BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah gizi kurang, berkaitan dengan penyakit infeksi dan negara maju

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih memilih makanan instan yang biasa dikenal dengan istilah fast food. Gaya

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, dislipidemia, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia mengalami permasalahan gizi ganda yaitu perpaduan antara gizi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan bagi anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

I. PENDAHULUAN. traditional lifestyle menjadi sedentary lifestyle (Hadi, 2005). Keadaan ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini, masalah kegemukan ( overweigth dan obesitas) menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

hiperkolesterolemia, asam urat, dan lain-lain. Pada tahun 2003 WHO (World Health

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. angka kematian penyakit tidak menular (PTM). Hal ini sesuai dengan data World

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi yang baik

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi gaya hidup. Gaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan masukan dan pengeluaran asupan zat gizi. Asupan. ketiga zat gizi tersebut merupakan zat gizi makro yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa dan lansia. (2) Di kalangan remaja, gizi lebih menimbulkan masalah, karena dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang dan menyebabkan gangguan psikologis yang serius serta kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, mengakibatkan remaja akan tumbuh menjadi remaja yang kurang percaya diri. (3) Remaja dikategorikan rentan karena percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi, serta kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi, di samping itu tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya mengalami gizi lebih. (2) Kejadian berat badan berlebih meningkat di kalangan anak-anak dan remaja. Gizi lebih telah menjadi masalah di dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan sejak tahun 2008 sebanyak 2,8 juta penduduk meninggal setiap tahun terkait gizi lebih dan obesitas (WHO, 2013). Gizi lebih dialami oleh 22% pria dan 23% wanita di Inggris. (4) Di Amerika Serikat, prevalensi gizi lebih pada remaja usia 12-19 tahun adalah 20,5%. Prevalensi berat badan lebih di Indonesia berdasarkan Riskesdas

2007 (6-14 tahun) pada laki-laki 9,5% dan perempuan 6,4%. Prevalensi berat badan lebih di Sumatra Barat pada laki-laki 6,4% dan perempuan 5,1%. (5) Prevalensi gizi lebih di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2010 (13-15 tahun) adalah 2,5% dan 2,7% di Sumatra Barat. (6) Hasil Riskesdas 2013 terjadi peningkatan prevalensi kejadian gizi lebih remaja (13-15 tahun) di Indonesia yaitu 10,8% dan 10,2% di Sumatra Barat. (7) Data laporan penjaringan anak sekolah dalam Program Upaya Pelayanan Kesehatan Sekolah tahun 2014 pada tingkat Sekolah Menengah Pertama sebesar 8,1% anak Sekolah Menengah Pertama Padang Panjang mengalami gizi lebih. (8) Kota ini merupakan salah satu dari lima Kota/Kabupaten yang memiliki prevalensi kegemukan pada remaja tertinggi di Sumatera Barat. Data hasil penjaringan kesehatan peserta didik tahun 2015 kota Padang Panjang, prevalensi kejadian gizi lebih tertinggi tingkat sekolah mengengah pertama adalah Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padang Panjang 21,89%. (9) Ada berbagai macam faktor yang menyebabkan terjadinya gizi lebih, antara lain adalah genetik, lingkungan, psikis, fisiologi, faktor perkembangan, pola makan (asupan zat gizi), aktivitas fisik, dan ekonomi. (10) Gizi lebih merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, artritis, penyakit kantong empedu, beberapa jenis kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit. (2) Kenaikan berat badan akibat konsumsi kalori berlebihan berdampak buruk bagi tekanan darah, rentan terhadap masalah hipertensi dan menjadi penyumbang faktor risiko munculnya penyakit jantung koroner yang mengakibatkan kematian. Gizi lebih terkait erat dengan pola makan dan gaya hidup. Anak-anak yang menyukai junk food

