Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN 1 Oleh : Safrizal Walahe 2

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015

seumur hidup dan pidana mati tidak diberlakukan terhadap anak. Kata kunci: Anak, Peradilan Pidana.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Lex et Societatis, Vol. II/No. 7/Ags/2014. PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014. SISTEM SANKSI PIDANA DALAM HUKUM PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Evan Tjiang 2

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana Indonesia menyatakan Hukum. sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB III PENUTUP. dalam penulisan hukum ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pemidanaan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB III PENJATUHAN SANKSI HUKUM TERHADAP ANAK. A. Asas-Asas dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA 1 Oleh: Patrick Deo Linelejan 2

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

PENJATUHAN PIDANA PENJARA BAGI TERDAKWA PENYALAHGUNAAN NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB III SANKSI PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA (MILITER)

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. oleh

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 1 mengatakan bahwa kekuasaan kehakiman

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Transkripsi:

SANKSI HUKUM TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT SISTEM HUKUM INDONESIA DAN AKIBAT PIDANA PENJARA 1 Oleh: Mansila M. Moniaga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah sanksi hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana menurut sistem hukum Indonesia dan bagaimanakah akibat penjatuhan pidana penjara terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana. Denagn menggunakan metode penelitian yuridis normative, maka dapat disimpulkan: 1. Bahwa sanksi hukum yang dapat dijatuhkan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu berupa: pidana dan tindakan. Sanksi pidana terdiri dari : pidana pokok berupa; pidana peringatan, pidana dengan syarat seperti pembinaan di luar lembaga, pelayanan masyarakat atau pengawasan, kemudian pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga dan pidana penjara; serta pidana tambahan berupa: perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana dan pemenuhan kewajiban adat. Sanksi tindakan berupa: pengembalian kepada orang tua/wali, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LPKS, kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta, pencabutan SIM dan atau perbaikan akibat tindak pidana. 2. Bahwa penjatuhan pidana penjara bagi anak mempunyai akibat yang sangat besar terhadap masa depan anak itu sendiri. Anak 1 Artikel skripsi. Pembimbing skripsi: Dr. Denny B.A. Karwur, SH,MH, Lendy Siar, SH,MH, Suryono Soewikromo, SH,MH 2 NIM: 110711042. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado. akan mendapat cap/label sebagai anak nakal, kemudian anak yang sementara menjalani pidana dalam penjara akan mengalami proses prisonisasi, suatu proses pembiasaan sikap dan perilaku dengan narapidana yang lain yang tidak baik. Disamping kedua hal tersebut, pidana penjara juga berakibat buruk dari dimensi sosial yaitu anak akan beranggapan bahwa ia telah dibuang dari pergaulan hidup masyarakat dan dari dimensi pendidikan, anak tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang layak dan kehilangan harapan untuk meraih citacitanya. Kata kunci: Anak, dibawah umu, penjara. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perlindungan hukum anak atau perlindungan anak secara yuridis dapat meliputi perlindungan hukum anak dalam bidang hukum privat, dan dalam bidang hukum publik. Perlindungan hukum anak dalam bidang hukum publik di antaranya meliputi perlindungan anak dalam hukum pidana materil dan perlindungan hukum anak dalam hukum pidana formil. Hukum pidana formil berkaitan dengan peradilan pidana anak yang termasuk dalam bagian peradilan umum. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada Pasal 1 ayat (2) diberikan pengertian tentang perlindungan anak yaitu sebagai berikut: Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan hasrat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Berkaitan dengan perlindungan anak maka adalah menjadi tanggung jawab dan kewajiban dari orang tua, masyarakat umum dan lembaga-lembaga yang diberi 120

