BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Novianti, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
2016 MINAT SISWA PENYANDANG TUNANETRA UNTUK BERKARIR SEBAGAI ATLET

BAB I PENDAHULUAN. dipersepsikan oleh sebagian masyarakat, dimana penyandang tunanetra dianggap,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, dengan kelebihan akal manusia dapat memiliki potensi yang

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah sebuah permasalahan yang diyakini dapat menghambat cita-cita bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hadapi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini mendorong seseorang

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki jalan dan cara masing-masing dalam menjalani,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB I PENDAHULUAN. terarah dan mencapai tujuannya. Seperti, pada fase kanak-kanak orang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyandang tuna rungu adalah bagian dari kesatuan masyarakat Karena

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak. Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi Nasional (PUSDATIN)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan berbagai kesempurnaan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan permasalahan pokok pada negara-negara berkembang. Ketiga masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pendengaran merupakan sensori terpenting untuk perkembangan bicara

BAB V PENUTUP. Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan. kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Sebelumnya istilah Disabilitas. disebagian masyarakat Indonesia berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB II LANDASAN TEORI. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sri Hani Widiyanty, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Fisik dan performa yang

BAB II LANDASAN TEORI. logoterapi. Kata logoterapi berasal dari kata logos yang artinya makna

BAB I PENDAHULUAN. norma yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan bersama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan di tengah masyarakat modern memiliki tingkat persaingan

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Setiap aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban untuk mewujudkan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. the purpose in life. Bila hal ini berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bekerja merupakan salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan

2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang setara untuk turut

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Musik merupakan bahasa yang universal karena musik mampu dimengerti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniarsih, 2014 Perilaku sosial remaja tunadaksa yang menggunakan jejaring sosial

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia. Sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, hak

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Pengertian makna hidup menyiratkan bahwa di dalamnya terkandung tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Menemukan makna hidup dan menetapkan tujuan hidup merupakan upaya untuk mengembangkan hidup yang bermakna (Bastaman, 2007). Makna bersifat khas dan unik bagi setiap individu. Frankl (1969) menegaskan bahwa makna kehidupan berbeda dari individu yang satu dengan individu yang lain, bahkan dari momen yang satu dengan momen yang lain. Steger, et al. (2008) menuliskan pencarian makna merupakan kekuatan motivasi yang utama pada manusia. Pencarian makna hidup seharusnya bersifat alamiah, menjadi bagian yang sehat dari kehidupan. Pencarian ini menghimbau orang-orang untuk senantiasa mencari kesempatan-kesempatan dan tantangantantangan dalam hidup serta membangkitkan hasrat mereka untuk mengerti dan mengatur pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam hidup. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa pemahaman akan pengalaman turut berkontribusi dalam proses pencarian makna hidup seseorang. Setiap manusia memiliki pengalaman yang bersifat subjektif dalam hidup, tidak terkecuali bagi individu penyandang disabilitas fisik. Menurut Psarra & Kleftaras (2013) menjalani hidup sebagai seorang penyandang disabilitas fisik tidak hanya memberikan kesempatan kepada individu untuk menyikapi hidup tetapi juga untuk dapat menemukan makna dari pengalamannya tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Frankl (2008) bahwa makna hidup seseorang dicapai melalui

2 bermacam-macam nilai, salah satunya disebut sebagai nilai-nilai pengalaman (experiential). Menjadi seorang individu penyandang disabilitas fisik bukanlah hal yang mudah untuk dijalani karena pada dasarnya setiap manusia berharap dapat memiliki anggota tubuh yang lengkap. Penyandang disabilitas fisik dengan struktur tubuh yang berbeda dari manusia pada umumnya menciptakan cara yang berbeda pula dalam memaksimalkan fungsi tubuhnya. Tanpa fungsi tubuh yang lengkap, manusia kehilangan sensasi-sensasi atomistik yang membentuk pemaknaan dalam relasi manusia dengan dunianya. Sensasi yang muncul pada saat manusia yang telah terlahir memiliki struktur tubuh dan fungsi yang lengkap jauh berbeda dengan manusia yang terlahir penyandang disabilitas fisik (Widiasari, 2012). Gordon & Benishel (dalam Psarra & Kleftaras, 2013) memberikan penjelasan yang lebih spesifik bahwa seorang penyandang disabilitas fisik mengalami kehilangan banyak komponen identitasnya, seperti kehilangan kemandirian, integritas tubuh dan mobilitas, serta perannya berkaitan dengan pekerjaan maupun hubungan sosialnya. Di Indonesia, jumlah penyandang disabilitas fisik tunadaksa merupakan yang terbesar bila dibandingkan dengan jenis disabilitas lainnya. Seperti yang digambarkan pada bagan mengenai komposisi disabilitas di Indonesia yang bersumber dari data Kementrian Sosial RI Tahun 2011 (dalam National Geography, 2013) berikut ini:

3 Keterbelakangan Mental 14% Multipel 7% Tunarungu Tunawicara 3% Mental 9% Tunawicara 7% Tunadaksa 34% Tunarungu 10% Tunanetra 16% Bagan 1.1 Komposisi Disabilitas di Indonesia (persen) Feist & Feist (dalam Tentama, 2010) mengatakan bahwa kekurangan yang terdapat pada salah satu bagian tubuh individu dapat mempengaruhi individu tersebut secara keseluruhan. Hal ini disebabkan penyandang disabilitas fisik bila dibandingkan dengan jenis disabilitas yang lain lebih mudah diketahui karena tampak secara jelas dan penderita disabilitas fisik pun menyadari hal tersebut. Efendi (2006) juga menuliskan individu yang mengalami tunadaksa akan menimbulkan perasaan frustrasi dan harga diri yang rendah. Depresi merupakan salah satu jenis gangguan psikologis yang sering muncul pada penyandang disabilitas fisik (Psarra & Kleftaras, 2013). Ketika individu penyandang disabilitas fisik tidak memiliki makna, tujuan atau misi di dalam hidup dan malah bersikap apatis, jenuh akan disabilitas fisik mereka, maka akan semakin sulit pula mereka menerima serta menyesuaikan diri dengan disabilitas yang diderita. Oleh sebab itu penemuan makna hidup merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh individu penyandang disabilitas fisik karena menurut Bastaman (2007) jika individu berhasil menemukan makna hidupnya, maka ia akan

4 merasakan bahwa kehidupannya sangatlah berarti dan berharga sehingga pada akhirnya akan menimbulkan pengahayatan bahagia sebagai akibat sampingannya. Penyandang disabilitas fisik merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki hak asasi sebagai seorang manusia. Dalam upaya melindungi, menghormati, memajukan, dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas fisik, pemerintah Indonesia telah membentuk berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur pelindungan terhadap penyandang disabilitas fisik. Salah satunya adalah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan perlindungan penyandang cacat. Berdasarkan peraturan daerah tersebut, yang dimaksud dengan penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik, dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental serta penyandang cacat fisik dan mental. Bagi penyandang disabilitas fisik, salah satu hambatan yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari sangat terasa dalam bidang pekerjaan. Persepsi dalam benak orang-orang yang menganggap rendah penyandang disabilitas diantaranya adalah bahwa kekurangan atau ketidaksempurnaan yang mereka alami itu menyebabkannya tidak bisa maju atau berkarya. Penyadang disabilitas fisik dipandang tidak memiliki kualifikasi yang cukup untuk memegang suatu jabatan, lebih banyak merepotkan, dan menambah pengeluaran perusahaan karena harus menyediakan akomodasi atau fasilitas khusus jika dibandingkan dengan karyawan lainnya (Sulastri, 2006). Melalui media internet, dengan mudah kita dapat menemukan berita atau artikel yang memaparkan mengenai masih terbatasnya kesempatan kerja bagi individu penyandang disabilitas fisik. Paradigma negatif terhadap para penyandang

5 disabilitas membuat kalangan berkebutuhan khusus ini dianggap merepotkan sehingga keberterimaan di dunia industri masih sangat minim (pikiran-rakyat.com, 2012). Dalam republika.com, Mardiani (2012) mengutip pernyataan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, yang mengatakan jumlah perusahaan di Indonesia yang mempekerjakan penyandang disabilitas masih minim. Padahal, sudah ada undang-undang ketenagakerjaan yang mengatur pekerja yang mengalami disabilitas. Undang-undang ketenagakerjaan yang dimaksud adalah UU Penyandang Cacat No.4 Tahun 1997 tentang kuota 1% bagi pekerja penyandang disabilitas, dan Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, meliputi kesamaan kesempatan, rehabilitasi, pemberian bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial yang dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab bersama dari pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat sendiri. Meskipun sudah ada aturan yang jelas mengenai ketenagakerjaan tersebut, penyandang disabilitas fisik masih merasa kesulitan untuk memperoleh kesempatan kerja. Industri-industri besar umumnya mencari karyawan yang sehat secara jasmani maupun rohani agar karyawan tersebut diharapkan mampu mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut tentu menjadi hambatan tersendiri bagi individu penyandang disabilitas fisik untuk mengembangkan diri di dunia kerja karena keterbatasan fisik yang dimilikinya. Selain soal kualitas SDM, penyediaan fasilitas yang aksesibel bagi penyandang disabilitas fisik di tempat kerja menjadi pertimbangan penting bagi perusahaan untuk menerimanya sebagai pekerja. Faktor psikologis dari dalam diri penyandang disabilitas fisik sendiri turut mempengaruhi keputusan mereka untuk bekerja. Penelitian Martini (2012) menunjukkan bahwa semakin tinggi penerimaan diri pada tunadaksa, maka kecemasan menghadapi dunia kerja semakin rendah, dan begitu juga sebaliknya. Penyandang disabilitas fisik yang bekerja berarti individu tersebut mampu

