3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat. Mengingat : I. Menimbang : a.



dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP.201/MEN/2001 TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

KEPMEN NO. 201 TH 2001

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

KEPMEN NO. 231 TH 2003

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPMEN NO. 16 TH 2001

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPMEN NO. 225 TH 2003

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTITT

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 226 /MEN/2003

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

KEPMEN NO. 224 TH 2003

K E P U T U S A N NOMOR : KEP-438/MEN/1992 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN SERIKAT PEKERJA DI PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA R.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPMEN NO. 234 TH 2003

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/I/2005 TENTANG

KEPMEN NO. 227 TH 2003

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 225 /MEN/2003 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT KOTA TEGAL

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-03/MEN/I/2005 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN KEANGGOTAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

KEPMEN NO. 228 TH 2003

KEPMEN NO. 92 TH 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KEPMEN 226/MEN//VII/2003 Tentang TATA CARA PERIZINAN PENYELENGGARAAN PROGRAM

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

BK) merupakan wadah konsultasi dan komunikasi masalah ketenagakerj aan bidang konstruksi;

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

KEPMEN NO. 234 TH 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 355/MEN/X/2009 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN STRUKTUR DAN SKALA UPAH.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

PERATURAN MENTERI NO. 06 TH 2005

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NO: PER-14/MEN/IV/2006 TENTANG TATA CARA PELAPORAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang :

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DAN KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN KEANGGOTAAN DEWAN PENGUPAHAN KOTA SURAKARTA WALIKOTA SURAKARTA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

2017, No Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT KOTA SURAKARTA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAN MENTERI DALAM NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

WALIKOTA YOGYAKARTAALI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PROSEDUR PEMBERIAN DANA BANTUAN KEUANGAN UNTUK SERIKAT PEKERJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA,

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-201/MEN/2001 TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENTERI TENAGA KERJADANTRANSMIGRASI R.I. Menimbang : a. b. c. bahwa dalam rangka menciptakan sistem hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan, maka perlu mengefektilkan kelembagaan yang terbentuk dari unsur tripartit; bahwa sejalan dengan perkembangan hubungan industrial dewasa ini dan serikat pekerj a/serikat buruh yang ada pada saat ini belum dapat menetapkan perwakilan unsur pekerj a,/buruh dalam Kelembagaan Hubungan Industrial, maka dipandang perlu pemerintah mengatur keterwakilan serikat peke{a/serikat buruh dan organisasi pengusaha dalam Kelembagaan Hubungan Industrial; bahwa untuk menetapkan keterwakilan serikat pekerja/serikat buruh, organisasi pengusaha dan pemerintah yang akan duduk dalam Kelembagaan Hubungan Industrial tersebut perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Mengingat : I. 2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan lntemasional Nomor 98 Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar-dasar dari pada Hak-hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama (Lembaran Negara R.I. Tahun 1956 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1050); Undang-undang Nomor I Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3346); 3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3989); 92

4. 5. 6. Keputusan Presiden RI Nomor 26 Tahun 1990 tentang pengesahan Konvensi ILO Nomor 144 Tahun 1976 mengenai Konsultasi Tripartit untuk meningkatkan Pelaksanaan Standar Perburuhan Intemasional; Keputusan Presiden RI Nomor 83 Tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi; Keputusan Presiden RI Nomor 228 Tahun 2001. Memperhatikan : l. 2. 3. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 9 Oktober 2001; Kesepakatan Bersama Sidang Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional Tanggal 30 Oktober 2001; Hasil Pertemuan Menteri Tenaga Ke{a dan Transmigrasi dengan para Pimpinan Serikat Peke{a/Serikat Buruh pada tanggal 7 Nopember 2001. MEMUTUSKAN: Menetapkan KEPUTUSAN MENTERJ TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I. TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : l. Kelembagaan Hubungan Industrial adalah lembaga ketenagakerjaan yang terbentuk dari unsur serikat pekerj a./serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan, organisasi pengusaha yang khusus membidangi ketenagakerjaan dan telah terakreditasi oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan instansi pemerintah. 2. Serikat peke4'a/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk serikat pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungiawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja,/buruh serta meningkatkan kesej ahteraan pekerj a./buruh dan keluarganya. 93

3. Organisasi pengusaha adalah wadah persatuan dan kesatuan bagi pengusaha Indonesia yang didirikan secara sah atas dasar kesamaan tujuan, aspirasi, strata kepengurusan, atau ciri alamiah tertentu. 4. Instansi pemerintah adalah instansi yang bertanggunglawab di bidang ketenagakerj aan dan instansi yang terkait dengan bidang ketenagake{aan. 5. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan. Pasal 2 Kelembagaan Hubungan lndustrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal I angka I dapat dibentuk di tingkat Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional sebagai berikut : a. Kelembagaan Hubungan Industrial tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota; b. Kelembagaan Hubungan Industrial tingkat Propinsi berkedudukan di Ibukota Propinsi; c. Kelembagaan Hubungan Industrial tingkat Nasional berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. BAB U KETERWAKILAN SERIKAT PEKEzuA/SERIKAT BURT]H Pasal 3 Serikat pekefa,/serikat buruh baik secara sendiri-sendiri maupun gabungannya yang telah tercatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat mencalonkan wakilnya untuk duduk di Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal I angka I di tingkat Kabupaten/Kota dengan ketentuan sebagai berikut : a. mempunyai sekurang-kurangnya 10 unit ke{a/serikat pekerja/serikat buruh di Kabupaten/Kota yang bersangkutan; atau b. Mempunyai sekurang-kurangnya 2.500 anggota pekerja/buruh di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Pasal 4 Serikat pekerja/serikat buruh baik secara sendiri-sendiri maupun gabungannya yang telah tercatat menurut peraturtan perundang-undangan yang berlaku dapat mencalonkan wakilnya untuk duduk di Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal I angka 1 di tingkat Propinsi dengan ketentuan sebagai berikut :

