MATERIAL UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH RADIOAKTIF DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN

dokumen-dokumen yang mirip
GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS RENDAH SKALA INDUSTRI.

PENENTUAN WAKTU TUNDA PADA KONDISIONING LIMBAH HASIL PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI

PE GARUH KO DISI PE YIMPA A DA AIR TA AH TERHADAP LAJU PELI DIHA RADIO UKLIDA DARI HASIL SOLIDIFIKASI

PENGARUH RADIASI TERHADAP GELAS LIMBAH HASIL VITRIFIKASI LIMBAH AKTIVITAS TINGGI RADIATION EFFECT ON WASTE GLASS FROM HIGH LEVEL WASTE VITRIFICATION

TAHANAN JENIS GELAS-LIMBAH DAN KAPASITAS PANAS UNTUK OPERASI MELTER PADA VITRIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI

KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL IMOBILISASI DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN.

KARAKTERISTIK PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR BEKAS DAN GELAS-LIMBAH

PENGOLAHAN LIMBAH AKTIVITAS TINGGI DENGAN GELAS FOSFAT

KESELAMATAN STRATEGI PENYIMPANAN LIMBAH TINGKAT TINGGI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGOLAHAN LIMBAH PENDUKUNG INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF

KERETAKAN GELAS-LIMBAH DALAM CANISTER. Aisyah, Herlan Martono Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif

PENGARUH RADIASI DAN PANAS TERHADAP KARAKTERISTIK GELAS-LIMBAH, NEW CERAMS, DAN SYNROC-LIMBAH

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar

ROTARY CALCINER-METALLIC MELTER DAN SLURRY-FED CERAMIC MELTER UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERBANDINGAN VITRIFIKASI DAN PEMISAHAN KONDISIONING UNTUK PENGOLAHAN LlMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI.

KARAKTERISTIK KETAHANAN KOROSI WADAH LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS RENDAH DAN TINGGI

KARAKTERISTIK HASIL KONDISIONING LIMBAH RADIOAKTIF UNTUK KESELAMATAN PENYIMPANAN CHARACTERISTICS OF CONDISIONED RADIOACTIVE WASTE FOR DISPOSAL SAFETY

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

KARAKTERISASI LlMBAH HASIL SEMENTASI. Siswanto Hadi, Mardini, Suparno Pusat Teknologi Umbah Radioa~,tif, BATAN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL SAMPING PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DAN KANDUNGAN LIMBAH TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR GELAS LIMBAH

Subiarto, Herlan Martono

PELINDIHAN RADIONUKLIDA DARI HASIL SOLIDIFIKASI. Herlan Martono, Wati

PENENTUAN KEKENTALAN GELAS-LIMBAH UNTUK KARAKTERISASI PROSES VITRIFIKASI.

PENGARUH KlO, LilO DAN CaO P ADA KUALITAS LIMBAH HASIL VITRIFlKASI

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi

PERBANDINGAN VITRIFIKASI DAN SUPER HIGH TEMPERATURE METHOD UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PENGARUH BAHAN PENCAMPUR SEMEN CHORMEN TERHADAP KEKUATAN FISIKA DAN KIMIA BETON LIMBAH

TERHADAP GELAS LIMBAH HASIL

UPAYA MINIMISASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN CARA PENGAMBILAN KEMBALI RADIONUKLIDA

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

PEMANFAATAN ABU LAYANG SEBAGAI BAHAN PEMBENTUK GELAS PADA VITRIFIKASI LIMBAH CAIR TINGKAT TINGGI

NS., Wahjuni 1 Aisyah 2 Agus Widodo 3

No Penghasil Limbah Radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang mempunyai kewajiban mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah sebelum diser

LEMBAR PENGESAHAN KETAHANAN KIMIA HASIL VITRIFIKASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN GLASSFRITS ABU BATUBARA. Disusun oleh : Ratna Budiarti

STUDI PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR

MELTER PEMANAS INDUKSI DAN JOULE UNTUK VITRIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI DENGAN GELAS BOROSILIKAT

PRARANCANGAN SISTEM LOADING DAN UNLOADING PADA KOLOM PENUKAR ION PENGOLAH LIMBAH RADIOAKTIF

KAJIAN PENGELOLAAN LlMBAH PLTN. Suryantoro Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN

PENGARUH KANDUNGAN LIMBAH RESIN DAN BAHAN ADITIF (BETONMIX) TERHADAP KARAKTERISTIK HASIL SEMENTASI

STUDI LIMBAH RADIOAKTIF YANG DITIMBULKAN DARI OPERASIONAL PLTN PWR 1000 MWe

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OPTIMALISASI PE EMPATA KEMASA LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS RE DAH DA SEDA G DALAM REPOSITORI

KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR BEKAS BERBAGAI TIPE REAKTOR. Kuat Heriyanto, Nurokhim, Suryantoro Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT AKTIVITAS RENDAH TERKONTAMINASI AKTINIDA DENGAN METODE REDUKSI VOLUME

PENYERAPANLOGAM DEN GAN TANNIN

PEMADATAN RESIN PENUKAR ION BEKAS YANG MENGANDUNG LIMBAH CAIR TRANSURANIUM SIMULASI DENGAN EPOKSI

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PEMADATAN SLUDGE Ca 3 (PO 4 ) 2 HASIL PENGOLAHAN KIMIA LIMBAH CAIR YANG TERKONTAMINASI URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG

ABSTRAK ABSTRACT. Gunandjar. Gunandjar ISSN Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,

[::IJ PADAPUSATPENGEMBANGAN PEN G ELO LAAN LIMBAH RAD IOAKTIF. Sabat M. Panggabean PENGELOLAANLIMBAH

PERBANDINGAN IMOBILISASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI DENGAN METODE SYNROC DAN METODE TEMPERATUR SUPER TINGGI

IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF MENGANDUNG THORIUM MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS SYNROC

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR...TAHUN... TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

DEVITRIFIKASI GELAS LIMBAH DAN KOROSI CANISTER DALAM STORAGE DAN DISPOSAL LIMBAH RADIOAKTIF

PENYIMPANAN LlMBAH RADIOAKTIF DIINTERM STORAGE I, INTERM STORAGE II DAN PSLAT

FAQ Tentang Fasilitas Daur Ulang Bahan Bakar, Limbah Radioaktif dan Aplikasi Radiasi

KONSEP DAN TUJUAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

Teknologi Pembuatan Bahan Bakar Pelet Reaktor Daya Berbasis Thorium Oksida EXECUTIVE SUMMARY

IMOBILISASI LlMBAH SLUDGE RADIOAKTIF DARI PROSES PENGOLAHAN LlMBAH RADIOAKTIF CAIR SECARA KIMIA DENGAN KOAGULAN FERI KLORIDA MENGGUNAKANSEMEN

KAJIAN KESELAMATAN PENYIMPANAN LlMBAH THORIUM DARI PABRIK KAOS LAMPU

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK KERAMIK DARI MINERAL LOKAL KAOLIN, DOLOMIT, PASIR ILMENIT

Waste Acceptance Criteria (Per 26 Feb 2016)

Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Radioaktif. Djarot S. Wisnubroto

PERTIMBANGAN DALAM PERANCANGAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR BEKAS SECARA KERING. Dewi Susilowati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGOLAHAN LIMBAH TRANSURANIUM DARI INSTALASI RADIOMETALURGI DENGAN MEDIA POLIMER SUPER ADSORBEN

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Resin Poliester Tak Jenuh Untuk Imobilisasi Resin Bekas Pengolahan Simulasi Limbah Radioaktif Cair

PENENTUAN WAKTU SAMPLING UDARA UNTUK MENGUKUR KONTAMINAN RADIOAKTIF BETA DI UDARA DALAM LABORATORIUM AKTIVITAS SEDANG

PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

PENENTUAN RASIO O/U SERBUK SIMULASI BAHAN BAKAR DUPIC SECARA GRAVIMETRI

LIMBAH RADIOAKTIF YA G DITIMBULKA DARI OPERASIO AL PLT PWR 1000 MWe. Husen Zamroni, Jaka Rachmadetin Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN

PENYERAPAN URANIUM DENGAN PENGKOMPLEKS Na 2 CO 3 MENGGUNAKAN RESIN AMBERLITE IRA-400 Cl DAN IMOBILISASI DENGAN RESIN EPOKSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IMOBILISASI LIMBAH SLUDGE RADIOAKTIF HASIL DEKOMISIONING FASILITAS PAF-PKG MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS SYNROC DENGAN PROSES SINTERING

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INVENTARISASI PAKET LIMBAH OLAHAN UNTUK PENYIMPANAN AKHIR DALAM DISPOSAL DEMO PLANT

PENGOLAHAN LIMBAH URANIUM CAIR DENGAN ZEOLIT MURNI DAN H-ZEOLIT SERTA SOLIDIFIKASI DENGAN POLIMER EPOKSI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF HEPA FILTER MENGGUNAKAN METODE REDUKSI VOLUME DAN IMOBILISASI DENGAN MATRIK SEMEN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam berbagai bidang, diantaranya untuk pembangkit

KARAKTERISTIK FISIK CAMPURAN BATU BATA DENGAN MEMANFAATKAN ABU SISA PEMBAKARAN LIMBAH KAYU Oleh : I Made Nada. Ida Bagus Suryatmaja.

