BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam bidang pendidikan matematika beserta tuntutannya tidak dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

2014 PENGARUH CTL DAN DI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Bidang studi matematika secara garis besar memiliki dua arah

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat dan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain perkembangan

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika pada awalnya adalah ilmu tentang pola dan urutan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya insani. Untuk mencapai peran penting pendidikan tersebut, maka proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. dituntut memiliki daya nalar kreatif dan keterampilan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan Queen and Servant of Science, maksudnya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan matematika sebagai pelajaran yang sulit bukanlah hal baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB I PENDAHULUAN. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik begitu pula

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia). Matematika juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu dasar yang penting untuk dipelajari, karena

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. Matematika dipandang sebagai ratunya ilmu (Queen of Sciences) dan juga

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam bidang pendidikan matematika beserta tuntutannya tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun perkembanganperkembangan lainnya di tengah-tengah masyarakat global pada saat ini. Hal ini dapat dipahami, karena tujuan pendidikan antara lain adalah untuk mempersiapkan manusia untuk mampu hidup layak di tengah masyarakat. Demikian pula matematika, yang merupakan bagian dari pendidikan itu sendiri. Sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah, matematika sangat diperlukan untuk menumbuh kembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis, dan kritis dalam diri peserta didik. Karena itu matematika diperlukan oleh peserta didik bahkan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupannya. Sumarmo (2005) menyebutkan, visi pendidikan matematika mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, memiliki dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa mendatang. Depdiknas (2002) juga menyebutkan tujuan pembelajaran matematika di sekolah berdasarkan Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), antara lain : pertama memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, kedua menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, ketiga memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, keempat mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan kelima memiliki sikap

2 menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika. Paradigma pembelajaran matematika di sekolah- sekolah Indonesia saat ini umumnya untuk menyiapkan siswa untuk berhasil dalam ujian akhir ataupun dalam ujian saringan penerimaan mahasiswa baru serta mampu menghasilkan generasi sesuai dengan yang diharapkan yakni generasi yang memiliki kepribadian yang baik dan menguasai sains dan teknologi khususnya matematika. Generasi yang mampu untuk memunculkan gagasan dan ide yang kreatif serta mau dan mampu menghadapi tantangan atau masalah yang dihadapinya dengan solusi yang benar serta manusia Indonesia sanggup bersaing diantara bangsa- bangsa lain di dunia. Oleh karena itu, diperlukan perubahan dalam pembelajaran matematika yang dapat mengarahkan siswa menjadi generasi terbaik dan senang dalam mempelajari matematika. Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran matematika dan hasil belajar matematika siswa masih rendah, yang menyebabkan siswa tidak mampu berkompetisi dalam bidang keilmuan maupun dalam menghasilkan gagasan- gagasan baru. Indikator rendahnya prestasi belajar siswa terlihat hampir di setiap ulangan yang diadakan, kurang dari separuh jumlah siswa yang nilainya mencapai ketuntasan belajar lebih dari atau sama dengan 70. Sebagai gambaran rendahnya hasil belajar matematika siswa, dapat dilihat dari tabel 1.1. berikut:

