LYMPHATIC FILARIASIS (LF) ELIMINATION USED A COMMUNITY DIRECTED APPROACH.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

Proses Penularan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

Prevalensi pre_treatment

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

Faktor Risiko Kejadian Penyakit Filariasis Pada Masyarakat di Indonesia. Santoso*, Aprioza Yenni*, Rika Mayasari*

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) KEGIATAN POMP FILARIASIS PUSKESMAS KAWUA

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

CAKUPAN PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2011 FILARIASIS MASS TREATMENT COVERAGE IN DISTRICT SOUTHWEST SUMBA 2011

Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia. No ISBN :

DETEKSI ANTIBODI SPESIFIK FILARIA IgG4 DENGAN PAN LF PADA ANAK SEKOLAH DASAR UNTUK EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM ELIMINASI FILARIASIS

UNIVERSITAS INDONESIA

PERILAKU MINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI KELURAHAN RAWA MAMBOK Anti-filariasis Medicine Drinking Behavior in Rawa Mambok Village

Naskah masuk: 4 Januari 2016, Review 1: 7 Januari 2016, Review 2: 8 Januari 2016, Naskah layak terbit: 29 Februari 2016

Buku Pegangan Alat Bantu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

Juli Desember Abstract

BAB I PENDAHULUAN. 1

KEPATUHAN MASYARAKAT TERHADAP PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

SITUASI FILARIASIS DI PULAU ALOR PADA TAHUN 2006

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

SOP POMP FILARIASIS. Diposting pada Oktober 7th 2014 pukul oleh kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

ARTIKEL PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARARAT DALAM PENGOBATAN FILARIASIS LIMFATIK DI KECAMATAN TIRTO KABUPATEN PEKALONGAN. Tri Ramadhani *, M.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

Keberhasilan Pengobatan Massal Filariasis di Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan

GAMBARAN KEPATUHAN PENGOBATAN MASAL DI DAERAH ENDEMIS KOTA PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kaki gajah atau dalam bahasa medis. disebut filariasis limfatik atau elephantiasis adalah

MDA dan CMA sebagai Strategi Eliminasi Filariasis. MDA and CMA as Elimination of Filariasis Strategy

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT KECAMATAN MADANG SUKU III KABUPATEN OKU TIMUR TENTANG FILARIASIS LIMFATIK

SISTIM SURVEILANS. dr. I Nengah Darna MKes

SITUASI FILARIASIS SETELAH PENGOBATAN MASSAL DI KABUPATEN MUARO JAMBI, JAMBI Santoso 1, Yulian Taviv 1

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

BUKU PEDOMAN PENGOBATAN MASAL FILARIASIS BAGI BIDAN DESA DAN TENAGA PEMBANTU ELIMINASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TOPIK UTAMA Filariasis di Indonesia OPINI Analisis Epidemiologi Deskriptif Filariasis di Indonesia Oleh : dr. Tri Yunis Miko Wahyono, M.Sc...

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

Modul Pelatihan Pengobatan Masal Filariasis Limfatik dan Penanganan Berbagai Kasus Jangka Panjang Bagi Petugas Kesehatan

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Diana Andriyani Pratamawati 1*, Siti Alfiah 1. Jl. Hasanudin No.123 Salatiga 50721

SURVEI DARAH JARI FILARIASIS DI DESA BATUMARTA X KEC. MADANG SUKU III KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) TIMUR, SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah di Kelurahan Jati Sampurna

Yahya* *Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja Jl. A.Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DUKUNGAN KELUARGA DAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN MASYARAKAT MINUM OBAT ANTIFILARIASIS

PERSEPSI IBU TENTANG PEMBERIAN OBAT FILARIASIS UNTUK PENCEGAHAN ELEPHANTIASIS PADA BALITA DI DESA JONO TAWANGHARJO GROBOGAN

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.

Kajian Epidemiologi Limfatikfilariasis Di Kabupaten Sumba Barat (Desa Gaura) dan Sumba Tengah (Desa Ole Ate) Tahun Hanani M.