PENGARUH INTRUSI AIR LAUT TERHADAP KETAHANAN KOROSI WADAH GELAS - LIMBAH DALAM PENYIMPANAN LESTARI

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS

KAJIAN PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM PADA REDUKSI KADAR Pb dan Cd DALAM LIMBAH CAIR

EV ALUASI KOMPOSISI LIMBAH TRU DALAM BAHAN BAKAR BEKAS REAKTOR NUKLIR

Transkripsi:

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 MATERIAL UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH RADIOAKTIF DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN ISSN 1693-7902 I Herlan Martono, Aisyah Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif (P2PLR) - BAT AN ABSTRAK MATERIAL UNTUK SOLIDIFlKASI LIMBAH RADIOAKTIF DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN. Tujuan solidifikasi limbah radioaktif dengan berbagai jenis material adalah mengungkung radionuklida dalam limbah agar tidak mudah terlindih dan lepas ke lingkungan jika kontak dengan air. Semen, bitumen, gelas dan keramik digunakan untuk solidifikasi limbah radioaktif. Berdasarkan atas pertimbangan aspek keselamatan yang meliputi umur bahan, sifat fisik, sifat kimia, kemudahan pengerjaan, kandungan limbah dan pertimbangan ekonomi, maka jenis material tertentu dapat dipilih untuk solidifikasi jenis limbah radioaktif tang tertentu pula. Untuk solidifikasi limbah aktivitas rendah dan sedang digunakan semen dan bitumen. Untuk solidifikasi limbah transuranium yang berumur panjang sampai jutan tahun digunakan polimer, sedangkan untuk limbah aktivitas tinggi yang berumur jutaan tahun dan menghasilkan panas yang menyebabkan suhu limbah mencapai lebih dari 500 DC dapat digunakan gelas dan keramik Pada saat ini solidifikasi limbah radioaktif secara industri untuk limbah aktivitas rendah menggunakan semen, limbah transuranium menggunakan polimer dan limbah aktivitas tinggi menggunakan gelas. Berdasarkan pertimbangan keselamatan dan reduksi volume yang tinggi, serta pertimbangan harga bahan dan tanah untuk disposal sangat tinggi, Republik Korea mengolah limbah aktivitas rendah dan sedang secara vitrifikasi. Sedangkan berdasarkan atas proses yang sederhana dan harga lahan yang relatif murah, maka Indonesia mengolah limbah aktivitas rendah dan sedang secara sementasi. Kata kunci: Solidifikasi, limbah radioaktif ABSTRACT MATERIAL FOR SOLIDIFICATION OF RADIOACTIVE WASTE IN THE SAFETY OF WASTE DISPOSAL. Solidification of radioactive waste using various materials is aimed to minimize leaching of radionuclides by ground water to the environment. Cement, bitumen, polymer, glass and ceramic are materials used for solidification of radioactive waste. Based on the safety consideration, i.e material durabylity, physical and chemical properties and waste loading, and as well, the consideration of economical and simplicity of the process, certain material is chosen for certain type of waste. Cemen and bitument are used for solidification of low and intermediate waste. Long lived transuranic waste is solidified using polymer, while long lived high level waste which produce heat that rises waste temperature to more than 500 DC is solidified using glass or ceramic. At present, in industrial scale, solidification of low level waste, trans-uranic waste and high level waste are carried out using cement, polymer and glass respectively. Based on the safety reliability, the high volume reduction and the consideration of cost and the limited land for disposal area, the 250

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 ISSN 1693-7902 Republik of Korea treats the low and intermediate level wastes by vitrification. Meanwhile, based on the simplicity of the process and relatively cheap and abundant of land, Indonesia treats the low and intermediate level wastes by cementation. Keywords : Solidification, radioactive waste 251

