PENGUJIAN DIRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI VERTIKAL DENGAN ALIRAN SEARAH

dokumen-dokumen yang mirip
UJI PRESTASI PENDINGINAN EVAPORASI KONTAK TIDAK LANGSUNG (INDIRECT EVAPORATIVE COOLING) DENGAN VARIASI TEMPERATUR MEDIA PENDINGIN AIR

Pengaruh Jenis Sprayer Terhadap Efektivitas Pendinginan Evaporasi Kontak Langsung

PENGARUH DEBIT ALIRAN AIR TERHADAP EFEKTIFITAS PENDNGINAN EVAPORASI DENGAN KONTAK LANGSUNG TANPA MENGGUNAKAN BANTALAN PENDINGIN

PENGUJIAN DIRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI VERTIKAL DENGAN ALIRAN BERLAWANAN ARAH

PENGARUH DEBIT AIR SEMBURAN TERHADAP EFEKTIVITAS DIRRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI HORISONTAL

PENGARUH JENIS SPRAYER TERHADAP EFEKTIVITAS DIRECT EVAPORATIVE COOLING DENGAN COOLING PAD SERABUT KELAPA

PENGARUH LAJU ALIRAN AIR SISTEM EVAPORATIVE COOLING

Analisa performansi cooling pad tanpa saluran udara dan dengan saluran udara

Analisa performansi cooling pad dengan penambahan saluran berbentuk silinder dan balok

RANCANG BANGUN EVAPORATIVE COOLING

Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

Analisa Performansi Cooling Pad Tanpa Saluran Udara dan dengan Saluran Udara

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

APLIKASI MODUL EVAPORATIVE COOLING AKTIF PADA AC SPLIT 1 PK

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI COOLING PAD BERBAHAN SUMBU KOMPOR DENGAN PENAMBAHAN VARIASI DUCTING BERBENTUK SILINDER DAN BALOK ABSTRAK

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI COOLING PAD BERBAHAN SUMBU KOMPOR TANPA DUCTING DAN DENGAN DUCTING ABSTRAK

PENGURANGAN KELEMBABAN UDARA MENGGUNAKAN LARUTAN CALSIUM CHLORIDE (CACL2) PADA WAKTU SIANG HARI DENGAN VARIASI SPRAYING NOZZLE

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KINERJA COOLING TOWER 8330 CT01 PADA WATER TREATMENT PLANT-2 PT KRAKATAU STEEL (PERSERO). TBK

Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol. 5 No. 3, September 2016 (1-6)

UNJUK KERJA MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP PADA BEBERAPA VARIASI SUPERHEATING DAN SUBCOOLING

JTM Vol. 04, No. 1, Februari

PENGARUH PROSES DEHUMIDIFIKASI TERHADAP TEMPERATUR UDARA MENGGUNAKAN LARUTAN CALSIUM CHLORIDE (CaCl2)

Potensi Air Kondensat Sebagai Media Pendingin Untuk Aplikasi Modul Evaporative Cooling Terhadap Performansi AC Split 1 PK

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

Perancangan Desain Ergonomi Ruang Proses Produksi Untuk Memperoleh Kenyamanan Termal Alami

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

PENGARUH PENGGUNAAN KATUP EKSPANSI JENIS KAPILER DAN TERMOSTATIK TERHADAP TEKANAN DAN TEMPERATUR PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP HIBRIDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ach. Taufik H., et al., Analisis Beban Kalor. 1

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

MODUL 8 PSIKROMETRIK CHART

A. Pengertian Psikometri Chart atau Humidty Chart a. Terminologi a) Humid heat ( Cs

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DISTRIBUSI KELEMBABAN UDARA DENGAN METODE PEMANAS 60, 70, 80, 90 WATT TERHADAP VARIASI KECEPATAN UDARA

BAB II LANDASAN TEORI

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

ANALISA PERFORMASI PADA MENARA PENDINGIN DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS EKSERGI

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

PENINGKATAN UNJUK KERJA PERALATAN AIR WASHER

PENGARUH BEBAN PENDINGIN TERHADAP TEMPERATUR SISTEM PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP DENGAN PENAMBAHAN KONDENSOR DUMMY

AIR CONDITIONING SYSTEM. Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

Pengaruh Temperatur Air Pendingin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Motor Diesel Stasioner di Sebuah Huller

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas.

