PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN BERDASARKAN SUHU PERMUKAAN LAUT NINO 3.4 : SUATU PENDEKATAN DENGAN METODE FILTER KALMAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENYUSUNAN SKENARIO MASA TANAM BERDASARKAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN DI SENTRA PRODUKSI PANGAN

Restu Tresnawati, Kurnia Endah Komalasari Puslitbang BMKG, Jl Angkasa 1 No.2 Kemayoran Jakarta Pusat

PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN MENGGUNAKAN METODE KALMAN FILTER DENGAN PREDIKTOR SST NINO 3.4 DIPREDIKSI

PENGARUH TENGGANG WAKTU (TIME LAG) ANTARA CURAH HUJAN DENGAN SUHU PERMUKAAN LAUT NINO 3.4 TERHADAP PERFORMA MODEL PREDIKSI HUJAN

KUMPULAN ABSTRAK TESIS DISERTASI DOKTOR 2005 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(Correlation Analysis of Rainfall and Indonesia Sea Surface Temperature, and Its implications on Rainfall Prediction : Cilacap case study)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANCANGAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN BERDASARKAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI KALIMANTAN SELATAN

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

1. Latar Belakang. 2. Tinjauan Pustaka

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PREDIKSI TOTAL HUJAN BULANAN DI TANJUNGPANDAN MENGGUNAKAN PERSAMAAN REGRESI DENGAN PREDIKTOR SST NINO 3.4 DAN INDIA OCEAN DIPOLE (IOD)

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. moderate.

Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT

REGRESI KUADRAT TERKECIL PARSIAL UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING

PREDIKSI LA NINA OLEH 3 INSTITUSI INTERNASIONAL DAN BMKG (UPDATE 03 JANUARI 2011)

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. La Nina.

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA SEMARANG DENGAN METODE KALMAN FILTER

PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017

PRESS RELEASE PERKEMBANGAN MUSIM KEMARAU 2011

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR

Analisis Korelasi Suhu Muka Laut dan Curah Hujan di Stasiun Meteorologi Maritim Kelas II Kendari Tahun

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah

ANALISIS DERET BERKALA MULTIVARIAT DENGAN MENGGUNAKAN MODEL FUNGSI TRANSFER: STUDI KASUS CURAH HUJAN DI KOTA MALANG

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

STATISTIKA. Tabel dan Grafik

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

METODE PERAMALAN HOLT-WINTER UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PENGUNJUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS RIAU ABSTRACT

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Prediksi Nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Jambi Menggunakan Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) dengan Metode Fuzzy C-Means Clustering

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

Kuliah 2 Metode Peramalan Deret Waktu

2. Adanya resiko pemumpukan barang pada gudang.

TREND ANALYSIS INFANT MORTALITY RATE DENGAN AUTOREGRESIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT; ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN DASARIAN I FEBRUARI 2018

BAB I PENDAHULUAN. untuk item yang diproduksi. Peramalan ini berguna sebagai dasar untuk

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Magister Pengelolaan Air dan Air Limbah Universitas Gadjah Mada. 18-Aug-17. Statistika Teknik.

EVALUASI MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK PREDIKSI IKLIM EKSTRIM DENGAN KORELASI CURAH HUJAN DAN TINGGI MUKA LAUT DI SEMARANG

TAHUN TOTAL RATAAN

UPDATE HASIL MONITORING EL NINO DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN AGUSTUS DESEMBER 2015

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

BAGAIMANA MEMPREDIKSI KARST. Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

UPDATE DASARIAN III MARET 2018

PRAKIRAAN ANOMALI IKLIM TAHUN 2016 BMKG DI JAWA TENGAH

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR

PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN METODE KALMAN FILTER (Studi Kasus di Kota Semarang Tahun 2012)

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

Analisis. Analisis Lanjutan. menampilkan hasil dalam gambar grafik atau gambar cross section aplikasi program RAOB.