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Desember 2003 ISSN 1693-7902 PENDAHULUAN Pengelolaan limbah radioaktif meliputi kegiatan pengumpulan dan pengelompokan limbah di instalasi yang menimbulkan, transportasi limbah ke instalasi pengolah limbah, penyimpanan sementara (interim storage) limbah hasil olahan, penyimpanan lestari (ultimate disposal) dan pemantauan lingkungan. Pengolahan limbah radioaktif melalui 2 tahap, yaitu reduksi volume dan solidifikasi yang sering dikenal pula dengan imobilisasi. Reduksi volume dilakukan untuk mereduksi volume limbah radioaktif, sehingga memudahkan untuk proses pengolahan selanjutnya. Reduksi volume limbah radioaktif cair dilakukan dengan evaporasl, sorbsi dan penukar ion, dan pengolahan secara kimia (koagulasi dan flokulasi) dengan bahan kimia tertentu tergantung radionuklida dalarn limbah. Pemilihan proses inipun tergantung dari jenis dan bentuk radionuklida dalarn limbah.evaporasi menghasilkan faktor dekontarninasi yang tinggi, tetapi biayanya mahal. Sorbsi penukar ion, dan pengolahan secara kimia menghasilkan faktor dekontarninasi yang rendah, tetapi biayanya lebih murah. Reduksi volume limbah radioaktifpadat dilakukan secara kompaksi dan insenerasi(l). Hasil proses reduksi volume yang berupa konsentrat hasil evaporasi, resinlzeolit bekas, flok hasil pengolahan secara kimia, limbah terkompaksi dan abu hasil insenerasi yang mengandung radionuklida selanjutnya disolidifikasi. Tujuan solidifikasi ini adalah untuk mengikat radionuklida dengan bahan matriks tertentu, sehingga tidak mudah terlindih oleh air tanah dan terlepas ke lingkungan. KLASIFlKASI DAN KARAKTERISTIK LIMBAH RADIOAKTIF Berdasarkan atas penyimpanan dalarn jangka panjang, limbah radioaktif diklasifikasikan menjadi(i,2) : 1. Limbah aktivitas rendah dan menengah, yaitu limbah radioaktif yang mengandung radionuklida pemancar beta dan atau garna, dan sedikit atau tidak sarna sekali mengandung radionuklida pemancar alfa (aktinida) 2. Limbah aktivitas tinggi, yaitu limbah radioaktif yang banyak mengandung radionuklida hasil belah pemancar beta dan garna dan sedikit mengandung radionuklida pemancar alfa. 252

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Oesember 2003 ISSN 1693-7902 3. Limbah transuranium (TRU) yaitu limbah radioaktif yang banyak mengaildung radionuklida pemancar alfa dan sedikit radionuklida hasil belah pemancar beta dan gama. Limbah aktivitas rendah dan menengah umumnya ditimbulkan dari kegiatan laboratorium nuklir. Limbah radioaktif cair jenis ini dapat mempunyai aktivitas yang cukup tinggi sampai 104 Ci/m3. Namun demikianjika limbah ini scdikit atau tidak sam a sekali mengandung aktinida maka limbah radioaktif terse but diklasifikasikan dalam limbah aktivitas rendah dan menengah. Limbah radioaktif ini perlu pendinginan (penyimpanan) sebelum diolah. Limbah aktivitas tinggi, ditimbulkan pada ekstraksi siklus I proses olah ulang bahan bakar bekas reaktor nuklir. Proses olah ulang adalah proses untuk mengambil uranium yang tidak terbakar dan plutonium yang terjadi dalam bahan bakar. Campuran oksida uranium dan plutonium dapat digunakan sebagai bahan bakar reaktor pembiak (fast breeder reactor). Limbah jenis ini mengandung berbagai radionuklida yang aktivitas dan keasamannya sangat tinggi (6-8M). Sebagai contoh dalam 1 canister mengandung 300 kg gehis limbah dengan kandungan limbah aktivitas tinggi 25%. Limbah ini mempunyai aktivitas 4xl05 Ci dan mampu melepaskan panas 1,4 kw/jam, sehingga menimbulkan suhu diatas 500 C. Tabel I menyajikan komposisi unsur-unsur yang terkandung dalam limbah aktivitas tinggi(3). Limbah cair trans-uranium (TRU) berupa pelarut bekas dari proses olah ulang bahan bakar bekas reaktor nuklir, yang banyak mengandung aktinida yang toksisitasnya tinggi, berumur paruh panjang dan mengandung sedikit hasil belah. Limbah TRU padat berupa bahan padat yang terkontaminasi aktinida pada pabrik bahan bakar reaktor pembiak. Tabel 2 menyajikan komposisi unsur-unsur yang terkandung dalam limbah transurani urn(4). Limbah TRU berdasarkan penyimpanannya diperlakukan sarna dengan limbah aktivitas tinggi yang disimpan pada tanah dalam (geological disposal) dengan kedalaman 500-1000 meter dan dalam jangka lama(5). Limbah aktivitas rendah yang berumur pendek, penyimpanannya dilakukan pada tanah dangkal (shallowland disposal) dengan kedalaman sampai 10 meter. 253