Studi Eksperimen Pengaruh Kecepatan Udara Pengering Inlet Chamber pada Swirling Fluidized Bed Dryer Terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH PENAMBAHAN KONDENSOR DUMMY (TIPE HELICAL COIL, TROMBONE COIL DAN MULTI HELICAL COIL) TERHADAP TEMPERATUR RUANGAN DAN TEMPERATUR AIR PANAS

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUHPENGGUNAAN EJEKTOR SEBAGAI PENGGANTI KATUP EKSPANSI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA SIKLUS REFRIGERASI PADA MESIN AC

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA

PERUBAHAN EFISIENSI KERJA AIR COOLER DENGAN SPONGE

Ahmad Farid* dan Moh. Edi.S. Iman Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasakti Tegal Jl. Halmahera km 1, Tegal *

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

DESAIN MESIN PENETAS TELUR OTOMATIS BERBASIS MIKROKONTROLER TUGAS AKHIR

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KIPAS TERHADAP WAKTU DAN LAJU PENGERINGAN MESIN PENGERING PAKAIAN

PERHITUNGAN KEBUTUHAN COOLING TOWER PADA RANCANG BANGUN UNTAI UJI SISTEM KENDALI REAKTOR RISET

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta. Beberapa gedung bertingkat, pabrik, rumah sakit, perkantoran,

PERANCANGAN SISTEM PEGENDALI SUHU PADA PROTOTYPE GREEN HOUSE DENGAN METODE TUNNING PID MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

PENINGKATAN EFISIENSI AIR COOLER DENGAN SERABUT KELAPA

Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp * Abstrak

PENGOPERASIAN COOLING WATER SYSTEM UNTUK PENURUNAN TEMPERATUR MEDIA PENDINGIN EVAPORATOR. Ahmad Nurjana Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISIS PENGATURAN SUHU AC (AIR CONDITIONING) TERHADAP KONSUMSI DAYA LISTRIK

HUMIDIFIKASI DEHUMIDIFIKASI

BAB V ANALISA PERHITUNGAN DARI BEBERAPA ALAT. V.1 Hasil perhitungan beban pendingin dengan memakai TRACE 700

Perbandingan Unjuk Kerja Menara Pendingin Sistem Terbuka dan Tertutup

Campuran udara uap air

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

Rancang Bangun Sistem Penyejuk Udara Menggunakan Termoelektrik dan Humidifier

PENGARUH WAKTU PENAHANAN PROSES SINTERING TERHADAP NILAI KEKERASAN PRODUK EKSTRUSI PANAS DARI BAHAN BAKU GERAM ALUMINIUM HASIL PROSES PERMESINAN

Pengujian Pengeringan Garam Briket Skala Laboratorium

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

BAB II LANDASAN TEORI

Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293, Indonesia 2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu,

PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017

BAB 9. Kurva Kelembaban (Psychrometric) dan Penggunaannya

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume.

PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA TERHADAP KINERJA SISTEM REFRIGERASI PADA TATA UDARA SENTRAL. M. Nuriyadi ABSTRACT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS KINERJA SUATU MENARA PENDINGIN

ANALISIS KONSUMSI ENERGI PADA PENGGUNAAN PENDINGIN UDARA KAMAR DI PATRA JASA CONVENTION HOTEL SEMARANG

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

LAPORAN TUGAS AKHIR REDESIGN OF AIR CONDITIONING TEST-BED FOR ENERGY CONVERSION LABORARORY

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISA KEBUTUHAN UDARA UNTUK PEMBAKARAN SEMPURNA PADA BOILER UNIT 1 PLTU 3 JAWA TIMUR TANJUNG AWAR-AWAR TUGAS AKHIR

Transkripsi:

PENGUJIAN DIRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI VERTIKAL DENGAN ALIRAN SEARAH *Feliks Lou Meno Sitopu 1, Bambang Yunianto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2 Dosen Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp. +62247460059 *E-mail: felikssitopu@ymail.com Abstrak Evaporative cooling adalah pendingin yang ramah lingkungan dan hemat energi untuk pendinginan gedung di daerah yang memiliki iklim panas dan kering. Secara sederhana Evaporative cooling bekerja dengan menguapkan air ke udara, selama penguapan berlangsung sistem tersebut harus menyerap panas yang berasal dari udara masuk yang bersentuhan dengan air. Sebagian panas diserap oleh air dan udara menjadi lebih dingin. Air tidak mengalami kenaikan suhu selama proses ini, tetapi hanya berubah dari fase cairan menjadi uap. Pengujian ini menggunakan Direct Evaporative Cooing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui temperatur, kelembaban udara dan efektifitas yang dapat dicapai oleh mesin direct evaporative cooling. Adapun penelitian ini dilakukan dengan mengontrol suhu dan kelembaban udara masuk. Direct evaporative cooling, dapat menurunkan temperature sebesar 3-4 O C, untuk Tin 30 O C, untuk Tin 35 O C dapat menurunkan temperatur sebesar 6-7 O C, sedangkan untuk Tin 40 O C dapat menurunkan temperatur sebesar 8-11 O C. Efektifitas tertinggi terjadi ketika temperatur masuk 40 O C, dimana efektitasnya bisa mencapai 94 %, sehingga penggunaan evaporative cooler paling optimal pada temperatur masuk 40 O C. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variasi temperatur masukan dan variasi kelembaban relatif masuk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efesiensi direct evaporative cooling. Kata Kunci : evaporative cooling, efektifitas, kelembaban relatif Abstract Evaporative cooling is an environmentally friendly and energy efficient method for cooling buildings in hot and dry regions.in a simple evaporative cooling work with to evaporate water to the air, and during evaporating,the system must absorb heat from the air which contact with the water. Some heat is absorb by the water, so the air became cooler. The temperature s water isn t incrase, but just change its phase.this experiment is about the air conditioning system that uses water to cool and add moisture or humidity in the air flow. The air conditioning system is called evaporative cooling. This eksperiment use temperature and reatife humidity controler. Direct evaporative cooling can reduce temperature amount of 3-4 O C for Tin 30 O C, for Tin 35 O C can reduce temperature 6-7 O C, and for Tin 40 O C can reduce temperature amount of 8-11 O C. The highest effectiveness occur when inlet temperature is 40C,where its effectiveness reach 94%, so that the most optimal use of the evaporative cooling in inlet temperature 40 O C. The result of eksperiment showed that the variation of the intake temperature and relative humidity variations entrance has significant influence on the efficiency of direct evaporative cooling. Keyword : evaporative cooling, effectiveness, relatife humidity 1. Pendahuluan Krisis energi dan kerusakan lingkungan merupakan isu yang sedang melanda dunia beberapa dekade terakhir ini, dan berdampak dalam segala aspek kehidupan manusia. Sehingga penghematan energi menjadi perhatian utama. Dalam bidang pengkondisian udara bukan hanya kualitas udara jadi faktor penentu baik tidaknya suatua alat tersebut, namun efisiensi ataupun jumlah engergi yang terpakai dan dampak lingkungan menjadi faktor yang sangat penting. Karena itu perlu dicari solusi yang tepat dalam mengatasi masalah energi dan lingkungan tersebut, salah satunya yaitu pendinginan dengan sisterm evaporative cooling. Secara sederhana Evaporative cooling bekerja dengan menguapkan air ke udara, selama penguapan berlangsung sistem tersebut harus menyerap panas yang berasal dari udara masuk yang bersentuhan dengan air, atau panas diperoleh JTM (S-1) Vol. 3, No. 3, Juli 2015:345-351 345