DI DAERAH ENDEMIS FILARIASIS KECAMATAN PONDOK GEDE, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FILARIASIS DI PUSKESMAS SE-KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

Transkripsi:

LYMPHATIC FILARIASIS (LF) ELIMINATION USED A COMMUNITY DIRECTED APPROACH. Fitranto Arjadi ABSTRACT Lymphatic filariasis (LF) is one of the important public health and socioeconomic problems facing the developing world. In Indonesia LF remains endemic in many areas. Indonesian Department of Health introduced a plan to join the Global Elimination Programme for LF through mass drug administration (MDA) using a single dose regimen of diethylcarbamazine (DEC) and Albendazole in those areas where lymphatic filariasis is endemic. The methodology for MDA used a health services and community directed approach. This mixed approach was deemed to be the most suitable for the Indonesian context where there is a well developed primary health care system in place and where village and cultural structures remain strong, particularly in rural areas. The development of the health promotion campaign was based on the P-Process, developed by Johns Hopkins University included background research, development of the message, testing and re-testing, production, monitoring and evaluation. Community directed approach to eliminate LF would be through the use of Tenaga Pembantu Pengobatan (TPP). That came from existing community health workers (kaders), community and religious leaders, school teachers and heads of neighbourhoods and work under the supervision of the village midwife or health staff. TPP responsible for registration of patients, education of their areas, distribution of the medication and monitoring of side effects. The evaluation included the final coverage rate and a quantitative survey (KAP Knowledge, Attitudes and Practice). Key Words : Elimination, Lymphatic Filariasis (LF), community directed approach PENDAHULUAN Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Penyebab penyakit kaki gajah adalah tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Vektor penular : Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres yang dapat berperan

sebagai vector penular penyakit kaki gajah. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan missal dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan. DESAIN DAN METODOLOGI Desain model eliminasi adalah menciptakan suatu strategi promosi kesehatan berupe kampanye eliminasi filariasi limfatika (FL) dengan mengembangkan modul pelatihan untuk para pekerja kesehatan masyarakat, menguji dan mngevalusi serta merekomendasikan hasil eliminasi telah dilakukan Metodologi promosi kesehatan dikembangkan menurut P-Process, yang tahun) 1982 oleh Johns Hopkins Universitas (www.jhuccp.org/training/pprocess.s tm). Metode ini menguraikan secara singkat berbagai langkah-langkah pengembangan kesehatan strategis berkampanye. Langkah 1- Analisa. Memahami masalah.mengetahui demografis dan perilaku penderita. Meninjau ulang program dan kebijakan penrintah yang sudah ada.. Langkah 2- Disain strategis. Mengembangkan cara SMART (Spesifik, Measurable-Terukur, Appropiate-Sesuai, Realistis-Nyata dan Terikat Waktu-Timebound). Mengikuti perubahan perilaku penderita. Pemilihan kegiatan dan media penyampaian. Mempersiapkan anggaran dan rencana implementasi. Langkah 3- Pengembangan material dan pesan, pre-testing dan produksi. Langkah 4- Manajemen, implementasi dan monitoring. Langkah 5- Evaluasi. Evaluasi awal. Penggunakan metodologi evaluasi berbeda. Langkah 6- Perencanaan untuk pelaksanaan kegiatan selanjutnya secara kesinambungan. Metodologi Pengobatan Massal Metodologi untuk kampanye pengobatan massal menggunakan kombinasi pelayanan berbasis Puskesmas dan masyarakat dengan Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan dan melihat struktur sosial budaya yang kuat terutama di yang pedesaan. Cara ini bermanfaat di desa yang jauh dari fasilitas kesehatan, dengan melatih anggota masyarakat sehingga ikut melakukan penyuluhan tentang filariasis limfatika (FL), pendistribusian obat dan memonitor efek samping pengobatan massal. Evaluasi Evaluasi terdiri dari kenaikan coverage rate penyembuhan