(makanan sampah) sebenarnya hanya memasukkan kalori ke dalam tubuhnya. Saat ini gaya hidup sedentary yang miskin aktivitas fisik juga semakin menggejala, sehingga memperkuat proses terjadinya gizi lebih. (11) Peningkatan berat badan terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan kalori yang di konsumsi dengan kalori yang digunakan. Riskesdas 2013 menyatakan bahwa perilaku konsumsi makanan beresiko dikelompokkan sering apabila penduduk mengonsumsi makanan tersebut satu kali atau lebih setiap hari, salah satunya adalah kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak. Proporsi nasional penduduk dengan perilaku konsumsi makanan berlemak, berkolesterol dan makanan gorengan > 1 kali per hari 40,7% sedangkan proporsi penduduk Sumatra Barat dengan perilaku konsumsi makanan berlemak > 1 kali per hari 34,3%. Kriteria aktivitas fisik aktif adalah individu yang melakukan aktivitas fisik berat atau sedang atau keduanya, sedangkan kriteria kurang aktif adalah individu yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang ataupun berat. Proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif di Indonesia adalah 26,1% sedangkan proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif di Sumatera Barat adalah 28,8%. (7) Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka gizi lebih di tengah masyarakat yang cukup makmur. Orang yang tidak aktif beraktivitas memerlukan kalori dalam jumlah yang lebih sedikit. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan dengan kandungan lemak tinggi dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang akan mengalami gizi lebih. (10) Golongan remaja merupakan kelompok yang tidak bisa diabaikan masalah gizinya. Menurut WHO remaja adalah anak yang telah mencapai usia 10-18 tahun. Periode remaja adalah perubahan yang berlangsung cepat baik pertumbuhan fisik,

kognitif dan psikososial atau tingkah laku. Adanya aktivitas yang semakin meningkat, maka kebutuhan zat gizi juga meningkat. Oleh karena itu gizi seimbang sangat dibutuhkan remaja untuk pertumbuhan dan perkembangan. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu masalah gizi lebih maupun gizi kurang. (12) Hasil penelitian Simatupang tahun 2008 faktor yang berpengaruh terhadap kejadian obesitas adalah asupan lemak, asupan energi dan asupan protein. Perlu upaya untuk mencegah obesitas dengan cara mengurangi faktor risiko kejadian obesitas, diantaranya pola makan sehat dan aktivitas fisik yang cukup. (13) Menurut Bidjuni terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian obesitas pada anak. (14) Menurut artikel ilmiah Mujur tahun 2011 menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan berat badan lebih pada remaja. (15) Hasil penelitian Herze tahun 2014 menyatakan bahwa perilaku makan yang buruk bisa menyebabkan terjadinya obesitas. (16) Hasil penelitian Damanik tahun 2014 menyatakan ada hubungan bermakna antara asupan protein, lemak dan karbohidrat dengan kejadian gizi lebih (17) dan hasil penelitian Utami tahun 2012 menjelaskan bahwa ada hubungan bermakna antara konsumsi energi, karbohidrat, protein dan lemak dengan status gizi remaja. (18) Konsumsi energi berlebih yang bersumber dari pola makan tidak sehat merupakan salah satu penyebab langsung terjadinya status gizi lebih remaja. Pola makan tradisional yang awalnya tinggi karbohidrat dan serat kini berubah ke rendah karbohidrat, rendah serat, tinggi lemak serta tinggi energi. Pola makan inilah yang menyebabkan remaja mengkonsumsi energi melebihi kebutuhan mereka sehari-hari. Konsumsi energi berlebih secara berkelanjutan akan memacu timbulnya hyperphagia

