Rini Setyaningsih UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Abstract

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I, Pasal 1 ayat 11.

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Guru merupakan pihak yang bersinggungan langsung dengan


Madrasah Dalam Sistem Pendidikan Nasional MADRASAH DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. Kata Kunci: Madrasah, Sistem dan Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: Mizan,1995), hlm Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat,

BAB I PENDAHULUAN. agama. 1 Di sekolah umum (SD, SMP, SMA) pengajaran agama dipandang

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB V PEMBASAHAN. paparkan di bab I,IV, dan VI, di Tehap selanjutnya adalah pembahasan. Pembahasan

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. mengajar dengan materi-materi kajian yang terdiri dari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I ini dipaparkan tentang : a. Konteks Penelitian, b. Fokus

BAB I PENDAHULUAN. Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Sinar Baru, Surabaya, 1997, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. krisis yang berkepanjangan. Krisis yang terjadi dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi sekolah erat hubungannya dengan masyarakat. dan didukung oleh lingkungan masyarakat. 1

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 308 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM NON FORMAL

2015 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PESANTREN CIPARI DESA SUKARASA KECAMATAN PANGATIKAN KABUPATEN GARUT TAHUN

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN

No.972, 2014 KEMENAG. Muadalah. Pondok Pesantren. Satuan Pendidikan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

A. Latar Belakang Masalah

BAB IV USAHA-USAHA KH. MASRUR QUSYAIRI DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO MADURAN LAMONGAN

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

BAB I PENDAHULUAN. sempurna yang bertaqwa pada Allah SWT. Serta untuk mencapai kehidupan

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1999), hlm Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 27 TAHUN 2007

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 05 TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur an, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 57.

Pondok Pesantren Modern di Semarang BAB I PENDAHULUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang pasti akan dialami oleh setiap individu atau organisasi. Ketika

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DINIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN MODERN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Abd A la dalam bukunya pembaruan pesantren menyebutkan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai. Maka yang merupakan

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. Islam dalam Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, t.th.), h Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan

DAFTAR PUSTAKA. Sholeh, Muhammad. Al-Risalatu al-shafiyah fi al-masa il al-fiqhiyah. Bojonegoro: Pondok Pesantren At-Tanwir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman pada Al Quran surat Az-Zuhruf ayat 43 :

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesantren merupakan suatu lembaga Dakwah Islam yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai satu atau. lebih, sehingga terjadi interaksi antar individu.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR MADRASAH DINIYAH AWALIYAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

2. BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. dari segi intelektual maupun kemampuan dari segi spiritual. Dari segi

Dhiaul Huda. Sejarah Pendirian

BAB I PENDAHULUAN. hlm Adri Efferi, Materi dan Pembelajaran Qur an Hadits MTs-MA, STAIN Kudus, Kudus, 2009, hlm. 2-3

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan koperasi di Negara-negara Eropa Barat dan Jepang

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. baik di dunia maupun di Akhirat. Islam mendorong umatnya untuk berilmu dan

Pengertian Ujian Akhir Nasional Makalah Tujuan Standarisasi dan Partisipasi Pemerintah Dalam Pendidikan

LEMBARAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan warganya. berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. 1. pesantren; dalam hal ini kyai dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini dan di masa datang sedang dan akan. mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

Kontinuitas Pesantren dan Madrasah di Indonesia UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta rinisetyaningsih28@gmail.com Abstract Pesantren is an educational institution, a pleace for deepening religious knowledge of Islam, with the aim of being a cadre of moslem scholars (ulama), leaders of ummah and the leaders of the Nation. Pasantren is unique in the learning approach and outlook on life, the level of shared values, the structure of the division of authority and all aspects of education and other community. Other Islamic educational institutions, such as, the madrassa that stood on the initiative and realization of the Islamic reform, that is, the influence of Islamic reform in the Middle East, Western education and the traditions of Islamic education in Indonesia. The renewal includes three things: Improvements pesantren education system, adjustments to the Western education system, and madiation between traditional pesantren education system and the Western education system. Keywords: Islamic Education, Madrassa, Education System. A. Pendahuluan Pendidikan Islam adalah sebuah sarana atau pun furshoh untuk menyiapkan masyarakat muslim yang benar-benar mengerti tentang Islam. Di sini para pendidik muslim mempunyai satu kewajiban dan tanggungjawab untuk menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya, baik melalui pendidikan formal maunpun non formal. Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan yang lainnya, pendidikan Islam lebih mengedepankan nilai-nilai keislaman dan tertuju pada terbentuknya manusia yang berakhlakul karimah serta taat dan tunduk kepada Allah semata. Sedangkan pendidikan selain Islam, tidak terlalu memprioritaskan pada unsur-