filariasis limfatika (FL) di desa endemik dan analisa data berupa survei kwantitatif yang meliputi survei KAP (Knowledge, Attitude, Survei) dua kali. Coverage rate dihitung menggunakan jumlah anggota masyarakat yang berobat di depan staf kesehatan dibagi jumlah penduduk yang diperbolehkan mengikuti pengobatan missal ( tidak hamil, umur diatas 2 tahun, tidak menyusui dan sehat.survei KAP yang pertama sebagai informasi dasar sebagai langkah awal melakukan strategi kampanye eliminasi, meliputi coverage rate, efek samping obat dan proses dari distribusi obat. Survei KAP diselenggarakan di desa endemik dan dilakukan satu - tiga minggu setelah dari distribusi obat dimulai. Tujuan survei KAP adalah untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai data awal untuk mengembangkan promosi kesehatan eliminasi filariasi limfatika (FL) dan untuk evaluasi di desa yang sudah dilakukan program eliminasi. Sasaran utama survei adalah menentukan tingkat pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat tentang filariasis limfatika dalam hal penularan, gejala, perawatan dan pencegahan. DISKUSI Berdasarkan survei terhadap fasilitas kesehatan dan perilaku pelayanan kesehatan menunjukkan mutu jasa pelayanan yang rendah di semua fasilitas kesehatan di daerah ( Servais, 2001 dan Kielmann, 2000). Sebagai contoh, hanya 50% staff Puskesmas dapat mengukur temperatur dengan tepat. Sehingga diperlukan peningkatan menyangkut fasilitas dan sistem kesehatan dalam rangka mendukung pengobatan filariasi limfatika (FL) massal. Kondisi dengan alam juga ikut berpengaruh sehingga membutuhkan keterlibatan masyarakat untuk kampanye pengobatan massal. Anggota masyarakat yang bisa dilatih adalah bidan desa, para pekerja kesehatan masyarakat, pemuka agama atau para pemimpin masyarakat yang dapat memberi perawatan dasar dan memberikan antipiretika dan antihistamin karena efek samping pengobatan. Sejak filariasi limfatika (FL) ditemukan diindonesia, sudah terdapat banyak kemajuan dalam hal eliminasi penyakit, meliputi intervensi pelayanan kesehatan ( pemberian DEC) dan menghilangkan vektor ( urbanisasi dan penanaman pohon bakau.). Namun beberapa daerah dengan dengan tingkat endemisitas tinggi ( Oemjiati, 1999) tetap sulit dieliminasi. Di masa lalu, pengobatan menggunakan perawatan dosis rendah selama 40 minggu, dan petugas meninggalkan obat di desa dengan tidak ada tindak lanjutnya. Banyak penderita yang tidak menlanjutkan pengobatan dan yang melanjutkan pengobatan tidak meneruskan lagi jika mengalami efek samping. Pasien dengan brugian filariasis menderita efek samping yang lebih akut setelah pengobatan dibandingkan yang mempunyai bancroftian filariasis (Supali, 2001). Pengalaman masa lalu yang menunjukkan bahwa pengobatan dosis rendah mengakibatkan angka coverage rate rendah dan menimbulkan keluhan sehingga membutuhkan informasi dan sosialisasi yang lebih banyak ke masyarakat untuk kesuksesan kampanye eliminasi filariasis limfatika.