(makan berlebih) yang diiringi dengan asupan lemak berlebih dan menyebabkan penumpukan lemak dalam tubuh yang berakibat bertambahnya berat badan. (18) Asupan karbohidrat yang berlebihan dan berlangsung lama akan mengakibatkan terjadinya gizi lebih yang berkaitan peningkatan kadar lemak. Pemasukan kalori yang berlebih akan disimpan dalam bentuk trigliserida. Sedangkan asupan protein yang tinggi bila melebihi kebutuhan maka protein tidak disimpan dalam tubuh tetapi akan dipecah menjadi asam amino yang dapt digunakan untuk sintesis glukosa glukogenik dan juga digunakan untuk sintesis asam lemak yaitu asam amino ketogenik. Sehingga asupan karbohidrat yang tinggi dapat mengakibatkan gizi lebih. (19) Lemak merupakan cadangan energi paling utama dalam tubuh, lemak dalam makanan mempunyai tingkat efisiensi 25% lebih tinggi untuk dimetabolisme tubuh dan kemudian disimpan sebagai cadangan energi atau disimpan antara jaringan tubuh sebagai lemak struktural. Hal ini menyebabkan penumpukan lemak dalam tubuh yang berakibat bertambahnya berat badan. (18) Penelitian yang dilakukan oleh Ambarita tahun 2014 menyatakan bahwa aktivitas fisik berpengaruh terhadap kejadian gizi lebih dengan nilai OR sebesar 2,612 (95%CI=1,086-6,279). Responden yang gizi lebih 2,6 kali kecenderungan dengan aktivitas fisik kurang dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami gizi lebih. Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi dalam tubuh sehingga berkurangnya aktivitas akibat dari kehidupan yang semakin modern dengan kemajuan teknologi mutakhir akan menimbulkan kegemukan. Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan menguatkan sistem jantung serta pembuluh

darah. Melakukan aktivitas fisik dapat menyelaraskan fungsi tubuh menjadi lebih optimal dan menurunkan risiko gizi lebih. (19) Studi awal yang dilakukan pada akhir februari 2016 diperoleh jumlah siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padang Panjang 442 orang yang terdiri dari 22 kelas, lokasi sekolah ini tidak jauh dari pusat kota, jarak sekolah dari jalan utama lebih kurang 20 meter. Dari 10 siswa yang diwawancarai, 5 orang siswa dalam sehari rata-rata makan makanan pokok seperti nasi dua kali, selain konsumsi nasi mereka juga sering konsumsi mie instan, roti, singkong dan makanan jajanan kaki lima. Makanan jajanan kaki lima seperti aneka gorengan, bakso, sate, empek-empek, minuman dalam kemasan seperti teh gelas, snack ringan dan lain-lain. Aktivitas yang sering dilakukan selain belajar di sekolah adalah olahraga seperti sepakbola, bola voli, berlari, berenang, jogging, dan lain-lain. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai hubungan asupan zat gizi dan aktivitas fisik dengan gizi lebih pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padang Panjang tahun 2016 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah bagi penulis adalah apakah ada hubungan asupan zat gizi dan aktivitas fisik dengan gizi lebih pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padang Panjang tahun 2016? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan asupan zat gizi dan aktivitas fisik dengan gizi lebih pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padang Panjang tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui distribusi frekuensi variabel independen (energi, karbohidrat, lemak dan aktivitas fisik) pada kelompok kasus dan kontrol di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padang Panjang tahun 2016. 2. Mengetahui hubungan antara asupan energi dengan gizi lebih pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padang Panjang tahun 2016. 3. Mengetahui hubungan antara asupan karbohidrat dengan gizi lebih pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padang Panjang tahun 2016. 4. Mengetahui hubungan antara asupan lemak dengan gizi lebih pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padang Panjang tahun 2016. 5. Mengetahui hubungan aktifitas fisik dengan gizi lebih pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padang Panjang tahun 2016 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti memberikan pengalaman dan mengaplikasikan ilmu di bangku kuliah dengan penelitian yang dilakukan di sekolah tersebut. 2. Bagi remaja memberikan informasi tentang pentingnya memperhatikan asupan gizi dan ativitas fisik serta faktor lain yang mempengaruhi kejadian gizi lebih. 3. Bagi akademis sebagai literatur Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu mempelajari hubungan asupan zat gizi dan aktivitas fisik dengan gizi lebih pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padang Panjang. Desain penelitian yang digunakan adalah case control. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti hubungan asupan zat gizi dan aktivitas fisik dengan gizi lebih

pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padang Panjang, yang meliputi variabel energi, karbohidrat, lemak, dan aktivitas fisik.