168 unsur dan nilai-nilai keislaman, yang menjadi prioritas hanyalah pemenuhan kebutuhan indrawi semata. 1 Di Negara Indonesia ada beberapa tempat belajar salah satunya adalah pesantren. Pesantren adalah sekolah Islam berasrama. Pendidikan di pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang Al-Qur an dan As-Sunnah, dengan cara mempelajari bahasa Arab dan tata bahasanya. Para pelajar pesantren disebut sebagai santri. Mereka tinggal di asrama yang disediakan oleh pesantren sebagai tempat penginapan selama menuntut ilmu di pesantren tersebut. Institusi sejenis juga terdapat di negara-negara lainnya; misalnya di Malaysia dan Thailand Selatan yang disebut sekolah pondok, serta di India dan Pakistan yang disebut madrasah Islamiah. 2 Bentuk lembaga pendidikan lainnya yang terdapat di Indonesia adalah madrasah. Seperti halnya pesantren, istilah madrasah juga diambil dari bahasa Arab yang artinya juga tempat belajar. Dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni sekolah agama, tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan. 3 Kendati demikian, dalam banyak hal antara kedua lembaga tersebut memiliki perbedaan yang cukup mendasar apabila ditinjau dari sistem pendidikannya. Maka dari itu pemakalah ingin membahas sistem pendidikan pesantren dan madrasah di Indonesia. B. Pengertian Pesantren dan Madrasah 1. Pesantren Pengertian pondok pesantren terdapat berbagai variasinya, antara lain: pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan menyebarkan ilmu agama Islam. Pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren. Istilah pondok mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab 122. 1 Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam di Indonesia, (Malang: UMM Press, 2006), p. 2 Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), p. 74 3 Ibid, p. 94 Jurnal At-Ta dib

Kontinuitas Pesantren dan Madrasah di Indonesia 169 yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren Indonesia, khususnya pualau Jawa lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar yang merupakan asrama bagi santri. Sedangkan istilah pesantren secara etimologis asalnya pe-santrian yang berarti santri. Santri atau murid mempelajari agama dari seorang kyai atau syaikh di pondok pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama dan Islam. Pondok pesantren juga berarti suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal, tetapi dengan sistem bendongan dan sorogan. 4 Pondok pesantren menurut M. Arifin berarti, suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal. 5 Mastuhu mendefinisikan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Keberadaan pondok pesantren ditengah-tengah masyarakat mempunyai peran dan fungsi sebagai tempat pengenalan dan pemahaman agama Islam sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam. 6 2. Madrasah Kata madrasah dalam bahasa Arab adalah bentuk kata keterangan tempat (zharaf makan) dari akar kata darasa. Secara harfiah madrasah diartikan sebagai tempat belajar para pelajar, atau 4 Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA, Mencari Tipologi Format pendidikan Ideal, Cet.II, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), p. 80-81. 5 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan: (Islam dan Umum) (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), p. 109 6 Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), p. 2

170 tempat untuk memberikan pelajaran. 7 Kata madrasah juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu darasa, yang berarti membaca dan belajar atau tempat duduk untuk belajar. Dari kedua bahasa tersebut, kata madrasah mempunyai arti yang sama: tempat belajar. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata madrasah memiliki arti sekolah kendati pada mulanya kata sekolah itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola. 8 Secara teknis, dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yaitu sekolah agama, tempat di mana peserta didik memperoleh pembelajaran tentang agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam). Dalam prakteknya memang ada madrasah yang di samping mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (al- ulum al-diniyyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyyah. Kenyataan bahwa kata madrasah berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih memahami madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni tempat untuk belajar agama atau tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan. 9 C. Sistem Pendidikan Pesantren dan Madrasah di Indonesia 1. Sistem pendidikan pesantren di Indonesia Pondok pesantren adalah sebuah sistem yang unik. Tidak hanya unik dalam pendekatan pembelajarannya, tetapi juga unik dalam pandangan hidup dan tata nilai yang dianut, cara hidup yang ditempuh, struktur pembagian kewenangan, dan semua aspek-aspek kependidikan dan kemasyarakatan lainnya. Oleh sebab itu, tidak ada definisi yang dapat secara tepat mewakili seluruh pondok pesantren yang ada. Masing-masing pondok memiliki keistimewaan sendiri, yang bisa jadi tidak dimiliki oleh yang lain. 7 Sunhaji, Manajemen Madrasah, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2006), p. 74 8 Ibid, p. 75 9 Ibid, p. 76 Jurnal At-Ta dib