mempunyai jumlah kepengurusan Kabupaten/Kota sekurang-kuran gnya z0 % dari jumlah Kabupaten/Kota yang berada di Propinsi dan salah satunya berkedudikan di lbukota propinsi yang bersangkutan; atau mempunyai sekurang-kurangnya 30 unit kerja/serikat peke{a/serikat buruh di propinsi yang bersangkutan; atau b' mempunyai sekurang-kurangnya 5000 anggota pekerja/buruh di Propinsi yang bersangkutan. Pasal 5 Serikat pekerja/serikat buruh baik secara sendiri-sendiri maupun gabungannya yang telah tercatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat mencalonkan wakilnya untuk duduk di Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana dimiksud dalam pasal r angta I di tingkat Nasional dengan ketentuan sebagai berikut : a' mempunyai jumlah kepengurusan Propinsi sekurang-kuran gnya 20 % dari jumlah propinsi di Indonesia dan salah satunya berkedudukan di lbukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau b. mempunyai jumlah kepengurusan Kabupaten/Kota sekurang-kuran gnya 20 % dari jumlah Kabupaten/Kota yang berada di Indonesia dan salah satjnya ueiteouautan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau c. mempunyai sekurang-kurangnya 150 unit ke{a/serikat pekerja/serikat buruh di wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia; atau d. mempunyai sekurang-kurangnya 50.000 anggota peke{a/buruh di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 6 Serikat pekerj a,/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, pasal 4, dan pasal menriliki kantor dan alamat yang jelas di tempat kedudukan masing_masing. 5 wajib pasal 7 (l ) Penetapan dan pembagian jumlah wakil serikat pekerj a,iserikat buruh sebagaimana dimaksud dairtn Pasal 3' Pasal 4 dan Pasal 5 ditentukan secara proporsional sesuii jumlah anggota --rikat pekerja/serikat buruh berdasarkan hasil audit atau verifikasi keanggotaan serikat '. -ke{a/serikat buruh. 95

(2) Untuk memperoleh seoftmg wakil dalam Kelembagaan Hubungan lndustrial, ditetapkan atas dasar pembagian dari jumlah seluruh pekerja/buruh yang menjadi anggota serikat peke{a/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 dibagi dengan jumlah wakil dalam Kelembagaan Hubungan Industrial yang dibutuhkan pada tingkat masing-masing yang selanjutnya disebut "rangka pembagi tetap". Pasal 8 (l) wakil serikat pekerja/serikat buruh baik secara sendiri maupun gabungannya dalam Kelembagaan Hubungan Industrial ditetapkan atas dasar hasil bagi kelipatan angka pembagi tetap terhadap jumlah anggota dari masing-masing serikat pekerja/serikat buruh. (2) Apabila terdapat sisa anggota serikat pekerja/serikat buruh baik secara sendiri maupun gabungannya dari hasil bagi sebagaimana dimaksud dalam ayat (l), maka sisa anggota tersebut diserahkan kepada serikat pekerja/serikat buruh baik secara sendiri maupun gabungannya yang mempunyai urutan sisa terbanyak dan yang belum memperoleh wakil dalam Kelembagaan Hubungan Industrial. ( I ) Keanggotaan pekerja./buruh dalam serikat anggota asli atau surat pemyataan anggota sendiri. Pasal 9 pekerja/serikat buruh dibuktikan dengan kartu secara autentik yang dibuat oleh peke{a./buruh (2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mencantumkan nama dan alamat perusahaan/tempat kerja dimana pekerja/buruh beke{a. BAB III KETERWAKILAN ORGANISASI PENGUSAHA Pasal l0 Organisasi pengusaha yang khusus membidangi ketenagakerjaan dan telah terakreditasi oleh Kamar Dagang dan lndustri (KADIN) dapat mencalonkan wakilnya untuk duduk dalam Kelembagaan Hubungan lndustrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal I angka 1 di tingkat Kabupaten/Kota dengan ketentuan mempunyai jumlah anggota sekurang-kurangnya l0 perusahaan di KabupatenrKota yang bersangkutan. Pasal I 1 Organisasi pengusaha yang khusus membidangi Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dapat Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana Propinsi dengan ketentuan sebagai berikut : Ketenagakerjaan dan telah terakreditasi oleh mencalonkan wakilnya untuk duduk dalam dimaksud dalam Pasal 1 angka I di tingkat