6 melakukan suatu kegiatan yang produktif. Terkait dengan masih minimnya kesempatan penyandang disabilitas fisik berkiprah sebagai karyawan di dunia industri, wirausaha menjadi salah satu alternatif pekerjaan yang dapat ditempuh oleh para penyandang disabilitas fisik. Dalam situs majalahdiffa.com yang merupakan media disabilitas Indonesia, dapat ditemukan berbagai artikel mengenai penyandang disabilitas fisik yang sukses menjadi seorang wirausaha, diantaranya Prasethyo (2013) yang menuliskan artikel mengenai bisnis konveksi tunanetra di Bandung dan Yovinus (2012) tentang usaha keripik singkong seorang tunadaksa di Surabaya. Dari pemberitaan tersebut, dapat diketahui bahwa individu penyandang disabilitas fisik juga mampu mandiri dengan bekerja untuk dapat melanjutkan kehidupan walaupun dengan segala keterbatasan yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Turmusani (2011) yaitu kemampuan untuk bekerja dan berpenghasilan merupakan ciri kedewasaan seseorang yang ditandai oleh adanya tanggung jawab dan kemandirian. Porter et al. (2002) berpendapat bahwa terdapat empat alasan yang menyebabkan seseorang bekerja, yaitu pertama karena bekerja merupakan sarana bagi manusia untuk saling bertukar ide atau gagasan, yang kedua karena bekerja secara umum memenuhi beberapa fungsi sosial antara lain tempat bekerja memberikan kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang baru dan membina persahabatan. Alasan ketiga adalah dengan bekerja seseorang mendapatkan status atau kedudukan dalam masyarakat serta alasan yang terakhir dengan bekerja seseorang mendapatkan identitas, harga diri, aktualisasi diri, dan makna hidup. Pendapat tersebut berhubungan dengan teori Frankl (2008) yang menyebutkan ada tiga cara yang bisa ditempuh manusia untuk menemukan makna hidup: pertama melalui pekerjaan atau perbuatan, kedua dengan mengalami sesuatu atau melalui seseorang, dan yang ketiga melalui cara kita menyikapi penderitaan yang tidak bisa dihindari. Jadi dengan memiliki pekerjaan, manusia dapat menemukan jalan untuk menemukan makna hidupnya. Tidak terkecuali bagi para penyandang

7 disabilitas fisik yang juga memiliki kesempatan untuk mampu berkarya dan bekerja sesuai dengan keahliannya. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Kebermaknaan Hidup Penyandang Disabilitas fisik yang Berwirausaha (Penelitian Fenomenologi Pada Tiga Orang Penyandang Disabilitas Fisik yang Berwirausaha). Pemilihan individu penyandang disabilitas fisik yang berwirausaha sebagai subjek pada penelitian ini didasari oleh kemampuan penyandang disabilitas fisik untuk bangkit dari penderitaan sehingga dapat memiliki usaha sendiri di samping masih adanya stigma negatif masyarakat yang kerap diterima oleh individu penyandang disabilitas fisik seperti yang telah peneliti uraikan sebelumnya. Hal tersebut menjadi ketertarikan tersendiri bagi peneliti untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang kehidupan seorang penyandang disabilitas fisik, khususnya tentang makna hidup mereka. B. Fokus Penelitian Penelitian ini mengacu pada teori tentang makna hidup yang dikemukakan oleh Viktor E. Frankl. Frankl (1969) melalui teori Logoterapi menyebutkan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak (the freedom of will), hasrat hidup bermakna (the will to meaning), dan makna hidup (the meaning of life). Fokus penelitian diarahkan pada gambaran makna hidup penyandang disabilitas fisik yang berwirausaha serta sumber-sumber penemuan makna hidup penyandang disabilitas yang berwirausaha.

8 C. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran kebermaknaan hidup pada penyandang disabilitas fisik yang berwirausaha? 2. Penelitian ini akan meneliti dan mengungkap proses penemuan makna hidup penyandang disabilitas fisik yang berwirausaha melalui sumber-sumber makna hidup yaitu: a. Bagaimana penyandang disabilitas fisik yang berwirausaha menghayati nilai-nilai kreatif (creative value)? b. Bagaimana penyandang disabilitas fisik yang berwirausaha menghayati nilai-nilai pengalaman (experiential value)? c. Bagaimana penyandang disabilitas fisik yang berwirausaha menghayati nilai-nilai besikap (attitudinal value)? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui gambaran kebermaknaan hidup penyandang disabilitas fisik yang berwirausaha. 2. Mengetahui proses penemuan makna hidup penyandang disabilitas fisik yang berwirausaha melalui penghayatan terhadap nilai-nilai kreatif (creative value), nilai-nilai pengalaman (experiential value), dan nilai-nilai bersikap (attitudinal value). E. Manfaat Penelitian Bila tujuan penelitian dapat tercapai, maka hasil penelitian akan memiliki manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berarti bagi pengembangan ilmu Psikologi, khususnya yang berkaitan dengan

9 kebermaknaan hidup penyandang disabilitas fisik, serta dapat menjadi bahan kajian yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai salah satu upaya peneliti dalam menyampaikan aspirasi serta sosialisasi fenomena penyandang disabilitas fisik di bidang kewirausahaan sehingga dapat lebih memahami mengenai tujuan penelitian ini. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi individu penyandang disabilitas fisik lainnya agar dalam hidupnya dapat menemukan makna hidup meski memiliki keterbatasan dari segi fisik.