KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 406 /KMK.06/2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS

dokumen-dokumen yang mirip
TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 17/PMK.01/2008 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 68 /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 423/KMK.06/2002 Tanggal 30 September 2002 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 425/KMK.06/2003

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

2 e. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik dipandang sudah tidak relevan dengan perkembangan profesi sehi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 73/MPP/Kep/3/2000 TENTANG KETENTUAN KEGIATAN USAHA PENJUALAN BERJENJANG

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-26/PM/1996 TENTANG PERIZINAN PENASIHAT INVESTASI KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- SALINANSALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17 /SEOJK.04/2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2016 TENTANG AKTUARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.116 /SEOJK.04/ TENTANG PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI WAKIL MANAJER INVESTASI

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 04 TAHUN 2004 T E N T A N G SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-36/PM/1996 TENTANG PENDAFTARAN BANK UMUM SEBAGAI WALI AMANAT KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL,

KERANGKA RPMK AKTUARIS. Perubahan Nama dan/atau Bentuk Badan Usaha Konsultan Aktuaria

- 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.04/2015 TENTANG AHLI SYARIAH PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 66 /POJK.04/2017 TENTANG KONSULTAN HUKUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 40/MPP/Kep/1/2003 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

2011, No Mengingat : Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/POJK.04/2014 Tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontr

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.01/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

: PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PENJUALAN LANGSUNG.

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Angka Pengenal Importir.

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 302MPP/Kep/10/2001 TENTANG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

2017, No Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5232);

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.03/2017 TENTANG PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL. BAB I KETENTUAN UMUM

PERANTARA PEDAGANG EFEK

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 25/ KMK.06/ 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG SURAT IJIN USAHA PERDAGANGAN ( SIUP ) WALIKOTA DENPASAR,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25/POJK.04/2014 TENTANG PERIZINAN WAKIL MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16./SEOJK.04/ TENTANG PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI WAKIL MANAJER INVESTASI

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2018 TENTANG PERIZINAN WAKIL PENJAMIN EMISI EFEK DAN WAKIL PERANTARA PEDAGANG EFEK

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KONSULTAN HUKUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /POJK.04/2016 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN IZIN USAHA REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.04/2014 TENTANG AHLI SYARIAH PASAR MODAL

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahan

PERMOHONAN PENDAFTARAN PENILAI SEBAGAI PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 446/Kpts/HK.310/7/2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN KONSULTAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No. 5/29/DPD Jakarta, 18 November 2003 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-17/PM/1996 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN IZIN USAHA REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 426 /KMK.06/2003

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84/M-DAG/PER/12/2012 dan mengatur kembali ketentuan Angka Pengenal Importir; d. b

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /SEOJK.04/2016 PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI MANAJER INVESTASI

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 406 /KMK.06/2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa penilai mempunyai peranan penting dalam meningkatkan efisiensi perekonomian nasional dan perlindungan kepentingan umum; b. bahwa untuk Usaha Jasa Penilai berbentuk Perseroan Terbatas diperlukan pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang berkesinambungan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Usaha Jasa Penilai Berbentuk Perseroan Terbatas. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587); 2. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001; 3. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 35 Tahun 2004; 4. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2004; 5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan; 6. Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan 423/MPP/Kep/7/2004 Menteri Keuangan Nomor tentang 327/KMK.06/2004 Pelimpahan Tugas dan Wewenang Menteri Perindustrian dan Perdagangan Mengenai Pembinaan dan Pengawasan Usaha Jasa Penilai Kepada Menteri Keuangan; Memutuskan :

