JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. federal/serikat. Pemerintah pusat memegang kekuasaan penuh tetapi. etnis, golongan dan ras yang berbeda-beda maka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

Oleh. Kadek Tegar Wacika. Ni Nengah Adiyaryani Program Kekhususan Hukum Penyelenggara Negara, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. ganda, sementara itu terdapat juga negara-negara yang menerapkan sistem

JURNAL HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI (THE RIGHT OF SELF- DETERMINATION) RAKYAT TIMOR LESTE DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI

PERKAWINAN CAMPURAN DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

BAB III PENUTUP. Sebagai kesimpulan dapat dikemukkan sebagai berikut :

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya:

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

STATUS KEWARGANEGARAAN INDONESIA BAGI PENDUKUNG ISIS (ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA)

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT

F-IL PERIHAL PENANGANAN TERHADAP ORANG ASING YANG MENYATAKAN DIRI SEBAGAI PENCARI SUAKA ATAU PENGUNGSI

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of

KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL

Oleh Megawati Purnama Sari wijaya I Nengah Suantra Made Nurmawati Bagian Hukum Penyelenggaraan Negara

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (PUTUSAN ICJ NOMOR 143 TAHUN

Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI

Pendahuluan. Utama, Jakarta, 2000, p Hadi, dkk., pp

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

LEGALISASI HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGUNGSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI KONFLIK DARFUR

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: HAK ASASI MANUSIA. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pernyataan ini tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR)

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

Civic Education. Pendidikan Kewarganegaraan

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat material atau sosiologi, dan/atau juga unsur-unsur yang bersifat. Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari pembahasan yang telah di sampaikan dalam penulisan tesis ini, maka dapat

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah perjuangan rakyat Timor Leste adalah sejarah perjuangan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG

KEWARGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

BAB I PENDAHULUAN. Timor Leste atau Timor Timur (sebelum merdeka) yang bernama resmi Republik

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TESIS PENGARUH KEMERDEKAAN REPUBLICA DEMOCRATICA TIMOR LESTE TERHADAP PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN DENGAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Kusnandir, A. Ks., M. Si Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM

Albania Negeri Muslim di Benua Biru?

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XII (DUA BELAS) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KASUS PELANGGARAN HAM

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010).

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang optimal government terutama dibidang kerja sama dengan

BAB III PENUTUP A.KESIMPULAN. Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa perlindungan hukum terhadap

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

LAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2013

Transkripsi:

JURNAL STATUS KEWARGANEGARAAN MASYARAKAT YANG BERDOMISILI DI KAWASAN PERBATASAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE KHUSUSNYA YANG BERDOMISILI DI WILAYAH KABUPATEN BELU ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA N P M : 100510346 Program Studi : Ilmu Hukum Program kekhususan : Hubungan Internasional UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM 2014

I. Judul : Status Kewarganegaraan Masyarakat Yang Berdomisili di Kawasan Perbatasan Antara Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste Khususnya Yang Berdomisili di Wilayah Kabupaten Belu II. Nama : Marianus Watungadha, G. Sri Nurhartanto, H. Untung Setyardi III. Program Studi : Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta IV. Abstract The title of this essay is Citizenship Status People Who Live In Border Area Between The Republic Of Indonesia And The Democratic Republik Of Timor Leste Especially Domiciled In Belu Regency. The legal issues are citizenship status of ex East Timorese refugees after Democratic Republic of Timor Leste become an independence state.the analysis this essay, is used legal normative juridical with focus on the posotive norms, related the Refugees Convention.The situation in the border between Republic of Indonesia and Democratic Republic of Timor Leste give an impact for the people from East Timor after become an Independence State. Some people from East Timor across the border stay in the area of Belu Regency. The citizens status of the people in the border area make a citizenship issues. The people who stayed in the area made a claim that they are Nationals of Indonesia, but in the other side International community believes that they are Democratic Republic Of Timor Leste citizens. Conclusion is ex East Timorese refugees who live in the Belu Regency are citizen of Indonesia, so that the Indonesian government to provide assistance to them. Key words: citizenship status, ex-east Timorese refugees V. Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Persoalan pengungsi telah ada sejak lebih kurang abad 20 Persoalan tersebut pertama kali timbul ketika terjadi Perang Rusia (ketika revolusi di Rusia), yaitu ketika para pengungsi dari Rusia berbondong-bondong menuju ke Eropa Barat. Jutaan anak-anak, pria dan wanita telah menderita akibat eksploitasi

