penjelasan diatas bahwa untuk menjaga mobilitas penduduk baik masuk ataupun keluar dari negara Indonesia diperlukan suatu peraturan yang mengatur tentang hal tersebut diatas, sehingga dibentuklah suatu peraturan tentang Keimigrasian yang berguna untuk pengturan tersebut diatas, yang juga merupakan bagian dari perwujudan pelaksanaan penegakan kedaulatan atas wilayah Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 dibentuk untuk menjamin kepastian hukum yang sejalan dengan penghormatan, perlindungan dan pemajuan hak asasi Manusia, baik itu warga Negara asing yang masuk,

keluar dan berada di Indonesia ataupun warga Negara Indonesia itu sendiri. Sejalan dengan hal tersebut diatas dijelaskan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011, bahwa fungsi keimigrasian adalah bagian dari urusan pemerintahan negara dalam memberikan pelayanan keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara, dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan Pasal 8 dari Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 disebutkan bahwa : 1. Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku. 2. Setiap Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia wajib memiliki Visa yang sah dan masih berlaku, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-Undang ini dan perjanjian internasional. 3. Dokumen Perjalanan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara, Perserikatan Bangsa- Bangsa, atau organisasi internasional lainnya untuk melakukan perjalanan antarnegara yang memuat identitas pemegangnya. Adapun dokumen-dokumen tersebut antara lain : 1. Dokumen Keimigrasian adalah Dokumen Perjalanan Republik Indonesia, dan Izin Tinggal yang dikeluarkan oleh Pejabat Imigrasi atau pejabat dinas luar negeri.

2. Dokumen Perjalanan Republik Indonesia adalah Paspor Republik Indonesia dan Surat Perjalanan Laksana Paspor Republik Indonesia. 3. Paspor Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Paspor adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada warga Negara Indonesia untuk melakukan perjalanan antarnegara yang berlaku selama jangka waktu tertentu. 4. Surat Perjalanan Laksana Paspor Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Surat Perjalanan Laksana Paspor adalah dokumen pengganti paspor yang diberikan dalam keadaan tertentu yang berlaku selama jangka waktu tertentu. 5. Visa Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang di Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi Orang Asing untuk melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dan menjadi dasar untuk pemberian Izin Tinggal. 6. Tanda Masuk adalah tanda tertentu berupa cap yang dibubuhkan pada Dokumen Perjalanan warga Negara Indonesia dan Orang Asing, baik manual maupun elektronik, yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi sebagai tanda bahwa yang bersangkutan masuk Wilayah Indonesia. 7. Tanda Keluar adalah tanda tertentu berupa cap yang dibubuhkan pada Dokumen Perjalanan warga Negara Indonesia dan Orang Asing, baik

manual maupun elektronik, yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi sebagai tanda bahwa yang bersangkutan keluar Wilayah Indonesia. 8. Izin Tinggal adalah izin yang diberikan kepada Orang Asing oleh Pejabat Imigrasi atau pejabat dinas luar negeri untuk berada di Wilayah Indonesia. 9. Pernyataan Integrasi adalah pernyataan Orang Asing kepada Pemerintah Republik Indonesia sebagai salah satu syarat memperoleh Izin Tinggal Tetap. 10. Izin Tinggal Tetap adalah izin yang diberikan kepada Orang Asing tertentu untuk bertempat tinggal dan menetap di Wilayah Indonesia sebagai penduduk Indonesia. 11. Izin Masuk Kembali adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi kepada Orang Asing pemegang Izin Tinggal terbatas dan Izin Tinggal Tetap untuk masuk kembali ke Wilayah Indonesia. Pasal 10 Undang-undang nomor 6 tahun 2011 menyebutkan Orang Asing yang telah memenuhi persyaratan dapat masuk Wilayah Indonesia setelah mendapatkan Tanda Masuk. Berdasarkan kebijakan selektif hanya orang asing yang memberi manfaat bagi negara saja yang dapat diterima masik kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan Pasal 15 Undang-undang nomor 6 tahun 2011 menyebutkan Setiap orang dapat keluar Wilayah Indonesia setelah memenuhi persyaratan dan mendapat Tanda Keluar dari Pejabat Imigrasi.