- 2 MEMUTUSKAN : Menetapkan. : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan : 1. Menteri adalah Menteri Keuangan. 2. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan. 3. Direktur adalah Direktur Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan. 4. Standar Penilaian Indonesia adalah pedoman dasar dalam melakukan penilaian. 5. Penilai adalah orang yang dengan keahliannya menjalankan kegiatan penilaian dan telah memperoleh izin penilai dari Menteri. 6. Penilaian adalah proses pekerjaan yang dilakukan oleh Penilai untuk memberikan estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis suatu harta pada saat tertentu sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia. 7. Kode Etik Penilai Indonesia adalah pedoman moral bagi Penilai dalam melakukan Penilaian. 8. Usaha Jasa Penilai, atau disingkat UJP, adalah usaha di bidang penilaian dan jasa-jasa lainnya yang terkait dengan penilaian sesuai dengan keahlian yang dimiliki. 9. Badan Usaha Jasa Penilai Asing, atau disingkat BUJPA, adalah badan usaha di bidang penilaian yang memiliki izin dari otoritas di negara yang bersangkutan. 10. Perusahaan Jasa Penilai, atau disingkat PJP, adalah Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan telah memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan Jasa Penilaian (SIUPP) yang telah diterbitkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan, untuk melakukan kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan ini. 11. Asosiasi UJP adalah organisasi yang menghimpun perusahaan penilai. 12. Cabang

- 3 12. Cabang PJP adalah unit atau bagian dari PJP yang diberikan kewenangan oleh kantor pusat untuk melakukan penilaian dan kegiatan lain yang berkaitan dengan penilaian. 13. Kantor Perwakilan PJP adalah unit atau bagian dari PJP yang diberikan kewenangan oleh kantor pusat untuk melakukan fungsi pemasaran. BAB II TATA CARA PERIZINAN Bagian Pertama Izin Usaha PJP Pasal 2 (1) Menteri berwenang memberikan izin usaha PJP. (2) Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 3 (1) PJP yang telah berakhir masa berlaku SIUPP-nya, dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal untuk memperoleh izin usaha PJP. (2) Izin usaha PJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan 31 Desember 2009. Pasal 4 Untuk mendapatkan izin usaha PJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Direktur Utama PJP mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal u.p Direktur, dengan melampirkan dokumendokumen sebagai berikut : a. fotokopi akte notaris tentang pendirian PJP dan perubahannya yang antara lain mencakup modal dasar perusahaan sekurang-kurangnya sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah); b. fotokopi bukti pengesahan Badan Hukum (PT) dari instansi yang berwenang; c. fotokopi surat pendaftaran SIUPP; d. asli SIUPP; e. fotokopi izin Penilai dari salah seorang direksi; f. fotokopi

- 4 f. fotokopi kartu tanda penduduk Dewan Direksi dan Komisaris PJP; g. fotokopi kartu tanda penduduk bagi pemegang saham perorangan dan atau copy bukti pengesahan badan hukum Indonesia dari instansi berwenang bagi pemegang saham badan usaha yang berbentuk badan hukum; h. laporan keuangan perusahaan yang ditandatangani oleh Direktur Utama; i. skema organisasi dan nama direksi PJP; j. daftar 2 (dua) orang atau lebih asisten penilai yang dimiliki perusahaan; k. daftar inventaris kantor dan peralatan operasional teknis yang diperlukan; l. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) PJP; m. surat keterangan domisili perusahaan; dan n. formulir PJP-01 sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini, yang telah dilengkapi. Pasal 5 (1) Izin usaha PJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diterbitkan dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima. (2) Permohonan ditolak apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 melalui pemberitahuan tertulis dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima. (3) Permohonan yang ditolak dapat diajukan kembali dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Bagian Kedua Izin Pembukaan Cabang PJP Pasal 6 (1) PJP dapat membuka cabang di seluruh wilayah Republik Indonesia setelah mendapat izin pembukaan cabang. (2) Cabang PJP dipimpin oleh seorang Penilai yang berdomisili di tempat kedudukan cabang yang bersangkutan. (3) Lingkup kegiatan usaha Cabang PJP harus dalam lingkup kegiatan usaha PJP. Pasal 7