Kontinuitas Pesantren dan Madrasah di Indonesia 171 Meskipun demikian dalam hal-hal tertentu pondok pesantren memiliki persamaan. Persamaan-persamaan inilah yang lazim disebut sebagai ciri pondok pesantren, dan selama ini dianggap dapat mengimplikasi pondok pesantren secara kelembagaan. Sebuah lembaga pendidikan dapat disebut sebagai pondok pesantren apabila di dalamnya terdapat sedikitnya 5 unsur, yaitu: kyai, santri, pengajian, asrama, dan masjid dengan segala aktivitas pendidikan keagamaan dan kemasyarakatannya. Persamaan lain yang terdapat pada pondok pesantren adalah bahwa semua pondok pesantren melaksanakan 3 fungsi kegiatan yang dikenal dengan Tri Darma pesantren, yaitu: (1) peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, (2) pengembangan keilmuan yang bermanfaat, dan (3) pengabdian terhadap agama, masyarakat dan Negara. 10 Keragaman dan keunikan pondok pesantren juga terdapat pada sistem pembelajarannya. Hal ini terkait dengan kenyataan, sejauh mana sebuah pondok pesantren tetap mempertahankan pendekatan individual atau kelompok, dan sejauh mana pondok pesantren menyerap sistem pendidikan modern yang lebih mengedepankan klasikal. Dari berbagai tingkat konsistensi dengan sistem lama dan keterpengaruhan dengan sistem modern, secara garis besar pondok pesantren dapat dikategorikan ke dalam 3 bentuk, yaitu: 11 a) Pondok pesantren salafiyah/tradisional Pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam dilakukan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik, berbahasa Arab. Penjejangan tidak didasarkan pada satuan waktu, tetapi berdasarkan tamatnya kitab yang dipelajari. Dengan cara ini santri dapat lebih intensif mempelajari suatu cabang ilmu. b) Pondok pesantren khalafiyah/ ashriyah atau bisa disebut modern Pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan pendekatan modern melalui satuan pendidikan formal baik madrasah (MI, MTs, MA atau MAK), maupun sekolah (SD, 10 Ismail SM, Pengembangan Pesantren Tradisional: Sebuah Hipotesis Mengantisipasi Perubahan Sosial, dalam Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, 2002), p. 174-175. 11 Hardar Putra Daulay, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan Madrasah (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001), p.75.

172 SMP, SMU, SMK) atau nama lainnya tetapi dengan pendekatan klasikal. Pembelajaran dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan dengan satuan program didasarkan pada satuan waktu seperti catur wulan, semester, tahun/kelas dan seterusnya. c) Pondok pesantren campuran atau kombinasi Selain dengan model pendekatan pendidikan tradisional atau modern, juga tipologi berdasarkan konsentrasi ilmu-ilmu agama yang diajarkan. Di sini dikenal pesantren Al-Qur an yang lebih berkonsentrasi pada pendidikan Al-Qur an, mulai qira ah sampai tahfidz. Ada pesantren hadits, yang lebih berkonsentrasi pada pembelajaran hadits. 12 Tipologi pondok pesantren tidak hanya didasarkan pada tipologi agama tetapi tipologi yang dibuat berdasarkan penyelenggaraan fungsinya sebagai lembaga pengembangan masyarakat melalui program-program pengembangan usaha, seperti pesantren pertanian, pesantren keterampilan, pesantren agribisnis, pesantren kelautan. Sistem pendidikan pondok pesantren dapat diartikan serangkaian komponen pendidikan dan pengajaran yang saling berkaitan yang menunjang pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh pondok pesantren. 2. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren Dengan menyandarkan diri kepada Allah SWT, para kyai pesantren memulai pendidikan pesantrennya dengan modal niat ikhlas dakwah untuk menegakkan kalimat-nya, didukung dengan sarana prasarana sederhana dan terbatas. Relevan dengan jiwa kesederhanaan, maka tujuan pendidikan adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat, sebagai pelayan masyarakat, mandiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama, atau menegakkan agama Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat ( izzul Islam wal muslimin), dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. 13 Tujuan sistem 12 Ibid, p. 79 13 Drs. H. M. Sulthon Masyhud, M.Pd dan Drs. Moh. Khusnurdilo, M.Pd, Manajemen Pondok Pesantren, Cet.II, (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), p. 92-93. Jurnal At-Ta dib