dengan kontak dengan pad. Sebagian panas diserap oleh air dan udara menjadi lebih dingin. Air tidak mengalami kenaikan suhu selama proses ini, tetapi hanya berubah dari fase cairan menjadi uap. [1] Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui temperatur, kelembaban udara dan efektifitas yang dapat dicapai oleh mesin direct evaporative cooling. Adapun penelitian ini dilakukan dengan mengontrol suhu dan kelembaban udara masuk. evaporative cooling menggunakan drum plastik dengan dibuat posisi vertikal dengan aliran semburan air dari sprayer searah dengan arah fan. 2. Metodologi Penelitian Mulai Penentuan Judul Studi literatur Pembuatan Direct Evaporative Cooling Pengujian untuk mendapatkan nilai temperatur dan kelembaban DEC Analisis dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 1. Diagram alir penelitian Keterangan: 1) Penentuan judul: dilakukan untuk menentukan topik berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 2) Studi literatur: digunakan untuk mengumpulkan teori serta hasil-hasil penelitian sebelumnya untuk memudahkan proses dan menentukan variabel target dalam penelitian. 3) Pembuatan direct/indirect evaporative cooling sesuai dengan desain: Pembuatan alat dilakukan setelah proses menggambar dengan bantuan software CAD Solidwork 2014 selesai dan alat dibuat dengan dimensi yang sama sesuai draft desain. 4) Pengujian untuk mendapatkan nilai temperatur dan kelembaban keluaran direct evaporative cooling: Pengujian dilakukan secara indoor dengan temperatur dan kelembaban relatif masuk dikontrol pada ruangan pengontrol. 5) Pengolahan data: secara teoris dilakukan guna dapat mengetahui nilai prestasi dari direct evaporative cooling. Tahapan pengolah data mengacu pada referensi. Data temperatur bola basah didapatkan dari diagram psycometrik yaitu dengan cara temperatur bola basah diplotkan sebagai garis miring ke bawah yang berawal dari garis saturasi yang terletak di bagian samping kanan chart. 6) Hasil dan Pembahasan: Menampilkan data hasil eksperimen berupa grafik dan gambar dalam bentuk laporan. JTM (S-1) Vol. 3, No. 3, Juli 2015:345-351 346

Tout 7) Kesimpulan dan Saran: mengambil kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data dan analisa. Memberi saran untuk lanjutan penelitian selanjutnya. Gambar 2. Skema pengujian Setelah melakukan pengujian dan mendapatkan data berupa nilai temperature dry-bulb udara sebelum dan setelah keluar dari alat direct evaporative cooling dan temperatur wet-bulb udara maka dilakukan perhitungan nilai efisiensinya. Efisiensi dari alat pendingin evaporasi dinyatakan dengan: dimana: T 1 = temperatur udara masuk direct evaporative cooling o C T 2 = temperatur udara keluar direct evaporative cooling, o C T w = temperatur bola basah udara masuk, o C ε sat = T 1 T 2 T 1 T w x100% (1) 3. Hasil dan Pembahasan Eksperimen dilakukan tanggal 28, 30, 31 Januari dan 5 Maret 2015 yang bertempat di ruang 302 Gedung B Teknik Mesin Universitas Diponegoro. Eksperimen dilakukan di dalam ruangan tertutup dengan temperatur dan kelembeban masuk dikontrol. Selang waktu pengambilan data setiap variasi yaitu 10 menit. 35 33 31 29 27 RH 45-50 25 Gambar 3. Grafik hubungan temperatur masuk terhadap temperatur keluaran pada bukaan sepertiga. JTM (S-1) Vol. 3, No. 3, Juli 2015:345-351 347