Implementasi Kalman Filter Pada Sensor Jarak Berbasis Ultrasonik

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

BAB II LANDASAN TEORITIS

MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS

HASIL DAN PEMBAHASAN

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)*

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI

KOREKSI DATA HUJAN DASARIAN TRMM DI STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU MENGGUNAKAN REGRESI LINEAR SEDERHANA

ANALISIS PERAMALAN SUKU CADANG HYDRAULIC OIL FILTER KOMATSU DI PT KOMATSU MARKETING AND SUPPORT INDONESIA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU

HASIL DAN PEMBAHASAN . BP D-1

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

Transkripsi:

J. Agromet 19 (2) : 43 56, 25 PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN BERDASARKAN SUHU PERMUKAAN LAUT NINO 3.4 : SUATU PENDEKATAN DENGAN METODE FILTER KALMAN (Monthly Rainfall Prediction Based on Sea Surface Temperature Nino 3.4 : The approach with Kalman Filtering) Estiningtyas, W., Suciantini dan Irianto, G. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi ABSTRAK Hasil prakiraan curah hujan memberikan gambaran mengenai kondisi curah hujan beberapa waktu ke depan. Salah satu metode yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah Filter Kalman, dengan menggunakan Cirebon sebagai wilayah studi. Pewilayahan hujan di Kabupaten Cirebon menghasilkan 6 kelompok hujan dengan rata-rata curah hujan tahunan 14-15 mm pada wilayah yang kering dan 3-32 mm pada wilayah basah. Hasil validasi dari stasiun pewakil pada setiap wilayah hujan menunjukkan nilai koefisien korelasi validasi lebih dari 94%, koefisien korelasi model lebih dari 78% dan fit model lebih dari 38%, dengan model dominan yang digunakan adalah OE. Hasil regresi menunjukkan nilai R 2 lebih dari.8. Hal ini mengindikasikan bahwa model cukup baik menjelaskan hubungan antara curah hujan dan SST Nino 3.4, sehingga SST Nino 3.4 dapat digunakan sebagai prediktor curah hujan. Hasil prakiraan curah hujan di Kabupaten Cirebon secara umum memperlihatkan kecenderungan peningkatan curah hujan hingga Februari 25, dengan koefisien korelasi model lebih dari 9% dan fit model lebih dari 4%. Kata kunci: Filter Kalman, SST Nino 3.4, curah hujan, validasi, prediksi ABSTRACT Many approaches have been applied to forecast climate using statistical and deterministic models using independent and dependent variables empirically. It is more practical to analyze the parameters, but it needs validation anytime and anywhere. Kalman filtering unites physical and statistical model approaches to stochastic model renewable anytime for objective of on line forecasting. Based on research, sea surface temperature Nino 3.4 have high correlation with rainfall in Indonesia, so it is used to forecast rainfall in Cirebon as area study. Rainfall clustering in Cirebon results 6 groups with rainfall average 14-15 mm/year for dry area and 3-32 mm/year for wet area. Validation have correlation coefficient validation value more than 94%, correlation coefficient model value more than 78% and fit model value more than 38%. The result of regression gives R 2 value of more than,8. It implies that predicting model using Kalman Filter is feasible to forecast montly rainfall based on sea surface temperature Nino 3.4. The result of rainfall prediction in Cirebon show increasing in rainfall until February 25, with correlation coeficient value of model more than 9% and fit model more than 4%. Key words: Kalman Filtering, SST Nino 3.4, rainfall, validation, prediction Penyerahan naskah : 1 Novemnber 25 Diterima untuk diterbitkan : 12 Desember 25

