BAB II TRANSAKSI PINJAM MEMINJAM DALAM ISLAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB II UTANG-PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM. menurut istilah fiqh, terdapat beberapa definisi yang dikedepankan oleh

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB I PENDAHULUAN. berupa uang atau barang yang akan dibayarkan diwaktu lain sesuai dengan

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI PERUBAHAN PENGHITUNGAN DARI SISTEM "FLAT" KE "EFEKTIF" PADA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang Dengan Jaminan. bab sebelumnya, bahwa praktek utang piutang dengan jaminan barang

adalah suatu transaksi yang sering terjadi saat masyarakat membutuhkan adalah penjual mencari seorang pembeli melalui jasa makelar.

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP INSTRUMEN HEDGING PADA TRANSAKSI SWAP

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONAL WADI< AH PADA TABUNGAN ZAKAT DI PT. BPRS BAKTI MAKMUR INDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. manusia adalah perubahan. Sekedar contoh, dalam sejarah manusia telah terjadi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB II TABUNGAN ZAKAT AL-WADI< AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PENERAPAN AKAD BAYʽ BITHAMAN AJIL DALAM PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA DI KOPONTREN NURUL HUDA BANYUATES SAMPANG MADURA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PRAKTIK PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA

ISLAM IS THE BEST CHOICE

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI IKAN TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA TENTANG PENAMBAHAN UANG SEWA TAMBAK DI DESA GISIK CEMANDI KEC. SEDATI KAB.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMOTONGAN HARGA JUAL BELI BESI TUA DAN GRAM BESI DI PT. FAJAR HARAPAN CILINCING JAKARTA UTARA

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN STANDARISASI TIMBANGAN DIGITAL TERHADAP JUAL BELI BAHAN POKOK DENGAN TIMBANGAN DIGITAL

ف ان ت ه وا و ات ق وا الل ه ا ن الل ه ش د يد ال ع ق اب

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP PERJANJIAN KERJA ANTARA TKI DENGAN PJTKI DI PT. AMRI MARGATAMA CABANG PONOROGO

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SIMPAN PINJAM BERGULIR PADA P2KP (PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN)

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB IV ANALISIS PENENTUAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DI BMT BINTORO MADANI DEMAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN

KAIDAH FIQH. Jual Beli Itu Berdasarkan Atas Rasa Suka Sama Suka. Publication 1437 H_2016 M. Kaidah Fiqh Jual Beli Itu Berdasarkan Suka Sama Suka

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI

BAB IV ANALISIS TENTANG APLIKASI PERJANJIAN SEWA SAFE DEPOSIT BOX DITINJAU DARI BNI SYARIAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III TRANSAKSI SERTIFIKAT INVESTASI MUD}A<RABAH ANTARBANK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PANDANGAN TOKOH AGAMA TERHADAP UTANG-PIUTANG BERSYARAT

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERPANJANGAN SEWA- MENYEWA MOBIL SECARA SEPIHAK DI RETAL SEMUT JALAN STASIUN KOTA SURABAYA

Adab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan.

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA- MENYEWA TANAH FASUM DI PERUMAHAN TNI AL DESA SUGIHWARAS CANDI SIDOARJO

UNTUK KALANGAN SENDIRI

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

(الإندونيسية بالغة) Wara' Sifat

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

A. Analisis Praktek Jual Beli Mahar Benda Pusaka di Majelis Ta lim Al-Hidayah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA TERHADAP SURABAYA. A. Analisis Berdasarkan Hukum Islam Terhadap Kontrak, Prosedur, Realisasi

BAB II HUTANG PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Diantara larangan Allah yang tertulis di Al-Qur an adalah tentang larangan

tabarru dengan tujuan tolong menolong yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

Transkripsi:

BAB II TRANSAKSI PINJAM MEMINJAM DALAM ISLAM A. Prinsip-Prinsip Transaksi Muamalah Islam membedakan antara ibadah dan muamalah dalam cara pelaksanaan dan perundang-undangan. Ibadah pokok asalnya adalah statis, tidak boleh melampaui apa yang telah disyari atkan, sedangkan Muamalah asal pokoknya adalah merealisasikan kemaslahatan- kemaslahatan dalam pencarian dan kehidupan dan melenyapkan kesulitan mereka dengan menjauhkan perbuatan haram. 1 Dalam istilah teknis hukum Islam, fiqh muamalah diartikan sebagai bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan-hubungan keperdataan antar manusia. Jadi, fiqh muamalah dapat dikatakan sebagai hukum perdata Islam. Namun fiqh muamalah sebagai hukum perdata Islam lebih sempit ruang lingkupnya dari pada hukum perdata dalam istilah ilmu hukum pada umumnya, Dalam hukum perdata Islam (fiqh muamalah) tidak tercakup hukum keluarga. Dalam hukum Islam hukum keluarga merupakan cabang hukum tersendiri yang berada di luar fiqh muamalah. Fiqh muamalah hanya meliputi hukum benda 1 Ahmad Muhammad Al-Assal dan Fathi Muhammad Abdul Karim, Al-Nizam al-iqtisa difi al-islam Mabadiuhu wa Ahdafuhu, Terj. Imam Saefudin, Sistem Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, h. 182-183 14

