KAJI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI MOTOR DIESEL DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI MINYAK GORENG BEKAS Tulus Burhanuddin Sitorus *) *) Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU Abstract Used fried oil is an alternative fuel and an example product of agricultural engineering has potential to be develoved to renewable energy called biodiesel. This paper describes comparison study performance from a direct injection system diesel engine fueled with 10%, 20%, 50%,60%, 80% and 100% biodiesel with diesel engine fueled diesel oil (solar). The test result shown that the engine fueled with 100% biodiesel produce slightly lower torgue and power than the same engine fueled with solar. And the emission gas exhaust test results have shown that a lower particulate matter CO about 30,464 % and SO x 31,138% which comparison with diesel engine fueled solar. Keywords: Used fried oil, Performance diesel engine, Power, Emission 1. Pendahuluan Saat ini bahan bakar motor diesel di Indonesia khususnya untuk jenis kendaraan roda empat didominasi oleh solar yang terbuat dari minyak bumi di dalam negeri. Diperkirakan paling cepat pada tahun 2007 dan paling lambat tahun 2015, Indonesia akan menjadi salah satu negara importir netto minyak bumi. Hal ini diprediksi dari produksi dan selisih ekspor terhadap impor minyak mentah Indonesia yang terus berkurang dari tahun ke tahun. Tabel 1: Situasi pengadaan minyak mentah di Indonesia Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 Produksi (jt barel) 585,8 582,0 577,0 568,2 547,6 Ekspor (jt barel) 301,8 283,7 287,9 280,4 285,4 Impor (jt barel) 68,3 69,2 62,9 72,5 84,7 Ekspor netto (jt barel) 233,5 214,5 225,0 207,9 200,7 % dari Produksi 39,9 36,9 39,0 36,6 36,7 Bahkan untuk bahan bakar solar sendiri, dalam tahun 1999 saja netto impor Indonesia telah mencapai 5,26 milyar liter, sekitar 25% dari total konsumsi (Tabel 2) dan diperkirakan akan terus bertambah dari tahun ke tahun. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan sumber bahan bakar alternatif, khususnya untuk memenuhi kebutuhan mesin-mesin yang mengkonsumsi solar sebagai bahan bakar. Solar Bensin Tabel 2: Situasi pengadaan BBM di Indonesia (10 9 liter) BBM Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 Konsumsi 16,96 18,81 21,84 19,67 19,84 Produksi 11,96 14,21 13,72 14,55 14,58 Defisit 5,0 4,6 8,12 5,12 5,26 Konsumsi 9,19 10,08 10,83 10,97 11,52 Produksi 6,87 9,67 10,67 10,45 11,62 Defisit 2,32 0,41 016 0,52 0,10 Mengingat hal tersebut di atas, maka saat ini banyak peneliti baik di dalam maupun luar negeri melakukan riset dengan menguji bahan bakar alternatif yang nantinya diharapkan dapat menggantikan minyak solar. Di sini penulis melakukan penelitian dengan menguji bahan bakar alternatif untuk solar yaitu biodiesel dari minyak goreng bekas. Penelitian ini dimaksudkan untuk: 1) memperoleh perbandingan nilai kalor pembakaran dari bahan bakar biodiesel terhadap solar serta campuran keduanya, 2) memperoleh perbandingan 244 Kaji Eksperimental Performansi Motor Diesel (Tulus Burhanuddin Sitorus)
unjuk kerja motor bakar diesel yang menggunakan bahan bakar biodiesel terhadap solar dan campuran dari keduanya, dan 3) mengetahui sejauh mana komposisi emisi gas buang yang ditimbulkan oleh biodiesel dan solar. Penelitian ini diharapkan bermanfaat nantinya bagi riset-riset selanjutnya dalam menemukan bahan bakar alternatif pengganti solar baik di perguruan tinggi maupun di industri. 