Pejabat Imigrasi dapat menolak orang untuk keluar Wilayah Indonesia dalam hal orang tersebut: a. tidak memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku; b. diperlukan untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan atas permintaan pejabat yang berwenang; atau c. namanya tercantum dalam daftar Pencegahan. Pejabat Imigrasi juga berwenang menolak orang asing untuk keluar Wilayah Indonesia dalam hal Orang Asing tersebut masih mempunyai kewajiban di Indonesia yang harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 66 Undang-undang nomor 6 tahun 2011 menyebutkan pengawasan Keimigrasian dilakukan oleh Menteri yang meliputi : a. Pengawasan terhadap warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan, keluar atau masuk Wilayah Indonesia, dan yang berada di luar Wilayah Indonesia; dan b. Pengawasan terhadap lalu lintas Orang Asing yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Indonesia. Pengawasan Keimigrasian terhadap warga Negara Indonesia dilaksanakan pada saat permohonan Dokumen Perjalanan, keluar atau masuk, atau berada di luar Wilayah Indonesia dilakukan dengan:

a. pengumpulan, pengolahan, serta penyajian data dan informasi; b. penyusunan daftar nama warga negara Indonesia yang dikenai Pencegahan keluar Wilayah Indonesia; c. pemantauan terhadap setiap warga Negara Indonesia yang memohon Dokumen Perjalanan, keluar atau masuk Wilayah Indonesia, dan yang berada di luar Wilayah Indonesia; dan d. pengambilan foto dan sidik jari. Hasil pengawasan Keimigrasian sebagaimana dimaksud merupakan data Keimigrasian yang dapat ditentukan sebagai data yang bersifat rahasia. Pada pasal 71 Undang-undang nomor 6 tahun 2011 disebutkan Setiap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia wajib: a. memberikan segala keterangan yang diperlukan mengenai identitas diri dan/atau keluarganya serta melaporkan setiap perubahan status sipil, kewarganegaraan, pekerjaan, Penjamin, atau perubahan alamatnya kepada Kantor Imigrasi setempat; atau b. memperlihatkan dan menyerahkan Dokumen Perjalanan atau Izin Tinggal yang dimilikinya apabila diminta oleh Pejabat Imigrasi yang bertugas dalam rangka pengawasan Keimigrasian. B. Alasan Pendeportasian Orang Asing. Negara bertanggung jawab atas setiap warga negara asing dan warga negara Indonesia yang masuk, berada dan keluar dari wilayah kesatuan Republik Indonesia berdasarkan prinsip selektif (selektive policy)

sehingga bagi warga negara asing yang merugikan ataupun mengganggu kedaulatan negara Indonesia dilakukan penindakan keimigrasian berupa Pendeportasian. Sejak diberlakukannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, menurut ketentuan pasal 75 dan pasal 13 ayat (2) bahwa terhadap orang asing yang dikenakan tindakan deportasi diharuskan keluar dari wilayah Indonesia dan diikuti dengan tindakan penangkalan larangan masuk untuk sementara waktu ke wilayah Indonesia, alasan dilakukan tindakan deportasi karena : a. Melakukan kegiatan yang berbahaya atau patut diduga akan berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum; b. Tidak menghormati atau menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun yang dimaksud peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah meliputi keseluruhan peraturan yang berlaku di Indonesia, dan bukan sebatas peraturan keimigrasian saja. Pelaksanaan deportasi dilakukan oleh Institusi imigrasi sesuai Undang-undang karena diberi kewenangan untuk melaksanakannya terhadap orang asing yang melakukan pelanggaran di wilayah Indonesia. Dan juga dapat dilakukan atas permohonan instansi terkait. Ketentuan Pasal 75 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011, mengatur bahwa : a) Tindakan Keimigrasian dilakukan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan yang berbahaya bagi

