BAB I PENDAHULUAN. memacu pertumbuhan di berbagai sendi kehidupan seperti bidang ekonomi,

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2004 TENTANG

RGS Mitra 1 of 8 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan paparan pendahuluan yang menunjukkan gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1976 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF TASIKMALAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA TASIKMALAYA

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Judul Taman dan Galeri Kota Tasikmalaya

WALIKOTA TASIKMALAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II JAYAPURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 1982 TENTANG PEMBENTUKAN PEMECAHAN PENYATUAN DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN

PENDAHULUAN Latar belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 90 TAHUN 2012

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PALU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1992 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DENPASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1997 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TARAKAN

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

UU 4/1993, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II MATARAM. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:4 TAHUN 1993 (4/1993)

UU 6/1995, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II KENDARI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 6 TAHUN 1995 (6/1995)

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

UU 6/1995, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II KENDARI PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BUNGURSARI DAN KECAMATAN PURBARATU KOTA TASIKMALAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

UU 9/1996, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BEKASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1996 (9/1996)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 1987 SERI D ================================================================

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan pusat pemukiman dan kegiatan masyarakat, memiliki

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan aglomerasi manusia dalam ruang yang relatif terbatas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2008 T E N T A N G

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1992 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DENPASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV GAMBARAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR : 2 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

PEMERINTAH KOTA KEDIRI KEDIRI KEDIRI

I. PENDAHULUAN. Asas otonomi daerah merupakan hal yang hidup sesuai dengan kebutuhan dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

LUAS WILAYAH ADMINISTRATIF KECAMATAN DAN JUMLAH WILAYAH ADMINISTRATIF KELURAHAN DI KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2016 IBU KOTA KECAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. material kewilayahan apapun yang ada di kota itu. hakikatnya segala sesuatunya di dunia ini akan mengalami perubahan tidak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 7 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III DESKRIPSI TPLA DAN PELAKSANAAN TPLA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KECAMATAN KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan kawasan yang mempunyai kenampakan dan masalah. yang komplek. Kota tidak hanya berfungsi sebagai wadah dimana tempat

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN,

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah di Indonesia telah berhasil memacu pertumbuhan di berbagai sendi kehidupan seperti bidang ekonomi, politik, pendidikan, sosial dan budaya. Hal tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan dan kemajuan masyarakat serta pertumbuhan daerah. Proses pertumbuhan suatu daerah berjalan secara alamiah sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya, baik berupa potensi fisik maupun potensi sosial. Segala potensi-potensi yang telah tersedia tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal dengan baik sehingga semua komponen yang ada dapat diberdayakan secara maksimal. Hal tersebut menuntut adanya suatu sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan sistematis. Ini tidak lain demi terciptanya kesejahteraan masyarakat di berbagai daerah. Berbagai unsur masyarakat dengan segala kegiatan sosial ekonominya serta potensi lingkungan fisik yang dimilikinya turut menciptakan dinamika suatu kota. Jika suatu daerah sudah tidak mampu lagi untuk menampung tuntutan tersebut maka diperlukan suatu sistem administrasi yang mampu untuk mengaturnya. Fenomena perkembangan masyarakat dan kemajuan pertumbuhan di berbagai daerah serta tuntutan adanya suatu sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik, memicu timbulnya keinginan sebagian daerah untuk memisahkan diri

2 dengan membentuk daerah otonomi sendiri. Hal tersebut bertujuan tidak lain untuk meningkatkan kelancaran pelayanan pemerintah terhadap masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah karena daerah dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, jenjang pemerintahan daerah-daerah di Indonesia meliputi Pemerintah Pusat, Provinsi Daerah Tingkat I, Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya Daerah Tingkat II, Kota Administratif, Kecamatan, Kelurahan dan Desa. Selain itu terdapat pula Daerah Khusus Ibukota dan Daerah Istimewa yang kedudukannya sederajat dengan Provinsi Daerah Tingkat I. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 135-412 Tahun 1989 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Kota Administratif menyatakan bahwa Kota Administratif dapat dikatakan sebagai salah satu wadah peningkatan kemampuan managerial aparat pemerintahan dalam mengelola, mengarahkan, mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan kota serta peningkatan pelayanan umum perkotaan. Kedudukan Kota Administratif berada dibawah pengawasan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II. Kota Administratif dipimpin oleh seorang Walikota Administratif (Walikotatif) yang kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Bupati. Pembentukan Kota Administratif didasarkan pada dua hal pokok yaitu tuntutan kehidupan serta prinsip hasil guna dan daya guna penyelenggaraan pemerintahan. Tugas pokok Kota Administratif adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II dalam rangka meningkatkan