Kontinuitas Pesantren dan Madrasah di Indonesia 173 pengajaran pondok pesantren lebih mengutamakan niat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dari pada mengejar hal-hal yang bersifat material. Pemerintah melalui Depag RI, membuat standarisasi pendidikan agama di pondok pesantren. Dalam lokakarya intensifikasi pengembangan pondok pesantren pada tanggal 2-6 Mei 1978 tentang tujuan pondok pesantren adalah: untuk membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan bangsa. 14 a. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren Pendidikan pondok pesantren tidak bisa disamakan dengan lembaga pendidikan formal seperti sekolah pada umumnya. Kurikulum pondok pesantren lebih banyak ditentukan oleh otoritas seorang Kyai yang memangkunya, sehingga sering ditemukan kesamaan kurikulum atau kitab-kitab yang dijadikan standar dalam pengajarannya, bahkan di sebagian pondok pesantren ada yang tidak ditemukan kurikulumnya, walaupun praktek pengajarannya, bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan seharihari merupakan kesatuan dalam proses pendidikannya. Adanya perbedaan kurikulum di kalangan pondok pesantren menunjukkan bahwa perhatian kalangan pondok pesantren terhadap kurikulum masih kurang. Kurikulum pondok pesantren, tidak seperti yang difahami dalam kurikulum pada lembaga pendidikan formal, yang mencakup seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. Tetapi kurikulum pondok pesantren merupakan urutan kitab yang dipelajari oleh santri, dimana kurikulum pesantren tidak distandarisasi secara kolektif. 15 Depag RI, sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan Islam, berupaya untuk menyusun standarisasi kurikulum pendidikan pesantren yang 14 Prof.Dr.Mujamil Qomar, M.Ag,..., p. 62-63 15 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren. Cet 8, (Jakarta: LPEES, 2011), p. 50

174 dikembangkan menjadi lima jenjang pendidikan. Secara global kitab-kitab yang ditentukan hampir sama dengan kitab-kitab yang beredar di pondok pesantren. Namun sebagai lembaga pendidikan yang independen, pondok pesantren tetap memakai kurikulum sesuai dengan keinginan Kyai pengasuhnya. 16 b. Metode Pembelajaran Pondok Pesantren Pondok pesantren pada bentuk aslinya menggunakan sistem pendidikan non klasikal, dimana dalam penyampaian pelajaran menggunakan sistem pembelajaran tradisional, yaitu: (1) metode sorogan, yaitu belajar secara individual dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dengan menyodorkan kitabnya di hadapan kyai atau pembantunya/asistennya; (2) metode wetonan/ bandongan, yaitu metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan dengan waktu tertentu (sebelum/sesudah melakukan sholat fardhu); (3) metode Bahtsul masa il, yaitu dengan beberapa jumlah para santri membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh kyai untuk membahas atau mengkaji persoalan atau suatu masalah yang sudah ditentukan sebelumnya; (4) metode pengajian pasaran, yaitu kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang kyai dengan terus menerus dalam tenggang waktu tertentu; (5) metode hafalan, yaitu kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu dengan waktu tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan kyai; (6) metode demonstrasi/praktek ibadah, yaitu dengan memperagakan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan kyai. 17 c. Masa pembelajaran dan syahadah / ijazah Masa pembelajaran adalah jangka waktu tertentu yang dihabiskan untuk menempuh pendidikan di pondok pesantren. Masa pembelajaran sangat tergantung pada model pembelajaran yang ada. Rata-rata pembelajaran pondok pesantren tergantung pada pimpinan yang bersangkutan, bisa mencapai 3/6 tahun. Selesainya 16 Ibid, p. 55 17 Prof. Dr. Mujamil Qomar,..., p. 21 Jurnal At-Ta dib