Seminar Tahllnan Pengawasan Pcmanfaatan Tcnaga NlIklir - Jakarta. 11 Desember 2003 ISSN 1693-7902 SOLIDIFIKASI Berdasarkan atas umur radionuklida dalam limbah, limbah aktivitas rendah dan menengah perlu penyimpanan sekitar 300 tahun, sedangkan limbah aktivitas tinggi dan TRU perlu penyimpanan sampai jutaan tahun.. Grafik radioaktivitas unsur-unsur dalam limbah cair aktivitas tinggi sebagai fungsi waktu dan grafik panas peluruhan dalam bahan bakar bekas berturut-turut disajikan dalam Gambar 1 dan 2(6). Material untuk solidifikasi limbah radioaktif cair dipilih yang dapat disatukan dan tidak membentuk fase pemisah. Terjadinya fase pemisah ini akan mengakibatkan ketidakhomogenan hasil akhir solidifikasi limbah. Demikian pula untuk solidifikasi limbah radioaktif padat, harus dipilih yang dapat disatukan dengan limbahnya. Ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan material matriks, yaitu(7): 1. Proses pembuatan yang mudah dan praktis 2. Kandungan limbah (waste loading) 3. Ketahanan kimia (laju pelindihan) 4. Kestabilan terhadap panas 5. Kestabilan terhadap radiasi Material matriks untuk solidifikasi merupakan penahan (barier) pnmer yang berfungsi untuk membatasi terlepasnya radionuklida, sehingga harus homogen, permeabilitasnya rendah, kekuatan mekaniknya baik, proses pembuatannya sederhana dan mudah. Tujuan solidifikasi adalah mengungkung radionuklida agar tidak terlepas ke ling kung an (terlindih) jika kontak dengan air selama penyimpanan. Oleh karena itu ketahanan kimia hasil solidifikasi perlu diperhatikan. Ketahanan kimia yang dimaksud adalah bahwa bahan tersebut mempunyai laju pelindihan yang kecil sehingga tidak mudah terlindih ke lingkungan. Pada penyimpanan limbah radioaktif digunakan sistem penghalang berlapis yang dimaksudkan untuk menghalangi lepasnya radionuklida dari material matriks ke lingkungan yaitu berturut-turut wadah limbah, overpack dari titanium atau besi khusus untuk limbah aktivitas tinggi, bentonit sebagai bahan pengisi, dan tanah atau batuan lingkungan itu sendiri. Antara pertimbangan proses dan sifat ketahanan kimia (laju pelindihan) dari hasil solidifikasi sangat berkaitan. Sebagai contoh pada pembuatan gelas-limbah, laju pelindihan yang kecil dapat diperoleh dengan menaikkan kadar Si dalam gelas-limbah, yang mengakibatkan proses akan terjadi pada 254

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, ] I Desember~003 ISSN 1693-7902 suhu yang lebih tinggi. Suhu yang tinggi akan berakibat pada bata tahan api (refi'aktory) dalam melter lebih cepat terkorosi sehingga umur melter menjadi lebih pendek. Hal ini akan menyebabkan lebih banyak timbulnya limbah radioaktif padat dari melter. Jadi disamping laju pelindihan yang tinggi perlu dipertimbangkan juga faktor prosesnya, sehingga perlu dicari kondisi yang optimum. Kandungan limbah dalam material matriks berpengaruh terhadap efisiensi solidifikasi (ekonomi proses). Semakin tinggi kandungan limbah, akan memberikan nilai ekonomi proses yang lebih baik. Pertimbangan ekonomi yang lain yaitu material yang digunakan untuk solidifikasi murah, mudah diperoleh dalam jumlah besar dan prosesnya sederhana. Untuk semen, kandungan limbah caimya 30% berat, bitumen kandungan limbahnya 50% berat, polimer kandungan limbahnya 50% berat dan untuk gelas borosilikat kandungan limbahnya 20-30% berat. Umumnya dengan kenaikan kandungan limbah, laju pelindihan akan semakin naik dan ini berarti radionuklida dalam limbah akan lebih mudah terlindih ke luar dan hal ini tidak dikehendaki. Jadi perlu pertimbangan kandungan limbah terhadap laju pelindihannya. Kestabilan terhadap panas merupakan ketahanan material terhadap suhu tinggi. Makin tinggi aktivitas limbah, maka panas yang ditimbulkan juga makin tinggi. Sebagai contoh ketidak stabilan gelas yang mengandung limbah cair aktivitas tinggi adalah terjadinya kristalisasai dalam gelas yang disebut devitrifikasi. Terjadinya devitrifikasi ini berakibat berubahnya struktur gelas yang amorf menjadi kristalin, sehingga ketahanan kimianya menurun.. Untuk mencegah terjadinya devitrifikasi diperlukan sistem pendingin pada penyimpanan sementara gelas-limbah. Panas yang ditimbulkan oleh limbah aktivitas rendah dan TRU relatif kecil, sehingga tidak perlu adanya pendinginan. Kestabilan terhadap radiasi merupakan ketahanan material terhadap pengaruh radiasi yang dipancarkan oleh limbah radioaktif dalam material matriks. Pengaruh radiasi dalam material matriks dapat mengakibatkan kerusakan hasil solidifikasi yaitu terjadi radiolisis dan perubahan komposisi. Perubahan komposisi ini disebabkan karena reaksi inti oleh partikel alfa, sedangkan partikel beta dan gama (tenaga lebih kecil 2 Mev) tidak menimbulkan reaksi inti..adanya kerusakan material tersebut dapat diidentifikasi dari perubahan densitas, kekuatan mekanik dan laju pelindihannya. Hal 255