konflik etnis agama atau perang saudara. Jumlah ini dari tahun ke tahun meningkat secara tajam. Saat ini, perlindungan pengungsi masih menjadi alasan bagi keberadaan UNHCR. Sekitar 26 juta orang di dunia menjadi perhatian UNHCR. Mereka mencakup lebih dari 13.2 juta pengungsi, sedikitnya 4.7 juta orang yang terusir secara internal, 8.1 juta lainnya merupakan korban perang. Pengungsi merupakan orang-orang yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, baik hak sipil, politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Dalam prespektif hukum, pengungsi memiliki hak yang sama sebagaimana orang-orang lain di negara tersebut. Pengungsi tidak hanya dilindungi oleh hukum-hukum nasional yang mengatur tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka sebagai warga negara tetapi juga norma-norma hukum kebiasaan internasional yang mengikat semua negara. 1 Pada umumnya pengungsian dilakukan karena terjadinya penindasan hak asasi pengungsi di negara mereka. Pada umumnya mereka juga mencari tanah atau negara lain sebagai tempat kediaman barunya yang tentunya jauh dari penindasan hak asasi manusia. Pencarian negara baru oleh pengungsi, tentu saja harus dianggap sebagai suatu hak asasi manusia 2. Pengungsi adalah orang-orang yang berada di luar negaranya dan terpaksa meninggalkan negara mereka karena adanya peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 dan adanya rasa takut yang sangat akan persekusi karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu ataupun karena 1 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2007, Prinsip-prinsip Panduan bagi Pengungsi Internal danhak Asasi Manusia, edisi 1, KOMNAS HAM RI, Jakarta, hlm.15 2 www.repository.ac.id/bistream/123456789/35062/4/chapter%20ii.pdf. diakses tanggal 15 Februari 2014

pendapat politik yang dianut mereka, berada di luar negara kewarganegaraanya dan tidak dapat atau karena kecemasan tersebut tidak mau memanfaatkan perlindungan negara itu. 3 Pengungsi dibagi menjadi 2 macam yaitu pengungsi yang disebabkan oleh terjadinya bencana alam di negara asalnya dan pengungsi yang disebabkan oleh terjadinya konflik di negara asalnya sehingga mengakibatkan mereka tidak mendapatkan perlindungan dari pemerintah negara asalnya. 4 Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan lebih berfokus pada pengungsi yang disebabkan oleh terjadinya konflik dinegara asalnya khususnya membahas tentang status kewarganegaraan warga masyarakat eks pengungsi Timur-Timor yang berdomisili di Republik Indonesia khususnya di wilayah Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Keanggotaan seseorang dari suatu komunitas bangsa biasanya berhubungan dengan hukum terkait soal yang timbul karena tempat kelahirannya, karena adanya hubungan darah ataupun karena imigrasi antar negara dalam waktu tertentu. Hubungan hukum tersebut dengan sendirinya melahirkan kewajiban status kewarganegaraan seseorang yaitu hubungan hukum antara seseorang dengan hak seseorang terhadap negara. Dewasa ini terdapat negara-negara yang menerapkan sistem kewarganegaraan ganda, sementara itu terdapat juga negara-negara yang menerapkan sistem kewarganegaraan tunggal. Negara-negara dengan sistem 3 Konvensi Jenewa 1951 tentang status pengungsi pasal 1 ayat (2) 4 www.repository.ac.id/bistream/123456789/35062/4/chapter%20ii.pdf. diakses tanggal 15 Februari 2014

kewarganegaraan multi atau ganda bersedia mengakui status kewarganegaraan lain bagi warganya sedangkan negara-negara yang bersistem kewarganegaraan tunggal tidak bersedia mengakui status kewarganegaraan lain, sehingga yang bersangkutan harus memilih di antara dua pilihan saja, apakah tetap menjadi warga negara asal (orisinil) dengan menolak menjadi warga negara yang baru atau menerima menjadi warga dari negara yang baru dengan konsekuensi kehilangan status kewarganegaraan orisinal. Perbedaan sistem kewarganegaraan ini dapat menimbulkan konflik hukum antara dua atau lebih negara-negara pada saat yang sama, berkepentingan atas seseorang atau beberapa orang sebagai subjek dari hukum kewarganegaraannya. Perbedaan tersebut dapat terwujud misalnya, negara mana yang harus memberikan perlindungan hukum ketika yang berada dinegara lain dan di negara mana warga negara tersebut harus mematuhi hukum di negara ia tercatat sebagai warga negara. Kemerdekaan Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) atau Timor Timur (Timtim) yang dulunya adalah bekas Provinsi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah berdampak terhadap status kewarganegaraan dari penduduknya, khususnya dalam kaitannya sebagai bekas salah satu Provinsi di Indonesia. Hal yang menarik adalah tentang status kewarganegaraan warga masyarakat eks pengungsi Timur-Timor yang berdomisili di Indonesia khususnya di wilayah Kabupaten Belu karena Republik Demokratik Timor Leste menganut sistem kewarganegaraan ganda sedangkan Indonesia menganut sistem kewarganegaraan tunggal. Upaya atau langkah untuk menindak lanjuti status kewarganegaraan eks pengungsi Timor Timur yang berada di Indonesia ini