efiseinsi Gambar 4. Grafik hubungan temperatur masuk terhadap kelembaban relatif keluar Pada Gambar 3 dan 4 dapat memperlihatkan hubungan Temperatur masuk terhadap temperatur keluar dan hubungan antara temperatur udara masuk terhadap kelembaban relatif dari udara keluaran pada proses direct evaporative cooling. Pengujian ini menggunakan ruangan pengontrol untuk mengatur besarnya temperatur masuk serta kelembaban relatif masuk sehingga temperatur dan kelembaban relatifnya konstan dan tidak terpengaruh oleh keadaan lingkungan luar agar sesuai dengan variasi yang di inginkan. Dimana dari hasil pengujian tersebut terlihat bahwa besarnya temperatur masuk sangat mempengaruhi temperatur yang keluar dari DEC. Dari pengujian tersebut juga terlihat untuk temperatur masuk 30 O C temperatur yang dapat dicapai yaitu sekitar 26 O C untuk semua variasi RH, atau mengalami penurunan temperatur sekitar 4 O C, sedangkan untuk temperatur masuk 35 O C temperatur luaran yang dicapai yaitu antara 27-28 O C atau mengalami penurunan suhu sekitar 7-8 O C. Sedangkan pada temperatur masuk 40 O C suhu luaran yang dicapai yaitu 30-33 O C, atau penurunan temperatur sekitar 7-10 O C, dari grafik tersebut menunjukan pengaruh temperatur yang masuk, dimana semakin tinggi temperatur masuk maka penurunan termperatur juga akan semakin besar. Pada Gambar 4 memperlihatkan hubungan temperatur masukan terhadap kelembaban relatif yang dihasilkan, dimana peningkatan temperatur juga diikuti dengan peningkatan kelembaban relatif keluarannya pada kelembaban relatif masuk yang sama. Untuk RH in 40-45 % untuk setiap temperatur masukan mengalami penambahan RH hingga mencapai 72-75 %, sedangkan untuk RH in 46-50% untuk setiap temperatur masukan mengalami penambahan RH hingga mencapai 73-79 %, dan untuk RH in 55-60% untuk setiap temperatur masukan mengalami peningkatan RH hingga 79-82 %. dari grafik memperlihatkan pengaruh temperatur masuk terhadap kelembaban relatif tidak terlalu signifikan perbedaan terbesar hanya sekitar kurang dari 8%. 1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 RH 46-50 0.30 Gambar 5. Grafik hubungan Temperatur masuk terhadap efektifitas DEC Pada Gambar 5 menunjukan bahwa efektifitas tertinggi terjadi pada temperatur masuk 35 O Cdan RH in 55-60% dimana efesiensinya mencapai 88 %. Dan efisiensi terendah terjadi pada temperatur masuk 30 dan Rhin 40-45 % yaitu sekitar 47 %. Rata- rata efisiensi tertinggi berada pada temperatur masuk 40 O C. Dari grafik tersebut menunjukan bahwa semakin besar temperatur masukan maka efisiensinya juga akan meningkat, dimana peningkatannya sangat signifikan. JTM (S-1) Vol. 3, No. 3, Juli 2015:345-351 348

