BAB I PENDAHULUAN. Dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sejatinya adalah untuk membangun dan mengembangkan

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan

KONSEP PENDIDIKAN. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

Abstrak. Kata kunci : Tujuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat diera

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang MasalahPendidikan di Indonesia diharapkan dapat

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk karakter peserta

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

2015 PEMBELAJARAN PAI PADA PROGRAM AKSELERASI DI SD AR-RAFI BALEENDAH

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kemajuan iptek ini tidak lepas dari perubahan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus sebagai ujung tombak berdirinya nilai-nilai atau norma. mengembangkan akal manusia, mengingat fungsi pendidikan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terampil, bermartabat dan berkualitas. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem pada prinsipnya bukan hanya bertujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia,

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembukaan UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa mencerdaskan

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

NUR ENDAH APRILIYANI,

BAB I PENDAHULUAN. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki agar dapat hidup bermasyarakat dan memaknai hidupnya dengan nilai-nilai pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sely Lamtiur, 2014 Model kantin kejujuran bagi pengembangan karakter jujur siswa

BAB I PENDAHULUHAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang harus dikembangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dengan inovasi dalam bidang pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting bagi manusia untuk menunjang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Starata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku mulia. Begitulah kutipan filsuf Yunani, Plato, SM (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Melalui pendidikan, setiap siswa difasilitasi, dibimbing dan dibina untuk

BAB I PENDAHULUAN. terpelajar dengan sendirinya berbudaya atau beradab. Namun kenyataan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kunci utama dalam terlaksananya

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan kemanusian untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyengsarakan orang lain bahkan bangsa lain. Oleh karena itu perlu mengolah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi suatu bangsa pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan, manusia juga akan mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Oleh karena itu membangun pendidikan menjadi suatu keharusan, baik dilihat dari perspektif internal (kehidupan internal bangsa) maupun dalam perspektif eksternal (kaitannya dengan kehidupan bangsabangsa lain). Pendidikan berasal dari kata Pedagogia (Yunani) yang terdiri dari kata Paedos (anak) dan Agoge (saya membimbing) yang menunjuk kepada seorang pelayan pada zaman Yunani kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak ke dan dari sekolah (Fatoer.2010. The-fatoer. blogspot.com/ 2009./pengertian-pendidikan). Dalam pengertian yang sederhana dan umum, pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam,dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek Akhmad Nizam Baequni, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

2 yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Menurut Hartoto (Hartoto.2010. fatamorghana.wordpress.com/.../bab-ii-pengertiandan-unsur-unsur-pendidikan/ -) memberikan batasan pengertian pendidikan dari berbagai sudut pandang : 1. Pendidikan sebagai Proses transformasi Budaya Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain. 2. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. 3. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warganegara Diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.

3 4. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja Pendidikan sebagai penyimpana tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Hal Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Para ahli berpendapat tentang hakikat pendidikan dan batasan pengertiannya dan kesemuanya itu sejalan dengan isi hati mereka, menurut arah pandangan, pemahaman terhadap hakikat kehidupan dan tujuan hidup itu. Pendapat para ahli itu diantaranya (Fatoer.2010. Thefatoer.blogspot.com/2009/.../pengertian-pendidikan) : 1. Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M) mengatakan bahwa : Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesempurnaan. 2. Aristoteles (filosof terbesar Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada tahun 384 SM-322 SM) mengatakan bahwa : Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran. 3. Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh bangsa Arab yang hidup tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan Daminah) mengatakan bahwa : Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan santaan akal dan rohani. 4. Herbert Spencer (filosof Inggris yang hidup tahun 1820-1903 M) mengatakan bahwa : Pendidikan itu ialah menyiapkan seseorang agar dapat menikmati kehidupan yang bahagia. 5. Rousseau (filosof Prancis, 1712-1778 M) mengatakan bahwa : Pendidikan ialah pembekalan diri kita dengan sesuatu yang