menarik dikaji dari aspek yuridisnya mengingat Republik Demokratik Timor Leste yang sudah merdeka adalah the successor state (pecahan negara yang mengambil tanggung jawab pemerintah) dari Portugal dan Indonesia. Berdasarkan paparan di atas, hal yang menarik untuk dibahas lebih lanjut adalah tentang status kewarganegaraan warga masyarakat eks pengungsi Timor Timur yang berdomisili di Republik Indonesia khususnya di wilayah Kabupaten Belu. Selain itu, tema ini masih menjadi isu internasional yang mengemuka, yaitu terkait dengan realisasi hukum internasional menyangkut problematika pengungsian dan kewarganegaraan. Pengungsi adalah orang-orang yang berada di luar negaranya dan terpaksa meninggalkan negara mereka karena adanya peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 dan adanya rasa takut yang sangat akan persekusi karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu ataupu karena pendapat politik yang dianut mereka, berada di luar negara kewarganegaraanya dan tidak dapat atau karena kecemasan tersebut tidak mau memanfaatkan perlindungan negara itu. 5 Berkaitan dengan pengertian pengungsi di atas, pasca terjadinya konflik Timur Timor pada tahun 1999, banyak warga negara Republik Demokratik Timor Leste yang mengungsi ke wilayah Republik Indonesia yaitu di Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan Republik Demokratik Timor Leste. Sampai dengan saat ini status kewarganegaraan eks pengungsi Timur-Timor ini belum jelas. 5 Konvensi Jenewa tahun 1951tentang Status Pengungsi pasal 1 ayat (2)

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yaitu : 1. Bagaimana status kewarganegaraan warga masyarakat eks pengungsi Timor Timur yang mengungsi ke Republik Indonesia khususnya di wilayah Kabupaten Belu? 2. Bagaimana tindakkan pemerintah Republik Indonesia terhadap warga masyarakat eks pengungsi Timor Timur yang mengungsi ke Republik Indonesia khususnya di wilayah Kabupaten Belu? VI. Isi Makalah HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN MOTO HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRACT DAFTAR ISI PERNYATAAN KEASLIAN

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian F. Batasan Konsep G. Metode Penelitian BAB II : PEMBAHASAN A. Sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Sejarah Negara Republik Demokratik Timor Leste 1. Sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia 2. Sejarah Negara Republik Demokratik Timor Leste B. Konflik Yang Terjadi di Timor Leste Dan Akibatnya 1. Konflik Timor Leste 2. Akibat Konflik Timor Leste Terhadap Masyarakat C. Status Kewarganegaraan Masyarakat Eks Pengungsi Timor Timur Yang Berdomisili di Wilayah Indonesia Khususnya di Wilayah Kabupaten Belu 1. Tindakan Pemerintah Republik Indonesia Dalam Menangani Masyarakat Eks Pengungsi Timor Timur 2. Kendala Dan Hambatan Yang Dihadapi Pemerintah Dalam Penanganan Eks Pengungsi Timor Timur

BAB III : PENUTUP a. Kesimpulan b. Saran DAFTAR PUSTAKA VII. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa status kewarganegaraan eks pengungsi Timor- Timur yang berdomisili di Kabupaten Belu seluruhnya telah menjadi Warga Negara Indonesia. 1. Pada dasarnya warga eks pengungsi Timor-Timur yang berdomisili di wilayah Indonesia khususnya di Kabupaten Belu telah menjadi Warga Negara Indonesia tetapi menurut Uni Timor Aswain (UNTAS) status kewarganegaraan warga eks pengungsi Timor-Timur secara nasional adalah WNI sedangakan dunia Internasional berpendapat bahwa warga eks pengungsi Timor-Timor adalah warga negara Republik Demokratik Timor Leste dengan kata lain mereka bukan Warga Negara Indonesia walaupun berdomisili di wilayah Indonesia. Ketidakjelasan status kewarganegaraan ini dapat berpengaruh terhadap perlindungan dunia Internasonal terhadap individu dalam hal ini warga eks pengungsi Timor-Timur. Tetapi perlindungan individu bagi yang tidak berkewarganegaran atau yang status kewarganegaraanya tidak jelas secara internasional tetap dijamin, hal ini

terdapat dalam Konferensi Den Haag tahun 1930 dan Konvensi tentang Pengurangan Ketiadakewarganegaraan di New York tahun 1961. Selain itu Konvensi Jenewa tahun 1951 tentang Status Pelarian dan Konvensi New York tahun 1954 tentang status orang-orang yang tidak berkewarganegaraan. 2. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai hal dalam menangani warga eks pengungsi Timor-Timur misalnya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 2003 tentang Pendataan Penduduk Bekas Propinsi Timor-Timur yang berdasarkan pendataan ini diberikanlah bantuan sosial kepada warga eks pengungsi Timor-Timur oleh masing-masing instansi sehingga dengan diberikan bantuan-bantuan sosial tersebut, pemerintah Indonesia mengakui bahwa masyarakat eks pengungsi Timor-Timur sebagai Warga Negara Indonesia VIII. Daftar Pustaka Buku Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2007, Prinsip-Prinsip Panduan bagi Pengungsi Internal dan Hak Asasi Manusia, edisi I, KOMNAS HAM RI, Jakarta Website www.repository.ac.id/bistream/123456789/35062/4/chapter%20ii.pdf. Peraturan Perundang-Undangan Konvensi Jenewa 1951 tentang Status Pengungsi