PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 04/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG UNIT RESPON CEPAT PENYAKIT HEWAN MENULAR STRATEGIS

WALIKOTA SINGKAWANG. PROVINSI KALIMANTAN BARAT.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 75/Permentan/OT.140/11/2011 TENTANG LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/PD.410/7/2013 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 65/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETAHANAN PANGAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 62/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG

2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 97/Permentan/PD.410/9/2013, dengan Peraturan Menteri Pertanian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 t

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 60/Permentan/HK.060/8/2007 TENTANG UNIT PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI TAHUN 2010

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1992 Nomor

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/Permentan/PD.410/10/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

No.1610, 2014 KEMENTAN. Jabatan Fungsional Pengawas Mutu Pakan. Angka Kredit. Petunjuk Teknis. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Pembidangan. Ilmu dan Gelar Akademik. Perguruan Tinggi Agama.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No.80 2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentan

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 21/M-DAG/PER/6/2008 T E N T A N G

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 08/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 7 Tah

2016, No mengalihkan Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota menjadi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Peri

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asas

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kewenangan. Izin Usaha. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PW TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN INTERN PEMASYARAKATAN.

PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing dan Orang Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 104); 3. Per

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK TAHUN 2014

2011, No Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tah

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/Permentan/PD.300/8/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

FORMULIR PERMOHONAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK DAN TERNAK POTONG. No KODE NAMA FORMULIR DITANDATANGANI OLEH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER

2015, No RepublikIndonesia Tahun 2014 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5531); 3. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

2 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun 2015 perlu dilakukan perubahan;

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 28/Menhut-II/2010 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN BENIH TANAMAN HUTAN

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelan

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 38/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencukupi ketersediaan bibit ternak ruminansia dan mencegah berkurangnya ternak ruminansia betina produktif, perlu dilakukan pengendalian terhadap ternak ruminansia betina produktif yang dikeluarkan oleh masyarakat; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a tersebut di atas, dan sekaligus sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, perlu mengatur Pengendalian Ternak Ruminansia Betina Produktif, dengan Peraturan Menteri Pertanian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5107); 5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II; 6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35/Permentan/OT.140/8/ 2006 tentang Pedoman Pelestarian dan Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Ternak; 9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 36/Permentan/OT.140/8/ 2006 tentang Sistem Perbibitan Nasional; 10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/ 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Pengendalian ternak ruminansia betina produktif adalah serangkaian kegiatan untuk mengelola penggunaan ternak ruminansia betina produktif melalui identifikasi status reproduksi, seleksi, penjaringan, dan pembibitan. 2. Identifikasi status reproduksi adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan untuk memilah ternak ruminansia betina produktif dan ternak ruminansia betina tidak produktif. 3. Seleksi adalah serangkaian kegiatan memilih ternak ruminansia betina produktif dari populasi sesuai kriteria bibit. 4. Penjaringan adalah serangkaian kegiatan untuk memeroleh ternak ruminansia betina produktif yang akan dijadikan ternak bibit dari hasil seleksi. 5. Pembibitan adalah serangkaian kegiatan pembudidayaan untuk menghasilkan bibit sesuai pedoman pembibitan ternak yang baik. 6. Ternak ruminansia betina produktif adalah ruminansia besar yang melahirkan kurang dari 5 kali, atau berumur di bawah 8 tahun dan ruminansia kecil yang melahirkan kurang dari 5 kali atau berumur di bawah 4 tahun 6 bulan. 7. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disebut UPT adalah satuan organisasi bersifat mandiri yang melaksanakan tugas teknis operasional dan/atau tugas teknis penunjang dari organisasi induknya, baik di Pusat maupun di daerah. 8. Dinas adalah instansi pemerintah daerah yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi dan kabupaten/kota. 9. Rumah potong hewan yang selanjutnya disebut RPH adalah suatu bangunan atau komplek bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum. Pasal 2 Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai dasar dalam pelaksanaan pengendalian ternak ruminansia betina produktif, dengan tujuan untuk memertahankan ketersediaan bibit.