- 5 Pasal 7 (1) Menteri berwenang memberikan izin pembukaan Cabang PJP. (2) Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Untuk mendapatkan izin pembukaan Cabang PJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Utama mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal u.p Direktur dengan melampirkan: a. fotokopi SIUPP atau izin usaha PJP; b. fotokopi surat pendaftaran SIUPP; c. fotokopi surat keputusan direksi tentang pembukaan Cabang PJP dan penunjukan pemimpin Cabang PJP; d. fotokopi izin Penilai dari pemimpin Cabang PJP; e. daftar 2 (dua) orang atau lebih asisten penilai pada Cabang PJP; f. fotokopi kartu tanda penduduk pemimpin Cabang PJP; g. daftar inventaris kantor dan peralatan operasional teknis yang diperlukan Cabang PJP; h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Cabang PJP; i. surat keterangan domisili Cabang PJP; dan j. formulir PJP-02 sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini, yang telah dilengkapi. Pasal 8 (1) Izin pembukaan Cabang PJP diterbitkan dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima. (2) Permohonan ditolak apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) melalui pemberitahuan tertulis dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima. (3) Permohonan yang ditolak dapat diajukan kembali setelah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3). Bagian Ketiga

- 6 Bagian Ketiga Perwakilan PJP Pasal 9 (1) PJP dapat membuka kantor perwakilan diseluruh wilayah Republik Indonesia. (2) Kantor Perwakilan PJP hanya dapat melakukan kegiatan pemasaran dalam lingkup kegiatan usaha PJP. (3) Pembukaan kantor perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaporkan oleh Direktur Utama PJP secara tertulis kepada Direktur Jenderal u.p Direktur paling lambat 1 (satu) bulan sejak pembukaan kantor perwakilan dimaksud dengan melampirkan: a. fotokopi surat pendaftaran SIUPP; b. fotokopi SIUPP atau izin usaha PJP; c. fotokopi Kartu Tanda Penduduk penanggung jawab Kantor Perwakilan PJP; d. surat keputusan Direktur Utama tentang pembukaan Kantor Perwakilan PJP; dan e. surat keterangan domisili Kantor Perwakilan PJP. BAB III LINGKUP KEGIATAN USAHA Pasal 10 (1) Lingkup kegiatan usaha PJP meliputi: a. penilaian harta berwujud maupun tidak berwujud; b. penilaian usaha; c. penilaian proyek; dan atau d. monitoring pembiayaan proyek. (2) PJP dapat melakukan kegiatan usaha lain yang berkaitan dengan kegiatan penilaian, antara lain: a. konsultansi pengembangan properti; b. desain sistem informasi aset; c. pengelolaan properti; dan atau d. studi kelayakan usaha. BAB IV

- 7 BAB IV KERJASAMA DENGAN BADAN USAHA JASA PENILAI ASING Pasal 11 (1) PJP dapat melakukan kerja sama teknis di bidang usaha jasa penilai dengan BUJPA. (2) PJP yang melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mencantumkan nama BUJPA yang bersangkutan bersama-sama dengan nama PJP setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal. (3) Persetujuan pencantuman nama BUJPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya diberikan apabila PJP telah memiliki perjanjian kerjasama dengan BUJPA. (4) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya memuat : a. klausula tentang identitas para pihak yang melakukan kerja sama; b. klausula tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak yang melakukan perjanjian kerja sama; c. klausula bahwa PJP tidak sedang melakukan perjanjian kerjasama dengan BUJPA lain; d. klausula bahwa BUJPA tidak sedang melakukan perjanjian kerjasama dengan PJP lain atau usaha jasa penilai yang berbentuk usaha sendiri atau usaha kerjasama; e. klausula bahwa kerjasama bersifat berkelanjutan yaitu tidak terbatas hanya untuk suatu penugasan tertentu; f. klausula tentang review mutu bersama secara periodik; g. klausula tentang lingkup kerjasama yang sekurang-kurangnya mencakup bidang penilaian; dan h. klausula bahwa BUJPA membantu PJP sesuai dengan lingkup perjanjian kerjasama. (5) Permohonan untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis oleh Direktur Utama PJP kepada Direktur Jenderal u.p Direktur dengan melampirkan : a. profil BUJPA; b. salinan perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Persetujuan