4 belum ada pada kita sewaktu masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya di waktu dewasa. 6. James Mill (filosof Inggris, 1773-1836) mengatakan bahwa : Pendidikan itu harus menjadikan seseorang cakap, agar dia menjadi orang yang senantiasa berusaha mencapai kebahagiaan untuk dirinya terutama dan untuk orang lain selainnya. 7. John Stuart Mill (filosof Inggris, 1806-1873 M) mengatakan bahwa : Pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan. 8. John Dewey (filosof Chicago, 1859 M - 1952 M) mengatakan bahwa : " Pendidikan adalah membentuk manusia baru melalui perantaraan karakter dan fitrah, serta dengan mencontoh peninggalan - peninggalan budaya lama masyarakat manusia:. 9. Jean-Jacques Rousseau (filosof swiss 1712-1778) menurutnya : Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, tetapi kita membutuhkannya di waktu dewasa. 10. Langeveld adalah seorang ahli pendidikan bangsa Belanda Ahli ini merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : Pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain. 11. Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, 1889-1959) merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya. Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas manusia dalam bentuk meningkatnya kompetensi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Masalah yang dihadapi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupan sangat kompleks, banyak faktor yang harus dipertimbangkan karena pengaruhnya pada kehidupan manusia tidak dapat diabaikan, yang jelas

5 disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas Sumberdaya manusia suatu bangsa. Pendidik diharapkan dapat mengembangkan model pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian seluruh kompetensi dasar perilaku terpuji dapat dilakukan tidak beraturan. Peran semua unsur sekolah, orang tua siswa dan masyarakat sangat penting dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam. Undang Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Anak didik adalah anak yang masih dalam proses perkembangan menuju kearah kedewasaan. Hal ini berarti bahwa anak harus berkembang menjadi manusia yang dapat hidup dan menyesuaikan dari dalam masyarakat, yang penuh dengan aturan-aturan dan norma-norma kesusilaan. Oleh karena itu perlulah anak di didik, dipimpin kearah yang dapat dan sanggup hidup menuruti aturan-aturan dan norma-norma kesusilaan. Jadi maksud dari tujuan pendidikan akhlak atau kesusilaan adalah memimpin anak setia serta mengerjakan segala sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan sendiri dalam segala hal dan setiap waktu.

6 Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam tataran kognitif sudah banyak dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam melaui metode ceramah, diskusi, dan lain-lain. Ranah psikomotorik melalui metode demonstrasi, bimbingan, dan praktek. Sedangkan ranah afektif dalam pendidikan agama di antaranya menggunakan metode pembiasaan dan keteladanan. Pada ranah dan metode terakhir disebut belum populer di lingkungan sekolah. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya. Ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial dan sebagainya. Untuk itulah, dalam

7 merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotorik dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik. Di samping aspek pembentukan kemampuan intelektual untuk membentuk kecerdasan peserta didik dan pembentukan keterampilan untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik memiliki kemampuan motorik, maka pembentukan sikap peserta didik merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya. Proses pendidikan bukan hanya membentuk kecerdasan dan atau memberikan keterampilan tertentu saja, akan tetapi juga membentuk dan mengembangkan sikap agar anak berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sebagai contoh, banyak perilaku anak yang tidak sesuai dengan kaidah agama maupun norma di masyarakat seperti; makan dan minum sambil berjalan, makan dan minum sambil berbicara dan banyak lainnya.

8 Namun demikian, dalam proses pendidikan di sekolah proses pembelajaran sikap kadang-kadang terabaikan. Hal ini disebabkan proses pembelajaran dan pembentukan akhlak memiliki beberapa kesulitan. Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku cenderung diarahkan untuk pembentukan intelektual. Dengan demikian, keberhasilan proses pendidikan dan proses pembelajaran di sekolah ditentukan oleh kriteria kemampuan intelektual (kemampuan kognitif). Akibatnya, upaya yang dilakukan setiap guru diarahkan kepada bagaimana agar anak dapat menguasai sejumlah pengetahuan sesuai dengan standar isi kurikulum yang berlaku, oleh karena kemampuan intelektual identik dengan penguasaan materi pelajaran. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam bentuk evaluasi yang dilakukan baik evaluasi tingkat sekolah, tingkat wilayah, maupun evaluasi nasional diarahkan kepada kemampuan anak menguasai materi pelajaran. Pendidikan agama atau pendidikan kewarganegaraan misalnya yang semestinya diarahkan untuk pembentukan sikap dan moral, oleh karena keberhasilannya diukur dari kemampuan intelektual, maka evaluasinya pun lebih banyak mengukur kemampuan penguasaan materi pelajaran dalam bentuk kognitif. Kedua, sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat memengaruhi perkembangan sikap seseorang. Pengembangan kemampuan sikap baik melalui proses pembiasaan maupun modeling bukan hanya ditentukan oleh faktor guru, akan tetapi juga faktor- faktor lain terutama