Pasal 3 Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi pengidentifikasian status reproduksi, penyeleksian, penjaringan, pembibitan, pembiayaan, pembinaan dan pengawasan, peran serta masyarakat, dan ketentuan sanksi. BAB II PENGIDENTIFIKASIAN STATUS REPRODUKSI Pasal 4 (1) Pengidentifikasian dilakukan untuk mendapatkan ternak ruminansia betina produktif dari populasi ternak ruminansia betina. (2) Pengidentifikasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di unit pelaksana teknis, kelompok peternak, pasar hewan, RPH atau tempat pelayanan lainnya. Pasal 5 (1) Pengidentifikasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan oleh tenaga kesehatan hewan. (2) Tenaga kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya. Pasal 6 Pengidentifikasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan sesuai kriteria: a. ternak ruminansia besar yang melahirkan kurang dari 5 kali atau berumur di bawah 8 tahun, dan ternak ruminansia kecil yang melahirkan kurang dari 5 kali atau berumur di bawah 4 tahun 6 bulan; b. tidak cacat fisik; c. organ reproduksi normal dan/atau tidak cacat permanen; dan d. memenuhi persyaratan kesehatan hewan. Pasal 7 (1) Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diperoleh ternak ruminansia betina tidak produktif dan ternak ruminansia betina produktif. (2) Ternak ruminansia betina tidak produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penggemukan untuk dijadikan ternak potong. (3) Ternak ruminansia betina produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan seleksi untuk ternak bibit. BAB III PENYELEKSIAN Pasal 8 Penyeleksian ternak ruminansia betina produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan untuk mendapatkan ternak ruminansia betina produktif sesuai dengan kriteria bibit.

Pasal 9 (1) Penyeleksian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan oleh pengawas bibit ternak. (2) Pengawas bibit ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya. Pasal 10 (1) Penyeleksian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan sesuai persyaratan: a. ternak asli dan/atau lokal murni; b. sehat dan bebas dari penyakit hewan menular yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter hewan; dan c. performa memenuhi standar bibit. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c didasarkan pada rumpun, umur, kuantitatif dan kualitatif sesuai dengan pedoman pembibitan ternak yang baik. Pasal 11 Hasil seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diperoleh ternak ruminansia betina produktif yang sesuai dengan kriteria bibit dan ternak ruminansia betina produktif yang tidak sesuai dengan kriteria bibit. Pasal 12 Ternak ruminansia betina produktif yang tidak sesuai dengan kriteria bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan budidaya sesuai dengan pedoman budidaya ternak yang baik. Pasal 13 Ternak ruminansia betina produktif yang sesuai dengan kriteria bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 direkomendasikan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya untuk dilakukan penjaringan. BAB IV PENJARINGAN Pasal 14 (1) Penjaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilakukan dengan cara pemeriksaan terhadap: a. dokumen kepemilikan ternak yang dikeluarkan oleh pejabat kepala desa; b. surat keterangan dokter hewan; dan c. performa ternak. (2) Ternak ruminansia betina produktif hasil penjaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan penandaan untuk dilakukan pembibitan di UPT/UPTD, dan/atau kelompok pembibit. Pasal 15 Pembibitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dilakukan melalui pemuliaan serta mengacu pada pedoman pembibitan ternak yang baik.

BAB V PEMBIAYAAN Pasal 16 (1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai kewenangannya menyediakan dana untuk pengendalian ternak ruminansia betina produktif. (2) Penyediaan dana oleh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan prioritas ternak yang akan dijaring sesuai kondisi spesifik lokasi. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 17 (1) Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai kewenangannya melakukan pembinaan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian ternak ruminansia betina produktif. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan sosialisasi dan peningkatan peran serta masyarakat. Pasal 18 (1) Pengawasan pengendalian ternak ruminansia betina produktif dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. (2) Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi oleh Menteri bersama gubernur dan bupati/walikota terhadap pelaksanaan pengendalian ternak ruminansia betina produktif. (3) Pengawasan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelaporan. (4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setiap bulan. Pasal 19 (1) Pelaporan terhadap pelaksanaan identifikasi status reproduksi, seleksi, dan penjaringan di kabupaten/kota disampaikan oleh kepala dinas kabupaten/kota kepada bupati/walikota secara berkala setiap bulan dengan tembusan disampaikan kepada kepala dinas provinsi. (2) Pelaporan terhadap pelaksanaan identifikasi status reproduksi, seleksi, dan penjaringan di provinsi disampaikan oleh kepala dinas provinsi kepada gubernur secara berkala setiap bulan dengan tembusan disampaikan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. (3) Pelaporan terhadap pelaksanaan identifikasi status reproduksi, seleksi, dan penjaringan oleh UPT disampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 20 (1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dapat dilakukan sejak identifikasi status reproduksi, seleksi, penjaringan dan/atau pembibitan.

(2) Biaya untuk pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada masyarakat yang bersangkutan. BAB VIII KETENTUAN SANKSI Pasal 21 (1) Ternak ruminansia betina produktif dilarang untuk dipotong kecuali untuk keperluan penelitian, pemuliaan, dan/atau pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan. (2) Pelanggaran terhadap pemotongan ternak ruminansia betina produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif atau sanksi pidana sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. BAB IX PENUTUP Pasal 22 Pelaksanaan pengendalian ternak ruminansia betina produktif dilakukan di lokasi dan waktu yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai kewenangannya. Pasal 23 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PATRIALIS AKBAR Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2011 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, SUSWONO BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 434