- 8 (6) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibatalkan apabila PJP tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 12 (1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PJP. (2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal. (3) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal dapat meminta pendapat dan atau masukan dari asosiasi UJP. Pasal 13 (1) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan, Direktur Jenderal melakukan pemeriksaan secara berkala dan atau sewaktu-waktu terhadap PJP dan atau Cabang PJP. (2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal dapat bekerjasama dengan Asosiasi UJP. (3) PJP dan atau Cabang PJP dilarang menolak, menghindari, dan atau menghambat kelancaran pemeriksaan. (4) PJP dan atau Cabang PJP yang diperiksa wajib memperlihatkan buku, catatan, dokumen atau memberikan keterangan yang diperlukan dalam pemeriksaan kepada pemeriksa. (5) Pemeriksa wajib menjaga kerahasiaan dokumen pemeriksaan kepada pihak lain yang tidak berhak dan tidak berwenang. Pasal 14 (1) Direksi, Penilai atau karyawan suatu PJP dilarang merangkap jabatan sebagai pimpinan, direksi, Penilai atau karyawan pada perusahaan lain. (2) Larangan

- 9 (2) Larangan merangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Direksi PJP yang merupakan Penilai untuk menjadi pimpinan pada 1 (satu) UJP berbentuk usaha perseorangan, persekutuan perdata atau persekutuan firma. (3) Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat menggunakan 1 (satu) bentuk badan usaha dalam mengikuti lelang pengadaan jasa. Pasal 15 (1) Laporan penilaian wajib ditandatangani oleh Penilai. (2) Dalam hal laporan penilaian ditandatangani oleh Penilai yang tidak menjabat sebagai direksi, maka laporan penilaian tersebut wajib ditandatangani juga oleh direksi yang merupakan Penilai. (3) Dalam hal laporan penilaian diterbitkan oleh Cabang PJP, maka laporan penilaian tersebut wajib ditandatangani juga oleh Direksi yang merupakan Penilai atau Pemimpin Cabang PJP yang mendapat kuasa tertulis dari Direksi PJP yang merupakan Penilai. Pasal 16 (1) Direksi PJP wajib menyampaikan laporan kegiatan usaha, laporan keuangan dan laporan penggunaan tenaga asing untuk tahun takwim sebelumnya selambat-lambatnya pada akhir bulan Mei kepada Direktur Jenderal u.p Direktur. (2) Direksi PJP wajib melaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal u.p Direktur selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak terjadinya: a. perubahan pemegang saham dengan melampirkan fotokopi perubahan akte perusahaan; b. perubahan nama PJP dengan melampirkan fotokopi perubahan akte perusahaan; c. perubahan susunan direksi dan atau komisaris dengan melampirkan fotokopi perubahan akte perusahaan; d. perubahan alamat PJP atau Cabang atau Kantor Perwakilan PJP; e. perubahan pemimpin Cabang PJP; f. perubahan atau berakhirnya perjanjian kerja sama teknis dengan BUJPA; g. perubahan susunan Penilai; atau h. penutupan Kantor Perwakilan PJP. Pasal 17

- 10 Pasal 17 (1) PJP wajib: a. mempunyai sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Penilai yang menjabat Direksi; b. mempunyai sekurang-kurangnya 2 (dua) orang asisten penilai; c. menjadi anggota asosiasi UJP; d. memiliki modal dasar perusahaan sekurang-kurangnya Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah); e. memiliki inventaris kantor dan peralatan operasional teknis yang diperlukan; f. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan; dan g. memiliki kantor tetap. (2) Cabang PJP wajib: a. mempunyai pemimpin cabang yang merupakan Penilai; b. mempunyai sekurang-kurangnya 2 (dua) orang asisten penilai; c. memiliki inventaris kantor dan peralatan operasional teknis yang diperlukan; d. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Cabang PJP; dan e. memiliki kantor tetap. Pasal 18 (1) PJP dan atau Cabang PJP dalam melakukan kegiatan usaha jasa penilai wajib mematuhi: a. Standar Penilaian Indonesia (SPI); b. Kode Etik Penilai Indonesia; dan c. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jasa yang diberikan. (2) Standar Penilaian Indonesia dan Kode Etik Penilai Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). Pasal 19 PJP bersama-sama dengan Penilai yang menandatangani laporan penilaian, bertanggung jawab terhadap laporan penilaian. Pasal 20 (1) Penutupan PJP atau Cabang PJP wajib mendapatkan izin Menteri. (2) Direktur