15 (naz{ariyyat al-amwal wa milkiyyah) dan hukum perikatan (naz{ariyyat aliltizam). 2 Akad adalah pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan kehendak syari at yang berpengaruh pada obyek perikatan. Pencantuman kalimat "sesuai dengan kehendak syari'at" maksudnya adalah bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah apabila tidak sejalan dengan kehendak syara'. Sedangkan pencantuman kalimat "berpengaruh pada obyek perikatan" maksudnya adalah terjadinya perpindahan pemilikan dari satu pihak kepada pihak lain. 3 Untuk terbentuknya akad (perjanjian) haruslah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya.terdapat perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam menentukan rukun suatu akad. Jumhur ulama fiqh mengatakan bahwa rukun akad terdiri dari : 1. Peryataan untuk mengikatkan diri (shigha>t al- aqd) 2. pihak-pihak yang berakad (al-muta aqidain) 3. Obyek akad (al-ma qud alaih) Sedangkan menurut ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun akad hanya satu, yaitu shigha>t al-aqd (ijab qabul), sedangkan pihak-pihak yang berakad dan obyek akad menurut mereka tidak termasuk rukun akad, tetapi 2 Yusdani, Transaksi (akad) dalam perspektif hukum Islam, dalam jurnal Millah, Vol. 2. h. 72 3 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h. 97

16 termasuk syarat-syarat akad karena menurut mereka yang di katakan rukun adalah suatu esensi yang berada dalam akad itu sendiri, sedangkan pihak-pihak yang berakad dan obyek akad berada di luar esensi akad. 4 Para ulama fiqh menerapkan beberapa syarat umum yang harus dipenuhi oleh suatu akad. Di samping itu akad juga memiliki syarat-syarat khusus. Adapun syarat-syarat umum suatu akad adalah : 1. Pihak-pihak yang melakukan akad itu telah cakap bertindak hukum (mukallaf). 2. Obyek akad itu diakui oleh syara 3. Akad itu tidak dilarang oleh nash syara (al-qur'an dan hadits) 4. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus yang terkait dengan akad itu. 5. Akad itu bermanfaat bagi para pihak yang berakad. 6. Pernyataan ijab tetap utuh dan shahih sampai terjadinya qabul. 7. Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis, yaitu suatu keadaan yang menggambarkan proses suatu transaksi. 8. Tujuan akad itu jelas dan diakui syara. 5 Adapun syarat sahnya suatu perjanjian dalam kitab undang-undang hukum perdata (BW) adalah sebagai berikut. 6 1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya. 4 Ibid., h. 99 5 Ibid., h. 101-104 6 Subekti, dan R. Tjitrosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h. 339

17 2. Kecakapan untuk membuat suatu perilaku 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Dari penjelasan syarat-syarat akad tersebut, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pokok yang mempengaruhi sahnya suatu akad (transaksi) adalah sebagai berikut : 1. Dilaksanakan dengan rela sama rela (sepakat) 2. Obyek bendanya suci dan halal 3. Tidak ada unsur penipuan atau merugikan orang lain 4. Untuk tujuan-tujuan yang dibenarkan syara. B. Pengertian dan Dasar Hukum Hutang Piutan Secara etimologi, hutang piutang adalah qaradh yang mempunyai makna al-qath'u, yaitu potongan. Harta yang dibayarkan kepada muqtaridh (orang yang diajak aqad qaradh) dinamakan qaradh, karena merupakan potongan dari harta muqridh (orang yang membayar). Sedangkan menurut terminologi, antara lain dikemukakan oleh ulama Hanafiyah sebagai berikut : 7 a. ضا ه ل ت ق ت ي م ث ل ما ل ن م ط ي ه ع ت ما 7 Rachmad Syafi'e, Fiqih Muamalah, h. 151-152