2. Dasar Pemikiran Biodisel merupakan bahan bakar minyak diesel yang berasal dari minyak yang bisa diperbarui yaitu minyak nabati atau hewani dan dapat bekerja pada motor diesel konvensional sekalipun tanpa perlu penambahan converter kit. Tabel 3 menunjukkan perbandingan sifat fisika dan kimia biodiesel dengan solar dan emisi dari bahan bakar biodiesel. Tabel 3: Perbandingan biodiesel dengan solar Fisika Kimia Biodiesel Petrodiesel Komposisi Metil ester atau Hidrokarbon asam lemak Densitas, g/ml 0,8624 0,8750 Viskositas, cst 5,55 4,6 Flash point, o C 172 98 Angka cetan 62,4 53 Kelembaban, % 0,1 0,3 Engine power Energi yang dihasilkan 128.000 BTU Energi yang dihasilkan 130.000 BTU Modifikasi engine Tidak diperlukan Lubrikasi Lebih tinggi Lebih rendah Emisi CO rendah CO tinggi Lingkungan Toxisitas rendah Toxisitas 10 kali lebih tinggi Keberadaan Terbarukan Tak terbarukan Dari komposisi biodiesel secara umum maka dapatlah dikatakan penggunaan biodiesel pada motor diesel akan mengurangi hidrokarbon yang tak terbakar, karbon monoksida dan partikulat kasar seperti karbon dan debu. Hal in dapat pula memperpanjang umur mesin (Tabel 4) karena lebih berpelumas dibanding petrodiesel dengan relatif tidak mempengaruhi konsumsi bahan bakar, autoignition, daya keluaran dan torsi mesin secara signifikan. Tabel 4: Perbandingan emisi biodiesel dan petrodiesel (solar) Properti Satuan Biodiesel Petrodiesel Perbedaan (%) SO 2 Ppm 0 78-100 CO Ppm 10 40-75 NO Ppm 37 64-42 NO 2 Ppm 1 1 0 O 2 %-b 6 6.6-9 Total partikulat Mg/Nm 3 0,25 5.6-96 Benzen mg/nm 3 0,3 5.01-99.9 Toluen mg/nm 3 0,57 2.31-99.9 Xylene mg/nm 3 0,73 1.57-99.9 Etilbenzen mg/nm 3 0,3 0.73-59 2.1 Prinsip Dasar Karakteristik utama dari motor diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain adalah metode penyalaan bahan bakarnya. Pada motor diesel, bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara di dalam silinder, suhu udara akan meningkat hingga mencapai bahkan melebihi titik nyala bahan bakar, oleh karenanya ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyalaan lain. Itulah sebabnya motor diesel disebut juga mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition Engine). Di bawah ini akan diuraikan parameter prestasi motor bakar secara umum yang persamaannya diambil dari buku Manual Book of TD110-TD115, tahun 2000. 2.2 Torsi dan Daya Besarnya torsi yang dihasilkan oleh suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan dinamometer yang dikopel dengan proses output mesin. Sedangkan daya keluaran yang dihasilkan mesin dapat dihitung dari perkalian torsi dengan kecepatan sudutnya dalam satuan radian per detik. Oleh karena sifat dinamometer yang bertindak seolah-olah seperti layaknya sebuah rem (brake) terhadap mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai brake power dengan persamaan: 2p.. N P B =. T 60 (1) di mana: P B = Daya keluaran, Brake Power (Watt) N = Putaran mesin (rpm) T = Torsi (Nm) Pengukuran lain dari efisiensi sebuah mesin adalah konsumsi bahan bakar spesifiknya, yang didefinisikan sebagai perbandingan antara laju aliran massa bahan bakar terhadap daya brake (P B ). Bila daya brake dalam satuan kw dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka: 3 m f.10 sfc = PB (2) di mana: sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kwh) Konsumsi bahan bakar spesifik berkaitan erat dengan nilai ekonomis dari sebuah mesin karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 243 248 245
bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. 3. Metode Penelitian 3.1 Objek Pengujian Objek pengujian merupakan bahan bakar biodiesel (berbahan baku minyak goreng bekas dari rumah tangga), solar serta campuran antara biodiesel dan solar. Masing-masing adalah untuk: a. Pengujian nilai kalor bahan bakar. Sampel pengujian adalah bahan bakar biodiesel dari minyak goreng bekas (=B100), solar serta campuran antara biodiesel dan solar dengan komposisi perbandingan (solar/biodiesel) 10%, 20%, 40%, 50%, 60%, 80% hingga biodiesel murni 100% (=B100). Total bahan bakar yang diuji ada sebanyak 8 jenis dengan volume uji masing-masing sebanyak 0,2 ml. b. Pengujian prestasi motor diesel. Sampel pengujian dilakukan untuk pemakaian bahan bakar B10, B20, B50, B60, B80, B100, dan solar, dengan volume uji masing-masing bahan bakar sebanyak 8 ml. c. Pengujian emisi gas buang. Pada pengujian emisi gas buang, pengujian dilakukan untuk pemakaian bahan bakar B20, B50, B80, dan B100 serta solar. Total bahan bakar yang diuji ada sebanyak 5 jenis dengan volume uji masing-masing sebanyak 8 ml. 3.2 Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi: a. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masingmasing pengujian. b. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian karakteristik bahan bakar biodiesel yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan data mengenai karakteristik bahan bakar dari PERTAMINA. 3.3 Pengelolaan Data Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder diolah ke dalam rumus empiris, kemudian data hasil perhitungan disajikan dalam bentuk grafik. 3.4 Alat Uji Uji pretasi motor diesel dilakukan dengan menggunakan mesin uji TD110-TD 115 Test Bed and Instrumentation for Small Engines yang memiliki spesifikasi sebagai berikut: Type Tabel 5: Data spesifikasi motor diesel TD110 TD115 Valve Position Valve rocker clearance TD111 4-Stroke Diesel Engine ROBIN FUJI DY23D Overhead 0,10 mm (cold) Swept Volume 230 cm 3 Bore Stroke 70 mm 60 mm Compression Ratio 21 : 1 Recommended maximum speed Fuel injection timing Dry mass 3600 revs/min 23 O BTDC 26 kg 3.5 Pengujian Emisi Gas Buang Uji emisi gas buang yang dilakukan meliputi kadar CO dan SOx yang terdapat pada produk pembakaran lima jenis bahan bakar yaitu B100 (100% biodiesel), B80 (80% biodiesel), B50 (50% biodiesel), B20 (20% biodiesel) dan solar murni pada putaran mesin 1500 rpm, 2500 rpm dan 3500 rpm. Pengujian ini dilakukan bersamaan dengan pengujian unjuk kerja motor bakar diesel di mana sampel gas buang yang dihasilkan oleh mesin uji pada saat pengujian dimanfaatkan langsung sebagai bahan untuk menguji kadar emisi dalam gas buang. Adapun peralatan dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain: - 2 buah impigner (pyrex) kapasitas 35 ml, masing-masing untuk CO dan SOx. - 2 jenis larutan absorbent, masing-masing: KIO 3 (Potasium Iodat) sebagai absorbent CO dan Triclhor Mercurat (TCM) sebagai absorbent SOx. - Kompresor untuk menghisap gas buang dari knalpot mesin uji. Kompresor yang digunakan jenis Air Cone (stroke) Technic dengan daya hisap 0 30 liter/menit. - Spektrofotometri untuk menghitung kadar absorbance (energi yang terserap) pada masing-masing sampel larutan absorbent yang telah mengabsorpsi emisi pada gas buang. Spektrofotometri yang digunakan jenis Spectronic 20, Bausch to Lomb dengan source lamp: Hallow Cathode Lamp. - 2 jenis larutan baku sebagai pembanding dan untuk membuat kurva baku, masing-masing: NaCO 3 untuk CO dan Na 2 SO 3 untuk SO x. dengan variasi konsentrasi 2 mg/m 3, 4 mg/m 3, 6 mg/m 3,, 18 mg/m 3 untuk tiap larutan. 246 Kaji Eksperimental Performansi Motor Diesel (Tulus Burhanuddin Sitorus)
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Nilai Kalor Bahan Bakar Dari pengujian nilai kalor diperoleh hasil pengujian yang ditampilkan di dalam grafik nilai kalor dari bahan bakar solar, biodiesel, dan campurannya. Perbandingan nilai kalor atas (HHV) masing-masing bahan bakar tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Torsi (Nm) 9.8 9.6 9.4 9.2 9 8.8 8.6 8.4 8.2 Solar 8 1500 2000 2500 3000 3500 B10 B50 B60 B80 B100 B20 HHV (MJ/kg) 44 42 40 38 36 Putaran (rpm) 34 B100 B90 B80 B70 B60 B50 B40 B30 B20 B10 Solar Jenis Bahan Bakar Gambar 1: Grafik nilai kalor vs jenis bahan bakar Dari grafik tampak bahwa solar memiliki HHV tertinggi yaitu sekitar 42,3 MJ/kg dan terendah dimiliki oleh B100 yaitu sekitar 37,76 MJ/kg (10,73% lebih rendah dibanding HHV solar). Perubahan nilai kalor bahan bakar ini dipengaruhi oleh komposisi penyusun utama bahan bakar tersebut. Semakin besar kandungan biodiesel pada campuran bahan bakar maka nilai kalor bahan bakar semakin menurun. 