wewenang oleh pengadilan serta pemerintah baik pusat maupun daerah, ketentuan ini diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 26 Undang-Undang No. 23 tahun 2002. Terlebih apabila anak-anak melakukan perbuatan-perbuatan melanggar hukum. Anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum tentunya akan tetap diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Peradilan anak adalah suatu peradilan yang menangani perkara pidana yang menyangkut anak yang termasuk dalam suatu sistem yang disebut dengan sistem peradilan pidana dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi kenakalan anak, sekaligus juga diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada anak yang mengalami benturan dengan hukum yang merupakan pelaku kenakalan anak. Sebelum diberlakukan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, penanganan perkara pidana yang pelakunya masih tergolong anak-anak dapat dikatakan hampir tidak ada bedanya dengan penanganan dengan perkara yang tersangka atau terdakwanya adalah orang dewasa. Dalam hal ini Pengadilan Negeri telah menyidangkan berbagai perkara pidana yang terdakwanya anak-anak dengan menerapkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Diberlakukannya UU No. 11 Tahun 2012, maka diharapkan bahwa penanganan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, haruslah memperhatikan kepentingan anak serta tidak boleh melupakan kedudukan anak dengan segala karakternya yang khusus, sehingga anak yang terkena kasus tidak dirugikan secara fisik dan mentalnya. Karena demi pertumbuhan dan perkembangan mental anak diperlukan pembedaan perlakuan di dalam hukum acara dan ancaman pidananya. Pembedaan perlakuan dan ancaman itu dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak serta memberi kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab dan berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan dari latar belakang ini, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat judul Sanksi Hukum Terhadap Anak Di Bawah Umur Menurut Sistem Hukum Indonesia Dan Akibat Pidana Penjara sebagai tugas akhir dalam bentuk Skripsi untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum pada Universitas Sam Ratulangi Manado. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah sanksi hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana menurut sistem hukum Indonesia? 2. Bagaimanakah akibat penjatuhan pidana penjara terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana? C. METODE PENULISAN Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 3 PEMBAHASAN A.Sanksi Hukum Terhadap Anak UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, khusus mengenai sanksi terhadap anak ditentukan 3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal-13. 121

berdasarkan perbedaan umur anak yaitu, bagi anak yang belum berumur 14 tahun hanya dikenakan tindakan, demikian bunyi Pasal 69 ayat (1), sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur di atas dua belas (12) sampai delapan belas (18) tahun dijatuhkan pidana. Pasal 70 mengatakan bahwa: ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan. 4 Batasan umur tersebut tergolong sangat penting dalam perkara pidana anak, karena dipergunakan untuk mengetahui seseorang yang diduga melakukan kejahatan termasuk kategori anak atau bukan. Adanya ketegasan dalam suatu peraturan perundang-undangan tentang hal tersebut akan menjadi pegangan bagi para petugas di lapangan, agar tidak terjadi salah tangkap, salah tahan, salah sidik, salah tuntut maupun salah mengadili, karena menyangkut hak asasi seseorang. Mengenai sanksi hukumnya, UU No. 11 Tahun 2012 telah mengaturnya sebagaimana ditetapkan dalam Bab V Pasal 69 ayat (1), dan sanksi tersebut terdiri dari dua (2) macam yaitu berupa: 1. Pidana; 2. Tindakan. Berikut akan dibahas tentang 2 (dua) jenis sanksi seperti yang disebutkan dalam Pasal 69 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2012. Sanksi yang pertama adalah sanksi berupa pidana. Pidana adalah hukuman yang dijatuhkan atas diri seseorang yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Menurut ketentuan Pasal 10 KUHP, hukuman itu terdiri dari hukuman pokok dan hukuman tambahan. Hukuman pokok terdiri dari hukuman mati, hukuman penjara yang dapat berupa hukuman seumur hidup dan hukuman sementara waktu, hukuman kurungan dan hukuman denda. Sementara hukuman tambahan dapat berupa: pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang tertentu dan pengumuman keputusan hakim. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tidak mengikuti ketentuan sanksi pidana yang tertuang dalam Pasal 10 KUHP, namun membuat sanksi secara tersendiri. Pidana untuk anak dimuat dalam Pasal 71 sampai dengan Pasal 81. Pasal 71 menyebutkan bahwa: 5 (1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas: a. Pidana peringatan; b. Pidana dengan syarat: 1. Pembinaan di luar lembaga; 2. Pelayanan masyarakat; atau 3. Pengawasan. c. Pelatihan kerja; d. Pembinaan dalam lembaga; e. Penjara. (2) Pidana tambahan terdiri atas: a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, atau b. Pemenuhan kewajiban adat. (3) Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti derngan pelatihan kerja. (4) Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (20, dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Berikut ini akan dijelaskan tentang sanksi yang dapat dikenakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana 4 Hadi Setia Tunggal, Op-Cit, hlm. 38. 5 UURI No. 11 Tahun 2012, Op-Cit, hlm. 31. 122