18 Artinya : "Sesuatu yang diberikan seseorang dari harta mitsil (yang memiliki perumpamaan) untuk memenuhi kebutuhannya" b. م ث ل ه ر د ل ي ر خ ي لا م ث ل ما ل د ف ع ع لى ر د ي ص و ص خ م ع ق د Artinya : "Akad tertentu dengan membayarkan harta mitsil kepada orang lain supaya membayar harta yang sama kepadanya" Dari definisi tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan hutang piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar yang sama dengan itu. Pengertian "sesuatu" dari definisi yang diungkapkan di atas, tentunya mempunyai makna yang luas, selain dapat berbentuk uang, juga bisa dalam bentuk barang, asalkan barang tersebut habis karena pemakaiannya. Pengertian hutang piutang ini sama pengertiannya dengan perjanjian pinjam meminjam yang dijumpai dalam ketentuan kitab undang-undang hukum perdata. 8 Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari kadang-kadang tidak dapat dicukupkan dengan harta benda yang telah dimilikinya. Jika kebutuhan telah mendesak, padahal harta yang telah dimilikinya tidak mencukupi, maka seseorang terpaksa berhutang kepada orang lain. 8 Chairuman Pasaribu dan Suhrawandi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, h. 136

19 Oleh karena itu, hutang piutang merupakan hal yang kadang-kadang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Maka ia memberikan peraturanperaturan tentang masalah ini. Islam menganjurkan kepada orang yang mampu agar memberikan pertolongan kepada saudara-saudaranya yang memerlukan bantuan. Memberi pertolongan dengan pinjaman uang atau barang, mempunyai nilai kebaikan yang berpahala di sisi Allah SWT. 9 Dengan menitik beratkan kepada memberi pertolongan itu dapat difahamkan bahwa hutang piutang menurut ajaran Islam tidak dibenarkan bersifat memberatkan pihak yang berhutang bahkan berkecenderungan untuk memberi kelonggaran apabila orang yang berhutang benar-benar tidak mampu. Dari beberapa uraian di atas, dapat penulis kemukakan tentang dasar hukum piutang adalah sebagai berikut : و ت ع او ن وا ع ل ى ت ع او ن وا ع ل ى و ل ا و ال تق و ى ال ب ر و ال ع د و ا ن ال ا ث م Artinya : "Dan tolong menolong kamu dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan" (Al-Maidah : 2) 10 Selain dalam surat al-maidah, dalam surat al-baqarah ayat 282 juga dijelaskan tentang hutang piutang. ف اآ ت ب و ه م س م ى أ ج ل إ ل ى ب د ي ن ت د اي ن ت م إ ذ ا ء ام ن وا ا لذ ي ن ي اأ يه ا 9 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Riba, Utang Piutang, Gadai, h. 35 10 Departemen Agama, Al-Qur'an & Terjemah, h. 157

20 Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya" (Al-Baqarah : 282). 11 Kemudian Rasulullah SAW juga menjelaskan dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang berbunyi : ع ن ا ب ي ه ر ي ر ة ر ض ي ق ا ل : م ن ن ف س ع ن م آ ر ب ي و م ا ل ق يا م ة و م ن و ا الله فى ع و ن ا ل ع ب د ما ا الله ع ن ه ق ا ل : ع ن ر س و ل ا الله ص لى ا الله ع ل ي ه و س ل م س ل م آ ر ب ة م ن آ ر ب ال د ني ا ن ف س ا الله ع ن ه آ ر ب ة م ن ي س ر عل ى م ع س ر ي س ر ا الله ع ل ي ه فى ال د ني ا و ا لا خ ر ة دا م ال ع ب د فى ع و ن ا خ ي ه (رواه ابو داود) Artinya : "Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa menghilangkan satu macam kesusahan dunia kepada sesama muslim, maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan di hari kiamat. Dan barang siapa mempermudah orang yang sedang dalam kesulitan, maka Allah akan mempermudah dia di dunia dan akhirat, dan Allah akan menolong hambanya selagi hamba itu mau menolong saudaranya" (HR. Abu Daud) 12 Dari beberapa dalil di atas, dapat diketahui bahwa dianjurkan kepada seorang muslim untuk saling tolong menolong, diantaranya adalah dengan memberikan pinjaman kepada mereka yang membutuhkan agar dapat keluar dari segala kesusahan dan masalah yang dihadapinya. C. Rukun dan Syarat Hutang Piutang 11 Ibid., h. 70 12 Abu Daud, Sunan Abu Daud, h. 584