- 11 (2) Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Permohonan penutupan PJP atau Cabang PJP disampaikan secara tertulis oleh Direktur Utama kepada Direktur Jenderal u.p Direktur dengan melampirkan: a. surat pernyataan penutupan PJP yang disepakati dalam rapat umum pemegang saham. b. surat pernyataan yang ditandangani oleh Direksi mengenai penyelesaian perikatan antara PJP dan atau Cabang PJP dengan kliennya. c. asli Surat Izin Usaha Perusahaan Jasa Penilaian (SIUPP) atau Surat Izin Usaha PJP dan atau Cabang PJP. BAB VI SANKSI Pasal 21 (1) Pelanggaran terhadap Keputusan Menteri Keuangan ini dan peraturan pelaksanaannya dikenakan sanksi peringatan tertulis, pembekuan izin atau pencabutan izin. (2) Menteri mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada: a. PJP; atau b. Cabang PJP. (3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. (4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak harus dikenakan secara berurutan. (5) Sanksi pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. (6) Sanksi berlaku sejak tanggal ditetapkan. Pasal 22 (1) PJP dikenakan sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) apabila: a. melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (1); b. melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) atau ayat (3); c. melanggar

- 12 c. melanggar ketentuan Pasal 10; d. melanggar ketentuan Pasal 11 ayat (2), Pasal 13 ayat (3) atau (4), Pasal 14 ayat (1), Pasal 16, Pasal 17 ayat (1), atau Pasal 20 ayat (1); e. melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) yang tidak berpengaruh terhadap laporan penilaian dan atau laporan penugasan lainnya; f. Melanggar ketentuan Pasal 26 ayat (2), ayat (3), ayat (5), ayat (6), atau ayat (7); atau g. dikenakan sanksi peringatan tertulis oleh Asosiasi UJP. (2) Cabang PJP dikenakan sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) apabila: a. melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau ayat (3), Pasal 10, Pasal 13 ayat (3) atau ayat (4), atau Pasal 17 ayat (2); atau b. melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) yang tidak berpengaruh terhadap laporan penilaian dan atau laporan penugasan lainnya. (3) Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dikenakan maksimum 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan. (4) PJP yang telah dikenakan sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi pembekuan izin apabila atas pelanggaran berikutnya terkena sanksi peringatan. (5) Cabang PJP yang telah dikenakan sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi pembekuan izin apabila atas pelanggaran berikutnya terkena sanksi peringatan. Pasal 23 (1) PJP dikenakan sanksi pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) apabila: a. melanggar ketentuan Pasal 14 ayat (3); b. melanggar ketentuan Pasal 15 ayat (1) atau ayat (2); c. melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) yang berpotensi berpengaruh terhadap laporan penilaian dan atau laporan penugasan lainnya; d. memenuhi ketentuan Pasal 22 ayat (4); e. melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1); atau f. dikenakan sanksi pembekuan keanggotaan oleh Asosiasi UJP. (2) Cabang

- 13 (2) Cabang PJP dikenakan sanksi pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) apabila: a. PJP dikenakan sanksi pembekuan izin; b. melanggar ketentuan Pasal 15 ayat (3); c. melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) yang berpotensi berpengaruh terhadap laporan penilaian dan atau laporan penugasan lainnya; atau d. memenuhi ketentuan Pasal 22 ayat (5). (3) Sanksi pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) hanya dikenakan 1 (satu) kali. (4) PJP yang telah dikenakan sanksi pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi pencabutan izin apabila atas pelanggaran berikutnya terkena sanksi pembekuan izin. (5) Cabang PJP yang telah dikenakan sanksi pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi pencabutan izin apabila atas pelanggaran berikutnya terkena sanksi pembekuan izin. Pasal 24 (1) PJP dikenakan sanksi pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), apabila: a. melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap laporan penilaian dan atau laporan penugasan lainnya; b. memenuhi ketentuan Pasal 23 ayat (4); c. dikenakan sanksi pencabutan keanggotaan oleh Asosiasi UJP; atau d. dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) Cabang PJP dikenakan sanksi pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), apabila: a. PJP yang bersangkutan dikenakan sanksi pencabutan izin; b. melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap laporan penilaian dan atau laporan penugasan lainnya; atau c. memenuhi ketentuan dalam Pasal 23 ayat (5). (3) Dalam