sebagaimana diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012. Pasal 71 ayat (1) menyebutkan jenis-jenis pidana pokok adalah sebagai berikut: 1. Pidana peringatan Dalam Pasal 72 disebutkan bahwa pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan kebebasan anak. 2. Pidana dengan syarat Pidana dengan syarat diatur dalam Pasal 73 sampai dengan Pasal 77. Dalam Pasal 73 disebutkan bahwa: (1)Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh Hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun (2)Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (10) ditentukan syarat umum dan syarat khusus. (3)Syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat. (4)Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak. (5)Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama daripada masa pidana dengan syarat umum. (6)Jangka waktu masa pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun. (7)Selama menjalanai masa pidana dengan syarat, Penuntut Umum melakukan pengawasan dan Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar anak menempati persyaratan yang telah ditetapkan. (8)Selama anak menjalani pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (7), anak harus mengikuti wajib belajar 9 (Sembilan) tahun. Pasal 74 menyebutkan: Dalam hal Hakim memutuskan bahwa anak dibina di luar lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 1, lembaga tempat pendidikan dan pembinaan ditentukan dalam putusannya. 6 Pasal 75 yang mengatur tentang pembinaan di luar lembaga menyebutkan: 7 (1)Pidana pembinaan di luar lembaga dapat berupa keharusan: a. mengikuti program pembimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh Pejabat Pembina; b. mengikuti terapi di rumah sakit jiwa; atau c. mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alcohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. (2) Jika selama pembinaan anak melanggar syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4), pejabat Pembina dapat mengusulkan kepada Hakim Pengawas untuk memperpanjang masa pembinaan yang lamanya tidak melampaui maksimum 2 (dua) kali masa pembinaan yang belum dilaksanakan. Dalam penjelasan pasal disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan Pejabat Pembina adalah petugas yang mempunyai kompetensi di bidang yang dibutuhkan oleh anak sesuai dengan asesment Pembimbing Kemasyarakatan. 8 6 Ibid, hlm. 34. 7 Ibid. 8 Ibid, hlm. 67. 123

Pasal 76 mengatur tentang pidana pelayanan masyarakat, disebutkan bahwa: 9 (1)Pidana pelayanan masyarakat merupakan pidana yang dimaksudkan untuk mendidik anak dengan meningkatkan kepeduliannya pada kegiatan kemasyarakatan yang positif. (2)Jika anak tidak mememnuhi seluruh atau sebagian kewajiban dalam menjalankan pidana pelayanan masyarakat tanpa alasan yang sah, Pejabat Pembina dapat mengusulkan kepada Hakim Pengawas untuk memerintahkan anak tersebut mengulangi seluruh atau sebagian pidana pelayanan masyarakat yang dikenakan terhadapnya. (3)Pidana pelayanan masyarakat untuk anak dijatuhkan paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling lama 120 (seratus dua puluh) jam. Dalam penjelasan pasal, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan masyarakat adalah kegiatan membantu pekerjaan di lembaga pemerintah atau lembaga kesejahteraan social. Bentuk pelayanan masyarakat misalnya membantu lansia, orang cacat, atau anak yatim piatu dipanti dan membantu administrasi ringan di kantor kelurahan. 10 Pasal 77 mengatur tentang pidana pengawasan, dimana disebutkan bahwa: 11 (1)Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 3, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun. (2)Dalam hal anak dijatuhi pidana pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anak ditempatkan di bawah 9 Hadi Setia Tunggal, Op-Cit, hlm. 41. 10 Ibid, hlm. 85. 11 Ibid, hlm. 41. pengawasan Penuntut Umum dan dibimbing oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Dalam penjelasan pasal disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pidana pengawasan adalah pidana yang khusus dikenakan untuk anak, yakni pengawasan yang dilakukan oleh Penuntut Umum terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah anak dan pemberian bimbingan yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan. 12 3. Pelatihan kerja Jenis pidana pokok pelatihan kerja diatur dalam Pasal 78 yang berbunyi sebagai berikut: 13 (1)Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf c, dilaksanakan di lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai dengan usia anak. (2)Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun. Dalam penjelasan pasal disebutkan bahwa yang dimaksud dengan lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja adalah antara lain balai latihan kerja, lembaga pendidikan vokasi yang dilaksanakan, misalnya oleh kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, pendidikan, atau sosial. 14 4. Pembinaan dalam lembaga Jenis pidana pokok pembinaan di dalam lembaga diatur dalam Pasal 80 sebagai berikut: 15 12 Ibid, hlm. 85. 13 Ibid, hlm. 42. 14 Ibid, hlm. 85. 15 UURI No. 11 Tahun 2012, Op-Cit, hlm. 35. 124