Woro Estiningtyas, et al. PENDAHULUAN Kebutuhan terhadap data dan informasi iklim yang cepat, akurat, terbaru dan berkesinambungan menjadi sangat mendesak tidak saja ketika muncul fenomena anomali iklim, tetapi juga telah diperhitungkan dalam perencanaan. Hal ini mengindikasikan bahwa anomali iklim membawa dampak yang cukup besar terhadap berbagai bidang, dan kuantifikasi anomali iklim dalam bentuk yang mudah dipahami semakin dirasakan perlu. Salah satu parameter iklim yang paling dirasakan perubahannya akibat anomali iklim adalah curah hujan. Sedangkan indikator anomali iklim yang sering digunakan untuk merepresentasikan fenomena anomali iklim adalah suhu permukaan laut (sea surface temperature, SST) Nino 3.4. Berdasarkan penelitian Hendon (23), variabilitas SST Nino 3.4 mempengaruhi 5% variasi curah hujan seluruh Indonesia. Boer, et al (1999) juga menyatakan bahwa anomali suhu permukaan laut di wilayah Nino 3.4 memiliki hubungan yang lebih kuat terhadap anomali curah hujan bulanan dibandingkan dengan anomali suhu permukaan laut di wilayah lain. Hal inilah yang menjadi salah satu pertimbangan untuk menggunakan SST Nino 3.4 sebagai prediktor curah hujan. Saat ini berbagai model prediksi iklim telah banyak dikembangkan, baik dengan model statisitik, model deterministik maupun kombinasinya. Model deterministik kekuatannya pada nalar fisik sehingga rumusannya dapat merepresentasikan perilaku fisik yang mendasarinya. Kelemahannya, model deterministik sangat kompleks prosesnya, rumit interaksinya dan sebagian besar faktornya diluar kontrol, sehingga selain memerlukan tenaga, waktu dan biaya besar, secara operasional sulit direalisasikan. Sedangkan model statistik dapat diformulasikan berdasarkan hubungan peubah bebas dan tidak bebas secara empirik, sehingga lebih praktis untuk menalarkan gejala itu sendiri. Kelemahannya, model statistik perlu divalidasi setiap saat untuk setiap tempat. Apabila kedua pendekatan tersebut dapat digabungkan, sehingga kelemahan masing-masing dapat direduksi dan kelebihan keduanya dapat disinergikan, maka model yang dihasilkan akan dapat ditingkatkan akurasi dan keberhasilannya dalam prediksi anomali iklim. Kalman (196) menggabungkan pendekatan model fisik dan statistik menjadi model stokastik yang dikenal dengan model Kalman Filter atau saringan Kalman. Filter ini mengestimasi keadaan proses pada suatu waktu dan kemudian mendapatkan umpan balik dalam bentuk pengukuran yang mempunyai noise. Noise ini mempunyai karakteristik statistik atau dapat dimodelkan, dan menggunakan analisis stokastik untuk pemecahan masalah. Dalam hal ini filter Kalman berperan dalam memperkecil noise sedemikian rupa sehingga diharapkan memberikan hasil prediksi yang lebih baik. Pendekatan ini diperkuat oleh pernyataan Tor (22) bahwa sangat memungkinkan untuk mengaplikasikan teknik Filter Kalman guna membangun monitoring data yang bervariasi terhadap waktu, seperti angin, hujan dan sebagainya. Tujuan dari penelitian adalah menyusun model prediksi curah hujan berdasarkan SST Nino 3.4 serta melakukan validasinya pada setiap kelompok hujan. Data dan Lokasi : METODOLOGI Lokasi penelitian adalah Kabupaten Cirebon. Data yang digunakan antara lain : (1) Data time series curah hujan harian, (2) Data time series SST Nino 3.4 bulanan sepanjang seri data hujan 44

Prediksi Curah Hujan Bulanan Berdasarkan Suhu Permukaan Laut (sumber : NOAA), dan (3) Data prediksi SST Nino 3.4 (sumber : NOAA) yang diinterpretasikan berdasarkan model consolidation sesuai dengan jangka waktu prediksi yang dibutuhkan. Metode Penelitian Prakiraan curah hujan dengan metode filter Kalman dilakukan dengan fasilitas System Identification Toolbox dalam Program Matlab Versi 6.5 Rel 13. Proses ini dilakukan dengan mengatur parameter dalam model sehingga output yang dihasilkan mirip atau menyerupai output yang terukur. Dalam hal ini SST merupakan input model, sedangkan curah hujan sebagai output model. Model yang digunakan untuk menghubungkan kedua parameter tersebut ada 4 pilihan, yaitu : Autoregresi (ARX), Autoregresi Moving Average (ARMAX), Box-Jenkin (BJ), dan Output-Error (OE). Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan analisis, yaitu : (1) pewilayahan hujan, (2) validasi model hubungan curah hujan dan SST Nino 3.4 dan (3) prakiraan curah hujan bulanan. Pewilayahan Hujan Pewilayahan hujan dilakukan menggunakan analisis komponen utama dan analisis cluster (analisis gerombol). Analisis Komponen Utama digunakan untuk mengidentifikasi peubah baru yang mendasari data peubah ganda, menghilangkan masalah multikolinieritas (peubah yang saling berkorelasi) dan menghilangkan peubah-peubah asal yang memberikan sumbangan informasi yang relatif kecil. Sedangkan analisis cluster (gerombol) digunakan untuk mengelompokkan objekobjek menjadi beberapa gerombol / kelompok berdasarkan pengukuran peubah-peubah yang diamati, sehingga diperoleh kemiripan objek dalam gerombol yang sama dibandingkan antar objek pada gerombol lain. Validasi Model Hubungan Curah Hujan dan SST Nino 3.4 Untuk mengetahui apakah suatu model memberikan hasil yang baik atau tidak, dilakukan pembandingan antara output model dengan data pengamatan. Dalam penelitian ini digunakan 4 model yang menghubungkan parameter input dan output, yaitu : Autoregresi (ARX), Autoregresi Moving Average (ARMAX), Box-Jenkin (BJ), dan Output-Error (OE). Dari keempat model ini dipilih satu model terbaik berdasarkan nilai koefisien korelasi validasi tertinggi. Persamaan umum model linier input output untuk sistem output tunggal dengan input u dan output y menurut Ljung (1999) adalah : nu y t Bi q / Fi q u i t nki C q / D q e t A q i 1 sedangkan persamaan untuk setiap model adalah : ARX : A q y t B q u t nk e t ARMAX : A q y t B q u t nk C q e t OE (Output-Error) : y t B q / F q u t nk e t BJ (Box-Jenkins) : y t B q / F q u t nk C q / D q e t dimana : u i = variabel input eksternal, A, B i, C, D dan F i = shift operator polynomials, nk = jarak waktu (time delays). 45