keamanan dan ketertiban umum, atau tidak menghormati atau mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun kegiatan berbahaya dimaksud diatas dapat berupa terorisme, ataupun ataupun kegiatan yang berupa profokasi yang bersifat mengganggu keamanan dan ketertiban Negara Kesatuan Republik Indonesia. b) Tindakan Keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa : 1) Pembatasan, perubahan atau pembatalan izin keberadaan; 2) Larangan untuk berada di suatu atau beberapa tempat tertentu di wilayah Indonesia; 3) keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah Indonesia; 4) pengusiran atau deportasi dari wilayah Indonesia atau penolakan masuk ke wilayah Indonesia. Berdasarkan Ketentuan Umum Bab I Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan asas territorial mengenai berlakunya hukum pidana Indonesia menyatakan bahwa ketentuan pidana dalam Undangundang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang dapat di hukum atau peristiwa pidana dalam wilayah Indonesia. Artinya apabila terjadi suatu perbuatan atau suatu keadaan tidak berbuat yang dilarang atau tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut Undang-undang diancam dengan hukuman pidana, maka si pelanggar baik ia warga negara Indonesia maupun

Orang Asing dapat dijatuhi hukuman oleh Hakim. Dalam hal menangani tindak pidana keimigrasian seharusnya melalui keputusan oleh Hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap, setelah itu baru dilaksanakan tindakan deportasi, dengan tata cara penyelesaian sebagai berikut : 41 1. Penyelenggara Tindakan Keimigrasian a. Tempat Pemeriksaaan Imigrasi atau disebut TPI 1) Penolakan masuk ke wilayah Indonesia. Terhadap orang asing yang tergolong dalam pasal 13 dan pasal 14 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, ditolak masuk wilayah Indonesia dan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a) Pejabat Imigrasi meneliti tentang kemungkinan adanya orang asing yang memenuhi unsur-unsur pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian; b) Sebagai pelaksanaannya Pejabat Imigrasi menerakan cap tertentu pada surat perjalanan orang asing tersebut; c) Pejabat Imigrasi melakukan pencatatan pada buku register tindakan Keimigrasian serta melaporkan tindakan tersebut dengan mengisi formulir rangkap 3 (tiga) kepada atasan langsung/kepala Kantor Imigrasi yang membawahi, d) Kepala Kantor Imigrasi yang membawahi Tempat Pemeriksaan Imigrasi atau TPI melaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah 41 Ajat Sudrajat Havid, Opcit, hal. 86.

Departemen Hukum dan HAM RI dalam hal ini Kepala Divisi Keimigrasian/Kepala Bidang Imigrasi dengan tembusan Direktur Jenderal Imigrasi dalam hal ini Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian. 2) Penolakan atau Penangguhan tanda bertolak. Terhadap orang asing yang dikenakan tindakan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan penjelasannya, ditolak keberangkatannya keluar wilayah Indonesia dan dilakukan langkahlangkah : a) Pejabat Imigrasi wajib menolak keberangkatan setiap orang yang tercantum dalam daftar Cegah dan setiap orang asing yang mendapatkan petunjuk Direktur Jenderal Imigrasi untuk ditangguhkan bertolak; b) Pejabat Imigrasi melakukan pencatatan pada buku register tindakan keimigrasian serta melaporkan tindakan tersebut dengan mengisi formulir rangkap 3 (tiga) kepada atasan langsung/ Kepala Kantor Imigrasi yang membawahi. c) Kepala Kantor Imigrasi yang membawahi Tempat Pemeriksaan Imigrasi melaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI dalam hal ini Kepala Divisi Keimigrasian/Kepala bidang imigrasi dengan tembusan Direktur

