Laju Penempelan Teritip pada Media dan Habitat yang Berbeda di Perairan Kalianda Lampung Selatan

dokumen-dokumen yang mirip
Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Laju Penempelan Teritip Pada Jenis Bahan Tiang Dermaga Yang Berbeda

Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Berbagai Metode Penanaman yang berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Studi Eksperimen Laju Pertumbuhan Marine Growth Pada Plat Baja ASTM A36 Akibat Pengaruh Kuat Cahaya dan Variasi Salinitas

Karakteristik Pasang Surut di Alur Pelayaran Sungai Musi Menggunakan Metode Admiralty

Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling System 8.

ABSTRACT

Kandungan Logam Berat Pb dalam Muatan Padatan Tersuspensi dan Terlarut di Perairan Pelabuhan Belawan dan sekitarnya, Provinsi Sumater Utara

Analisis Kualitas Perairan Muara Sungai Way Belau Bandar Lampung

BEBERAPA CATATAN TENTANG MARGA BALANUS (CIRRIPEDIA) oleh. Ermaitis 1) ABSTRACT

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN BUDIDAYA TIRAM DAN PEMANFAATANNYA. IRMA DEWIYANTI, S.Pi., M.Sc

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ATTACHEMENT OF BIOFOULING (BALLANUS SPP) ON THE BODY OF WOODEN BOAT, FIBER AND METAL IN SIBOLGA HARBOUR NORTH SUMATERA By ABSTRACT

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

Respon Masyarakat Pesisir Terhadap Pentingnya Pengolahan Air Sungai Menjadi Air Siap Pakai di Desa Sungsang III Banyuasin Sumatera Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

Pembuatan Biogas dari Rumput Laut Jenis Caulerpa racemosa dan Sargassum duplicatum sebagai Bahan Energi Alternatif

Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

Distribution of Barnacle (Balanus spp) on The Pole of Harbour PT. Persero Indonesia Sibolga North Sumatera. Abstract

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan

Pemberian Mikroalga Terhadap Pertambahan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis) Pada Skala Laboratorium Di BBPBL Lampung

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

3. METODE PENELITIAN

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

Maspari Journal, 2013, 5 (1), 50-55

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Komposisi dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Muara Sungai Way Belau, Bandar Lampung

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

Pencemaran bahan organik di Muara Sungai Batang Arau Padang Sumatera Barat

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi(

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan

Pendeteksian Suara Ikan Lepu Ayam (Pterois Volitans) Pada Periode Makan Dengan Skala Laboratorium

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

Kondisi Lingkungan (Faktor Fisika-Kimia) Sungai Lama Tuha Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Mangrove di Beberapa Desa Pesisir Kabupaten Rembang: Tinjauan Berdasarkan Tahap Perencanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

Maspari Journal 03 (2011) 42-50

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

MODUL PRAKTEK PENGUKURAN KUALITAS PERAIRAN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

EKOLOGI (EKOSISTEM) SMA REGINA PACIS JAKARTA

KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah

Gambar 6. Lokasi Penelitian

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia.

BAB III METODE PENELITIAN

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Simulasi Pemodelan Arus Pasang Surut di Luar Kolam Pelabuhan Tanjung Priok Menggunakan Perangkat Lunak SMS 8.1

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

Metodologi Penelitian Biologi Laut

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN SELAT BANGKA BAGIAN SELATAN ANALYSIS OF SEA WATER QUALITY IN THE SOUTHERN OF BANGKA STRAIT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BIOREEFTEK UNTUK KONSERVASI TERUMBU KARANG DI KECAMATAN SUNGAI RAYA KEPULAUAN KABUPATEN BENGKAYANG.