- 14 (3) Dalam hal PJP melakukan kerjasama dengan BUJPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan dikenakan sanksi pencabutan izin, maka PJP lain dilarang melakukan kerjasama dengan BUJPA dimaksud. Pasal 25 (1) Sanksi pembekuan izin dan pencabutan izin usaha PJP atau Cabang PJP diumumkan kepada masyarakat. (2) Sanksi peringatan tertulis terhadap PJP atau Cabang PJP dapat diberitahukan kepada masyarakat. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 26 (1) Surat Izin Usaha Perusahaan Penilaian (SIUPP) yang masih berlaku pada saat Surat Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Keuangan Nomor 423/MPP/Kep/7/2004 tentang Pelimpahan Tugas dan 327/KMK.06/2004 Wewenang Menteri Perindustrian dan Perdagangan Mengenai Pembinaan dan Pengawasan Usaha Jasa Penilai Kepada Menteri Keuangan ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berakhirnya SIUPP yang bersangkutan. (2) SIUPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan kembali pada Direktur Jenderal u.p Direktur dengan menyampaikan SIUPP dimaksud selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak Surat Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Keuangan Nomor 423/MPP/Kep/7/2004 ditetapkan. 327/KMK.06/2004 (3) Dalam hal PJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki cabang atau kantor perwakilan, Direktur Utama PJP yang bersangkutan wajib mendaftarkan kembali keberadaan cabang atau Kantor Perwakilan dimaksud kepada Direktur Jenderal u.p Direktur bersamaan dengan pendaftaran SIUPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Direktur

- 15 (4) Direktur menerbitkan Surat Pendaftaran SIUPP, Cabang PJP dan atau Kantor Perwakilan PJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3). (5) PJP yang mempunyai cabang wajib menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan. (6) PJP yang tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib mengubah status cabangnya menjadi kantor perwakilan. (7) PJP yang telah bekerjasama dengan BUJPA dan mencantumkan nama BUJPA yang bersangkutan pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Keputusan Menteri Keuangan ini selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini. Pasal 27 (1) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan (3) tidak dapat dipenuhi maka laporan penilaian wajib ditandatangani oleh Direktur Utama dan Penilai dari PJP yang bersangkutan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku SIUPP. Pasal 28 (1) Ketentuan Pasal 22 ayat (3) tetap berlaku bagi PJP atau Cabang PJP yang telah dikenakan sanksi peringatan tertulis oleh instansi yang berwenang. (2) Ketentuan Pasal 23 ayat (3) tetap berlaku bagi PJP atau Cabang PJP yang telah dikenakan sanksi pembekuan SIUPP oleh instansi yang berwenang. BAB VIII

- 16 BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Ketentuan yang diperlukan dalam pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal. Pasal 30 SIUPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) atau izin usaha PJP yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ini berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 31 izin usaha baru untuk melakukan kegiatan usaha jasa penilai kepada badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas (PT) tidak diterbitkan sejak berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini. Pasal 32 Dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dilarang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) apabila tidak memenuhi ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini. Pasal 33 Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 September 2004 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, BOEDIONO

LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 406 /KMK.06/2004 TANGGAL 6 SEPTEMBER 2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS FORMULIR PJP-01 : PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN JASA PENILAI (PJP) Nomor : Lampiran : 1 (satu) berkas. Hal : Permohonan Izin Usaha Perusahaan Jasa Penilai (PJP). Yth. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan Republik Indonesia u.p. Direktur Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Jalan Dr. Wahidin No. 1 Gedung A, Lantai 7 Jakarta 10710...,.....200 Menunjuk pada ketentuan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor /KMK.06/2004 tanggal. tentang Usaha Jasa Penilai Berbentuk Perseroan Terbatas, dengan ini kami selaku Direktur Utama PT.. mengajukan permohonan untuk memperoleh Izin Usaha Perusahaan Jasa Penilai (PJP). Sehubungan dengan permohonan tersebut, terlampir kami sampaikan formulir permohonan Surat Izin Usaha Perusahaan Jasa Penilai (PJP) dan kelengkapan data lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan di atas. Atas perhatian Bapak kami ucapkan terima kasih. Hormat kami, Tanda tangan Cap perusahaan Nama lengkap pemohon Direktur Utama