Woro Estiningtyas, et al. Prediksi Curah Hujan dengan Filter Kalman Pada prinsipnya, persamaan Filter Kalman terbagi menjadi dua bagian (Welch dan Bishop, 23), yaitu : (1) persamaan update waktu, dan (2) persamaan update pengukuran. Persamaan update waktu menggunakan keadaan sekarang untuk memproyeksikan ke depan, dan estimasi error covariance digunakan untuk mendapatkan estimasi sebelumnya untuk langkah ke depan. Sedangkan persamaan update pengukuran digunakan untuk umpan balik atau untuk menggabungkan sebuah pengukuran baru ke sebuah estimasi sebelumnya guna mendapatkan sebuah estimasi sesudahnya yang lebih baik. Dari Gambar 2 terlihat bahwa persamaan update waktu menghitung estimasi keadaan (1) dan estimasi covarians (2) ke depan dari waktu k-1 ke langkah k. Tugas pertama di persamaan update pengukuran adalah menghitung Kalman gain (Kk) (3), dan langkah selanjutnya mengukur proses untuk mendapatkan zk, kemudian menghasilkan sebuah estimasi sesudahnya (posteriori) dengan menggabungkan pengukuran di persamaan (3) dan (4). Langkah terakhir adalah mendapatkan sebuah estimasi posteriori error covarians melalui persamaan (5), setelah itu kembali ke persamaan (1) dan seterusnya. Gambar 2. Algoritma Filter Kalman Pewilayahan Hujan HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan curah hujan bulanan secara runut waktu (Januari 1994 - September 24) dilakukan analisis pengelompokkan hujan yang bertujuan untuk mengetahui sebaran pola hujan dan mempermudah melihat hasil prediksi secara spasial. Pengelompokkan curah hujan di Kabupaten Cirebon menghasilkan 6 kelompok wilayah hujan yang terlihat dari peta hasil pengelompokkan (Gambar 3). Berdasarkan jumlah curah hujan tahunannya, maka kelompok 4 merupakan wilayah paling kering dengan rata-rata curah hujan tahunan 14-15 mm. Sedangkan wilayah yang paling basah adalah kelompok 6 dengan rata-rata curah hujan tahunan 3-32 mm (Gambar 4). Kelompok 6 ini merupakan daerah di sekitar lereng Gunung Ceremai dekat perbatasan dengan Kabupaten Kuningan yang sebagian besar merupakan dataran tinggi. 46

CH (mm) CH (mm) CH (mm) CH (mm) CH (mm) CH (mm) Prediksi Curah Hujan Bulanan Berdasarkan Suhu Permukaan Laut Gambar 3. Peta pewilayahan hujan Kabupaten Cirebon Kelompok-1 Kelompok-2 7 6 5 4 3 2 1 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec bulan 7 6 5 4 3 2 1 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec bulan Kelompok-3 Kelompok-4 7 6 5 4 3 2 1 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec bulan 7 6 5 4 3 2 1 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec bulan Kelompok-5 Kelompok-6 7 6 5 4 3 2 1 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec bulan 7 6 5 4 3 2 1 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec bulan Gambar 4. Rata-rata curah hujan bulanan pada setiap kelompok hujan di Kabupaten Cirebon 47

