BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan panitia, pengumpulan dan pengklasifikasian data, pengajuan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) merupakan pusat. pertanggungjawaban yang dipimpin oleh kepala satuan kerja dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. usaha, begitu pula untuk pemerintahan agar dapat menjalankan fungsinya sebenarbenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. mulai mencoba mengenalkan konsep baru dalam pengelolaan urusan publik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 2 TAHUN 2007

TAHUN : 2006 NOMOR : 07

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. membuat rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Dampak

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 1 SERI E

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 4 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORI

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA NOMOR 9 TAHUN 2009 SERI D NOMOR 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI DAIRI,

ERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

PEMERINTAH KOTA PADANG

BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP

TINJAUAN PUSTAKA. satu periode. Menurut Gunawan dalam Haruman dan Sri (2007: 3), anggaran

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 80 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 11 TAHUN 2007 T E N T A N G

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI

Prinsip-Prinsip Penganggaran

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH

RANCANGAN QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG BUPATI TANGERANG

BAB III METODE PENELITIAN

20 Pertanyaan dan Jawaban mengenai Pengelolaan keuangan daerah:

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh dan dipakai selama periode waktu tertentu. jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PROVINSI JAMBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG

Menimbang: Mengingat:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 45 TAHUN 2011 SERI D NOMOR 15

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun Nomor 8

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian dan Fungsi Anggaran 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Penganggaran ialah proses penyusunan anggaran, yang dimulai pembuatan panitia, pengumpulan dan pengklasifikasian data, pengajuan rencana kerja fisik dan keuangan tiap-tiap seksi, bagian, divisi, penyusunan secara menyeluruh, merevisi, dan mengajukan kepada pimpinan puncak untuk disetuju dan dilaksanakan. Anggaran adalah rencana kerja yang di tuangkan dalam angka-angka keuangan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Anggaran lazim disebut perencanaan dan pengendalian laba yaitu proses yang ditujukan untuk membantu manajemen dalam perencanaan dan pengendalian secara efektif. Peraturan pemerintah No 24 Tahun 2005, anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode (Nordiawan, 2006:11). Sumber lain menyebutkan, anggaran adalah rencana kerja organisasi di masa

mendatang yang diwujudkan dalam bentuk kuantitatif, formal, dan sistematis (Rudianto, 2009: 3) Menurut Bastian (2006:163) anggaran adalah pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Freeman (2003) dalam Nordiawan (2006:48) anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke dalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Dari pengertian pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa anggaran adalah berisi rencana rencana kerja organisasi di masa mendatang, perkiraan penerimaan dan pengeluaran terjadi dalam satu periode mendatang dan sebuah proses mengalokasikan sumber daya ke dalam kebutuhan-kebutuhan. 2.1.1.2 Fungsi Anggaran Anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama menurut Rudianto (2009:5) antara lain sebagai: alat perencanaan pengorganisasian, menggerakkan, pengendalian. 1) Anggaran sebagai Alat Perencanaan Anggaran sebagai alat perencanaan di dalam fungsi ini berkaitan dengan segala sesuatu yang ingin dihasilkan dan dicapai organisasi dimasa mendatang, dan dalam fungsi ini

ditetapkan tujuan jangka panjang, jangka pendek, sasaran yang ingin dicapai, strategi yang akan digunakan dan sebagainya. 2) Anggaran sebagai Alat Pengorganisasian Anggaran sebagai alat pengorganisasian berfungsi untuk sesuatu yang ingin dihasilkan dan dicapai organisasi dimasa depan telah ditetapkan, maka organisasi harus mencari sumber daya yang dibutuhkan untuk merealisasikan rencana yang telah ditetapkan tersebut. 3) Anggaran sebagai Alat Menggerakkan Anggaran sebagai alat menggerakkan berfungsi untuk sumber daya yang dibutuhkan diperoleh, maka tugas manajemen selanjutnya adalah mengarahkan dan mengelola setiap sumber daya yang telah dimiliki organisasi tersebut agar dapat digunakan sesuai dengan fungsinya masingmasing. 4) Anggaran sebagai Alat Pengendalian Anggaran sebagai alat pengendalian digunakan untuk berkaitan erat dengan upaya untuk menjamin bahwa setiap sumber daya organisasi telah bekerja dengan efisien dan efektif.