- 2 - FORMULIR PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN JASA PENILAIAN (PJP) I. IDENTITAS PERUSAHAAN 1. Nama Perusahaan : 2. Alamat : 3. Nomor Telepon, Fax dan E-Mail : 4. Nomor SIUPP : (foto kopi SIUPP terlampir) 5. Nomor Surat Pendaftaran SIUPP : (foto kopi surat pendaftaran terlampir) 6. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) PJP : II. LEGALITAS PERUSAHAAN 1. Akte Pendirian Perusahaan (terlampir) : Notaris : Nomor : Tanggal : 2. Akte Perubahan (terlampir) : Notaris : Nomor : Tanggal : 3. Pengesahan Departemen Kehakiman : Nomor : (terlampir) Tanggal : 4. Surat Keterangan Domisili Perusahaan : Nomor : (terlampir) Tanggal : III. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN 1. Struktur Organisasi Perusahaan : (terlampir) 2. Susunan Pengurus : a. Direksi Perusahaan : Direktur Utama : Warga Negara : No. Izin Penilai : (foto kopi izin terlampir) Direktur : Warga Negara : No. Izin Penilai : (foto kopi izin terlampir)

- 3 - Direktur : Warga Negara : No. Izin Penilai : (foto kopi izin terlampir) dan seterusnya b. Komisaris Perusahaan : Komisaris Utama : Warga Negara : Komisaris : Warga Negara : Komisaris : Warga Negara : dan seterusnya c. Pemegang Saham (sebutkan nama, nominal dan jumlah saham) Nama : Jumlah saham : Lbr, Rp. Warga Negara : Nama : Jumlah saham : Lbr, Rp. Warga Negara : dan seterusnya 3. Tenaga Penilai : Nama : Nomor Izin Penilai : (foto kopi izin terlampir) Nama : Nomor Izin Penilai : (foto kopi izin terlampir) dan seterusnya 4. Tenaga Asisten Penilai : Nama : Nama : dan seterusnya

- 4-5. Jumlah Pegawai Tetap : orang 6. Jumlah Pegawai Tidak Tetap : orang 7. Jumlah Pegawai Seluruhnya : orang (termasuk direksi) 8. Cabang PJP : Kedudukan : Alamat : Pemimpin Cabang : (dan seterusnya) 9. Perwakilan PJP : Kedudukan : Alamat : Penanggungjawab : (dan seterusnya) 10. Kerjasama dengan UJPA : Nama UJPA : Negara : Nama Penilai : Bentuk kerjasama : 11. Keanggotaan dalam Asosiasi PJP : (dalam dan luar negeri) 12. Permodalan PJP a. Modal dasar Rp. b. Modal yang ditempatkan Rp. c. Modal disetor Rp. 13. Neraca tahun terakhir : (terlampir) 14. Inventaris PJP : (daftar terlampir) IV. LINGKUP KEGIATAN PJP 1.. 2.. 3.. (dan seterusnya)

- 5 - Demikian keterangan-keterangan dan lampiran-lampiran di atas kami buat dengan sebenarnya dan apabila dari keterangan-keterangan dan lampiran-lampiran di atas ada yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya kami bersedia dituntut berdasarkan hukum yang berlaku.. Catatan:, (tempat, tanggal-bulan-tahun) Materai Tanda tangan Cap perusahaan Nama lengkap pemohon Direktur Utama 1. Jika sekiranya terdapat keterangan-keterangan yang tidak dapat dimuat di dalam kolom-kolom Formulir ini, hendaknya keterangan-keterangan tersebut ditulis pada kertas tersendiri dan disatukan dengan lampiran-lampiran. 2. Semua lampiran diusahakan agar besar dan ukurannya sama dengan Formulir ini. 3. Semua lampiran dan keterangan sebagaimana tersebut pada butir 1 dan 2 di atas, masingmasing harus dibubuhi nama lengkap dan tanda tangan pemohon serta stempel perusahaan. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, BOEDIONO

LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 406 /KMK.06/2004 TANGGAL 6 SEPTEMBER 2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS FORMULIR PJP-02 : PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN JASA PENILAI (PJP) Nomor : Lampiran : 1 (satu) berkas. Hal : Permohonan Izin Pembukaan Cabang Perusahaan Jasa Penilai (PJP). Yth. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan Republik Indonesia u.p. Direktur Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Jalan Dr. Wahidin No. 1 Gedung A, Lantai 7 Jakarta 10710...,.....200 Menunjuk pada ketentuan Pasal 7 Keputusan Menteri Keuangan Nomor:./KMK.06/2004 tanggal.. tentang Usaha Jasa Penilai Berbentuk Perseroan Terbatas, dengan ini kami selaku Direktur Utama Perusahaan Jasa Penilai (PJP) PT... mengajukan permohonan izin pembukaan Cabang Perusahaan Jasa Penilai (PJP) di...(nama kota) Sehubungan dengan permohonan tersebut terlampir kami sampaikan formulir permohonan Izin Pembukaan Cabang Perusahaan Jasa Penilai (PJP) dan kelengkapan data lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan di atas. Atas perhatian Bapak kami ucapkan terima kasih. Hormat kami, Tanda tangan Cap perusahaan Nama lengkap pemohon Direktur Utama

- 2 - FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN CABANG PERUSAHAAN JASA PENILAIAN IV. IDENTITAS PERUSAHAAN 1. Nama Perusahaan : 2. Alamat : 3. Nomor Telepon, Fax dan E-Mail : 4. Nomor SIUPP :.(foto kopi SIUPP terlampir) 5. Nomor Surat Pendaftaran SIUPP : (foto kopi surat pendaftaran terlampir) 6. Nomor Izin Usaha PJP : (foto kopi surat izin usaha terlampir) 7. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Cabang PJP : V. STRUKTUR ORGANISASI CABANG PJP 1. Struktur Organisasi Cabang PJP : (terlampir) 2. Surat Keputusan Direksi Tentang Pembentukan Cabang PJP Nomor : (salinan terlampir) Tanggal : 3. Surat Keputusan Direksi Tentang Penunjukan Pemimpin Cabang PJP Nama : (salinan terlampir) Nomor : 4. Pemimpin Cabang PJP Nama : No. Izin Penilai : (foto kopi izin terlampir) 5. Surat Keterangan Domisili Cabang PJP Nomor : (terlampir) Tanggal : 6. Tenaga Penilai Cabang PJP Nama : Nomor Izin Penilai : (foto kopi izin terlampir) Nama : Nomor Izin Penilai : (foto kopi izin terlampir) dan seterusnya :

- 3-7. Tenaga Asisten Penilai Cabang PJP : Nama : Nama : dan seterusnya 8. Jumlah Pegawai Tetap Cabang PJP : orang 9. Jumlah Pegawai Tidak Tetap Cabang PJP : orang 10. Jumlah Pegawai Cabang PJP Seluruhnya : orang (termasuk pemimpin cabang) 11. Inventaris Cabang PJP : (daftar terlampir) III. LINGKUP KEGIATAN CABANG PJP 1. 2. 3. (dan seterusnya) Demikian keterangan-keterangan dan lampiran-lampiran di atas kami buat dengan sebenarnya dan apabila dari keterangan-keterangan dan lampiran-lampiran di atas ada yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya kami bersedia dituntut berdasarkan hukum yang berlaku.., (tempat, tanggal-bulan-tahun) Materai Tanda tangan Cap Perusahaan Nama lengkap pemohon Direktur Utama Catatan: 1. Jika sekiranya terdapat keterangan-keterangan yang tidak dapat dimuat di dalam kolom-kolom Formulir ini, hendaknya keterangan-keterangan tersebut ditulis pada kertas tersendiri dan disatukan dengan lampiran-lampiran.

- 4-2. Semua lampiran diusahakan agar besar dan ukurannya sama dengan Formulir ini. 3. Semua lampiran dan keterangan sebagaimana tersebut pada butir 1 dan 2 di atas, masingmasing harus dibubuhi nama lengkap dan tanda tangan pemohon dan stempel perusahaan. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, BOEDIONO