Woro Estiningtyas, et al. Validasi Model Hubungan Curah Hujan dan SST Kelompok I : Cangkring, Cikeusik, Sindang Laut dan Walahar Validasi curah hujan di stasiun Cangkring menghasilkan nilai koefisien korelasi validasi sebesar 92,2%, koefisien korelasi model 88,74% dan fit model 52,97% dengan model hubungan curah hujan dan SST yang terpilih adalah OE. Model OE juga digunakan untuk menunjukkan hubungan curah hujan dan SST di Stasiun Cikeusik, dengan nilai koefisien korelasi validasi 98,29%, koefisien korelasi model 91,14% dan fit model 58,83%. Untuk stasiun Sindang Laut, model yang terpilih adalah ARX, dengan nilai koefisien korelasi validasi, koefisien korelasi dan fit model berturut-turut adalah 94,49%, 85,74% dan 45,3%. Sedangkan di stasiun Walahar, model hubungan curah hujan dan SST dijelaskan melalui model OE dengan nilai koefisien korelasi validasi sebesar 91,96%, koefisien korelasi model 91,57% dan fit model 57,34% (Gambar 5). Kelompok II : Klangenan dan Setupatok Validasi curah hujan di Stasiun Klangenan menghasilkan koefisien korelasi validasi sebesar 98,16%, koefisien korelasi model 9,49% dan fit model 56,1% dengan model OE sebagai model validasi. Di Stasiun Setupatok, model ARMAX dipilih untuk menjelaskan hubungan antara curah hujan dan SST. Perbandingan antara data curah hujan aktual dengan curah hujan hasil simulasi berdasarkan hubungan kedua parameter tersebut menghasilkan nilai koefisien korelasi validasi sebesar 94,34%, koefisien korelasi model 9,44% dan fit model 56,28% (Gambar 6). Kelompok III : Losari dan Kepuh Model hubungan curah hujan dan SST di Stasiun Losari dijelaskan dengan menggunakan model OE. Hasil validasi memperlihatkan nilai koefisien korelasi validasi 94,75%, koefisien korelasi model 91,48% dan fit model 58,48%. Sedangkan untuk Stasiun Kepuh hasil validasi curah hujan memperlihatkan koefisien korelasi validasi 94,75%, koefisien korelasi model 91,48% dan fit model 58,48% menggunakan model OE (Gambar 7). Kelompok IV : Seuseupan Model OE digunakan di Stasiun Seuseupan untuk validasi curah hujan bulanan. Hasil validasi memperlihatkan nilai koefisien korelasi validasi 98,3%, koefisien korelasi model 78,44% dan fit model 38,5% (Gambar 8). Kelompok V : Ambit dan Wanasaba Kidul Di Stasiun Ambit, hasil validasi dengan model OE memperlihatkan nilai koefisien korelasi validasi 97,57%, koefisien korelasi model 92,31% dan fit model 6,96%. Sedangkan di Stasiun Wanasaba Kidul korelasi validasi dan fit model menunjukkan nilai yang sedikit lebih rendah, yaitu 95,52% dan 6,38%, tetapi untuk koefisien korelasi model memperlihatkan nilai yang lebih tinggi sebesar 93,99% dengan model OE (Gambar 9). Kelompok VI : Panongan Model validasi OE di Stasiun Panongan menghasilkan nilai koefisien korelasi validasi 96,9%, koefisien korelasi model 93,9% dan fit model 62,59% (Gambar 1). Hasil validasi memperlihatkan bahwa model OE dominan digunakan untuk membentuk hubungan curah hujan dan SST Nino 3.4, yaitu 83,3%, kemudian model ARMAX dan ARX masing-masing 8,3%. Koefisien korelasi validasi secara keseluruhan lebih dari 92%, koefisien korelasi model sebagian besar lebih 48

Prediksi Curah Hujan Bulanan Berdasarkan Suhu Permukaan Laut dari 9%. Dari fluktuasi curah hujan hasil validasi (Gambar 5-1) terlihat bahwa model filter Kalman menghasilkan pola yang mirip curah hujan aktualnya yang ditandai dengan nilai fit model yang cukup tinggi yaitu lebih dari 5%, kecuali stasiun Seuseupan dan Sindang Laut (Tabel 1). Untuk mengetahui antara prediksi dengan data aktual, maka dilakukan regresi pada stasiun pewakil di setiap wilayah hujan (Gambar 11-16). Hasil regresi menunjukkan nilai R 2 lebih dari.8. Hal ini mengindikasikan bahwa model cukup baik menjelaskan hubungan antara curah hujan dan SST Nino 3.4, sehingga SST Nino 3.4 dapat digunakan sebagai prediktor curah hujan bulanan. Tabel 1. Hasil validasi model hubungan curah hujan dan SST Nino 3.4 Kel. Stasiun Model CC validasi CC model Fit model I Cangkring OE 92,2 88,74 52,97 Cikeusik OE 98,29 91,14 58,83 Sindang Laut ARX 94,49 85,74 45,3 Walahar OE 91,96 91,57 57,34 II Klangenan OE 98,16 9,49 56,1 Setupatok ARMAX 94,34 9,44 56,28 III Losari OE 94,75 91,48 58,48 Kepuh OE 94,75 91,48 58,48 IV Seuseupan OE 98,3 78,44 38,5 V Ambit OE 97,57 92,31 6,96 Wanasaba Kidul OE 95,52 93,99 6,38 VI Panongan OE 96,9 93,9 62,59 Cc = koefisien korelasi Gambar 5. Validasi curah hujan di Stasiun Cangkring, Cikeusik, Sindang Laut dan Walahar 49