3 pelayanan umum perkotaan, mengawasi, mengarahkan, mengendalikan rencana dan kegiatan pembangunan kota, mengembangkan kehidupan masyarakat serta dapat mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah disekitarnya. Jika pertumbuhan dan perkembangan kota sudah tidak lagi mampu dikelola dengan sistem administratif pada tingkat Kota Administratif, maka wilayah tersebut dapat ditingkatkan statusnya menjadi Kota. Hal ini dilakukan agar mampu menyelenggarakan pemerintahan sendiri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kelancaran pelayanan pemerintah kepada masyarakat terutama yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam yang menjadi wewenangnya. Kota Tasikmalaya merupakan salah Kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Pada awalnya Kota Tasikmalaya merupakan sebuah Kota Administratif yang merupakan bagian dari Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1976 dibentuklah sebuah Kota Administratif Tasikmalaya yang terdiri dari tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Cipedes, Kecamatan Cihideung dan Kecamatan Tawang. Kota Administratif Tasikmalaya berada di dalam bagian dari Kabupaten Tasikmalaya. Seiring dengan perkembangan yang semakin pesat di berbagai bidang dan adanya tuntutan dari berbagai kalangan masyarakat, menuntut ditingkatkannya status Kota Administratif Tasikmalaya menjadi sebuah daerah otonomi Kota Tasikmalaya. Munculnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah

4 memberikan angin yang segar bagi daerah. Pembentukan daerah otonom baru diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri terutama yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang tersebut diatas, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah-Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi dibagi atas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang masing-masing mempunyai Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa dalam sistem pemerintahan di Indonesia tidak lagi mengenal adanya sebuah Kota Administratif. Dengan adanya aturan tersebut maka Kota Administratif dapat ditingkatkan statusnya menjadi sebuah Kota jika memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Tetapi jika tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan, maka Kota Administratif tersebut diturunkan statusnya menjadi Kecamatan yang menjadi bagian dari Kabupaten induknya. Dengan adanya aturan tersebut, maka Kota Administratif Tasikmalaya dituntut untuk dapat menjadi sebuah daerah otonom yang terlepas dari Kabupaten Tasikmalaya sebagai Kabupaten induknya. Maka berkembanglah rencana tentang pembentukan Kota Tasikmalaya.

5 Beberapa alasan yang mendasari keinginan Kota Administratif Tasikmalaya untuk meningkatkan statusnya menjadi Kota Tasikmalaya diantaranya : a. Adanya perkembangan dan kemajuan Provinsi Jawa Barat pada umumnya dan Kabupaten Tasikmalaya pada khususnya serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan guna menjamin perkembangan dan kemajuan pada masa yang akan datang. b. Adanya kemajuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lainnya di Kota Administratif Tasikmalaya di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, meningkatkan beban tugas dan volume kerja dibidang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksaaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan serta memberi kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah di Kabupaten Tasikmalaya perlu membentuk Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom. c. Keinginan masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengelola sendiri sumberdaya alam dan potensi daerah yang dimilikinya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. d. Adanya peraturan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang tidak mengenal lagi adanya sebuah Kota

6 Administratif. Oleh karena itu bila memenuhi kriteria tertentu Kota Administratif dapat ditingkatkan statusnya menjadi sebuah Kota yang otonom. Namun apabila tidak memenuhi kriteria tersebut Kota Administratif harus kembali lagi menjadi sebuah Kecamatan yang berada di Kabupaten induknya. Maka pada tanggal 21 Juni 2001 disahkanlah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya oleh Pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa wilayah Kota Tasikmalaya meliputi : a. Wilayah Kota Administratif Tasikmalaya yang terdiri atas : 1) Kecamatan Cipedes 2) Kecamatan Cihideung 3) Kecamatan Tawang b. Sebagian wilayah Kabupaten Tasikmalaya yang terdiri atas : 1) Kecamatan Indihiang 2) Kecamatan Mangkubumi 3) Kecamatan Kawalu 4) Kecamatan Tamansari 5) Kecamatan Cibeureum Setelah terbentuknya Kota Tasikmalaya, maka Kota Administratif Tasikmalaya di wilayah Kabupaten Tasikmalaya dihapus. Berdasarkan hal tersebut, maka saat ini wilayah Kota Tasikmalaya terdiri dari 8 Kecamatan.