9 faktor lingkungan. Artinya, walaupun di sekolah guru berusaha memberikan contoh yang baik, akan tetapi manakala tidak didukung oleh lingkungan anak baik lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat, maka pembentukan sikap akan sulit dilaksanakan. Misalnya, ketika anak diajarkan tentang keharusan bersikap jujur dan displin, maka sikap tersebut akan sulit diinternalisasi manakala di lingkungan luar sekolah anak banyak melihat perilaku-perilaku ketidakjujuran dan ketidakdisiplinan. Walaupun guru di sekolah begitu keras menekankan pentingnya sikap tertib berlalu lintas, maka sikap tersebut akan sulit diadopsi oleh anak manakala ia melihat begitu banyak orang yang melanggar ramburambu lalu lintas. Demikian juga, walaupun di sekolah guru-guru menekankan perlunya bagi anak untuk berkata sopan dan halus disertai contoh perilaku guru, akan tetapi sikap itu akan sulit diterima oleh anak manakala di luar sekolah begitu banyak manusia yang berkata kasar dan tidak sopan. Atau ketika anak makan sambil berjalan yang tidak sesuai dengan norma di masyarakat.pembentukan sikap memang memerlukan upaya semua pihak, baik lingkungan sekolah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Ketiga, keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera. Berbeda dengan pembentukan aspek kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran berakhir, maka keberhasilan dari pembentukan sikap baru dapat dilihat pada rentang waktu yang cukup panjang.

10 Hal ini disebabkan sikap berhubungan dengan internalisasi nilai yang memerlukan proses yang lama. Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa seseorang telah memakai sikap jujur hanya melihat suatu kejadian tertentu. Selain sikap jujur perlu diuraikan pada indikator-indikator yang mungkin sangat banyak, juga menilai sikap jujur perlu dilaksanakan secara terusmenerus hingga mengkristal dalam segala tindakan dan perbuatan. Keempat, pengaruh kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi yang menyuguhkan aneka pilihan program acara, berdampak pada pembentukan karakter anak. Tidak bisa kita pungkiri, program-program televisi, misalnya yang banyak menayangkan program acara produksi luar yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, kebutuhan pendidikan yang berbeda, dan banyak ditonton oleh anak-anak, sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap dan mental anak. Secara perlahan tapi pasti budaya asing yang belum tentu cocok dengan budaya lokal merembes dalam setiap relung kehidupan, menggeser nilai-nilai lokal sebagai nilai luhur yang mestinya ditumbuhkembangkan, sehingga pada akhirnya membentuk karakter baru yang mungkin tidak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat yang berlaku. Berangkat dari pemikiran dan permasalahan di atas, kemudian penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : Pengembangan Model Pembelajaran Afektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa Dalam Aspek Akhlak Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Menengah Pertama.

11 B. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini secara makro adalah Bagaimanakah model pembelajaran afektif yang dapat meningkatkan akhlak siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama?. Sedangkan mengingat luasnya rumusan masalah tersebut, penulis menjabarkannya menjadi beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kondisi pembelajaran PAI yang berlangsung di Sekolah Menengah Pertama di kecamatan Wanasari saat ini? 2. Desain model pembelajaran afektif yang bagaimanakah yang dapat mengembangkan akhlak siswa? 3. Bagaimanakah efektifitas model pembelajaran afektif? 4. Apakah faktor pendukung dan penghambat penerapan model pembelajaran afektif? C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan suatu model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan akhlak siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sedangkan secara khusus bertujuan untuk : 1. Memperoleh gambaran kondisi pembelajaran PAI yang berlangsung di Sekolah Menengah Pertama di kecamatan Wanasari saat ini.

12 2. Memperoleh desain model pembelajaran afektif yang dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam aspek akhlak pada mata pelajaran Pendididkan Agama Islam. 3. Memperoleh gambaran efektifitas model pembelajaran afektif yang dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam aspek akhlak pada mata pelajaran Pendididkan Agama Islam. 4. Mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat dari penerapan model pembelajaran afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan / digunakan oleh : 1. Siswa : Mengembangkan akhlak siswa kaitannya terhadap materi akhlak yang sudah di sampaikan guru dalam mata pelajaran PAI sehingga lebih mudah untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari. 2. Guru PAI : Memperkaya model pembelajaran pada aspek akhlak mata pelajaran PAI di Sekolah Menengah Pertama baik dalam segi pemahaman konsep maupun segi penerapan. 3. Peneliti sendiri : Menambah wawasan dan pemahaman tentang strategi pembelajaran afektif sebagai bekal kompetensi pendidik yang profesional.