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

Transkripsi:

59 M. A. Fajri et al. / Maspari Journal 03 (2011) 63-68 Maspari Journal 03 (2011) 63-68 http://masparijournal.blogspot.com Laju Penempelan Teritip pada Media dan Habitat yang Berbeda di Perairan Kalianda Lampung Selatan M. Awaluddin Fajri, Heron Surbakti dan Wike Ayu Eka Putri Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA, Universitas Sriwijaya, Indralaya, Indonesia Received 07 February 2011; received in revised form 08 April 2011; accepted 14 April 2011 ABSTRACT Barnacle is one of destructive organism of onshore buildings made from wood. Research of attached rate of barnacle with different media and habitat in kalianda waters,south Lampung was held at April until May 2010. The aim of this research are to know the attached rate of barnacle at timber, iron and cement, and to know the influence of habitat against the attachment rate of barnacle with different media. Data were analyzed using ANOVA to test the average of 2 or more samples that differ significantly or not. The results showed that the most media who attached barnacles are timber with average attached rate of 230 barnacles/2 months and the most habitat overgrown with barnacles are habitat of seaweed with average attached rate of 656 barnacles/2 months. Key word : Barnacle, media, habitat, Kalianda Waters ABSTRAK Teritip merupakan salah satu penyebab kerusakan pada bangunan pantai, terutama yang terbuat dari kayu. Penelitian mengenai Laju Penempelan Teritip Pada Media dan Habitat yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan telah dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju penempelan teritip pada media kayu, besi dan semen, serta mengetahui pengaruh jenis habitat terhadap laju penempelan teritip pada media yang berbeda-beda. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA untuk menguji rata-rata dua sampel atau lebih yang berbeda secara signifikan atau tidak. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa media yang paling banyak ditempeli teritip adalah media kayu dengan rata-rata laju penempelan sebanyak 230 teritip/2 bulan dan habitat yang paling banyak ditumbuhi oleh teritip adalah habitat rumput laut dengan laju penempelan sebanyak 656 teritip/2 bulan. Kata kunci : Teritip, Media, Habitat, Perairan Kalianda I. PENDAHULUAN Hampir semua benda-benda yang terendam di bawah laut, terutama di perairan pantai, dikotori oleh biota laut yang hidup menempel. Biota tersebut terdiri dari bakteri, tumbuhtumbuhan dan binatang yang merupakan pengganggu bagi usaha perkapalan dan bangunan bawah air. Teritip seperti kebanyakan biota penempel lainnya adalah hermaphrodit dan daur hidupnya terbagi dalam dua stadia yakni stadium larva berenang bebas dan stadium penempel. Tempat hidup larva cypris pada benda-benda bawah laut dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan diantaranya adalah cahaya, kekeruhan, arus serta sifat fisik dan kimiawi dari substrat (Romimohtarto, 1977). Corresponden number: Tel. +62711581118; Fax. +62711581118 E-mail address: masparijournal@gmail.com Copy right 2011 by PS Ilmu Kelautan FMIPA UNSRI, ISSN: 2087-0558

64 M. A. Fajri et al. / Maspari Journal 03 (2011) 63-68 Kerusakan bangunan pantai dan kapal disebabkan adanya serangan binatang laut atau organisme penempel (biofouling) pada bagian lambung kapal. Teritip merupakan biota avertebrata yang mencari makan dan menempel pada kayu dan benda-benda keras lain di laut dan perairan pesisir. Hal ini dapat menimbulkan masalah bagi aktivitas di laut (Romimohtarto, 1977). Penempelan teritip pada lunaslunas kapal mengakibatkan berkurangnya kecepatan kapal dengan pemakaian jumlah bahan bakar sama jika dibandingkan dengan keadaan sebelum dikotori teritip. Pipa-pipa dan terowongan-terowongan saluran bawah laut untuk sistem pendingin pembangkit tenaga listrik dapat tersumbat karena penempelan teritip. Pengamat arus bawah permukaan perlu berhati-hati terhadap teritip jika menggunakan alat pengukur arus yang dipasang terus menerus di bawah laut untuk jangka waktu lama. Sifat-sifat yang merugikan itu telah banyak menimbulkan masalah- masalah dalam pemeliharaan dan pengawetan saranasarana laut dan bawah laut. Pereira, et al (2002) menyebutkan penempelan organisme merupakan proses alami, tetapi organisme penempel bisa berkoloni pada struktur-struktur buatan manusia sehingga menimbulkan permasalahan seperti perubahan permukaan pada bagian bawah kapal. Berdasarkan gambaran diatas teritip merupakan hewan yang merugikan dan merupakan pengganggu bagi bangunan laut dan kapal-kapal laut, namun penelitian tentang teritip masih jarang dilakukan di Indonesia, oleh sebab itu dipandang perlu melakukan penelitian tentang teritip serta pemilihan media yang berbeda untuk melihat laju pertumbuhannya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan tiga media yang berbeda yaitu media yang terbuat dari semen, media yang terbuat dari kayu dan media yang terbuat dari besi. Tujuan menggunakan ketiga media yang berbeda adalah untuk melihat perbandingan laju pertumbuhan teritip pada media yang berbeda tersebut. II. METODOLOGI Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2010 di perairan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Pengukuran parameter fisika dan kimia dilakukan secara langsung di lokasi pengambilan sampel. Gambar 1. Lokasi Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Dalam penelitian ini digunakan 3 (tiga) jenis media uji yaitu media besi, media semen dan media kayu. Ketiga media tersebut di tempatkan pada 3 (tiga) habitat yang berbeda yaitu habitat rumput laut, habitat terumbu karang dan habitat lumpur berpasir dengan lama peletakkan media selama 2(dua) bulan. Alasan pemilihan lokasi pada daerah lumpur berpasir, terumbu karang dan rumput laut karena daerah