Kontinuitas Pesantren dan Madrasah di Indonesia 175 masa pelajaran adalah jika ia sudah merasa cukup atau kyai menganggap dirinya cukup memiliki pengetahuan atau ajaran agama Islam. Pada saat santri selesai atau dianggap cukup dalam menerima pendidikan, baik itu berupa pengajian dan pendidikan keterampilan, biasanya ia akan menerima ijazah, sebagaimana halnya yang terjadi pada sekolah umum. Di kalangan pondok pesantren pengertian ijazah memiliki nama tertentu yaitu dengan sebutan syahadah. 18 d. Organisasi Pondok Pesantren Pada masa awal pondok pesantren organisasi dan manajemen pondok pesantren sangat sederhana, dimana kehidupan dalam pesantren hampir seluruhnya diatur oleh para santri sendiri. Kyai tidak terlibat langsung dalam kehidupan para santri. Dia hanya mengajar membaca kitab, menjadi imam dan khatib shalat jum at, menghibur kalau ada sakit yang datang kepadanya sambil mencoba menasehati dan mengobati dengan do a-do a. Peraturan sehari-hari di pesantren seluruhnya diurus para santri dan keterlibatan Kyai terbatas pada pengawasan yang diam. Sesudah mendapat persetujuan Kyai, para santri memilih seorang Lurah Pondok yang akan bertanggungjawab pada kehidupan bersama para santri. Bersama Kyai, lurah pondok menyusun peraturan untuk persoalan-persoalan praktis, yang pelaksanaannya diserahkan kepada lurah pondok. Pada perkembangan selanjutnya, pondok pesantren menggunakan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen sebagaimana yang dipakai dalam lembaga pendidikan formal, walaupun dalam tingkat yang berbeda. Karena itulah Depag RI, menyusun buku panduan Administrasi Pesantren, untuk membantu pesantren dalam mengelola organisasi pesantren. 19 3. Sistem Pendidikan Madrasah di Indonesia Manajemen madrasah lebih teratur daripada pesantren tradisional, tetapi dari segi penguasaan pengetahuan agama, santri lebih mumpuni. Keadaan ini wajar terjadi karena santri tersebut hanya mempelajari pengetahuan agama, sementara beban siswa 18 Kafrawi, Pembaruan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren. (Jakarta: Cemara Indah, 1978), p. 60 19 Ibid, p. 64

176 madrasah berganda. Demikian juga, menjadi wajar ketika dalam hal penguasaan pengetahuan umum, siswa sekolah umum lebih unggul menguasai daripada siswa madrasah karena beban siswa sekolah umum tidak sebanyak siswa madrasah. 20 a. Tujuan Pendidikan Madrasah Madrasah mengkhususkan diri pada kajian agama (tafaqquh fi al-din) menjadi sekolah umum berciri khas agama Islam, adalah dalam rangka mengarahkan, membimbing, membina, dan melahirkan output-output pendidikan madrasah yang qualified mampu mengembangkan pandangan hidup (kognitif), sikap hidup (afektif), dan life skill (motorik) dalam perspektif Islam, sehingga tercipta manusia Indonesia paripurna sebagaimana dicita-citakan dalam GBHN dan UUD 1945. 21 Tujuan peningkatan mutu pendidikan pada madrasah adalah agar mata pelajaran umum dari madrasah mencapai tingkat yang sama dengan mata pelajaran umum di sekolah umum yang setingkat. Hasil yang diharapkan adalah: (1) ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang sederajad, (2) lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas, (3) siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum setingkat. 22 b. Kurikulum Madrasah Dari segi kurikulum, madrasah pun mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) nomor 2 tahun 1989 dan nomor 20 tahun 2003. Berdasarkan pada undang-undang ini, madrasah memiliki kesetaraan dengan sekolah (umum). Perbedaannya hanya terletak pada penekanannya terhadap mata pelajaran agama Islam. Inilah yang menyebabkan madrasah diasumsikan lebih Islami daripada sekolah lainnya. Selebihnya, Kemenag RI pun berusaha merumuskan dan mengimplementasikan, apa yang disebut para ahli sebagai, nuansa Islam dalam kurikulum. 20 Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos, 1999), p. 25 21 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam. (Jakarta: Erlangga, 2007), p. 15 22 Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA,..., p. 92 Jurnal At-Ta dib