(1)Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun swasta. (2)Pidana pembinaan di dalam lembaga dijatuhkan apabila keadaan dan perbuatan anak tidak membahayakan masyarakat. (3)Pembinaan dalam lembaga dilaksanakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. (4)Anak yang telah menjalani ½ (satu perdua) dari lamanya pembinaan di dalam lembaga dan tidak kurang dari 3 (tiga) bulan berkelakuan baik, berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. 5. Penjara Jenis pidana pokok penjara diatur dalam Pasal 81 yang berbunyi sebagai berikut: 16 (1)Anak dijatuhi pidana penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat. (2)Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. (3)Pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. (4)Anak yang telah menjalani ½ (satu perdua) dari lamanya pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) 16 Ibid. dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. (5)Pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir. (6)Jika tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun. Dalam ayat (1) di atas disebutkan bahwa anak dijatuhi pidana penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), menjadi persoalan bilamana di daerah tersebut tidak terdapat LPKA. Menurut penjelasan Pasal 85 bahwa apabila di dalam suatu daerah belum terdapat LPKA, anak dapat ditempatkan di Lembaga Pemsyarakatan yang penempatannya terpisah dari orang dewasa. 17 Mengenai pidana tambahan, berdasarkan Pasal 71 ayat (2) dibagi atas dua (2) macam, yaitu: a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. Pemenuhan kewajiban adat. 18 Di dalam penjelasan pasal 71 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tidaklah dijelaskan bagaimana yang dimaksud dengan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan yang diperoleh tindak pidana, hanyalah pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat yang dijelaskan. Dimana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemenuhan kewajiban adat adalah denda atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat setempat yang tetap menghormati harkat 17 Ibid, hlm. 70. 18 Ibid, hlm. 31. 125