65 M. A. Fajri et al. / Maspari Journal 03 (2011) 63-68 tersebut dianggap dapat mewakili karakteristik daerah pantai. Media yang digunakan berbentuk persegi dengan ukuran panjang 25 cm dan lebar 25 cm, media tersebut digantungkan dengan tali yang panjangnya 2 meter dihitung dari permukaan perairan kemudian diberi pemberat. Pengamatan dan penghitungan jumlah penempelan teritip dilakukan setelah dua bulan perendaman media (semen, kayu, besi) tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui laju penempelan dan pertumbuhan organisme tersebut pada tiga jenis media buatan (semen, kayu, besi). Penghitungan dilakukan pada tiga media tersebut yang bertujuan untuk mengetahui media yang paling banyak ditempeli oleh teritip. Penghitungan jumlah penempelan teritip dilakukan pada salah satu sisi media buatan tersebut. Sisi yang dipilih adalah sisi yang permukaannya ditempeli secara merata dan jumlahnya banyak. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa petak-petak benang, setiap petak berukuran 5 cm x 5 cm. Setiap media berukuran 25 cm x 25 cm, maka pada permukaan media buatan tersebut terdapat 25 petak. Untuk pengukuran besar individu dipilih panjang rostro-carina, yakni garis yang menghubungkan dasar rostrum dengan dasar carina dan disebut garis dasar. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Laju penempelan teritip berdasarkan habitat Hasil penelitian di Perairan Kalianda menunjukkan bahwa mediamedia yang di pasang pada habitat rumput laut, terumbu karang dan lumpur berpasir selama dua bulan perendaman telah dipenuhi oleh teritip yang berukuran antara 0,3 cm 0,8 cm. Rata-rata jumlah penempelan teritip pada habitat lumpur berpasir adalah 5 teritip/2 bulan (2 teritip pada media semen, 5 teritip pada media besi dan 10 teritip pada media kayu). Laju penempelan teritip pada habitat terumbu karang adalah sebanyak 9 teritip/2 bulan (5 teritip pada media semen, 10 teritip pada media besi dan 13 teritip pada media kayu,). Sedangkan pada habitat rumput laut laju penempelannya adalah sebanyak 656 teritip/2 bulan (639 teritip pada media semen, 662 teritip pada media besi dan 667 teritip pada media kayu). Faktor yang paling mempengaruhi perbedaan jumlah penempelan teritip pada tiap habitat adalah kecepatan arus dan kecerahan. Rata-rata pada habitat lumpur berpasir Gambaran rata-rata jumlah teritip pada ketiga media di habitat lumpur berpasir disajiakan pada Gambar 1. 12.00 1 8.00 6.00 4.00 2.00 2.00 Rata-rata pada tiap media di habitat lumpur berpasir 5.00 1 semen besi kayu Gambar 1. Rata-rata pada tiap media di habitat lumpur berpasir Sedikitnya teritip yang menempel di daerah lumpur berpasir disebabkan daerah ini memiliki kecepatan arus 0.16 m/s, sedangkan teritip dapat menempel pada kecepatan arus antara 0,26 m/s 0,31 m/s..