Kontinuitas Pesantren dan Madrasah di Indonesia 177 Melihat kenyataan sejarah, kita tentunya bangga dengan sistem dan lembaga pendidikan Islam madrasah yang ada di Indonesia. Apalagi dengan metode dan kurikulum pelajarannya yang sudah mengadaptasi sistem pendidikan serta kurikulum pelajaran umum. Peran dan kontribusi madrasah yang begitu besar itu pada gilirannya, sejak awal kemerdekaan sangat terkait dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Orientasi usaha Departemen Agama dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah, di samping pada pengembangan madrasah itu sendiri. Pada pendidikan madrasah bidang studi agama Islam dibagi ke dalam beberapa sub mata pelajaran, yaitu: Al-Qur an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab. Untuk pelajaran umum disamakan dengan sekolah umum. 23 c. Metode Pembelajaran di Madrasah Dalam perkembangannya, sistem pendidikan Islam madrasah sudah tidak menggunakan sistem pendidikan yang sama dengan sistem pendidikan Islam pesantren. Karena di lembaga pendidikan madrasah ini sudah mulai dimasukkan pelajaran-pelajaran umum seperti sejarah ilmu bumi, dan pelajaran umum lainnya. Sedangkan metode pengajarannya pun sudah tidak lagi menggunakan sistem halaqah, melainkan sudah mengikuti metode pendidikan moderen barat, yaitu dengan menggunakan ruang kelas, kursi, meja, dan papan tulis untuk proses belajar mengajar. Beberapa metode pembelajaran di Madrasah adalah sebagai berikut: (1) metode tanya jawab yaitu, guru memberikan pertanyaan dan meminta jawaban kepada siswa, (2) metode ceramah yaitu, penuturan bahan pelajaran secara lisan, (3) metode diskusi yaitu, percakapan yang responsif yang dijalin oleh pertanyaan problematic dan diarahkan untuk memperoleh pemecahan, (4) metode karyawisata yaitu, mengunjungi sebuah tempat bertemakan pendidikan. 24 23 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Grafindo, 2001), p. 206. 24 Drs. Darwyn Syah, M.Pd dkk, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: GP.Press, 2007), p. 136.

178 d. Masa Pembelajaran di Madrasah Dalam perkembangannya, madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam sekarang ditempatkan sebagai pendidikan sekolah dalam sistem pendidikan nasional. Munculnya SKB 3 Menteri Tahun 1975 (Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri) menandakan bahwa eksistensi madrasah cukup kuat beriringan dengan sekolah umum. Munculnya SKB 3 Menteri merupakan langkah positif untuk meningkatkan mutu madrasah; baik dari status, ijazah, maupun kurikulumnya. Pada awalnya SKB 3 Menteri tersebut juga dipermasalahkan karena komposisi pendidikan umum dan agama 70 % dan 30 %. Namun oleh Menteri Agama pada saat itu, Mukti Ali, dijelaskan bahwa dalam prakteknya kedua mata pelajaran tersebut dapat saling mengisi, sehingga sama-sama 100 %. 25 Jauh sebelum SKB 3 Menteri tersebut, pemerintah telah meningkatkan penataan madrasah sebagai lembaga pendidikan formal. Penataan itu antara lain; Keputusan Menteri Agama No. 1 Tahun 1952, yang berisi klasifikasi dan penjenjangan pendidikan madrasah. Berdasarkan keputusan itu, pendidikan di madrasah dilaksanakan dalam tiga tingkat, yaitu tingkat dasar 6 tahun (Madrasah Ibtidaiyah), tingkat menengah pertama 3 tahun (Madrasah Tsanawiyah), dan tingkat menengah atas 3 tahun (Madrasah Aliyah). Dalam peraturan ini disebutkan juga bahwa di ketiga tingkat madrasah tersebut minimal harus mengajarkan tiga mata pelajaran akademik yang diajarkan di sekolah umum dan mengikuti standar kurikulum Departemen Agama. 26 e. Organisasi Madrasah Pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan yang diidentifikasi secara sistematis sesuai dengan aspirasi individu, kebutuhan kurikulum dan madrasah. Penempatan tenaga kependidikan disesuaikan dengan kebutuhan baik jumlah maupun kualifikasinya dengan menetapkan prioritas. Mutasi tenaga kependidikan dari satu posisi ke posisi lain didasarkan pada analisis jabatan dengan diikuti orientasi tugas oleh 25 Ibid, p. 207. 26 Ibid, p. 208 Jurnal At-Ta dib