Woro Estiningtyas, et al. Gambar 6. Validasi curah hujan di Stasiun Klangenan dan Setupatok Gambar 7. Validasi curah hujan di Stasiun Losari dan Kepuh Gambar 8. Validasi curah hujan di Stasiun Seuseupan 5

Prediksi Curah Hujan Bulanan Berdasarkan Suhu Permukaan Laut Gambar 9. Validasi curah hujan di Stasiun Ambit dan Wanasaba Kidul Gambar 1. Validasi curah hujan di Stasiun Panongan 25 2 15 Cangkring R 2 =.8498 35 3 25 2 Cikeusik R 2 =.9661 1 15 5 1-5 5 1 15 2 25 5-1 -5 5 1 15 2 25 2 Sindang Laut R 2 =.893 5 4 Walahar R 2 =.8456 15 3 1 5 2 1 2 3 4-5 1-1 1 2 3 Gambar 11. Hasil regresi antara curah hujan aktual dan prediksi di kelompok I 51

Woro Estiningtyas, et al. 2 16 Klangenan R 2 =.9636 25 2 Setupatok R 2 =.89 12 8 4 15 1 5-2 -1 1 2 3 5 1 15 2 25-4 Gambar 12. Hasil regresi antara curah hujan aktual dan prediksi di kelompok II 12 Losari R 2 =.8978 1 8 6 4 2-1 -5 5 1 15 2 25-2 16 Kepuh R 2 =.9748 14 12 1 8 6 4 2-1 1 2 3 4 Gambar 13. Hasil regresi antara curah hujan aktual dan prediksi di kelompok III 25 2 Seuseupan R 2 =.9611 15 1 5-5 5 1 15 2-5 Gambar 14. Hasil regresi antara curah hujan aktual dan prediksi di kelompok IV 25 2 Ambit R 2 =.952 2 15 Wanasaba Kidul R 2 =.9123 15 1 5-5 5 1 15 2 25-5 1 5-2 -1 1 2 3 4 5 6-5 Gambar 15. Hasil regresi antara curah hujan aktual dan prediksi di kelompok V 5 4 Panongan R 2 =.9388 3 2 1-2 -1 1 2 3 4 5 Gambar 16. Hasil regresi antara curah hujan aktual dan prediksi di kelompok VI 52