Menurut Nordiawan (2006:48) beberapa fungsi anggaran dalam manajemen organisasi sektor publik antara lain sebagai: alat perencanaan, pengendalian, kebijakan, politik, koordinasi dan komunikasi, penilai kinerja, serta komunikasi. 1) Anggaran sebagai alat perencanaan Dengan adanya anggaran, organisasi tahu apa yang harus dilakukan dan ke arah mana kebijakan yang dibuat. 2) Anggaran sebagai alat pengendalian Dengan adanya anggaran organisasi sektor publik dapat menghindari adanya pengeluaran yang terlalu besar (overspending) atau adanya penggunaan dana yang tidak semestinya (misspending). 3) Anggaran sebagai alat kebijakan Melalui anggaran organisasi sektor publik dapat menentukan arah atas kebijakan tertentu. Contohnya adalah apa yang dilakukan pemerintah dalam hal kebijakan fiskal, apakah melakukan kebijakan fiskal ketat atau longgar dengan mengatur besarnya pengeluaran yang direncanakan.

4) Anggaran sebagai alat politik Dalam organisasi sektor publik, melalui anggaran dapat dilihat komitmen pengelola dalam melaksanakan programprogram yang telah dijanjikan. 5) Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi Melalui dokumen anggaran komprehensif sebuah bagian unit atau kerja atau departemen yang merupakan suborganisasi dapat mengetahui apa yang harus dilakukan dan juga apa yang akan dilakukan oleh bagian/unit kerja lainnya. 6) Anggaran sebagai alat penilai kinerja Anggaran adalah suatu ukuran yang bisa menjadi patokan apakah suatu bagian/unit kerja telah memenuhi target baik berupa terlaksananya aktifitas maupun terpenuhinya efisiensi biaya. 7) Anggaran sebagai alat komunikasi Anggaran dapat digunakan sebagai alat komunikasi dengan menjadikan nilai-nilai nominal yang tercantum sebagai target pencapaian.

2.1.2 Jenis-Jenis Anggaran Menurut Nordiawan (2006:50) jenis anggaran sektor publik terbagi lima berdasarkan jenis aktiva yaitu anggaran operasional dan anggaran modal, berdasarkan status hukumnya anggaran tentatif dan anggaran enacted, berdasarkan pemerintahan, kekayaan negara/dana anggaran dana umum dan anggaran dana khusus, anggaran tetap dan anggaran fleksibel, berdasarkan penyusunannya anggaran eksekutif dan anggaran legislatif. 1. Anggaran Operasional dan Anggaran Modal Anggaran operasional adalah digunakan untuk merencanakan kebutuhan dalam menjalankan operasi sehari-hari (waktu satu tahun), sedangkan anggaran modal adalah menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot dan sebagainya. 2. Anggaran Tentatif dan Anggaran Enacted Anggaran tentatif adalah anggaran yang tidak memerlukan pengesahan dari lembaga legislatif karena kemunculannya yang di picu oleh hal-hal yang tidak di rencanakan sebelumnya, sedangkan anggaran enacted adalah anggaran yang di rencanakan kemudian di bahas dan di setujui oleh lembaga legislatif. 3. Anggaran Dana Umum dan Anggaran Dana Khusus Anggaran dana umum adalah digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan yang bersifat umum dan sehari- hari, sedangkan anggaran dana khusus adalah di cadangkan atau dialokasikan khusus untuk tujuan tertentu. 4. Anggaran Tetap dan Anggaran Fleksibel Anggaran tetap adalah apropriasi belanja sudah ditentukan jumlahnya di awal tahun anggaran, jumlah tersebut tidak boleh di lampauin meskipun ada peningkatan jumlah kegiatan yang di lakukan, sedangkan anggaran fleksibel adalah harga barang atau jasa per unit telah di tetapkan namun jumlah anggaran keseluruhan akan berfluktuasi berpengaruh pada banyaknya kegiatan yang di lakukan. 5. Anggaran Eksekutif dan Anggaran Legislatif Anggaran eksekutif adalah anggaran yang di susun oleh lembaga eksekutif, dalam hal ini pemerintah, sedangkan anggaran legislatif adalah anggaran yang di susun oleh lembaga legislatif tanpa keterlibatan pihak eksekutif.