3 Tabel 1.1. Nilai Rata- Rata Ulangan Siswa dan Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas (Ulangan 70) Kelas XIII SMK- 2 Al- Fattah Medan Kelas Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata- rata % Rata- rata % Rata- rata % XII 1 55,20 55% 53,15 52% 52,33 51% XII 2 53,32 53% 51,23 54% 54,34 56% XII 3 55,22 55% 56,20 51% 54,22 53% XII 4 58,17 58% 58,15 52% 57,13 56% XII 5 50,60 50% 54,67 50% 51,50 51% Mata pelajaran matematika salah satu mata pelajaran yang menjadi perhatian utama dan dalam kenyataannya matematika masih merupakan pelajaran yang sulit dipelajari oleh siswa bahkan merupakan pelajaran yang menakutkan bagi sebagian besar siswa. Hal ini dikemukakan oleh Ruseffendi (2001) bahwa matematika bagi siswa pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi. Sampai sekarang pelajaran matematika di sekolah Masih dianggap merupakan pelajaran yang menakutkan bagi banyak siswa, antara lain karena bagi banyak siswa pelajaran matematika terasa sukar dan tidak menarik sehingga siswa tidak merasakan manfaat belajar matematika dalam kehidupan sehari- hari mereka. Sehingga banyak siswa menjadi kurang termotivasi dalam mempelajari matematika. Selain itu, dalam setiap pelaksanaan proses pembelajaran, guru kurang menggunakan berbagai pendekatan atau strategi dan metode mengajar yang efektif. Para siswa tidak mampu menggunakan konsep matematika yang telah dipelajarinya untuk menyelesaikan permasalahan matematika. Hal ini terkait dengan kebiasaan siswa yang tidak terbina untuk berfikir pada tingkat yang lebih tinggi, kritis, kreatif dan pemecahan masalah serta tidak mampu melakukan pengaitan antara konsep yang dipelajari dengan permasalahan yang

4 menggunakan matematika sebagai alat (tools) pemecahan masalah. Sebagaimana diungkapkan oleh Sujono (dalam Armanto : 2001) bahwa Hasil penelitian beberapa pakar pendidikan matematika menunjukkan bahwa guru tidak mampu menggunakan variasi model belajar, enggan merubah metode yang terlanjur dianggap benar dan efektif, tidak memperlihatkan perlunya pengembangan pola pikir logis, kritis dan kreatif dalam belajar matematika. Kebanyakan siswa hanya diajarkan untuk mengingat rumus dan menggunakannya dalam urutan langkah- langkah yang harus diikuti. Setelah siswa belajar matematika biasanya dilanjutkan mengerjakan soal. Untuk menyelesaikan soal, siswa berupaya mengikuti langkah- langkah yang telah diajarkan oleh guru. Berarti pemahaman dan penalaran siswa dalam mengerjakan soal tidak terjadi karena hanya mengikuti apa yang telah diajarkan. Kalaupun siswa bernalar, siswa tidak dapat melepaskan diri dari langkah- langkah yang diberikan oleh guru. Akibat yang paling sering dirasakan siswa apabila mengalami kesusahan dalam mengerjakan soal maka biasanya kebanyakan dari siswa menyerah karena tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Pemahaman dan penalaran siswa yang tidak terbentuk juga tercermin pada saat siswa lupa akan suatu rumus. Jika paradigma pembelajaran matematika di sekolah- sekolah di Indonesia saat ini umumnya untuk menyiapkan siswa meraih keberhasilan dalam ujian akhir ataupun dalam ujian saringan penerimaan mahasiswa baru maka akan diperoleh siswa yang memang lulus ujian akhir serta lulus ujian saringan ke perguruan tinggi tetapi kenyataan menunjukkan bahwa siswa kita kalah bersaing serta prestasi mereka berada di bawah rata- rata skor internasional. Dengan kata lain, apabila diinginkan manusia Indonesia sanggup bersaing diantara bangsa- bangsa lain di dunia maka pola pembelajaran dan pola pendidikan matematika harus diperbaharui. Hal ini dapat dimulai dengan memberikan perlakuanperlakuan serta penekanan- penekanan tertentu di dalam pembelajaran agar siswa- siswa