Jenderal Imigrasi dalam hal ini Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian. 2. Proses Administrasi Penyelesaian Tindakan Deportasi Proses penerbitan Surat Keputusan Tindakan Keimigrasian berupa Surat Kepala Kantor Imigrasi kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI dalam hal ini Kepala Divisi Keimigrasian/Kepala Bidang Imigrasi atau dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI dalam hal ini Kepala Divisi Keimigrasian/Kepala Bidang Imigrasi kepada Direktur Jenderal Imigrasi dalam hal ini Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian, dengan melampirkan antara lain : a. Berita Acara Pemeriksaan (Introgasi) : Orang asing yang diduga melakukan pelanggran keimigrasian sesuai Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dimintai keterangan oleh Pejabat Imigrasi yang memeriksa beserta dokumen keimigrasian, barang bukti lainnya maupun saksi yang mengetahui telah terjadinya tindak pidana keimigrasian. b. Berita Acara Pendapat atau Resume : Setelah Berita Acara Pemeriksaan selesai dilakukan maka Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian akan meneliti, membaca dan mempelajari hasil Berita Acara Pemeriksaan atau BAP yang dilakukan oleh Kepala Sub Seksi Penindakan untuk selanjutnya dituangkan ke dalam Berita Acara Pendapat. Berita Acara Pendapat

tersebut oleh Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian di teruskan kepada Kepala Kantor Imigrasi. c. Keputusan Kepala Kantor Imigrasi tentang Tindakan Keimigrasian: Setelah Berita Acara Pendapat atau Resume diterima oleh Kepala Kantor Imigrasi, maka Kepala Kantor Imigrasi menerbitkan Surat Keputusan Tindakan Keimigrasian terhadap orang asing yang diduga telah melakukan pelanggaran keimigrasian. d. Surat Perintah Pendetensian : Diterbitkannya Surat Keputusan Tindakan Keimigrasian oleh Kepala Kantor Imigrasi terhadap orang asing tersebut maka selanjutnya Kepala Kantor Imigrasi mengeluarkan Surat Perintah Pendetensian agar Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan melakukan pendetensian terhadap orang asing dimaksud untuk berada di Ruang Detensi Kantor Imigrasi paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterbitkannya Surat Keputusan Tindakan oleh Kepala Kantor Imigrasi untuk diproses lebih lanjut. Bila melebihi batas waktu tersebut diatas maka orang asing tersebut harus dipindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi atau RUDENIM dilengkapi dengan Surat Keputusan dan Berita Acara Pemindahan. Maka dalam rangka menunggu proses pemulangannya atau deportasi terhadap orang asing tersebut dalam hal ini sudah menjadi kewenangan Kepala Rumah Detensi Imigrasi yang melaksanakannya hingga yang bersangkutan diberangkatkan melalui Pelabuhan Internasional atau Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

e. Berita Acara Pendetensian : Setelah Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian menerima Surat Perintah Pendetensian orang asing, maka dilakukanlah Pendetensian agar orang asing tersebut untuk menempati Ruang Detensi Imigrasi disertai dengan Berita Acara Pendetensian dan di tanda tangani oleh Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan dan Deteninya. f. Surat Perintah Pengeluaran Deteni : Kepala Kantor Imigrasi yang telah memberikan perintah pendetensian, maka atas kewenangannya untuk mengeluarkan Surat Perintah Kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan untuk Pengeluaran Deteni dari Ruang Detensi apakah untuk di pindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi atau dilakukan pendeportasian atau diproses lebih lanjut. g. Berita Acara Pengeluaran Deteni : Setelah Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian menerima Surat Perintah Pengeluaran Deteni, maka dilakukanlah pengeluaran orang asing tersebut dari Ruang Detensi dengan Berita Acara Pengeluaran dan di tanda tangani oleh Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan dan ditandatangani Deteninya. h. Keputusan Kepala Kantor Imigrasi tentang Tindakan Keimigrasian dalam rangka pengusiran atau Deportasi : Setelah Deteni berada di luar ruang detensi maka Kepala Kantor Imigrasi akan menerbitkan Surat Keputusan Tindakan Keimigrasian