2.1.3 Kejelasan Tujuan Anggaran Proses penganggaran daerah dengan pendekatan kinerja dalam Kepmendagri No 13 Tahun 2006 membuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang dilaksanakan oleh tim anggaran eksekutif bersama-sama unit organisasi perangkat daerah atau unit kerja. Secara umum dapat diterangkan bahwa anggaran daerah disusun berdasarkan rencana kerja daerah yang telah disusun baik rencana kerja jangka panjang (RPJP), rencana kerja jangka menengah (RPJM), dan rencana kerja pembangunan daerah (RKPD). Pada tingkat SKPD, anggaran juga disusun berdasarkan rencana jangka menengah SKPD yang sering disebut renstra SKPD. Renstra SKPD dan RKPD menjadi acuan bagi SKPD untuk menyusun rencana kerja (renja) SKPD. Renstra SKPD disusun dengan cara rapat para anggota SKPD serta mengacu kepada RPJP dan RPJM baik nasional maupun daerah. Satuan kerja perangkat daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran atau pengguna barang. Menurut Bastian (2006:17) Permendagri No. 13 Tahun 2006, pasal 10, kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c mempunyai tugas: a. menyusun RKA-SKPD, b. menyusun DPA-SKPD, c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja, d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya, e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran, f. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak,

g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan, h. menandatangani SPM, i. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya, j. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya, k. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya, l. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya, m. melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah, dan n. bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kapada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Selanjutnya, pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat melimpahkan sebagian/seluruh kewenangannya kepada unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang. Pelimpahan sebagian kewenangannya sebagaimana tersebut sebelumnya berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Menurut Herzberg (1959:80) dalam Dalimunthe dan Siregar (1994:80) sasaran yang tidak jelas menimbulkan keraguan-keraguan bagi manajer dalam bertindak, karena ia tidak tahu apakah tindakannya mengarah kepada pencapaian tujuan. Keragu-raguan manajer ini tentu akan menimbulkan ketidakpuasan. Tidak adanya jaminan pekerjaan akan menyebabkan ketidakpuasan sebagaimana diungkapkan dalam dalam teori kepuasan.

Menurut Kepmendagri No. 13 Tahun 2006, pasal 89, isi dari pedoman penyusunan RKA-SKPD ini yaitu: a. prioritas dan plafon anggaran (PPA) yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan pembiayaan, b. sinkronisasi program dan kegiatan antara SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan, c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD, d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja, e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKA_SKPD, analisis standar belanja, dan standar satuan harga. Dokumen pelaksanaan anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPA-SKPD adalah dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh penggunaan anggaran. PPA adalah program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagia acuan dalam penyusunan RKA-SKPD setelah disepakati dengan DPRD. Rencana kerja dan anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD adalah dokumen perencanan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. Pengguna anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya.

2.1.4 Pengaruh Kejelasan Tujuan Anggaran Terhadap Kinerja SKPD Kejelasan tujuan dapat meningkatkan kinerja, sedangkan kurangnya kejelasan mengarah pada kebingungan dan ketidakpuasan para pelaksana, yang berakibat pada penurunan kinerja. Beberapa penelitian mendukung pengaruh positif kejelasan tujuan terhadap kinerja. Manajer yang bekerja tanpa tujuan yang jelas akan dihadapkan pada tingginya ketidakpastian atas pencapaian tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan landasan teori dan temuan empiris di atas, karena kejelasan tujuan anggaran diharapkan akan meningkatkan kinerja individu yang terlibat di dalamnya. Kejelasan sasaran anggaran dimaksud adalah berkenaan dengan luasnya sasaran anggaran yang dinyatakan secara jelas, spesifik, dan dipahami oleh orang yang bertanggung jawab terhadap pencapaian sasaran anggaran. Kejelasan sasaran akan meningkatkan prestasi, karena jelas apa yang harus dilaksanakan untuk mencapai sasaran anggaran. Begitu juga sasaran yang spesifik akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi dari pada sasaran yang samar-samar (Dalimunthe dan Siregar, 1994:79). Menurut Locke (1968:79) dalam Dalimunthe dan Siregar (1994:79), sasaran yang disadari adalah determinan utama perilaku. Dengan kata lain sasaran yang disadari akan mengatur perilaku. Perilaku ini akan berlangsung terus untuk mencapai penyelesaian. Hasil penelitian Latham dan Yuk (1975:79), Steers (1976:79), Ivancevich (1976:79) dalam Dalimunthe dan Siregar (1994:79), menunjukkan adanya pengaruh positif antara kejelasan