5 Indonesia tumbuh menjadi sumber daya yang mampu bersaing di kemudian hari. Misalnya pembelajaran- pembelajaran matematika yang umumnya masih bersifat, teacher centered dimana guru mendominasi pembelajaran dan mentransfer ilmu yang telah disiapkan untuk ditransfer kepada siswa, harus beralih menjadi pupil centered dimana pembelajaran menjadi berpusat pada siswa. Demikian juga pembelajaran yang lebih menekankan pada keterampilan untuk memproduksi apa yang guru ajarkan yang mengarah pada penerapan rumus dan teknik- teknik aljabar tanpa pengertian, hendaknya di ubah. Perubahan itu dilakukan dengan lebih memberikan penekanan pada keterampilan menyelesaikan masalah. Wahyudin (1991) menyatakan bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan siswa gagal menguasai pokok bahasan- pokok bahasan matematika diakibatkan karena mereka kurang menggunakan pemahaman dan penalaran yang logis dalam menyelesaikan soal atau permasalahan matematika yang diberikan. Ini berarti bahwa kemampuan pemahaman dan penalaran sangat diperlukan dalam mencapai hasil yang lebih baik dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika. Menurut Driver dan Lench (1993) pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau tindakan. Pemahaman juga diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi bahan yang di pelajari. Dalam pembelajaran aspek memahami suatu konsep dan aplikasinya merupakan hal yang menjadi bagian dari penyelesaian masalah juga menjadi hal yang sangat penting dan harus dimiliki siswa. Jika konsep dasar diterima siswa secara salah maka sukar untuk memperbaiki kembali, terutama jika sudah diterapkan dalam menyelesaikan soal- soal matematika. Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana siswa menggunakan pemahaman dan penalaran matematika secara bulat dan utuh sehingga jika diterapkan dalam menyelesaikan soal- soal matematika, siswa tidak mengalami kesulitan. Depdiknas (2002) menyatakan bahwa pemahaman dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak

6 dapat dipisahkan yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran, dipahami dan dilakukan melalui belajar matematika. Pada saat proses pembelajaran matematika berlangsung, selain proses pemahaman para siswa akan selalu dihadapkan dengan proses penalaran. Suriasumantri (1990) mengatakan bahwa penalaran merupakan proses berfikir untuk menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan. Ada dua jenis penalaran, yakni penalaran induktif dan penalaran deduktif. Menurut Shadiq ( dalam Hasanah, 2004) pada penalaran induktif akan didapatkan suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) yang melebihi kasus kasus khususnya (knowledge expanding). Pada penalaran deduktif, kesimpulannya tidak pernah melebihi premisnya. Perhatikan contoh induksi berikut: Mangga manalagi yang masih muda kecut rasanya. Mangga harum manis yang masih muda kecut rasanya. Mangga udang yang masih muda kecut rasanya. Mangga yang masih muda kecut rasanya. Jadi, semua mangga yang masih muda kecut rasanya. Kesimpulan di atas bernilai benar karena sampai saat ini belum ada mangga yang masih muda yang tidak kecut rasanya. Pernyataan itu akan bernilai salah jika sudah ada ilmuwan yang menghasilkan mangga yang tidak kecut rasanya meskipun masih muda. Dengan demikian, hasil yang didapat dari induksi tersebut masih berpeluang untuk menjadi salah. Sedangkan pada deduksi yang valid atau sahih, kesimpulan yang didapat diklaim tidak akan pernah salah jika premis-premisnya bernilai benar (truth preserving). Pada saat proses pembelajaran matematika berlangsung, para siswa akan selalu dihadapkan dengan proses penalaran. Siswa akan merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal tersebut jika siswa hanya terbiasa menyelesaikan masalah dengan satu cara atau dengan

7 rumus yang tersedia saja. Pembelajaran matematika hanya menekankan mengajarkan rumus dan langkah dalam mengerjakan soal seharusnya diubah ke pembelajaran yang menekankan pada aspek penalaran siswa. Dengan pembelajaran yang menghubungkan matematika dengan masalah- masalah kehidupan sehari- hari dan membebaskan siswa mengajukan penyelesaikan masalah dengan caranya sendiri. Diharapkan dengan pembelajaran seperti ini maka siswa mampu menerapkan pemahaman dan penalaran matematika dalam kehidupannya dan jika siswa tidak mengingat pada saat mengerjakan soal maka pemahaman dan penalaran tetap akan bisa dilakukan siswa. kemampuan penalaran logis merupakan faktor yang sangat penting yang harus dikembangkan pada taraf kognitif siswa dan mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Seperti yang terlihat pada hasil ujian semester di SMK 2 Al- Fattah Medan, prestasi matematika siswa masih berada pada level rendah. Indikator rendahnya prestasi belajar siswa adalah rendahnya pemahaman siswa dan penalaran logis siswa dan guru masih menggunakan pembelajaran biasa dimana guru mendominasi pembelajaran dan siswa pasif. Ini berakibat pada proses pembelajaran tidak efektif dan siswa tidak memperoleh apa yang diharapkan dalam tujuan pendidikan. Salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman dan penalaran logis siswa dalam matematika adalah dalam pembelajaran matematika guru terlalu berkonsentrasi pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik seperti pembelajaran berpusat pada guru, konsep matematika disampaikan secara informatif, dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam. Akibatnya kemampuan penalaran logis siswa tidak berkembang sebagaimana mestinya. Hal ini didukung oleh penelitian Wahyudin (dalam Ulya, 2007: 3), bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu siswa kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang diberikan. Karena itu kemampuan