agar yang bersangkutan meninggalkan wilayah Indonesia dalam rangka pengusiran atau deportasi kenegara asalnya dalam kesempatan pertama. i. Surat Perintah Tugas Pengawalan dalam rangka pelaksanaan Deportasi : Kemudian Kepala Kantor Imigrasi mengeluarkan Surat Perintah Tugas yang di tugaskan kepada petugas Imigrasi untuk mengawasi dan mengawal Deteni dari Kantor Imigrasi menuju ke Pelabuhan Internasional atau Tempat Pemeriksaan Imigrasi atau disebut TPI. j. Berita Acara Serah Terima Deteni di Tempat Pemeriksaan Imigrasi atau TPI : Setibanya petugas pengawal Deteni di TPI maka Deteni beserta Dokumen Perjalanan atau Paspornya diserah terimakan dari petugas pengawal kepada Pejabat Imigrasi di TPI untuk diberangkatkan ke negara asalnya. Penggunaan istilah deportasi dalam peraktek pelaksanaannya tidak selalu tepat, seperti yng diuraikan diatas. Misalnya orang asing yang baru tiba di Tempat Pemeriksaan Imigrasi atau TPI dan tidak memenuhi syarat untuk masuk ke wilayah Indonesia sehingga izin masuknya ditolak oleh Pejabat Imigrasi. Maka proses keberangkatannya untuk dikembalikan ke negaranya atau pelabuhan terakhir dimana ia diberangkatkan bukan dengan istilah deportasi tetapi dengan istilah inadmissable person, dengan diterakan stempel atau cap didalam paspornya bertuliskan denied entry Istilah tersebut lebih netral, karena orang

asing yang ditolak pemberian izin masuknya belum tentu seorang pelanggar hukum. C. Syarat dan Ketentuan Pendeportasian Orang Asing. Pengusiran atau deportasi adalah tindakan mengeluarkan orang asing dari wilayah Indonesia karena keberadaannya tidak dikehendaki. Pengusiran atau deportasi merupakan tindakan keimigrasian yang berupa memulangkan secara paksa orang asing ke negara asalnya atau ketempat lain di luar wilayah Indonesia sebagai akibat tidak dikehendaki keberadaannya di wilayah Negara Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Menurut L. Oppenheim, dalam pergaulan antar negara telah diakui secara umum bahwa setiap negara berhak mengusir orang asing, baik dari sebagian maupun seluruh wilayah negara. 42 Tidak disukai keberadaan dan atau kegiatannya di Indonesia, dapat disebabkan oleh karena yang bersangkutan tidak mentaati peraturan perundangundangan yang berlaku termasuk peraturan di bidang keimigrasian, maupun melakukan perbuatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum yang dapat membahayakan keselamatan masyarakat, bangsa dan negara. Pelaksanaan deportasi, tidak dapat dilepaskan daripada tindakan keimigrasian lain yakni pengkarantinaan atau pendetensian dan penangkalan. Oleh karena, untuk mengeluarkan secara paksa orang asing dari wilayah Indonesia antara lain membutuhkan waktu, biaya, dan sarana lain, sehingga untuk beberapa kasus pelanggaran peraturan, sementara menunggu waktu pelaksanaan deportasi 42 Ajat Sudrajat Havit, opcit hal 70

memerlukan tindakan pengkarantinaan atau pendetensian di Ruang Detensi atau Rumah Detensi Imigrasi atau tempat lain. 43 Adapun syarat dan ketentuan Deportasi menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 dijelaskan pada beberapa pasal antara lain : Pasal 13 ayat 1 memberikan wewenang kepada Pejabat Imigrasi untuk menolak masuk bagi orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia dalam hal orang asing tersebut : a. namanya tercamtum dalam daftar penangkalan b. tidak memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan berlaku. c. memiliki Dokumen Keimigrasian yang palsu. d. tidak memiliki Visa, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban memiliki Visa. e. telah memberikan keterangan yang tidak benar dalam memperolek Visa. f. menderita penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum. g. terlibat kejahatan internasional dan tindak pidana transnasional yang terorganisasi. h. termasuk dalam daftar pencarian orang untuk ditangkap dari suatu Negara asing. i. terlibat dalam kegiatan makar terhadap Pemerintah Republik Indonesia. j. termasuk dalam jaringan praktik atau kegiatan prostitusi, perdagangan orang, dan penyelundupan manusia. 43 Wahyudin Ukun, 2004, Deportasi Sebagai Instrumen Penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara di bidang Keimigrasian, PT Kencana Aji, Jakarta, Halaman 55 56. Dikutip dengan sedikit perubahan.