66 M. A. Fajri et al. / Maspari Journal 03 (2011) 63-68 Daerah lumpur berpasir memiliki nilai kecerahan yang lebih kecil dibandingkan dengan daerah lainnya. Dengan kecerahan hanya 10 cm dapat menyebabkan kematian pada teritip. Darsono dan Hutomo (1998) menyebutkan bahwa perairan dengan kecerahan yang kurang dari 20 cm menyebabkan kematian pada teritip. Hal inilah yang menyebabkan laju penempelan teritip pada daerah lumpur berpasir lebih sedikit dibanding dengan daerah terumbu karang dan rumput laut. Rata-rata pada habitat terumbu karang Gambaran rata-rata jumlah teritip di habitat terumbu karang disajikan pada Gambar 2. 14.00 12.00 1 8.00 6.00 4.00 2.00 5.00 Rata-rata pada tiap media di habitat terumbu karang 1 13.00 semen besi kayu Gambar 2. Rata-rata pada tiap media di habitat terumbu karang Karang hidup selain sebagai pemangsa zooplankton juga merupakan tempat hidup bagi berbagai binatang pelekat pemangsa zooplankton lainnya. Kehadiran larva-larva teritip di darah karang, merupakan mangsa bagi karang-karang dan binatang lainnya (Romimohtarto, 1977). Hal inilah yang menyebabkan kelangkaan larva teritip di habitat terumbu karang. Rata-rata pada habitat rumput laut Gambaran rata-rata jumlah teritip pada tiap media di habitat rumput laut disajikan pada Gambar 3. 67 665.00 66 655.00 65 645.00 64 635.00 63 625.00 639.00 Rata-rata pada tiap media di habitat rumput laut 662.00 667.00 semen besi kayu Gambar 3. Rata-rata pada tiap media di habitat rumput laut Dari ketiga habitat yang diamati, habitat rumput laut adalah habitat yang paling banyak ditempeli oleh teritip. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan laju penempelan ini diantaranya kecepatan arus dan kecerahan. Kecepatan arus pada daerah lumpur berpasir dan terumbu karang terlalu lemah dengan kecepatan arus 0,16 m/s pada daerah lumpur berpasir dan 0,23 m/s pada daerah terumbu karang. Menurut Smith (1946) dalam Romimohtarto (1977), teritip masih dapat menempel pada kecepatan arus antara 0,5 0,6 knot (0,26 0,31 m/s). Sedangkan kecepatan arus pada daerah rumput laut adalah 0,29 m/s yang berarti kecepatan arus pada daerah ini tergolong baik untuk kehidupan teritip. Semakin tinggi kecepatan arus maka larva teritip yang ada di perairan akan lebih cepat menyebar sehingga penempelan teritip akan lebih banyak. Selain itu faktor yang paling mempengaruhi perbedaan laju penempelan teritip pada ketiga habitat adalah kecerahan. Kecerahan pada lokasi penelitian berkisar 10 60 cm. Pada daerah lumpur berpasir kecerahannya hanya 10 cm, pada habitat