Oemijati (1999) meneliti bahwa dosis tunggal 400 mg tidak bisa diterapkan di Indonesia, seperti yang direkomendasikan WHO, berkaitan dengan angka kesakitan brugian filariasis yang tinggi dan adanya efek samping pada pemberian 3 x 100 mg DEC ketika kepadatan microfilaria masih tinggi. Oemijati merekomendasikan cara yang terbaik adalah pengobatan dosis rendah dikombinasikan pengawasan melalui masyarakat sendiri di tingkat Yang perlu diperhatikan adalah peningkatan potensi efek samping pengobatan massal dan pemberian kombinasi obat yang direkomendasikan, DEC dan Albendazole yang dapat meningkatkan kemampuan membunuh microfilaria maupuan cacing orang dewasa. STRATEGI ELIMINASI 1. Kampanye eliminasi melalui media audiovisual Stategi eliminasi penyakit filariasi limfatika (FL) adalah berdasarkan penelitian dan rekomendasi sebelumnya. Materi kampanye disusun oleh tenaga kesehatan dan masyarakat yang dipilih. Rencana bahan kampanye eliminasi massal filariasi limfatika (FL) dapat melalui logo, film, nyanyian dan alat penyajian informasi seperti brosur, stiker dan poster (Tabel 1) FILM, LAGU, POSTER Menarik perhatian Diskusi grup kecil yang dipimpin oleh tenaga kesehatan masyarakat (kader/tpp) dan staf Puskesmas menggunakan FLIPCHART BROSUR Mengingatkan adanya informasi yang penting dan dapat digunakan untuk saling memberitahu di rumah STICKER dan LAGU Mengingatkan masyarakat untuk melakukan pengobatan massal Limfatika Filariasis dan tetap menyimpan informasi tersebut di ingatan Tabel 1. Stategi komunikasi eliminasi Limfatika Filariasis (Sumber : Alison, 2002) 2. Pelatihan kepada masyarakat (TPP/Tenaga Pembantu Pengobatan) Pelatihan ini mencakup metoda pendistribusian obat berdasarkan buku panduan dari Departemen Kesehatan format yang dibuat lebih mudah melalui Tenaga Pembantu Pengobatan" ( TPP) sebagai asisten pembagian obat. TPP berasal dari pekerja kesehatan masyarakat (kader), masyarakat, para pemuka agama, guru sekolah dan kepala Rukun Tetangga dan bekerja di bawah pengawasan staff kesehatan Puskesmas atau bidan desa. Mereka bertanggung jawab untuk pendaftaran penderita, memberikan penyuluhan di daerah mereka, distribusi obat dan

mengawasi efek samping. Puskesmas bertanggung jawab untuk memberikan pelatihan dan berkoordinasi dengan staf pemerintah mengenai waktu pengobatan massal. Panduan pelatihan dikembangkan untuk membantu Puskesmas mengenai pelatihan pada TPP dengan bahasa yang dimengerti orang awam meliputi filariasis limfatika, cara mengisi kartu keluarga, cara pengobatan massal yang benar, pengawasan efek samping dan distribusi obat, termasuk perawatan pada penderita dengan lymphoedema kaki. TPP juga bertanggung jawab mendidik anggota masyarakat yang laincara mencuci dan merawat kaki yang sakit. 3. Strategi Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasi Limfatika (FL) Sosialisasi pada desa percontohan dengan peserta :: kepala desa, ibu-ibu PKK, pemuka agama, kalangan militer / polisi, guru dan staf desa/kecamatan Pelatihan pada staf kesehatan Puskesmas Kontak dengan perangkat desa : Penjadualan atau pelatihan TPP, penyuluhan masyarakat, waktu pengobatan massal, pengawasan efek sampng obat, dll. Pelatihan Tenaga Pembantu Pengobatan /TPP TPP dari pekerja kesehatan desa (kader), pemuka agama dan masyarakat, guru, dll TPP memulai pendaftaran keluarga pada daerah terdekat (10-20 keluarga) dan memulai menyuluh di komunitasnya Promosi kesehatan masyarakat: penanyangan film dan lagu Penyaluran obat ke Puskesmas Obat dibagi tiap TPP dan dibagi sebelum hari pengobatan massal Pengobatan massal Pengawasan efek samping oleh perangkat desa dan staf Puskesmas Evaluasi program Tabel 2. Stategi pelaksanaan eliminasi Limfatika Filariasis (Sumber : Krentel, 2002)