4.2 Torsi Dari hasil pengujian 7 jenis komposisi bahan bakar diperoleh bahwa torsi terendah dihasilkan pada saat pemakaian bahan bakar biodiesel 100% (B100) pada putaran 1500 rpm yaitu sebesar 8,52 Nm. Pada pengujian ini diperoleh torsi tertinggi yang terjadi pada pemakaian bahan bakar solar pada putaran 3500 rpm (Gambar 2 dan 3). Secara umum, torsi mesin yang menggunakan bahan bakar B100 lebih rendah rata-rata 9,79% dibanding torsi motor diesel yang menggunakan bahan bakar solar. Terjadinya sedikit penurunan torsi mesin ini merupakan hal yang logis disebabkan daya berbanding lurus terhadap torsi. Tampak bahwa makin besar komposisi biodiesel dalam campuran bahan bakar mengakibatkan penurunan torsi mesin semakin besar. Gambar 2: Grafik torsi vs putaran 4.3 Daya Pada bagian ini, daya terendah terjadi pada pemakaian bahan bakar B100 yaitu sebesar 1,45 kw, 2,01 kw, 2,57 kw, 3,14 kw, dan 3,58 kw untuk putaran 1500 rpm, 2000 rpm, 2500 rpm, 3000 rpm dan 3500 rpm. Daya tertinggi terjadi pada pemakaian bahan bakar solar yaitu 4,21 kw untuk putaran 3500 rpm. Daya yang dihasilkan mesin dengan menggunakan bahan bakar B100 rata-rata lebih rendah sekitar 9,9% dibandingkan bila menggunakan bahan bakar solar. Penurunan daya untuk berbagai komposisi biodiesel dibandingkan pemakaian bahan bakar solar disebabkan karena nilai kalor pembakaran biodiesel lebih kecil dari bahan bakar solar murni, sehingga bila komposisi biodiesel semakin besar di dalam campuran bahan bakar tersebut maka nilai kalor pembakaran semakin turun, hal ini juga dapat dilihat pada grafik nilai kalor pembakaran sebelumnya. Faktor lain yang memungkinkan terjadinya penurunan daya keluaran yaitu kurang tepatnya pengesetan waktu penginjeksian (timing injection). Hal ini karena bilangan metana biodiesel lebih tinggi dari solar. Oleh karena itu diperlukan ignition delay yang lebih pendek dari pengesetan waktu penginjeksian (timing injection), dan dibutuhkan upaya untuk memajukan timing injection agar diperoleh daya yang optimum. Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 243 248 247
Gambar 3: Grafik daya vs putaran 4.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik Pada pengujian ini, konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) terendah terjadi pada pemakaian bahan bakar solar yaitu 95,04 g/kwh, 99,01 kwh, 100,03 kwh, 105,69 kwh, 116,13 kwh untuk putaran masing-masing 1500 rpm, 2000 rpm, 2500 rpm, 3000 rpm, dan 3500 rpm. SFC tertinggi terjadi pada pemakaian bahan bakar B100 yaitu sebesar 113,21g/kWH, 118,41 g/kwh, 116,18 g/kwh, 119,82 g/kwh, 130,05 g/kwh pada putaran 1500 rpm, 2000 rpm, 2500 rpm, 3000 rpm, dan 3500 rpm. Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) untuk pemakaian bahan bakar B100 lebih tinggi rata-rata 12,15% dibandingkan bila menggunakan bahan bakar solar. Pada parameter ini dapat dicatat bahwa besarnya pemakaian SFC sangat dipengaruhi oleh nilai kalor bahan bakar di mana semakin besar nilai kalor bahan bakar maka SFC semakin kecil dan sebaliknya. Nilai kalor bahan bakar ini dipengaruhi oleh komposisi penyusun bahan bakar tersebut. Kecenderungan peningkatan SFC dengan kenaikan putaran poros dan beban konstan disebabkan oleh waktu periode persiapan pembakaran yang singkat. Akibatnya pencampuran bahan bakar udara tidak berlangsung dengan baik. Gambar 4: Grafik SFC vs putaran 4.5 Emisi Gas Buang Pada pengujian ini, data yang diperoleh merupakan hasil perbandingan absorbance (energi yang terserap) masing-masing sampel absorbent yang telah mengabsorpsi emisi dari gas buang terhadap kurva baku masing-masing emisi (CO dan SO X ) sehingga besarnya kadar emisi yang terkandung di dalam absorbent dapat ditentukan (Gambar 5). Jumlah kadar CO terendah terjadi pada pemakaian bahan bakar B50 pada putaran 1500 rpm yaitu sebesar 5,62 mg/m 