Prediksi Curah Hujan Bulanan Berdasarkan Suhu Permukaan Laut Prediksi Curah Hujan Kelompok I : Cangkring, Cikeusik, Sindang Laut dan Walahar Prakiraan curah hujan di Stasiun Cangkring hingga Maret 25 memiliki pola yang cukup berfluktuasi. Puncak hujan diperkirakan terjadi pada bulan Januari 25 dengan jumlah kurang dari 5 mm/bulan (Gambar 17). Untuk Stasiun Cikeusik prakiraan hujan memperlihatkan puncak hujan yang lebih maju yaitu Desember 24 dengan jumlah hujan yang lebih kecil dibandingkan Stasiun Cangkring (Gambar 18). Pola hujan lebih jelas terlihat di Stasiun Sindang Laut. Curah hujan mengalami peningkatan secara teratur hingga puncaknya terjadi pada bulan Januari 25 dan kemudian menurun kembali hingga Maret 25 (Gambar 19). Sedangkan untuk Stasiun Walahar (Gambar 2) pola hujan tidak terlihat dengan jelas. Puncak hujan diperkirakan terjadi pada Maret 25 dengan jumlah kurang dari 4 mm/bulan. Kelompok II : Klangenan dan Setupatok Prakiraan hujan di Stasiun Klangenan hingga Maret 25 memperlihatkan kecenderungan meningkat. Hal ini seiring dengan terjadinya periode musim hujan di wilayah ini. Puncak hujan diperkirakan terjadi pada Februari 25 hampir 5 mm/bulan (Gambar 21). Nilai koefisien korelasi model sebesar 95,14% dan fit model 54,19%. Sedangkan untuk Setupatok, puncak hujan terjadi pada Januari 25 kemudian menurun hingga Maret 25. Nilai koefisien korelasi model 91,66% dan fit model 48,26% (Gambar 22). Kelompok III : Losari dan Kepuh Prakiraan curah hujan di Stasiun Losari memperlihatkan pola yang berfluktuasi dengan puncak hujan pada bulan Desember 24, kemudian menurun pada Januari 25 dan meningkat lagi pada Februari 25 tetapi tidak setinggi pada Desember 24 (Gambar 23). Hasil prediksi menunjukkan nilai koefisien korelasi model sebesar 92,59% dan fit model 47,76%. Untuk Stasiun Kepuh, pola hujan lebih terlihat jelas, yaitu meningkat hingga Maret 25. Puncak hujan diperkirakan terjadi pada bulan Maret 25 antara 45-5 mm/bulan, sedangkan nilai koefisien korelasi dan fit model berturut-turut sebesar sebesar 91,65% dan 41,31% (Gambar 24). Kelompok IV : Seuseupan Prakiraan curah hujan di Stasiun Seuseupan memperlihatkan pola yang cenderung meningkat dengan puncak hujan pada bulan Januari 25 diperkirakan 2 mm/bulan, kemudian sedikit menurun pada bulan berikutnya. Nilai koefisien korelasi dan fit model berturut-turut sebesar sebesar 86,66% dan 45,85% (Gambar 25). Kelompok V : Ambit dan Wanasaba Kidul Prakiraan hujan di Stasiun Ambit memperlihatkan fluktuasi yang cukup besar. Peningkatan curah hujan mulai terlihat pada bulan Desember 24 hingga puncaknya pada bulan Januari 25 dengan curah hujan hampir 5 mm/bulan (Gambar 26). Hasil prediksi dengan model OE memperlihatkan nilai koefisien korelasi dan fit model masing-masing sebesar 94,19% dan 55,83%. Untuk Stasiun Wanasaba Kidul, pola hujan terlihat lebih jelas. Curah hujan terus meningkat mulai Oktober 24 hingga mencapai puncaknya pada Februari 25, dan kemudian menurun pada Maret 25 menjelang berakhirnya musim hujan di daerah monsunal. Nilai koefisien 53

Woro Estiningtyas, et al. korelasi model 94,74% dan fit model 49,89% diperoleh dari hasil prediksi dengan model OE (Gambar 26). Kelompok VI : Panongan Di Stasiun Panongan, prakiraan curah hujan memperlihatkan pola yang cukup jelas. Sejak Oktober 24 terjadi peningkatan curah hujan hingga Desember 24 antara 6-7 mm/bulan, kemudian menurun sampai dengan Maret 25 (Gambar 28). Prediksi dengan model OE memberikan nilai koefisien korelasi model 94,51% dan fit model 48,65%. Untuk mengetahui gambaran fluktuasi hujan hasil prediksi, maka disajikan salah satu contoh hasil prediksi model, yaitu stasiun Klangenan dan Setupatok (kelompok II) (Gambar 17). Gambar 17. Fluktuasi hujan hasil prediksi di Stasiun Klangenan dan Setupatok (kelompok II) Hasil prakiraan curah hujan di Kabupaten Cirebon secara umum juga memperlihatkan pola kecenderungan adanya peningkatan curah hujan hingga Februari 25. Hal ini disebabkan periode prediksi merupakan periode musim hujan, sebagaimana yang terjadi di wilayah-wilayah dengan tipe hujan monsunal. Hasil prediksi memperlihatkan nilai koefisien korelasi model lebih dari 9%, hanya satu stasiun yang memiliki nilai 86,7%. Sedangkan fit model lebih dari 4%. Jangka waktu prediksi sangat ditentukan oleh ketersediaan data curah hujan time series hingga kondisi terakhir. Pada penelitian ini, data yang terkumpul untuk lokasi Cirebon adalah sampai dengan September 24 sehingga prediksi dilakukan 6 bulan kemudian yaitu Oktober-24 hingga Maret 25. Hasil prediksi ini dapat diperbarui lagi berdasarkan data terbaru yang terkumpul untuk menyesuaikan dengan kondisi aktual saat ini. Metode Filter Kalman ini sangat terbuka untuk setiap input data yang lain yang dipandang berpengaruh dan memberikan kontribusi terhadap kejadian hujan. Dengan demikian model ini sangat terbuka untuk dikembangkan terus melalui modifikasi dan kombinasi berbagai input serta memperhitungkan berbagai skenario (misal time lag) (Estiningtyas, 25) hingga diperoleh suatu model prediksi hujan yang lebih akurat dan dapat diperbarui setiap saat (updateable). Implikasi Hasil Penelitian Hasil prediksi curah hujan memberikan gambaran berupa data dan informasi tentang kondisi curah hujan beberapa bulan ke depan. Dalam kaitannya dengan pertanian, aplikasi model di lapangan dapat digunakan untuk beberapa hal diantaranya adalah : (1) Penentuan Pola tanam, hasil keluaran model yang berupa prakiraan curah hujan bulanan 3 bulan atau 6 bulan ke depan dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun perencanaan pola tanam. Dengan menghitung kebutuhan 54