67 M. A. Fajri et al. / Maspari Journal 03 (2011) 63-68 terumbu karang kecerahannya 40 cm dan pada habitat rumput laut memiliki kecerahan yang sangat baik dibanding dengan lokasi lainnya yaitu 60 cm. Darsono dan Hutomo (1998) menyebutkan bahwa perairan dengan kecerahan yang kurang dari 20 cm menyebabkan kematian pada teritip. Sedangkan pada daerah lumpur berpasir kecerahannya hanya 10 cm sehingga penempelan teritip pada lokasi tersebut sangat sedikit. Laju Penempelan Teritip Berdasarkan Media Hasil pengamatan menunjukkan jumlah penempelan teritip pada media semen adalah sebanyak 215 teritip/2 bulan (639 pada habitat rumput laut, 5 pada habitat terumbu karang dan 2 pada habitat lumpur berpasir). Pada media besi adalah sebanyak 225 teritip/2 bulan (662 pada habitat rumput laut, 10 pada habitat terumbu karang dan 5 pada habitat lumpur berpasir) dan pada media kayu adalah sebanyak 230 teritip/2 bulan (667 pada habitat rumput laut, 13 pada habitat terumbu karang dan 10 pada habitat lumpur berpasir). Rata-rata pada media semen 70 60 50 40 30 20 10 Rata-rata pada tiap habitat di media semen 639.00 5.00 2.00 rumput laut terumbu karang lumpur berpasir Gambar 4. Rata-rata pada ketiga habitat di media semen Rata-rata pada tiap habitat di media besi 70 60 50 40 30 20 10 Rata-rata pada tiap habitat di media besi 662.00 1 5.00 Gambar 5. Rata-rata pada tiap habitat di media besi Rata-rata pada media kayu 80 70 60 50 40 30 20 10 rumput laut terumbu karang lumpur berpasir Rata-rata pada tiap habitat di media kayu 667.00 13.00 1 rumput laut terumbu karang lumpur berpasir Gambar 6. Rata-rata pada tiap habitat di media kayu Banyaknya teritip yang menempel pada media kayu disebabkan permukaan pada media kayu tidak rata dan memiliki banyak celah sehingga teritip banyak yang menempel pada celah-celah di permukaan kayu tersebut. Menurut (Pyenfinch,1948 dalam Romimohtarto, 1977), teritip cenderung memilih permukaan yang retak-retak, bercelah-celah atau yang kasar. Faktor lain yang mempengaruhi intensitas pertumbuhan teritip misalnya kecerahan dan kecepatan arus. Tetapi faktor penyebab yang paling berpengaruh dari penelitian ini adalah kecerahan atau faktor cahaya. Penelitian sebelumnya yaitu Visscher (1928), Gregg (1945), dan Smith (1948) dalam Romimohtarto (1977), yang menyimpulkan bahwa cypris teritip tertarik untuk menempel oleh stimulasi intensitas cahaya optimum yang rendah,

68 M. A. Fajri et al. / Maspari Journal 03 (2011) 63-68 cahaya yang berpengaruh adalah cahaya terbaur (diffused light) bukan cahaya searah. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh laju penempelan teritip pada media kayu sebanyak 230 teritip/2 bulan, pada media besi sebanyak 226 teritip/2 bulan dan pada media semen adalah sebanyak 215 teritip/2 bulan. Dan pada habitat rumput laut adalah sebanyak 656 teritip/2 bulan, untuk habitat terumbu karang sebanyak 9 teritip/2 bulan dan untuk habitat lumpur berpasir adalah sebanyak 5 teritip/2 bulan. Media yang paling banyak ditempeli oleh teritip adalah media kayu dengan rata - rata jumlah penempelan sebanyak 230 teritip dan habitat yang paling banyak ditempeli oleh teritip adalah habitat rumput laut dengan rata - rata jumlah penempelan sebanyak 656 teritip. Laju penempelan teritip selain dipengaruhi oleh faktor kecerahan, suhu dan kecepatan arus juga dipengaruhi oleh media penempelan teritip dan habitat tempat tumbuhnya teritip. DAFTAR PUSTAKA Darsono, P dan M. Hutomo., 1983. Komunitas Biota Penempel di Perairan Suralaya Selat Sunda. Oseanologi 16: 26-41. Pereira, R. C. Carvalho, A. G. V., Gama, B. A. P. & Coutinho, R. 2002. Field Experimental Evaluation of Secondary Metabolites From Marine Invertebrates As Antifoulants. Brazilian J. Biol. 62 (2) : 311-320. Romimohtarto. K.. 1977. Beberapa Catatan Tentang Teritip (Balanus spp) sebagai Binatang Pengotor di Laut. Oseanologi 7 : 25-42.