4. Pelatihan Tenaga Pembantu Pengobatan (TPP) Tenaga Pembantu Pengobatan dilatih di setiap desa endemis dan dipilih oleh staf. Puskesmas dengan desa. Sebelumnya sudah ada suatu sistem kader atau para pekerja kesehatan masyarakat pada setiap desa yang telah dilatih dalam hal pemberantasan penyakit dan keluarga berencana.. PemilihanTPP tergantung pada faktor ukuran dari desa/kampung, banyaknya kader yang aktif, kesediaan dari masyarakat untuk menyelesaikan pengobatan massal dan saran kepala desa 5. Pengobatan Massal Pengobatan massal filariasis limfatika didasarkan pada usia, bukan tinggi atau berat badan berdasarkan pengalaman program eliminasi Malaysia dan Afrika. Dosis bisa terlalu tinggi pada anak-anak pada berat badan yang terlalu ringan untuk usianya (underweight); tetapi nak berusia dua dengan berat badan hanya 8 kg masih dapat menerima dosis pengobatan 2 kali lipat. Anakanak umumnya kepadatan microfilarial rendah, sehingga tidak terjadi peningkatan efek samping jika terjadi pemberian obat overdosis. Umur DEC (100 mg) Albendazole (400 mg) 2 6 tahun (pra sekolah) 1 tablet 1 tablet 7 12 tahun (Sekolah 2 tablet 1 tablet dasar) 13 dewasa 3 tablet 1 tablet Tabel 3. Dosis obat Limfatika Filariasis (Sumber : Krentel, 2002) Menurut WHO, wanita menyusui atau hamil, anak-anak di bawah dua tahun dan penderita yang sakit parah atauterlalu lemah dikeluarkan dari pengobatan massal. Kesimpulannya pengobatan massal dapat dipahami masyarakat setelah mereka mengetahui tentang efek eliminasi cacing filarial yang memuaskan. Semakin besar sosialisasi kepada masyarakat tentang program eliminasi filariasi limfatika akan semakin baik angka coverage rate eliminasi filariasi limfatika. Masyarakat menjadi Monitoring efek samping obat pengobatan massal Tingginya efek samping kasus filariasis karena Brugia timori, monitor efek samping sangat penting dilakukan dan harus dilaksanakan secepatnya setalah pengobatan massal dilakukan..caranya dengan TPP melengkapi dengan obat sederhana untuk menghilangkan efek samping (Paracetamol dan CTM/chlortrimeton) dan staff medis tinggal di desa minimal 3 hari pertama setalah pengobatan massal. 6. Evaluasi Pelaksanaan eliminasi filarisis limfatika yang sudah dilaksanakan di Kabupaten Alor,

Nusa Tenggara Timur sebagai proyek percontohan menghasilkan angka coverage yang memuaskan (75 %) menghasilkan hasil evaluasi yaitu : 1. Pelatihan TPP lebih lama 2. Staf kesehatan tinggal di desa selama 1 minggu setelah pengobatan massal. 3. Pemberian waktu yang cukup setelah pengobatan massa sebalem evaluasi sehingga TPP dapat merawat penderita yang mendapat keluhan efek samping 4. Peningkatan komunikasi antar petugas kesehatan dan masyarakat KESIMPULAN : Pengobatan massal dalam rangka eliminasi Filarisis Limfatika membutuhkan peran serta aktif dari masyarakat dan coverage rate jauh jauh lebih memuaskan setelah masyarakat mengetahui efek eliminasi pengobatan massal cacing filarial yang memuaskan. Semakin besar sosialisasi kepada masyarakat tentang program eliminasi filariasi limfatika akan semakin baik coverage rate eliminasi filariasi limfatika. DAFTAR PUSTAKA Johns Hopkins University website: www.jhuccp.org/training/pprocess.s tm Kielman, T. (2002) Health services, health seeking behaviour and perceived needs on the island of Alor, NTT. GTZ internal report. Mass Drug Administration For The Elimination of Lymphatic Filariasis, A Case Study in 6 pilot Project Villages In The District of Alor, East Nusa Tenggara Province, Indonesia. GTZ SISKES, District Health Authority of Alor dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Pelatihan Tenaga Kesehatan Nusa Tenggara Timur Oemijati, S..1999. Current Situation of Filariasis in Indonesia and its control. WHO Indonesia internal paper. Servais, G. et al..2001. Results of the health facility survey in the district of Alor. GTZ internal report. Supali, T., Ismid, I.S., Rueckert, P., Fischer, P. 2001. Treatment of Brugia timori and Wuchereria bancrofti infections in Indonesia using DEC or a combination of DEC and Albendazole: Adverse reactions and short-term effects on microfilariae. Tropical Medicine and International Health. Vol. 7, No. 10, October 2002, 894-901. WHO.2000. Preparing and Implementing a National Plan to Eliminate Lymphatic Filariasis: A Guide for Programme Managers (in non-onchocerciasis co-endemic countries. Lymphatic Filariasis Elimination (CPE/CEE/FIL) Control, Prevention and Eradication. World Health Organisation Krentel A., 2002, Final Report : Health Promotion Campaign And