21 Hutang piutang akan terlaksana apabila rukun dan syaratnya telah terpenuhi. Adapun rukun hutang piutang adalah : 13 1. Orang yang memberi hutang 2. Orang yang berhutang 3. Barang yang dihutangkan 4. Sighat ijab dan qabul. Untuk sahnya perjanjian hutang piutang, maka harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : 14 1. Orang yang melakukan kegiatan hutang piutang harus mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Yang dimaksud dengan cakap melakukan perbuatan hukum adalah dewasa dan berakal sehat. 2. Barang yang dihutangkan merupakan barang yang bernilai yang mempunyai persamaan dan penggunaannya mengakibatkan musnahnya barang yang dihutangkan. 3. Barang tersebut dapat dimiliki 4. Barang tersebut dapat diserahkan kepada pihak yang berhutang. 5. barang tersebut telah ada pada waktu perjanjian tersebut dilaksanakan. Karena hutang piutang itu dilakukan adanya suatu kebutuhan yang mendesak, sudah barang tentu barang yang dijadikan obyek hutang adalah barang yang dapat dimanfaatkan dan setelah dipergunakan, barang itu habis, maka 13 Chairuman Pasaribu dan Suhrawandi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, h. 137 14 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Riba, Utang Piutang, Gadai, h. 38-39

22 pengembaliannya bukan barang yang telah diterimanya dahulu, tetapi dengan benda lain yang semisal. Di samping adanya syarat dan rukun hutang piutang. Juga terdapat ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam masalah hutang piutang, yaitu : 1. Diwajibkan kepada orang yang berhutang untuk mengembalikan atau membayarnya kepada orang yang memberi pinjaman pada waktu yang telah ditentukan dengan barang yang seharga. 2. Orang yang menghutangkan dianjurkan untuk memberi tempo kepada orang yang berhutang. 3. Cara membayar harus memenuhi syarat yang telah mereka sepakati dalam perjanjian. 4. Dilarang kepada orang yang memberi pinjaman mengambil keuntungan dalam bentuk apapun, baik berupa tambahan maupun manfaat yang lain. D. Riba Secara etimologi, riba berarti Ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut terminologi, ulama fiqh mendefinisikan sebagai berikut : 15 a. Ulama Hanabilah 15 Rachmad Syafe i, Fiqh Muamalah, h. 259-260

23 ص م خ ص و ا ش يا ء ف ى ا ل زيا د ة Artinya : Pertambahan sesuatu yang dikhususkan b. Ulama Hanafiyah ف ى ب لا ع و ض م ا ل ف ض ل ب م ا ل م ا ل م عا و ض ة Artinya : tambahan pada harta pengganti dalam pertukaran harta dengan harta Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian riba secara literal adalah bertambah, berkembang dan tumbuh. Akan tetapi, tidak setiap penambahan atau pertumbuhan itu dilarang oleh Islam. Dalam syari ah agama Islam, riba secara teknis mengacu kepada pembayaran premi yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman disamping pengembalian pokok sebagai syarat pinjaman atau perjanjian batas jatuh tempo. 16 Fuqaha sepakat menyatakan bahwa muamalah dengan cara riba hukumnya adalah haram. Pengharaman riba dapat kita ketahui dalam al- Qur'an yang terdapat dalam empat ayat, salah satunya turun di Makkah dan tiga ayat lainnya turun di Madinah. 17 Ayat pertama : 16 Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, h. 22 17 Abdul Majid, Riba dan Bunga Bank, Dalam Jurnal Teras Pesantren, Edisi II, h. 26-27

24 ي ر ب و ع ن د ف ل ا ال نا س أ م و ا ل ف ي ل ي ر ب و ر ب ا م ن ء ات ي ت م و م ا ال ل ه Dan suatu riba (kelebihan yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah (QS. Ar-Rum : 39). 18 Perhatian ayat ini tidak langsung pada hukum haram, hanya mengisyaratkan bahwa riba bukanlah sesuatu yang baik. Ayat kedua : و أ ع ت د ن ا ب ال ب اط ل ال ن ا س أ م و ا ل و أ آ ل ه م ع ن ه ن ه وا و ق د ال رب ا و أ خ ذ ه م ل ل ك اف ر ي ن أ ل يم ا (161) م ن ه م ع ذ اب ا Artinya : dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (QS. Al-Nisa': 161) 19 Ayat ini juga tidak mengharamkan riba, hanya untuk membimbing dan mengarahkan kesiapan jiwa menerima diharamkannya riba. Dan Allah akan mengutuk dengan keras praktek riba. Ayat ketiga : ي اأ يه ا ا لذ ي ن ء ام ن وا ت ف ل ح ون (130) أ ض ع اف ا ال رب ا ت ا آ ل وا ل ا ل ع لك م ال ل ه و ا تق وا م ض اع ف ة 18 Departemen Agama RI, Al-Qur'an & Terjemah, h. 647 19 Ibid., h. 150