3. Sedangkan kadar CO tertinggi terjadi untuk pemakaian bahan bakar solar pada putaran 3500 rpm yaitu sebesar 16,67 mg/ m 3. Kadar CO dalam gas buang mesin berbahan bakar B100 lebih rendah rata-rata sekitar 30,7% dibanding solar. Pembakaran dari campuran akan menghasilkan emisi CO dalam gas buang. Hal ini diakibatkan oleh campuran lokal bahan bakar udara yang kekurangan oksigen sehingga bahan bakar tidak terbakar dengan baik. Emisi CO yang dihasilkan dengan pemakaian bahan bakar biodiesel dari minyak goreng bekas cenderung lebih kecil dari emisi CO dengan menggunakan minyak solar. Semakin besarnya kandungan oksigen di dalam bahan bakar biodiesel menambah oksigen dalam campuran lokal bahan bakar udara sehingga proses pembakaran berlangsung lebih baik. Kadar CO (mg/m3) 20 15 10 5 0 1500 2500 3500 Putaran (rpm) B100 B80 B50 B20 Solar Gambar 5: Grafik kadar CO dalam gas buang vs putaran Kadar SO x terendah dalam gas buang terjadi pada pemakaian bahan bakar B100 pada putaran 3500 rpm yaitu sebesar 4,12 mg/m 3 (Gambar 6). Sedangkan kadar SO x tertinggi terjadi pada pemakaian bahan bakar solar pada putaran 1500 rpm yaitu sebesar 8,17 mg/m 3. Kadar SO x dalam gas buang mesin berbahan bakar B100 lebih rendah rata-rata sekitar 31,4% dibandingkan terhadap mesin berbahan bakar solar. Namun secara keseluruhan kadar SO x terendah terjadi pada pemakaian bahan bakar B50, rata-rata lebih rendah sekitar 2,025% dibanding pada pemakaian bahan bakar B100 dan 32,825% bila mesin menggunakan bahan bakar solar. Penurunan komposisi SOx pada pemakaian biodiesel dapat ditinjau dari komposisi 248 Kaji Eksperimental Performansi Motor Diesel (Tulus Burhanuddin Sitorus)
bahan bakar biodiesel itu sendiri seperti ditampilkan pada tabel sebelumnya. Kandungan SO 2 pada bahan bakar solar jauh lebih besar dibandingkan terhadap bahan bakar biodiesel. Sehingga hal ini berpengaruh terhadap proses pembakaran yang terjadi. Gambar 6: Grafik kadar SO X dalam gas buang vs putaran Obert, Edward F. 1968. Internal Combustion Engines third edition, International Textbook Company, Pennsylvania,. Rangkuti, C. 1996. Panduan Praktikum Bom Kalorimeter, Laboratorium Motor Bakar - Jurusan Teknik Mesin USU, Medan, Soerawidjaja, Tatang H. 2002. Mengapa Indonesia Perlu Mengembangkan dan Menggunakan Biodiesel, Pusat Penelitian Material dan Energi Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Teknologi Bandung, Oktober www.creitb.or.id 5. Kesimpulan a. Biodiesel berbahan baku minyak goreng bekas dari rumah tangga (B100 atau biodiesel murni) memiliki high heating value sekitar 37,76 MJ/kg, lebih rendah 10,73% dibandingkan solar yang memiliki HHV sekitar 42,3 MJ/kg. Semakin besar komposisi biodiesel pada campuran bahan bakar maka nilai kalor bahan bakar semakin menurun. b. Dibandingkan terhadap pemakaian bahan bakar solar, maka pemakaian bahan bakar B100 pada motor diesel menghasilkan parameter sebagai berikut : Torsi mesin lebih rendah sekitar 9,79% Daya keluaran mesin lebih rendah sekitar 9,9% Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) lebih tinggi sekitar 12,15% c. Emisi gas buang motor diesel yang menggunakan bahan bakar B100 dibanding solar mengandung kadar CO yang lebih rendah sekitar 30,46% dan kadar SO x yang lebih rendah sekitar 31,14%. Daftar Pustaka Ambarita, Mery Tambaria Damanik. 2002. Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas untuk Produksi Metil Ester, Program Ilmu Pangan PGSJ, IPB. Elisabeth, Jenny dan Tri Haryati. 2001. Biodiesel Sawit: Bahan Bakar Alternatif Ramah Lingkungan, Warta Pengembangan dan Penelitian Pertanian Vol. 23 No. 3. Low Blends of Biodiesel: A Guide to Different Blend Levels, www.biodiesel.org Manual book of TD110 TD115 Test Bed and Instrumentation for Small Engines. 2000. TQ Education and Training Ltd Products Division. Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 243 248 249