sasaran anggaran dengan kepuasan kerja dan keterikatan sasaran serta pencapaian sasaran. 2.1.5 Kinerja SKPD Pemerintah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan pusat pertanggungjawaban yang dipimpin oleh kepala satuan kerja dan bertanggung jawab atas entitasnya, misalnya: dinas kesehatan, dinas pendidikan, dinas pemuda dan olahraga dan lainnya. Kumorotomo (2005:103), mengungkapkan kinerja organisasi publik adalah hasil akhir (output) organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, transparan dalam pertanggungjawaban, efisien, sesuai dengan kehendak pengguna jasa organisasi, visi dan misi organisasi, berkualitas, adil, serta diselenggarakan dengan sarana dan prasarana yang memadai. Mahsun (2006:198), mengungkapkan bahwa: pengukuran kinerja pemerintah daerah diarahkan pada masing-masing satuan kerja yang telah diberi wewenang mengelola sumber daya sebagaimana bidangnya, setiap satuan kerja adalah pusat pertanggungjawaban yang memiliki keunikan sendiri-sendiri, dengan demikian perumuan indikator kinerja tidak bisa seragam untuk diterapkan pada semua Satun Kerja yang ada, namun demikian, dengan pengukuran kinerja setiap satuan kerja ini harus tetap dimulai dari pengidentifiksian visi, misi, falsafah, kebijakan, tujuan, sasaran, program, anggaran serta tugas dan fungsi yang telah ditetapkan. Bastian (2006:267), indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan indikator masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcome), manfaat (benefits), dan dampak (impact).

Lebih lanjut Bastian (2006:267) menjelaskan bahwa syarat-syarat indikator kinerja adalah sebagai berikut: a. spesifikasi jelas, dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi, b. dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif dan relevan, c. dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan, proses keluaran, hasil, manfaat serta dampak, d. harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan efektif. Whittaker (1993) dalam Bastian (2006: 274) mengungkapkan pengukuran/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Lain halnya menurut Bastian (2006: 276), aspek yang diukur dalam pengukuran kinerja adalah aspek finansial, kepuasan pelanggan, operasi dan bisnis interal, kepuasan pegawai, kepuasan komunitas dan shareholders, serta waktu. Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003, maka penyusunan anggaran dilakukan dengan mengintegrasikan program dan kegiatan masing-masing satuan kerja di lingkungan pemerintah daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian, akan tercipta sinergi dan rasionalitas yang tinggi dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas (Nordiawan, 2006:12).

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian ini mendapat ide dan pengetahuan dari penelitian terdahulu yang beragam. Penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terahulu Peneliti Variabel Peneliti Hasil Penelitian Elizar Sinambela (2003) Kersna Minan (2005) Ilham Rajasa Nasution (2006) Variabel Independen: Partisipasi Anggaran Variabel Dependen: Kinerja Manajerial Variabel Independen: Komitmen Organisasi dan Partisipasi Anggaran Variabel Dependen: Senjangan Anggaran Variabel Independen: Partisipasi Anggaran dan Motivasi Pegawai Variabel Dependen: Kinerja Manajerial 1. Partisipasi dalam penyusunan anggaran telah diterapkan pada perguruan tinggi swasta di Kota Medan. 2. Partisipasi penyusunan anggaran mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kinerja manajerial. 1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran secara langsung. 2. Tidak terdapat pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran. 1. Partisipasi anggaran berpengaruh negatif dengan kinerja manajerial. 2. Motivasi anggaran berpengaruh positif dengan kinerja manajerial. Peneliti Sinambela (2003) melakukan studi empiris pada Perguruan Tinggi Swasta Kota Medan. Penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu partisipasi anggaran dan variabel dependen kinerja manajerial. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisa regresi sederhana. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kinerja manajerial.