Selain syarat-syarat tersebut diatas, petugas Imigrasi dapat melakukan pendeportasian secara spontan kepada orang asing jika memang terbukti warga negara asing tersebut merugikan negara Indonesia, mengganggu keamanan dan ketertiban, sehingga dapat dilakukan secara langsung pendeportasin tanpa harus mendapatkan putusan dari pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pasal 83 menyatakan bahwa Pejabat Imigrasi berwenang menempatkan Orang Asing dalam Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi jika Orang Asing tersebut: a. berada di Wilayah Indonesia tanpa memiliki Izin Tinggal yang sah atau memiliki Izin Tinggal yang tidak berlaku lagi; b. berada di Wilayah Indonesia tanpa memiliki Dokumen Perjalanan yang sah; c. dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa pembatalan Izin Tinggal karena melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum; d. menunggu pelaksanaan Deportasi; atau e. menunggu keberangkatan keluar Wilayah Indonesia karena ditolak pemberian Tanda Masuk. Pejabat Imigrasi dapat menempatkan Orang Asing di tempat lain apabila Orang Asing tersebut sakit, akan melahirkan, atau masih anak-anak. Pelaksanaan detensi Orang Asing dilakukan dengan keputusan tertulis dari Menteri atau

Pejabat Imigrasi yang ditunjuk. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: data orang asing yang dikenai detensi, alasan melakukan detensi; dan tempat detensi. D. Pengaturan Hukum Tentang Pengawasan Keimigrasian Pedoman pelaksanaan tindakan deportasi terhadap orang asing yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Wilayah Negara Republik Indonesia yaitu : 1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian; 2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1994 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan; 3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1994 Tentang Tata Cara Pengawasan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian; 4) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02- PW.09.02 Tahun 1995 Tentang Tata Cara Pengawasan, pengajuan keberatan orang asing dan tindakan keimigrasian; 5) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-05.IL.02.01 Tahun 2006 Tentang Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim); 6) Petunjuk Pelaksana Dirjenim No.F-314.IL.01.10 Th 1995 Tentang Tata Cara Tindakan Keimigrasian;

7) Petunjuk Pelaksana Direktur Jenderal Imigrasi Republik Indonesia Nomor F-337.IL.01.10 Tahun1995 Tentang Tata Cara Penyidikan Tindak Pidana Keimigrasian; 8) Petunjuk Pelaksana Direktur Jenderal Imigrasi Republik Indonesia Nomor F-338.IL.01.10 Tahun 1995 Tentang Tata Cara Pengawasan Orang Asing; Ketentuan-ketentuan tersebut diatas perlu perbaikan dan penyempurnaan atau menemukan hukum atau peraturan yang baru. Menurut John Z Laudoe penemuan hukum adalah penerapan ketentuan pada fakta dan ketentuan tersebut kadangkala harus dibentuk karena tidak selalu terdapat dalam Undang-undang yang ada. 44 Badan pemerintah tanpa aturan hukum negara akan lumpuh, karena badan ini tidak mempunyai wewenang apapun atau kewenangannya tidak berketentuan, dan badan pemerintah tanpa hukum administrasi negara akan bebas sepenuhnya karena badan ini dapat menjalankan kewenangannya menurut kehendaknya sendiri. 45 44 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum, (Yogyakarta: UII Press, 2006) hal 28. 45 Bambang Sutiyoso, Opcit, hal 30.