dan martabat anak serta tidak membahayakan kesehatan fisik dan mental anak. 19 Sanksi hukum yang kedua adalah tindakan. Dalam Pasal 82 dan Pasal 83 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka sanksi hukum tindakan itu adalah sebagai berikut: Pasal 82: 20 (1)Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi: a. pengembalian kepada orang tua/wali; b. penyerahan kepada seseorang; c. perawatan di rumah sakit jiwa; d. perawatan di Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS); e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; f. pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau g. perbaikan akibat tindak pidana. (2)Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun. (3)Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun. (4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Mengenai ayat (1) huruf b yang menyebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum dapat diserahkan kepada seseorang, menjadi pertanyaan bagaimana kriteria seseorang tersebut yang akan menerima anak yang berkonflik dengan hukum yang mendapatkan sanksi tindakan? Hal penyerahan kepada seseorang, penjelasan Pasal 82 ayat (1) huruf b 19 Ibid, hlm. 66. 20 Ibid, hlm. 36. menentukan bahwa seseorang tersebut adalah orang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan bertanggung jawab dan dipercaya oleh anak dan penyerahan itu dilakukan oleh Hakim. 21 Untuk Pasal 82 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa anak diberikan perawatan di rumah sakit jiwa, maksudnya adalah bahwa tindakan ini diberikan kepada anak yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita gangguan jiwa atau penyakit jiwa. 22 Untuk Pasal 82 ayat (1) huruf g, dimana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum diberikan sanksi tindakan berupa perbaikan akibat tindak pidana misalnya memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh tindak pidananya dan memulihkan keadaan sesuai dengan sebelum terjadinya tindak pidana, demikian penjelasan pasal yang ada. 23 Pasal 83: 24 (1)Tindakan penyerahan anak kepada seseorang dilakukan untuk kepentingan anak yang bersangkutan. (2)Tindakan perawatan terhadap anak dimaksudkan untuk membantu orang tua/wali dalam mendidik dan memberikan pembimbingan kepada anak yang bersangkutan. Terhadap sanksi hukum di atas yaitu berupa pidana dan tindakan, hakim tidak boleh menjatuhkan kumulasi hukuman kepada terdakwa, artinya hukuman pidana dan tindakan tidak boleh dijatuhkan sekaligus. Sebagai contoh apabila hukuman pidana tidak dijatuhkan, maka hakim hanya dapat menjatuhkan hukuman tindakan saja atau hukuman yang dijatuhkan sesuai dengan ancaman hukuman yang telah ditentukan oleh undang-undang. 21 Ibid, hlm. 69. 22 Ibid, hlm. 70. 23 Ibid. 24 Ibid, hlm. 36. 126

B. Akibat Penjatuhan Pidana Penjara Terhadap Anak Di bawah Umur Pidana penjara merupakan pidana utama (pidana pokok) diantara pidanapidana kehilangan/pembatasan kemerdekaan. Pasal 12 ayat (1) KUHP menetukan bahwa pidana penjara ini dapat seumur hidup atau sementara; ayat (2) menentukan bahwa pidana penjara untuk sementara itu paling sedikit satu hari dan selama-lamanya berturut-turut 15 tahun. 25 Pidana penjara adalah berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan menempatkan orang tersebut di dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang menyebabkan orang tersebut harus mentaati semua peraturan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar. 26 Penjatuhan putusan pidana penjara di Indonesia sampai saat ini masih merupakan pilihan utama dari seorang hakim untuk menjatuhkan putusannya dan sangat sering digunakan, meskipun sebenarnya pidana penjara mempunyai kelemahan antara lain dapat menimbulkan labelisasi dan prisonisasi. 27 Putusan hakim tersebut dijatuhkan baik kepada seorang yang sudah dewasa maupun terhadap anak yang melakukan suatu tindak pidana. Kenyataan yang ada bahwa sangatlah jarang seorang hakim menjatuhkan pidana yang berupa tindakan terhadap anak yang melakukan suatu tindak pidana. Akibat selanjutnya bahwa penjatuhan pidana penjara terhadap anak dapat merugikan anak, karena masyarakat akan memberikan cap/label (stigma) kepada anak yang dapat merusak karir dan masa depan anak, sebagian masyarakat akan menolak kehadiran mantan narapidana 25 Fuad Usfar dan tongat, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, Malang, 2004, hlm. 126. 26 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 196. 27 Sri Sutatiek, Op-Cit, hlm. 40. anak sehingga mengakibatkan anak terkucil dari pergaulan masyarakat. 28 Anak yang sudah mendapatkan label sebagai narapidana dapat berpengaruh besar pada tingkah laku anak pada masa yang akan datang, karena akan memunculkan kenakalan baru. Pemikiran ini dapat ditelaah berdasarkan teori Labeling. Menurut teori Labeling, kenakalan anak dapat muncul karena adanya stigma nakal dari orang tua, tetangga, teman sepergaulan, saudara, guru atau masyarakatnya bahkan putusan pengadilan. 29 Berdasarkan teori Labeling ini, maka dapat dipahami bahwa pemberian stautus Tahanan Anak, Tersangka Anak, Terdakwa Anak, Anak Pidana atau Anak Negara melalui sistem peradilan anak dapat menjadi label bagi anak, dan label tersebut dapat mengakibatkan kenakalan anak yang bersangkutan pada masa yang datang. Kenakalan anak yang muncul setelah anak diberi label oleh negara sebagai Anak Nakal merupakan devian sekunder. Menurut pendapat J.E. Sahetapi, bahwa devian primer adalah perbuatan melawan, dan devian sekunder adalah reaksi dari devian primer. PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Bahwa sanksi hukum yang dapat dijatuhkan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu berupa: pidana dan tindakan. Sanksi pidana terdiri dari : pidana pokok berupa; pidana peringatan, pidana dengan syarat seperti pembinaan di luar lembaga, pelayanan masyarakat atau pengawasan, kemudian pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga dan 28 Ibid, hlm. 45. 29 Ibid, hlm. 46. 127