Kontinuitas Pesantren dan Madrasah di Indonesia 179 pimpinan tertinggi madrasah yang dilakukan setelah 4 tahun, tetapi bisa diperpanjang berdasarkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan untuk tenaga kependidikan tambahan tidak ada mutasi. Madrasah mendayagunakan: 1) Kepala madrasah melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pimpinan pengelolaan madrasah. 2) Wakil kepala Madrasah melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pembantu kepala madrasah. 3) Guru melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai agen pembelajaran yang memotivasi, memfasilitasi, mendidik, membimbing, dan melatih peserta didik sehingga menjadi manusia bermutu dan mampu mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimal. 4) Konselor melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam memberikan layanan dan bimbingan dan konseling kepada pendidik. 5) Tenaga administrasi melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam menyelenggarakan pelayanan administratif. 27 D. Kontinuitas Pendidikan Pesantren dan Madrasah di Indonesia Melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, maka pendidikan Islam dituntut untuk bergerak dan mengadakan inovasi-inovasi dalam pendidikan. Mulai dari paradigma, sistem pendidikan dan metode yang digunakan. Ini dimaksudkan agar perkembangan pendidikan Islam tidak tersendatsendat. Ada beberapa hal yang perlu dibangun dan diperbaiki kembali dalam pendidikan Islam supaya dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, yaitu: (1) rekonstruksi paradigma, (2) memperkuat landasan moral, (3) menguasai lebih dari dua bahasa, (4) menguasai komputer dan berbagai program dasarnya, (5) pengembangan kompetensi kepemimpinan. 28 Agar pendidikan Islam terus berkembang dan selalu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Maka perlu 27 Dr. Ainurrafiq Dawam, M.Ag dan Ahmad Ta arifin, M.A, Mananjemen Madrasah Berbasis Pesantren, (Listafariska Putra, 2005), p. 66-67 28 Prof. Dr. Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga), p. 41

180 adanya integrasi antara pendidikan Islam Tradisional (pesantren) yang sepanjang sejarahnya dikembangkan oleh NU dan pendidikan Islam modern yang dikembangkan oleh Muhammadiyah. Pendidikan Pesantren diharapkan untuk tetap dapat menjaga originilitas ulama. Sedangkan pendidikan Islam modern diharapkan dapat menyesuaikan dengan perkembangan IPTEK. 29 Pada era otonomi daerah sekarang ini keberadaan pesantren kembali menemukan momentum relevansinya yang cukup besar untuk memainkan kiprahnya sebagai elemen penting dalam proses pembangunan sosial. Keberadaan pesantren menjadi partner yang ideal bagi institusi pemerintah untuk bersama-sama meningkatkan mutu pendidikan yang ada di daerah sebagai basis bagi pelaksanaan transformasi sosial melalui penyediaan sumberdaya manusia yang qualified dan berakhlak karimah. 30 Secara konseptual, sebenarnya lembaga pesantren optimis akan mampu memenuhi tuntutan reformasi pembangunan nasional, karena fleksibelitas dan keterbukaan sistemik yang melekat padanya. Realitas menunjukkan pada saat ini lembaga pesantren telah berkembang secara bervariasi baik dilihat dari segi isi (kurikulum) dan bentuk, manajemen, dan struktur organisasinya. Hasan Basri menggambarkan lembaga non formal ini kedalam 5 pola, yakni: (1) pesantren yang hanya terdiri dari masjid dan rumah kyai, (2) pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, dan pondok atau asrama, (3) pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok, dan madrasah, (4) pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok, madrasah, dan tempat ketrampilan, (5) pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok, madrasah, tempat ketrampilan, universitas, gedung pertemuan, tempat olah raga, dan sekolah umum. 31 Apapun polanya, lembaga pesantren di Indonesia saat ini telah mendapatkan perhatian besar dari pemerintah dan masyarakat, termasuk dicantumkannya pesantren dalam GBHN dan UU Sisdiknas untuk ditangani secara khusus. Untuk merespon kebijakan pemerintah tersebut, Depertemen Agama RI melalui Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam telah menambah 29 Ibid, p. 43 30 Drs. H. M. Sulthon Masyhud, M.Pd dan Drs. Moh. Khusnurdilo, M.Pd,..., p. 13-14. 31 Ibid, p. 73-74 Jurnal At-Ta dib