8 penalaran matematis menjadi penting untuk dilatihkan dan dibiasakan kepada siswa untuk mencapai kebenaran secara rasional, karena penalaran dalam matematika memiliki kesamaan dengan penalaran dalam kehidupan sehari-hari dalam memecahkan berbagai masalah. Pembelajaran seperti tersebut di atas biasa disebut sebagai pembelajaran konvensional atau pembelajaran biasa atau pembelajaran langsung. Pembelajaran seperti ini memungkinkan siswa menjadi bosan terhadap pelajaran matematika dan tidak memiliki minat untuk belajar matematika. Sebagai contoh, karena pembelajaran terpusat kepada guru maka guru adalah teladan yang akan diikuti. Tentunya jika diberikan soal, siswa hanya mampu menjawab soal yang sama seperti yang dilatihkan oleh guru di depan kelas. Namun jika siswa dihadapkan pada soal yang sedikit berbeda, maka siswa akan kesulitan. Kesulitan ini timbul karena pola pengajaran yang tidak memungkinkan siswa mengeksplor pengetahuannya sendiri, dan menuntut siswa mengerjakan soal sebagaimana yang telah dicontohkan. Siswa menjadi tergantung dengan guru. Karena itu, jika siswa tidak bisa menyelesaikan soal yang diberikan, minat siswa menjadi menurun terhadap pelajaran saat itu. Dan jika ini berlangsung dalam waktu lama, maka dapat dipastikan siswa akan kehilangan minat dan bersikap negatif terhadap pelajaran matematika. Hasil penelitian yang diperoleh Sumarmo (2005) juga menunjukkan, bahwa keadaan skor kemampuan pemahaman dan penalaran logis siswa masih rendah. Siswa masih banyak mengalami kesukaran dalam pemahaman relasional dan berfikir derajat kedua. Wahyudin (dalam Ulya, 2007) juga menemukan lima kelemahan yang ada pada siswa yang menyebabkan lemahnya penalaran logis siswa yaitu : kurang memiliki pengetahuan materi prasyarat yang baik, kurang memiliki kemampuan untuk memahami serta mengenali konsepkonsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah, teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan, kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak atau mengenali sebuah persoalan matematika yang berkaitan dengan pokok

9 bahasan tertentu, kurang memiliki kemampuan menyimak kembali jawaban yang diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak), dan kurang memiliki kemampuan nalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan matematika. Pembelajaran matematika siswa perlu diperbaiki untuk meningkatkan pemahaman dan penalaran matematika. Proses pembelajaran yang dilakukan dengan menawarkan suatu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman dan penalaran siswa. Salah satu cara untuk mengatasinya dengan menerapkan metode pembelajaran berupa pendekatan pendidikan matematika realistik. Keberhasilan pendekatan pendidikan matematika realistik dapat dilihat dari karya ilmiah berupa Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Matematika Realistik, (Saragih, 2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik dalam Kelompok Kecil (Study Eksperimen pada kelas XI MAN Tembilahan INHL Riau), (Herawati, 2007).. Penerapan Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Bilangan Bulat, (Kultsum, 2008). Pembelajaran Statistika dengan Menggunakan Pendekatan Realistik di Kelas 2 SLTPN 12 Bandung (Analisis terhadap Pemahaman Konsep Pembelajaran Statistika dengan Menggunakan Pendekatan Realistik), (Kurniasih, 2003). Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) diketahui sebagai pendekatan yang berhasil di Nedherland. Ada suatu hasil yang menjanjikan dari penelitian kuantitatif dan kualitatif yang telah menunjukkan bahwa siswa di dalam PMR memperoleh skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan tradisional. Menurut Kuiper dan Knuver (1993) beberapa penelitian pendahuluan di beberapa negara menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan realistik sekurang kurangnya dapat membuat matematika lebih menarik, relefan dan lebih bermakna, tidak