mempunyai jumlah kepengurusan Kabupaten/Kota sekurang-kuran gnya 20% dari jumlah Kabupaten/Kota yang berada di Propinsi dan salah satunya berkedudukan di Ibukota Propinsi yang bersangkutan; atau b. Mempunyai anggota sekurang-kurangnya I 00 perusahaan di propinsi yang bersangkutan. Pasal I 2 Organisasi pengusaha yang khusus membidangi ketenagakerjaan dan telah terakreditasi oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dapat mencalonkan wakilnya untuk duduk dalam Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal I angka I di tingkat Nasional dengan ketentuan sebagai berikut : a. mempunyai jumlah kepengurusan Propinsi sekurang-kuran gnya 20o/o dari jumlah Propinsi di Indonesia dan salah satunya berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik lndonesia; atau b. c, mempunyai jumlah kepengurusan Kabupaten/Kota sekurang-kuran gnya 20vo dari jumlah Kabupaten/Kota yan9 berada di Indonesia dan salah satunya berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau Mempunyai anggota sekurang-kurangnya 1000 perusahaan di seluruh Indonesia. Pasal 13 (l) Penetapan dan pembagian jumlah wakil organisasi pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 ditentukan secara proporsional sesuai jumlah anggota organisasi pengusaha. (2) Untuk memperoleh seorang wakil dalam Kelembagaan Hubungan lndustrial, ditetapkan atas dasar perlbagian dari jumlah seluruh perusahaan yang menjadi anggota organisasi pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal l1 dan Pasal 12 dibagi dengan jumlah wakil dalam Kelembagaan Hubungan lndustrial yang dibutuhkan pada tingkat masing-masing, yang selanjutnya disebut "angka pembagi tetap". Pasal 14 (l) Wakil organisasi Pengusaha dalam Kelembagaan Hubungan lndustrial ditetapkan atas dasar hasil bagi kelipatan angka pembagi tetap terhadap jumlah anggota dari masing-masing organisasi pengusaha. (2) Apabila terdapat sisa anggota organisasi pengusaha dari hasil bagi sebagaimana dimaksud dalam ayat (l), maka sisa anggota tersebut diserahkan kepada organisasi pengusaha yang ditunjuk oleh Kamar Dagang dan Industri dan yang belum memperoleh wakil dilam Kelenrbagaan Hubungan lndustrial. 97

Pasal 15 Dalam hal tidak ada organisasi pengusaha yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal I I dan Pasal 12, maka : I. beberapa organisasi pengusaha bergabung agar dapat memenuhi syarat; atau 2. diwakili oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) setempat. Pasal 16 organisasi pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal ll dan pasal 12 wajib memiliki kantor dan alamat yang jelas di tempat kedudukan masing-masing. BAB IV KETERWAKILAN PEMERINTAH Pasal l7 Instansi pemerintah yang duduk dalam Kelembagaan Hubungan lndustrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal I angka l di Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional diwakili oleh instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan serta instansi lain yang bidang tugasnya terkait dengan bidang ketenagakerjaan. BAB V VERIFIKASI KEANGGOTAAN Pasal 1 8 (l) Pembuktian keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dilakukan melalui verifikasi oleh Lembaga Kerjasama Tripartit Kabupaten/Kota. (2) Verivikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) dilakukan setiap tahun. (3) Laporan hasil verifikasi disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk diteruskan kepada Gubemur dan Menteri. (4) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus sudah sampai kepada Menteri selambat-lambatnya bulan September setiap tahunnya. Pasal l9 Dalam hal di suatu Kabupaten/Kota belum terdapat Lembaga Ke{asama Tripartit Kabupaten/Kota, maka verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal l8 ayat (1) dilakukan oleh Lembaga Kerjasama Tripartit Propinsi. 98

Pasal 20 (l) Untuk yang pertarna kali, verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal l8 ayat (l) dilakukan oleh Tim verifikasi beranggotakan unsur triupartit yang dibentuk dan diangkat oleh Bupati/Walikota. (2) Tim verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) harus sudah menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pembentukannya. (3) Laporan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) harus sudah disampaikan kepada Menteri selambat-lambatnya I (satu) bulan terhitung sejak tim verifikasi menyelesaikan tugasnya. BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 2l Bagi daerah Kabupaten/Kota yang belum terdapat serkat peke{a/serikat buruh dan atau organisasi pengusaha yang memenuhi syarat keterwakilan dalam Kelembagaan Hubungan Industrial, maka pembentukan Kelembagaan Hubungan Industrial di Kabupaten/I(ota mempertimbangkan saran Kelembagaan Hubungan Industrial di Propinsi. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal22 (l ) Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka ketentuan mengenai keanggotaan yang menyangkut keterwakilan dalam berbagai Kelembagaan Hubungan Industrial harus discsuaikan dengan ketentuan dalam keputusan ini. (2) Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 10 Desember 2001 MENTERI TENAGA KERIA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESLC. ttd JACOB NUWA WEA 99