Minan (2005) melakukan penelitian pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Medan. Penelitian ini menghubungkan dua variabel independen yaitu komitmen organisasi dan partisipasi anggaran dengan satu variabel dependennya senjangan anggaran. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran secara langsung dan tidak terdapat pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran. Nasution (2006) melakukan penelitian pada pegawai SKPD Pemerintah Kota Binjai. Penelitian ini menghubungkan dua variabel independennya yaitu partisipasi anggaran dan motivasi pegawai dengan satu variabel dependennya kinerja manajerial, bahwa partisipasi anggaran berpengaruh negatif dengan kinerja manejerial sedangkan motivasi memberikan pengaruh positif terhadap kinerja manejerial. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian terdahulu Nasution (2006) yang menguji pengaruh partisipasi anggaran dan motivasi pegawai terhadap kinerja manajerial. Perbedaan penelitian ini menggunakan variabel independennya mengenai kejelasan tujuan anggaran, oleh karena itu penelitian sebelumnya dilakukan pada 51 SKPD pada Pemko Binjai dengan menyerahkan kuesioner kepada 45 pegawai, peneliti ingin menguji ulang pengaruh kejelasan tujuan anggaran terhadap kinerja SKPD Provinsi Sumatera Utara, agar bisa melihat konsistensi hasil penelitian sebelumnya.

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis dan merupakan tempat penelitian serta merumuskan hipotesis dan merupakan tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian. Penelitian ini merupakan suatu kajian yang berangkat dari berbagai konsep teori kejelasan tujuan anggaran menggambarkan seberapa luasnya tujuan anggaran yang dinyatakan secara jelas dan spesifik dan dimengerti oleh pihak yang bertanggungjawab terhadap pencapaiannya Kenis (1979) dalam Suyanto (2011:2) dan kajian penelitian yang mendahuluinya. Penelitian ini menggunakan satu variabel penelitian yaitu kejelasan tujuan anggaran serta satu variabel dependen yaitu kinerja SKPD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Berikut ini gambar kerangka konseptual dari penelitian yang saya lakukan. KEJELASAN TUJUAN ANGGARAN (X) KINERJA SKPD PEMPROVSU (Y) Gambar 2.1 Kerangka konseptual penelitian

Secara teoritis kejelasan sasaran anggaran adalah berkenaan dengan luasnya sasaran anggaran yang dinyatakan secara jelas, spesifik, dan dipahami oleh orang yang bertanggung jawab terhadap pencapaian sasaran anggaran. Kejelasan sasaran akan meningkatkan prestasi, karena jelas apa yang harus dilaksanakan untuk mencapai sasaran anggaran. Begitu juga sasaran yang spesifik akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi dari pada sasaran yang samar-samar (Dalimunthe dan Siregar, 1994:79). Dengan adanya kejelasan dalam tujuan anggaran mempunyai pengaruh yang kuat terhadap prestasi kerja, mengatur perilaku, dan kepuasan kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa kejelasan tujuan anggaran berpengaruh positif terhadap prestasi kerja dan kepuasan kerja. Dengan demikian, kinerja SKPD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Y) itu sendiri dapat dipengaruhi oleh kejelasan tujuan anggaran (X), dan dari alasan-alasan logis bahwa kejelasan tujuan anggaran adalah dimana tujuan anggaran tersebut harus dijelaskan dan dimengerti oleh pihak yang bertindak terhadap pencapaian tujuan anggaran. Sasaran yang tidak jelas akan menimbulkan keragu-raguan bagi pihak yang bertindak karena ia tidak tahu apakah tindakannya mengarah kepada pencapaian tujuan. Keragu-raguan pihak ini tentu akan menimbulkan ketidakpuasan. Tidak adanya jaminan pekerjaan akan menyebabkan ketidakpuasan.

2.3.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis menurut Sugiyono (2004:51) merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan hipotesis yaitu kejelasan tujuan anggaran berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.