Scminar Tahunan Pengawasan I'cmanfaatan Te~aga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 ISSN 1693-7902 ini akan membatasi aktivitas kandungan limbah aktivitas tinggi dan TRU yang disolidifikasi. MATERIAL MA TRIKS UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH RADIOAKTIF Material yang sesuai untuk solidifikasi limbah radioaktif, yaitu: 1. Semen Semen digunakan untuk solidifikasi limbah radioaktif cair dan padat dengan aktivitas rendah dan menengah yang tidak mengandung aktinida atau radionuk1ida berumur paruh panjang. Kandungan aktivitas 1imbah da1am semen rendah yaitu sekitar 1 Ci/m3. Semen stabilitasnya berkurang dalam jangka panjang dan setelah sekitar 300 tahun mengalami degradasi, dan pada saat itu limbah aktivitas rendah dan menengah tidak lagi mempunyai potensi bahaya radiasi. ladi semen tidak dapat digunakan untuk solidifikasi limbah aktivitas tinggi dan TRU yang perlu pengelolaan sampai jutaan tahun. Keuntungan penggunaan semen adalah pengadaan mudah, harga murah, proses sederhana (pada suhu kamar), mudah dicampur dengan air,dan semen dapat berfungsi sebagai perisai radiasi(8). Namun demikian untuk jenis limbah yang sarna, setiap negara akan memilih bahan matriks untuk solidifikasi berdasarkan kondisi yang dimilikinya. Sebagai contoh untuk negara Republik Korea, harga lahan untuk disposal cukup tinggi sehingga negara tersebut memilih solidifikasi untuk limbah aktivitas rendah dan menengah menggunakan gelas dengan proses vitrifikasi. Memang jika hanya ditinjau dari segi proses solidifikasinya, maka proses vitrifikasi akan jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan proses sementasi. Namun hal ini menjadi lebih ekonomis jika dikaitkan dengan biaya disposal karena reduksi volume yang sangat tinggi dan harga lahan yang sangat mahal. Hasil solidifikasi dengan gelas mempunyai barga laju pelindihan jauh lebih rendah dari pada semen-limbah, sehingga akan mempunyai faktor keselamatan yang lebih tinggi(9). 2. Bitumen Bitumen merupakan senyawa hidro karbon baik alifatik maupun aromatik yang mempunyai berat molekul tinggi. Proses bitumenisasi dilakukan pada 256