Kontinuitas Pesantren dan Madrasah di Indonesia 181 direktorat baru yang menangani pesantren, yakni: Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren (Ditpekapontren). 32 Ditinjau dari segi jenis madrasah berdasarkan kurikulumnya dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: madrasah diniyah, madrasah SKB 3 Menteri, dan madrasah pesantren. Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama, yaitu sebagai lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang belajar di sekolah umum. Setelah adanya SKB 3 Menteri, mata pelajaran madrasah disamakan dengan sekolah umum yang setingkat. Maka pelajaran pada Madrasah Ibtidaiyah sama dengan standar pengetahuan umum pada Sekolah Dasar. Pelajaran umum pada Madrasah Tsanawiyah sama dengan standar pengetahuan umum pada Sekolah Menengah Pertama. Pelajaran umum pada Madrasah Aliyah sama dengan standar pengetahuan umum pada Sekolah Menengah Atas. 33 Madrasah pesantren, yaitu madrasah yang memakai sistem pondok pesantren, dimana siswa tinggal bersama kyai di pondok, hidup dalam suasana belajar selama 24 jam sehari semalam. Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa dewasa ini hampir semua pesantren telah membuka lembaga klasikal (madrasah). Dengan adanya lembaga pendidikan madrasah santri (murid) diawasi dengan sistem absensi, mata pelajaran berjenjang, kemampuan dan kegiatan murid dinilai dengan adanya evaluasi belajar, serta prestasi siswa dapat diketahui lewat raport. Oleh karena itu sistem pengajaran dan pendidikan agama yang paling baik di Indonesia adalah sistem pengajaran model madrasah dan sistem pendidikan model pesantren. Jelasnya, madrasah dalam pesantren adalah sistem pengajaran dan pendidikan agama yang paling baik. Maka dapatlah diharapkan bahwa pendidikan madrasah dalam pesantren akan terhimpun seni, ilmu, dan agama, yang merupakan tiga komponen pendidikan yang harus terkumpul dalam diri seseorang, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok masyarakat. 34 32 Ibid, p. 75 33 Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA...p. 97-98 34 Ibid, p. 100-101

182 E. Kesimpulan Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Kata madrasah dalam bahasa Arab adalah bentuk kata keterangan tempat (zharaf makan) dari akar kata darasa. Secara harfiah madrasah diartikan sebagai tempat belajar para pelajar, atau tempat untuk memberikan pelajaran. Pesantren dan madrasah memiliki karakteristik tersendiri. Persamaan pesantren dan madrasah adalah sama-sama lembaga pendidikan yang berdasarkan Islam dan bertujuan untuk mencetak generasi yang ideal dan bertaqwa kepada Allah SWT. Adapun perbedaan pesantren klasik dan madrasah diantaranya adalah: 1. Adanya pesantren atau padepokan sebagai tempat tinggal sedangkan madrasah tidak ada tempat tinggal siswa. 2. Dipimpin oleh seorang kyai, sedangkan madrasah dipimpin oleh kepala madrasah. 3. Menggunakan metode bedongan atau sorongan, sedangkan dalam madrasah tidak menggunakan metode bedongan/ sorongan. Sistem pengajaran dan pendidikan agama yang paling baik di Indonesia adalah sistem pengajaran model madrasah dan sistem pendidikan model pesantren. Jelasnya, madrasah dalam pesantren adalah sistem pengajaran dan pendidikan agama yang paling baik. Maka dapatlah diharapkan bahwa pendidikan madrasah dalam pesantren akan terhimpun seni, ilmu, dan agama, yang merupakan tiga komponen pendidikan yang harus terkumpul dalam diri seseorang, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok masyarakat Daftar Pustaka Arifin, M., Kapita Selekta Pendidikan: (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995). Dawam, Ainurrafiq dan Ahmad Ta arifin, Mananjemen Madrasah Berbasis Pesantren, (Listafariska Putra, 2005). Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Cet 8, ( Jakarta: LPEES, 2011). Jurnal At-Ta dib

Kontinuitas Pesantren dan Madrasah di Indonesia 183 Ismail, Pengembangan Pesantren Tradisional: Sebuah Hipotesis Mengantisipasi Perubahan Sosial, dalam Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). Kafrawi, Pembaruan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren, (Jakarta: Cemara Indah, 1978). Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam di Indonesia, (Malang: UMM Press, 2006). Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos, 1999). Nata, Abudin, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga- Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Grafindo, 2001). Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2005). Putra Daulay, Hardar, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan Madrasah, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001). Qomar, Mujamil, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002). Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007). Ridlwan Nasir, M, Mencari Tipologi Format pendidikan Ideal, Cet. II, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010). Sulthon Masyhud, M. dan Moh Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, Cet.II. (Jakarta: Diva Pustaka, 2005). Sunhaji, Manajemen Madrasah, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2006). Syah, Darwyn, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: GP. Press, 2007).