7 Setelah perubahan statusnya, kini Kota Tasikmalaya tengah mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang pesat di berbagai bidang. Fenomena tersebut dapat ditunjukkan dari semakin meningkatnya jumlah penduduk Kota Tasikmalaya dari tahun ke tahun. Berdasarkan data jumlah penduduk Kota Tasikmalaya pada tahun 2001 sebesar 545.587 jiwa sedangkan pada tahun 2006 meningkat menjadi 594.158 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk tersebut diiringi dengan semakin berkembangnya pusat aktivitas-aktivitas perekonomian. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya berkembang sebesar 4,05%. Dengan letaknya yang strategis menjadikan Kota Tasikmalaya berperan sebagai Kota Pusat Pengembangan Wilayah Priangan Timur. Dengan diembannya peranan tersebut, hal ini akan berdampak terhadap perkembangan Kota. Sehingga Kota Tasikmalaya dituntut harus dapat melayani kebutuhan internal kota. Fenomena tersebut menjadikan Kota Tasikmalaya berubah menjadi sebuah Kota yang mengandalkan pemasukannya dari sektor perdagangan dan jasa. Hal tersebut berpengaruh terhadap meningkatnya sektor mata pencaharian pada bidang perdagangan dan jasa. Jenis mata pencaharian tersebut akan mempengaruhi pula pada tingkat pendapatan masyarakat. Fenomena lain yang terjadi yaitu semakin berkembangnya fasilitas sosial terhadap masyarakat seperti dalam sektor pendidikan dan sektor kesehatan. Dalam sektor pendidikan, jumlah fasilitas pembelajaran mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya sekolah dasar yang terdapat hampir disetiap kelurahan. Begitu juga dengan sektor kesehatan yang kini lebih ditingkatkan baik dari segi kuantitas maupun

8 kualitas. Dari segi kuantitas dapat dilihat dengan semakin meningkatnya jumlah fasilitas kesehatan. Dari segi kualitas pelayanan kepada masyarakat semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah tenaga medis. Fenomena-fenomena tersebut akan memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kota Tasikmalaya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Kota Tasikmalaya terutama yang berkenaan dengan besaran pengaruh yang ditimbulkan dari adanya perubahan status Kota Tasikmalaya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Untuk itu penulis dalam penelitian ini mengangkat judul Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Akibat Perubahan Status Kota Tasikmalaya. B. Rumusan Masalah Dari uraian diatas maka pokok permasalahan yang akan diteliti adalah berapa besaran pengaruh yang ditimbulkan dari adanya perubahan status Kota Tasikmalaya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pembatasan masalah tersebut diuraikan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara perubahan status Kota Tasikmalaya terhadap : a. Sektor pendidikan? b. Sektor kesehatan? c. Sektor transportasi? d. Mata pencaharian? e. Tingkat pendapatan?

9 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis tentang pengaruh perubahan status Kota Tasikmalaya terhadap kondisi sosial masyarakat yang meliputi aspek pendidikan, kesehatan dan transportasi. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis tentang pengaruh perubahan status Kota Tasikmalaya terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang meliputi aspek mata pencaharian dan tingkat pendapatan. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Sebagai masukan bagi instansi atau pihak yang terkait dalam upaya untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki Kota Tasikmalaya serta sebagai arahan dalam penentuan kebijakan Pemerintah untuk pengembangan wilayah Kota Tasikmalaya dalam segala bidang. 2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat untuk dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki daerahnya. 3. Sebagai bahan pengayaan pengajaran pada mata pelajaran geografi di sekolah. 4. Sebagai bahan kajian atau literatur bagi penelitian-penelitian selanjutnya. E. Definisi Operasional Menurut Singarimbun (1987:76) definisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel

10 atau dengan kata lain definisi operasional merupakan petunjuk pelaksanaan untuk mengukur suatu variabel dalam suatu penelitian. Berdasarkan hal tersebut, penjelasan dari variabel penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kondisi sosial ekonomi Kondisi sosial ekonomi merupakan suatu keadaan atau tingkat sosial dan ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan sosial dan ekonomi masyarakat yang ada di Kota Tasikmalaya sebagai dampak dari adanya perubahan status Kota Tasikmalaya. Kondisi sosial ekonomi dalam penelitian ini meliputi pendidikan, kesehatan, transportasi, mata pencaharian dan tingkat pendapatan. 2. Perubahan Perubahan adalah bergesernya suatu kondisi atau keadaan ke kondisi atau keadaan yang lain pada periode dan kurun waktu yang berbeda. Perubahan dalam penelitian ini adalah berubahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat yang ditimbulkan dari adanya pengaruh perubahan status dari Kota Administratif Tasikmalaya menjadi Kota Tasikmalaya. 3. Kota Menurut Bintarto (1983:32) kota merupakan bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibanding dengan daerah dibelakangnya.

11 Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1980 dinyatakan bahwa kota mengandung dua pengertian. Pertama, kota sebagai suatu wadah yang memiliki batasan administratif sebagaimana yang telah diatur dalam perundang-undangan. Kedua, kota sebagai suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri-ciri non-agraris, misalnya Ibukota Kabupaten yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan pemukiman. Kota dalam penelitian ini adalah Kota sebagai daerah otonom yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memiliki batas-batas administratif yang pasti dan jelas sesuai dengan perundang-undangan dan juga kota sebagai lingkungan kehidupan perkotaan.