Prediksi Curah Hujan Bulanan Berdasarkan Suhu Permukaan Laut air tanaman, dapat diketahui komoditas apa yang dapat ditanam disesuaikan dengan kondisi ketersediaan air tersebut. Selama ini pola tanam hanya dilakukan berdasarkan curah hujan setempat dan data-data yang lampau serta belum memperhitungkan aspek prediksi, (2) Potensi irigasi, model dapat menjawab kondisi curah hujan wilayah tertentu. Sehingga apabila curah hujan di suatu lokasi tertentu diketahui yang ditunjang dengan ketersediaan pasokan irigasi wilayah tersebut, dapat diketahui potensi irigasi wilayah tersebut. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Pewilayahan hujan di Kabupaten Cirebon menghasilkan 6 kelompok hujan dengan ratarata curah hujan tahunan 14-15 mm pada wilayah yang kering dan 3-32 mm pada wilayah basah. Hasil validasi dari stasiun pewakil pada setiap wilayah hujan menunjukkan nilai koefisien korelasi validasi lebih dari 94%, koefisien korelasi model lebih dari 78% dan fit model sebagian besar lebih dari 5%, dengan model dominan yang digunakan adalah OE. Hasil regresi menunjukkan nilai R 2 lebih dari.8. Hasil prakiraan curah hujan di Kabupaten Cirebon secara umum memperlihatkan kecenderungan peningkatan curah hujan hingga Februari 25, dengan koefisien korelasi model lebih dari 9% dan fit model lebih dari 4%. Dari hasil validasi dan regresi mengindikasikan bahwa model cukup baik dalam menjelaskan hubungan antara curah hujan dan SST Nino 3.4, sehingga SST Nino 3.4 dapat digunakan sebagai prediktor curah hujan. Saran Untuk memperoleh gambaran kondisi curah hujan yang aktual dan terkini, maka data hujan perlu dilengkapi dan diperbarui secara spasial dan temporal dengan data terbaru. Pengembangan lebih lanjut dapat dilakukan dengan menambah input model atau melakukan kombinasi input yang dipandang berpengaruh dan memberikan kontribusi terhadap kejadian hujan. DAFTAR PUSTAKA Boer, R. Notodipuro, K.A. and Las, I., 1999, Prediction of daily rainfall characteristic from monthly climate indicate, Paper pesented at the second international conference on science and technology for the Assesment of Global Climate Change and Its impact on Indonesian Maritime Continent, 29 November-1 December 1999. Estiningtyas, W. 25. Prediksi Curah Hujan Dengan Metode Filter Kalman Untuk Menyusun Pola Tanam. Tesis. Institut Teknologi Bandung. Hendon, H.H. 23. Indonesian Rainfall Variability : Impacts of ENSO and Local Air-Sea Interaction. American Meteorology Society. Kalman, R.E. 196. A New Approach to Linear Filtering and Prediction Problems, Transaction of the ASME. Journal of Basic Engineering, pp 35-45, March 196. 55

Woro Estiningtyas, et al. Ljung, Lennart. 22. System Identification Toolbox for Use with MATLAB. Math Works, Inc. Tor, Yam Khoon. 22. L1, L2, Kalman Filter and Time Series Analysis in Deformation Analysis. FIG XXII International Congress. Welch, G dan G. Bishop. 23. An Introduction to The Kalman Filter. Young, P.C, Diego,J.P, dan Wlodek, T. 1999. Dynamic Harmonic Regression. Journal of Forecasting, 18, 369-394. http://www.cpc.ncep.noaa.gov/data/indices) http://www.cpc.noaa.gov/products/predictions/9day/tools/briefing/ssttt.gif 56