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Desember 2003 ISSN 1693-7902 suhu antara 150-230 C. Bitumen sesuai untuk solidifikasi limbah aktivitas rendah dan sedang dan dapat menampung aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan semen.. Bitumen mempunyai ketahanan kimia yang tinggi (tidak larut dalam air, tahan difusi air). Ketahanan fisik (terhadap panas) dan ketahanan terhadap radiasi kurang baik. Hal yang perlu diperhatikan untuk bitumen adalah suhu bakar dan efek radiasi yang mengakibatkan radiolisis, terbentuknya gas serta terjadinya radikal bebas, sehingga kandungan aktivitas dalam bitumentidak bisa terlalu tinggi.. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kandungan limbah dengan aktivitas jenis 103 Ci/m3 memberikan dosis serap 107 rad, sehingga hasil bitumenisasi membengkak karena terbentuk gas, dan menaikkan laju pelindihan(8). 3. Polimer Polimer merupakan bahan yang sesuai untuk solidifikasi limbah cair TRU pelarut bekas seperti yang telah dilakukan di JNC Jepang secara industrial. Perubahan fase cair dan pasta menjadi padat disebut curing atau pengeringan. Proses ini terjadi secara fisika karena adanya penguapan pelarut atau medium pendispersi dan dapat juga karena adanya perubahan kimia, misalnya polimerisasi pembentukan ikatan silang. Proses kimia tersebut menyebabkan reaksi antara molekul-molekul yang relatif kecil dengan fase cair atau pasta, membentuk jaringan molekul yang besar, padat dan tidak mudah larut. Proses polimerisasi tergantung jenisnya, dilakukan antara suhu kamar sampai 1800C(8). 4. Gelas Solidifikasi limbah cair aktivitas tinggi (LCA T) dengan bahan gelas yang disebut vitrifikasi telah dioperasikan dalam skala industri di negara-negara seperti Perancis, Inggris dan Jepang. Jenis gelas yang digunakan dalam proses terse but adalah gelas borosilikat. Gelas borosilikat mempunyai suhu devitrifikasi dan ketahanan korosi yang lebih tinggi dad pada gelas fosfat(i,2). Suhu pembuatan gelas borosilikat 11500C, dan devitrifikasi terjadi pada suhu antara 500-950 C. Keuntungan 'gelas fosfat adalah suhu pembentukannya relatif rendah (kira-kira 900 C), sehingga kehilangan gas volatil Cs dan Ru lebih sedikit. Di dalam gelas fosfat semua oksida dapat larut termasuk Mo03 257

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11Desember 2003 ISSN 1693-7902 Pengembangan gelas fosfat tidak dilanjutkan karena gelas korosif dan mempunyai kecerendungan mengalami devitrifikasi pada suhu yang lebih rendah, yaitu sekitar 4000C(1), Gelas aluminosilikat tidak dikembangkan lebih lanjut karena suhu pembuatannya sangat tinggi sekitar 13500C dan kandungan limbahnya lebih kecil dari 10%(7). Dari segi proses, kandungan limbah yang rendah tidak ekonomis, karena proses menjadi tidak efisien. Sedangkan suhu pembuatan yang tinggi akan mengakibatkan bata tahan api dalam me Iter lebih cepat terkorosi, sehingga umur melter lebih pendek, yang selanjutnya melter akan lebih cepat menjadi limbah radioaktif padat.. Gas yang terjadi pada proses suhu tinggi juga akan lebih banyak dan penanganannya lebih kompleks. Gelas borosilikat tidak sesuai untuk solidifikasi limbah TRU karena unsur Mo dan Pu yang terkandung dalam limbah TRU jumlahnya tertentu sehingga dapat menimbulkan adanya fase pemisah.yang berakibat hasil solidifikasi tidak homogen (3.6). 5. Gelas Keramik Gelas keramik dihasilkan dari pemanasan lelehan gelas pada suhu di atas 510 C dalam waktu yang lama. Pemanasan pada suhu tinggi yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan biaya proses menjadi mahal. Gelas keramik menunjukkan ketahanan fisik dan mekanik yang lebih baik dan ketahanan kimianya kurang baik dibandingkan gelas borosilikat(3.7.) 6. Synroc Synroc adalah mineral titanate yang masih dalam tahap pengembangan di Australia (Inggris dan Jepang bekerja sama dengan Australia). Uji dingin skala industri pengolahan limbah cair aktivitas tinggi dengan synroc juga telah dilakukan di Australia. Synroc termasuk jenis keramik dan pembuatannya lebih sukar dibandingkan gelas, karena pengepresan dilakukan pada suhu tinggi (sekitar 13500C) atau pengepresan pada suhu rendah dan diikuti sintering pada suhu tinggi. Sifat kimia dan fisika jenis keramik ini lebih baik dibandingkan gelas borosilikat, sehingga mempunyai prospek yang baik di mas a mendatang (2,3) 258