RH % Tout o C 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 RH 45-50 Gambar 6. Grafik hubungan temperatur masuk terhadap temperatur keluaran 88 85 82 79 76 73 70 67 64 61 58 55 52 49 46 43 40 RH out 40-45 RH out 46-50 RH out 55-60 RH In 40-45 RH in 46-50 RH in 55-60 Gambar 7. Grafik hubungan temperatur masuk terhadap kelembaban relatif keluar Pada Gambar 6 dan 7 dapat memperlihatkan hubungan Temperatur masuk terhadap temperatur keluar dan hubungan antara temperatur udara masuk terhadap kelembaban relatif dari udara keluaran pada proses direct evaporative cooling. pengujian ini menggunakan ruangan pengontrol untuk mengatur besarnya temperatur masuk serta kelembaban relatif masuk sehingga temperatur dan kelembaban relatifnya konstan dan tidak terpengaruh oleh keadaan lingkungan luar agar sesuai dengan variasi yang di inginkan. Dimana dari hasil pengujian tersebut terlihat bahwa besarnya temperatur masuk sangat mempengaruhi temperatur yang keluar dari DEC. Dari pengujian tersebut juga terlihat untuk temperatur masuk 30 O C temperatur yang dapat dicapai yaitu sekitar 26-28 O C untuk semua variasi RH, atau mengalami penurunan temperatur sekitar 2-4 O C, sedangkan untuk temperatur masuk 35 O C temperatur luaran yang dicapai yaitu antara 28-29 O C atau mengalami penurunan suhu sekitar 6-7 O C. Sedangkan pada temperatur masuk 40 O C suhu luaran yang dicapai yaitu 29-32 O C, atau penurunan temperatur sekitar 8-11 O C, dari grafik tersebut menunjukan pengaruh temperatur yang masuk, dimana semakin tinggi temperatur masuk maka penurunan termperatur juga akan semakin besar. Pada Gambar 7 memperlihatkan hubungan temperatur masukan terhadap kelembaban relatif yang dihasilkan, dimana peningkatan temperatur juga diikuti dengan peningkatan kelembaban relatif keluarannya pada kelembaban relatif masukan yang sama. Untuk RH in 40-45 % untuk setiap temperatur masukan mengalami penambahan RH hingga mencapai 70-74 %, sedangkan untuk RH in 46-50% untuk setiap temperatur masukan mengalami penambahan RH hingga mencapai 70-79 %, dan untuk RH in 55-60% untuk setiap temperatur masukan mengalami peningkatan RH hingga 80-83 %. dari grafik memperlihatkan pengaruh temperatur masuk terhadap kelembaban relatif tidak terlalu signifikan hanya sekitar kurang dari 10% itupun hanya terjadi pada RH 46-50% sedangkan untuk yang lainnya hanya sedikit pengaruhnya. JTM (S-1) Vol. 3, No. 3, Juli 2015:345-351 349

RH % Tout o C efisiensi 1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 RH 46-50 Gambar 8. Grafik hubungan Temperatur masuk terhadap efektifitas DEC Pada Gambar 8 menunjukan bahwa efektifitas tertinggi terjadi pada temperatur masuk 40 O C dan RH in 40-45% dimana efesiensinya mencapai 92 %. Dan efisiensi terendah terjadi pada temperatur masuk 30 dan Rhin 55-60 % yaitu sekitar 29 %. Rata- rata efisiensi tertinggi berada pada temperatur masuk 40 C yaitu antara 83-92%. Dari grafik tersebut menunjukan bahwa semakin besar temperatur masukan maka efisiensinya juga akan meningkat, dimana peningkatannya sangat signifikan. 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 RH 45-50 Gambar 9. Grafik hubungan temperatur masuk terhadap temperatur keluaran KELEMBABAN 88 85 82 79 76 73 70 67 64 61 58 55 52 49 46 43 40 RH out 40-45 RH out 46-50 RH out 55-60 RH In 40-45 RH in 46-50 RH in 55-60 Gambar 10. Grafik hubungan temperatur masuk terhadap kelembaban relatif keluar JTM (S-1) Vol. 3, No. 3, Juli 2015:345-351 350