pidana penjara; serta pidana tambahan berupa: perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana dan pemenuhan kewajiban adat. Sanksi tindakan berupa: pengembalian kepada orang tua/wali, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LPKS, kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta, pencabutan SIM dan atau perbaikan akibat tindak pidana. 2. Bahwa penjatuhan pidana penjara bagi anak mempunyai akibat yang sangat besar terhadap masa depan anak itu sendiri. Anak akan mendapat cap/label sebagai anak nakal, kemudian anak yang sementara menjalani pidana dalam penjara akan mengalami proses prisonisasi, suatu proses pembiasaan sikap dan perilaku dengan narapidana yang lain yang tidak baik. Disamping kedua hal tersebut, pidana penjara juga berakibat buruk dari dimensi sosial yaitu anak akan beranggapan bahwa ia telah dibuang dari pergaulan hidup masyarakat dan dari dimensi pendidikan, anak tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang layak dan kehilangan harapan untuk meraih cita-citanya. B. SARAN 1. Bahwa sanksi hukum yang ditetapkan dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak haruslah diterapkan oleh Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara tindak pidana anak di bawah umur. 2. Bahwa anak yang melakukan suatu tindak pidana janganlah dijatuhkan putusan berupa pidana penjara mengingat akibat buruk yang ditimbulkan, alangkah baiknya hanya diterapkan sanski berupa tindakan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012, sehingga anak mempunyai harapan akan masa depannya dan dapat meraih citacitanya. DAFTAR PUSTAKA Ali, Mahrus., Dasar-dasar Hukum Pidana, Sinar Grafik, Jakarta, 2012. Anonim., KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2013. Djamil, Nasir., Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013. Hidayat, Taufik., Penjara Berdampak Buruk Bagi Anak, diakses tanggal 21 Nopember 2014. Maramis, Frans., Hukum Pidana Umum dan Tertulis Di Indonesia, RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, 2012 Nawawi Arief, Barda., Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Prasetyo, Teguh., Hukum Pidana, edisi revisi, RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, 2013...., Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Nusamedia, Bandung, 2013. Prakoso, Abintoro., Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2013. Sutatiek, Sri., Rekonstruksi Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Anak Di Indonesia, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013. Sambas Nandang., Peradilan Pidana Anak Di Indonesia dan Instrumen Internasional Perlindungan Anak serta Penerapannya, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013. Setia Tunggal, Hadi., UURI No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana anak, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2013. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981. Supramono, Gatot, Hukum acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2000. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji., Penelitian Hukum Normatif, Suatu 128

Tinjauan Singkat, RajaGrafindo persada, Jakarta, 2003. Supeno, Hadi., Kriminalisasi Anak; Tawaran Gagasan radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010. UURI No. 11 Tahun 2012,. Citra Umbara, Bandung, 2012. Usfar Fuad dan Tongat., Pengantar Hukum pidana, UMM Press, Malang, 2004. Widodo., Prisonisasi Anak Nakal; Fenomena Dalam Penanggulangannya, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013. 129