10 terlalu formal dan tidak terlalu abstrak, mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa, menekankan belajar matematika dengan pada Learning by doing, memfasilitasi penyelesaian masalah matematika dengan tanpa menggunakan penyelesaian (algoritma) yang baku, menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika. Selanjutnya Treffers (1991) mengatakan bahwa pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik di Belanda, telah dilakukan selama tak kurang dari 30 tahun, telah menghasilkan 75% sekolah-sekolah di Belanda menggunakan pendekatan realistik. Filosofi yang mendasari pendekatan realistik adalah bahwa matematika bukanlah suatu kumpulan aturan atau sifat- sifat sudah lengkap yang harus siswa pelajari. Menurut Freudental (dalam Hasanah, 2004) bahwa matematika bukan merupakan suatu objek yang siap saji untuk siswa, melainkan matematika adalah suatu pelajaran yang dinamis dan dapat dipelajari dengan cara mengerjakannya. Matematika sebagai satu disiplin ilmu memiliki karakteristik yang berbeda dengan disiplin ilmu lainnya. Pendekatan matematika realistik dianggap mampu untuk meningkatkan pemahaman dan penalaran siswa sehingga akan meningkatkan prestasi siswa dan siswa menyukai matematika. Dari hasil tes awal yang dilakukan peneliti terhadap siswa, dapat dilihat kesulitan pada diri siswa dalam menyelesaikan soal bangun ruang yang diberikan. Berdasarkan uraian di atas, proses pemahaman dan penalaran sangat dibutuhkan dalam pembelajaran matematika dan salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah Pendekatan Matematika Realistik. Oleh karena itu penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa.

11 1.2.Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil belajar matematika siswa tergolong rendah. 2. Siswa kurang menguasai pokok bahasan matematika diakibatkan karena mereka kurang menggunakan pemahaman matematika dan penalaran yang logis serta diperlukan upaya untuk meningkatkannya dengan pendekatan pendidikan matematika realistik 3. Pemahaman dan Penalaran siswa masih rendah sehingga menjadi kendala dalam proses pembelajaran matematika dan diperlukan upaya untuk meningkatkannya dengan pendekatan pendidikan matematika realistik 4. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered) 5. Pendekatan pembelajaran yang digunakan guru belum bervariasi. 6. Matematika merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan bagi siswa. 7. Respon positif siswa terhadap proses pembelajaran masih kurang sehingga siswa tidak senang mengikuti pembelajaran matematika dan diperlukan upaya untuk meningkatkan respon positif siswa dengan pendekatan pendidikan matematika realistik 1.3.Batasan Masalah Dari keseluruhan masalah yang telah diidentifikasi di atas, maka fokus masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah : 1. Siswa kurang menguasai pokok bahasan matematika diakibatkan karena mereka kurang menggunakan pemahaman matematika dan penalaran yang logis serta diperlukan upaya untuk meningkatkannya dengan pendekatan pendidikan matematika realistik 2. Pemahaman dan Penalaran siswa masih rendah sehingga menjadi kendala dalam proses pembelajaran matematika dan diperlukan upaya untuk meningkatkannya dengan pendekatan pendidikan matematika realistik