Seminar Tahunan Pengawasan Pcmanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Dcscl11bcr 2{}03 ISSN 1693-7902 7. Vitromet Vitromet adalah butir Pb dalam matriks gelas yang dikembangkan di Belgia untuk mengatasi kandungan panas yang tinggi, karena hantaran panas Pb tinggi. Kandungan limbah dalam vitromet kecil sehingga vitromet tidak dikembangkan lagi untuk 80lidifkasi limbah aktivitas tinggi. KESIMPULAN Pemilihan material untuk solidifikasi dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek seperti proses pembuatan mudah dan praktis, kandungan limbah optimum, ketahanan kimia, kestabilan terhadap panas dan kestabilan terhadap radiasi yang tinggi. Berdasarkan pertimbangan fakor keselamatan dan pengalaman beberapa negara maju, maka solidifikasi limbah radioaktif aktivitas rendah dan menengah pada umumnya dilakukan dengan semen, limbah radioaktif aktivitas tinggi dilakukan dengan gelas, sedangkan untuk solidifikasi limbah transuranium dilakukan dengan polimer. Dengan pertimbangan harga lahan disposal yang cukup tinggi, reduksi volume yang tinggi, maka Republik Korea memilih material matriks gelas lintlik solidifikasi limbah aktivitas rendah dan menengah. Sedangkan dengan pertimbangan proses yang sederhana dan harga lahan yang relatif murah, maka Indonesia memiliirh-ahan...'d1atriks semen untuk ~q..\'ly"'4k' imobilisasi limbah aktivitas rendah dan sedang. 1/ «<~~"1~~ DAFT AR PUST AKA * I ". /~, * 1. IAEA, Conditioning of Low and Intermedia~~adioactive Waste, Technical Report Series No.222, IAEA, Vienna, 1983. 2. IAEA, Chemical Durability and Related Properties of Solidified High Level waste Form, Technical Report Series No.257, IAEA, Vienna, 1985 3. MARTONO H., Characterization of Waste Glass and Treatment of High Level Liquid Waste, Report at Tokai Work, PNC, 1988. 4. KRAUSE, H., The Treatment And Conditioning Of Transuran Element Bearing Wastes In The Federal Republic Of Germany, RWMNFC, Vol. 7(2), pp. 139-150, USA, 1986. 5. KBS-3, Final Storage of Spent Nuclear Fuel, Swedish Nuclear Fuel Supply Company, Stockholm, 1983. 259

Seminar Tahunan Pcngawasan PCl11anfaatan TCI:aga Nuklir - Jakarta, II Desember Z003 ISSN 1693-790Z 6. MATTS SON, Canister Materials Proposed for Final Disposal of High Level Nuclear Waste, Proceeding of The International Seminar on Chemistry and Process Engineering for High Level Liquid Waste Solidification, Frankfurt, 1981. 7. MENDEL J. E., The Fixation of High Level Wastes in Glasses, Pacific Nortwest Laboratory, Washington, 1985. 8. NELSON, R.M. et. AI, Waste Form Development Program, Brookhaven National Laboratory, New York, 1981. 9. MARTONO H., Report of Training on radioactive Waste Treatment and Disposal at Korea Atomic Energy Reseach Institute, Taejon-Korea, 1999. Tabell. Komposisi Limbah Cair Aktivitas Tinggi dari Bahan bakar bekas PWR, fraksi bakar 45.000 MWD/MTU, pengkayaan uranium 4,50%, panas peluruhan 38 MW/MTU dan pendinginan 4 tahun (3). CrZ03 Rl1z03 Tcz07 Mo03 NpOz RuOz YZ03 RbzO PzOs FeZ03 SeOz ZrOz NiO Pd~ UOz SrO NazO Oksida % 3,81 2,20 1,45 1,47 16,48 6,99 2,56 0,95 0,11 0,85 0,56 4,12 9,05 7,19 0,81 1,68 0,74 1,67 Berat Oksida % 0,15 2,58 0,18 0,84 3,91 4,19 0.14 12,32 0,11 2,05 0,04 0.24 6,77 0,07 1,93 1,22 0,05 0,52 Berat AmZ03 Ndz03 CmZ03 PmZ03 SmZ03 Euz03 Pr6011 Gdz03 Sbz03 Laz03 TeOz CszO CeOz CdO BaO PuOz SnO AgzO 260

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11Desember 2003 ISSN 1693-7902 Tabel 2. Komposisi Iimbah cair TRU dari proses olah ulang bahan bakar LWR dengan tingkat bakar (burn up) 31.000 MWD/EHM (3). Am203 Mo03 Te203 Cr203 Rb02 RU02 Ti02 Zr02 Fe02 PU02 oksida % 11,0 5,2 26 9,0 1,3 1,5 7,8 3,9 0,5 berat Ci/t uranium 10 10.2 10'" 10 104 105 10 107 Waktu telah keluar darl reaktor (tahun) Gambar 1. Radioaktivitas unsur-unsur dalam Iimbah aktivitas tinggi, olah ulang dilakukan 10 tahun setelah bahan bakar dikeluarkan dari reaktor (6). 261

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Te~aga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 ISSN 1693-7902 Decay heat output (W/tU) 10 100 1000 10000 Decay tjme~yni'1 Gambar 2. Panas yang dihasilkan perton uranium dalm bahan bakr bekas PWR dan BWR yang menurun dengan waktu (6). 262