efisiensi Pada Gambar 9 dan 10 dapat memperlihatkan hubungan Temperatur masuk terhadap temperatur keluar dan hubungan antara temperatur udara masuk terhadap kelembaban relatif dari udara keluaran pada proses direct evaporative cooling. pengujian ini menggunakan ruangan pengontrol untuk mengatur besarnya temperatur masuk serta kelembaban relatif masuk sehingga temperatur dan kelembaban relatifnya konstan dan tidak terpengaruh oleh keadaan lingkungan luar agar sesuai dengan variasi yang di inginkan. Dimana dari hasil pengujian tersebut terlihat bahwa besarnya temperatur masuk sangat mempengaruhi temperatur yang keluar dari DEC. Dari pengujian tersebut juga terlihat untuk temperatur masuk 30 O C temperatur yang dapat dicapai yaitu sekitar 26-28 O C untuk semua variasi RH, atau mengalami penurunan temperatur sekitar 2-4 O C, sedangkan untuk temperatur masuk 35 O C temperatur luaran yang dicapai yaitu antara 28-29 O C atau mengalami penurunan suhu sekitar 6-7 O C. Sedangkan pada temperatur masuk 40 O C suhu luaran yang dicapai yaitu 29-31 O C, atau penurunan temperatur sekitar 9-11 O C, dari grafik tersebut menunjukan pengaruh temperatur yang masuk, dimana semakin tinggi temperatur masuk maka penurunan termperatur juga akan semakin besar. Pada Gambar 10 memperlihatkan hubungan temperatur masukan terhadap kelembaban relatif yang dihasilkan, dimana peningkatan temperatur juga diikuti dengan peningkatan kelembaban relatif keluarannya pada kelembaban relatif masukan yang sama. Untuk RH in 40-45 % untuk setiap temperatur masukan mengalami penambahan RH hingga mencapai 72-75 %, sedangkan untuk RH in 46-50% untuk setiap temperatur masukan mengalami penambahan RH hingga mencapai 73-75 %, dan untuk RH in 55-60% untuk setiap temperatur masukan mengalami peningkatan RH hingga 80-83 %. dari grafik memperlihatkan pengaruh temperatur masuk terhadap kelembaban relatif tidak terlalu signifikan hanya sekitar kurang dari 3% untuk setiap variasi RH masukan. 1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 RH 46-50 Gambar 11. Grafik hubungan Temperatur masuk terhadap efektifitas DEC Pada Gambar 11 menunjukan bahwa efektifitas tertinggi terjadi pada temperatur masuk 40 O C dan RH in 55-60% dimana efesiensinya mencapai 94 %. Dan efisiensi terendah terjadi pada temperatur masuk 30 dan Rhin 55-60 % yaitu sekitar 29 %. Rata- rata efisiensi tertinggi berada pada temperatur masuk 40 O C yaitu antara 91-94%. Dari grafik tersebut menunjukan bahwa semakin besar temperatur masukan maka efisiensinya juga akan meningkat, dimana peningkatannya sangat signifikan 4. Kesimpulan Pengujian direct evaporative cooling dapat menurunkan temperatur sebesar 3-4 O C untuk Tin 30 O C, untuk Tin 35 O C dapat menurunkan temperatur sebesar 6-7 O C, dan untuk Tin 40 O C dapat menurunkan temperatur sebesar 8-11 C. Pengujian direct evaporative cooling dapat menaikan kelembaban relatif dari 40-45 % menjadi 72-75 %, dari 46-50 % menjadi 73-75 %, dan dari 55-60 % menjadi 80-83%. Efektifitas tertinggi terjadi ketika temperatur masuk 40 O C, dimana efektitasnya bisa mencapai 94 %, sehingga penggunaan evaporative cooler paling optimal pada temperatur masuk 40 O C. Semakin tinggi temperatur masuk maka penurunan temperatur dan efisiensinya juga semakin besar. 5. Daftar Pustaka [1] Stoecker, W.F., Jones, J.W., 1989, Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, edisi ke-2. Alih bahasa Ir. Supratman Hara. Jakarta : Erlangga. JTM (S-1) Vol. 3, No. 3, Juli 2015:345-351 351