12 3. Respon positif siswa terhadap proses pembelajaran masih kurang sehingga siswa tidak senang mengikuti pembelajaran matematika dan diperlukan upaya untuk meningkatkan respon positf siswa dengan pendekatan pendidikan matematika realistik 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah maka masalah utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah penerapan pendekatan pendidikan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematika siswa? 2. Apakah penerapan pendekatan pendidikan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan penalaran logis siswa? 3. Apakah penerapan pendekatan pendidikan matematika realistik dapat meningkatkan respon positif siswa terhadap pembelajaran matematika? 1.5. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh beberapa tujuan, antara lain: 1. Pemahaman matematika siswa dapat meningkat dengan penerapan pendekatan pendidikan matematika realistik. 2. Penalaran logis siswa dapat meningkat dengan penerapan pendekatan pendidikan matematika realistik. 3. Respon positif siswa terhadap pembelajaran matematika dapat meningkat dengan penerapan pendekatan pendidikan matematika realistik.

13 1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dalam memperbaiki proses pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan pendidikan matematika realistik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Untuk Peneliti Memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti lain tentang bagaimana meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematika siswa melalui pendekatan pendidikan matematika realistik. 2. Untuk Siswa Diharapkan melalui pembelajaran berbasis masalah akan terbina sikap belajar yang kreatif dan tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan masalah matematika sehingga dapat berakibat pada meningkatnya kemampuan pemahaman dan penalaran siswa khususnya dan umumnya peningkatan hasil belajar siswa dalam matematika. 3. Untuk Guru Matematika Menjadi acuan bagi guru matematika dalam menerapkan pendekatan pendidikan matematika realistik sebagai alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematika siswa khususnya. Dan juga sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika secara umum dengan memperbaiki kelemahan dan mengoptimalkan hal-hal yang sudah baik. 4. Untuk Kepala Sekolah Memberikan kewenangan kepada guru untuk dapat mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematika siswa khususnya dan hasil belajar matematika siswa umumnya.

14 1.7. Definisi Operasional 1. Pembelajaran Matematika dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang menekankan bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ( to reinvent ) matematika melalui bimbingan guru (Gravemeijer, 1994) dan penemuan kembali ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan dunia rill (de lange, 1996). Lima karakteristik pembelajaran matatematika realistik (dalam soejadi, 2004) sebagai berikut: a. Menggunakan masalah kontekstual (the use of contex). b. Menggunakan model (use model). c. Menggunakan kontribusi siswa (student s contribution). d. Interaktifitas (interactivity). e. Terintegrasi dengan topik lainnya interwining). 2. Pemahaman Matematika Purwadinata (dalam Emmiliani : 2000) menyatakan bahwa pemahaman artinya mengerti benar sehingga pemahaman konsep artinya mengerti benar tentang konsep sedangkan kata matematika berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga adalah bersifat matematika Selanjutnya dikatakan bahwa pemahaman siswa terhadap matematika adalah kemampuan siswa menggunakannya untuk memecahkan masalah serta kepercayaan siswa terhadap matematika. Menurut Bloom (dalam Hasanah : 2004) menyatakan ada tiga macam pemahaman yaitu a. Translasi yakni kemampuan dalam memahami suatu gagasan yang dinyatakan dengan cara lain dari pernyataan asal yang dikenal sebelumnya, juga mampu mengubah soal kata- kata ke dalam symbol.

15 b. interpretasi yakni kemampuan dalam memahami bahan atau ide yang direkam, diubah atau disusun dalam bentuk atau cara lain, misalnya dalam bentuk grafik, table, diagram, gambar dan sebagainya, c. ekstrapolasi yakni kemampuan meramalkan kecenderungan yang ada menurut data tertentu dengan mengutarakan konsekuensi dan implikasi yang sejalan dengan kondisi yang digambarkan. 3. Suriasumantri (1990) mengatakan bahwa penalaran merupakan proses berfikir untuk menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan. penalaran dalam penelitian ini adalah proses kegiatan berfikir logis untuk menemukan pernyataan baru dengan diketahuinya pernyataan pangkal yang nilai kebenarannya telah disepakati. Penalaran logis dalam penelitian ini meliputi penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif yang dikaji dalam penelitian ini meliputi generalisasi dan analogi sedangkan penalaran deduktif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah modus ponens, modus tollens dan silogisme.