25 Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Imran : 130) 20 Ayat ini tidak mengharamkan riba secara keseluruhan tapi hanya sebatas pada riba yang berlipat ganda. Sehingga bagi sebagian orang mengira riba yang diharamkan adalah riba yang berlipat ganda dan menduga ayat ini sebagai tahapan akhir untuk bisa disimpulkan riba yang diharamkan adalah riba yang berlipat ganda. Ayat keempat ini dengan tegas menjelaskan hukum pasti diharamkannya riba secara mutlak م و م ن ي ن آ ن ت م إ ن ال رب ا م ن ب ق ي م ا و ذ ر وا ال ل ه ا تق وا ء ام ن وا ا لذ ي ن ي اأ يه ا (278) Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah : 278) 21 Akan tetapi pada ayat 275 ditegaskan bahwa riba berbeda dengan perniagaan (jual-beli). Ayat tersebut berbunyi : ال رب ا و ح ر م ال ب ي ع ال ل ه و أ ح ل Artinya : Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba Rasulullah SAW juga mengutuk dengan menggunakan kata-kata yang sangat jelas, bukan saja mereka yang mengambil riba, tetapi juga mereka 20 Ibid., h. 90 21 Ibid., hal. 69

26 yang memberikan riba dan para penulis yang mencatat transaksi atau para saksinya. Pernyataasn ini terdapat dalam hadits berikut : وس ل م ع لي ه ا الله ا الله ص ل ى ل و رس ن ل ع قا ل ع ن ه ا الله ي ض ر ر جا ب ن ع مسلم) (رواه وا ء س ه م ل و ق ا شا ه د ي ه و وآ ا ت ب ه و آ ل ه و م ال رب ا ل ا آ Dari Jabir ra. Berkata rasulullah SAW melaknat para pemakan riba, pemberi makan denganriba, penulisnya dan saksinya, seraya bersabda : mereka sekalian sama (HR. Muslim). 22 Para ulama fiqh membagi riba kepada dua macam, yaitu riba nasi ah dan riba fadhal. Riba Nasiah adalah tambahan yang terjadi dalam utang piutang berjangka waktu sebagai imbangan jangka waktu tersebut. Sedangkan riba fadhal adalah tambahan yang terjadi pada jual beli emas, perak dan bahanbahan makanan pokok dengan jenisnya. Riba nasi ah sering disebut juga dengan nama riba jahiliyah, karena biasa dilakukan orang pada zaman jahiliyah dan sering juga disebut dengan riba al-qardh, karena terjadi dalam utang piutang. Riba fadhal sering disebut juga dengan riba al-buyu, karena riba ini sering terjadi dalam transaksi jual beli. 23 Pada dasarnya, segala bentuk riba (baik riba nasi ah maupun riba fadhal) itu diharamkan oleh syara. Dan diharamkannya riba dalam ekonomi 22 Al-Hafizh Zaki al-din Abd. Al-Azhim al-mundziri, Mukhashir Shahhih Muslim, Terj. Singithi Djamaluddin dan HM. Mukhtar Zoerni, Ringkasan Shahih Muslim, h. 501 23 Ahmad Azhar, Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, Utang Piutang, Gadai, h. 27

27 Islam, karena merupakan cara usaha yang tidak sehat. Keuntungan yang diperoleh bukan dari pekerjaan yang produktif. Namun, keuntungan itu hanya untuk dirinya sendiri tanpa imbalan ekonomis apapun. Keuntungan ini diperoleh dari sejumlah harta yang diambil dari harta si peminjam, yang sebenarnya tidak menambah harta orang yang melakukan riba. Di samping alasan diharamkannya riba tersebut atas, bentuk pengharaman riba karena: (1) Mencegah kebaikan dan meniadakan pengharaman orang-orang yang memiliki kebutuhan terhadap orang lain, (2) Riba memutuskan keterkaitan antara kekayaan dan usaha, (3) Riba menyebabkan pemilik harta tidak melakukan usaha dan menghilangkan sumber daya manusia. (4) Riba menjadi sebab terpilihnya masyarakat ke dalam dua kelas. 24 Oleh karena itu, riba bertentangan dengan penekanan dan penegasan Islam pada keadilan sosio-ekonomi. 24 Murtadha Muthahhari, Pandangan Islam Tentang Asuransi dan Riba, h. 14-16